KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kita sampaikan ke hadirat Allah SWT, dengan rahmat dan
karunia-Nyalah makalah ini dapat disusun dan diselesaikan dengan baik.
Pembuatan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu pegangan / kajian bagi
mahasiswa untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan mengenai UNDANG-
UNDANG ITE (INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK).
Walaupun makalah ini telah diselesaikan dengan baik, bukanlah berarti makalah ini
telah sempurna. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan masukan yang bersifat
membangun dari berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa mendatang.
Kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan dan penyusunan makalah ini saya
ucapkan terima kasih.
Akhirnya, saya berharap makalah ini dapat memberikan manfaat dan sumber
pengetahuan yang sangat berguna bagi seluruh mahasiswa khususnya IAIN sumatera utara.
Wassallam,
Medan, Mei 2013
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Di Balik Definisi Informasi Elektronik
B. Keamanan ITE Vs Kejahatan ITE
C. Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum
yang Sah
D. Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
E. Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
F. Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinegara kita terkenal dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat
Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum.
Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE. Undang-Undang
ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan pada tahun 2008. Keputusan ini
dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan hukuman bagi para pelanggar
terutama di bidang informasi teknologi elektronik.
Untuk dunia maya atau lebih dikenal dengan cyber sudah semakin kita kenal dekat
dengan kehidupan sehari-hari di kalangan masyarakat Indonesia. Contoh yang paling
gampang adalah situs jejaring sosial yang saat ini ratingnya sangat bagus dalam dunia
pertemanan yaitu Facebook. Di dunia facebook itu sendiri sering terjadi pelanggaran yang
disalahkan oleh pengguna facebook itu sendiri yang bisa mengakibatkan nyawa seseorang
menghilang. Untuk pengguna facebook sendiri dibuat UU ITE No 11 Tahun 2008, ada tiga
ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa facebook di Indonesia yaitu
ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan/pencemaran nama baik
[Pasal 27 ayat (3)] dan penyebaran kebencian berdasarkan suku,agama dan ras (SARA)
diatur oleh [Pasal 28 ayat (2)]. Dari undang-undang ITE ini bisa dilihat kalau dunia maya itu
tidak sebaik yang kita kira,kalau kita memakai jejaring sosial ini dengan semena-mena tidak
menutup kemungkinan kita bisa dijerat oleh UU ITE dengan pasal-pasal yang ada.
Tidak hanya untuk dunia maya seperti jejaring sosial yang bisa menjerat kita dalam
UU ITE, untuk kasus lainnya seperti menyebar video-video porno melalui alat komunikasi
serta pencemaran nama baik melalu media televisi atau radio atau menulisnya dalam sebuah
blog yang mayoritasnya bisa diakses oleh para pengguna dunia maya, semua itu pun
mempunyai undang-undang ITE. (undang-undang ite, 2010)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Di Balik Definisi Informasi Elektronik
Keamanan ITE dan Kejahatan ITE selalu beradu dalam berbagai persoalan terkait
dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keamanan ITE telah disinggung pada
beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
1. Pasal 12 ayat 1 : Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
2. Pasal 15 ayat 1 : Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem
Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem
Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik
yang diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan
aman. Kenyataannya, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak
menggunakan sistem elektronik yang aman. Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di
pengadilan yang terkait pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen
elektronik serta sistem elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka
Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu :
1. Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2. Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.
Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda atau hukuman
penjara kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika perbuatan
dari si pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan
(Yunuz, 2009). Oleh karena itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja
yang melakukan transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan
minimun keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat dalam Pasal 16
yakni:
Pasal 16 ayat 1 : Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara utuh
sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundang-undangan.
Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
C. Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum dan Akibat
Hukum yang Sah
F. Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan
pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan Pemerintah
dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi Keandalan dan
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari :
1. Lembaga sertifikasi keandalan
2. Tanda tangan elektronik
3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik
4. Penyelenggaraan sistem elektronik
5. Penyelenggaraan transaksi elektronik
6. Penyelenggara agen elektronik
7. Pengelolaan nama domain
8. Tatacara intersepsi
9. Peran pemerintah
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu
secara intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah
tersebut dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Demikian pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU
ITE merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya,
diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan
pengetahuan aparat penegak hukum tentang UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum
Telematika.
Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Lembaga Sertifikasi Keandalan melakukan fungsi administratif yang mencakup registrasi,
otentikasi fisik terhadap pelaku usaha, pembuatan dan pengelolaan sertifikat keandalan, dan
membuat daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pelaku usaha yang akan melakukan
transaksi elektronik dapat memiliki Sertifikat Keandalan yang diterbitkan oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan dengan cara mendaftarkan diri. Lembaga Sertifikasi Keandalan akan
melakukan pendataan dan penilaian menyangkut identitas pelaku usaha, syarat-syarat kontrak
dari produk yang ditawarkan, dan karakteristik produk. Jika pelaku usaha lulus dalam uji
sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan maka akan memperoleh pengesahan berupa
logo trustmark pada homepage pelaku usaha yang menunjukkan bahwa pelaku usaha tersebut
layak untuk melakukan usahanya setelah diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melaksanakan fungsi administratif mancakup registrasi,
otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik maupun kunci
privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pihak
yang akan melakukan transaksi elektronik perlu memenuhi persyaratan minimum dalam UU
ITE, singkat kata, memerlukan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi
elektronik. Tanda tangan elektronik ini akan lebih aman jika terdapat pihak ketiga selain para
pihak yang bertransaksi. Pihak ketiga tersebut adalah Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
dengan fungsi utama adalah menerbitkan Sertifikat Elektronik yang memuat data pembuatan
tanda tangan elektronik yang dikenal dengan kunci publik dan kunci privat. Pelaku usaha
yang ingin mendapatkan Sertifikat Elektronik untuk mendukung penggunaan tanda tangan
elektronik dalam melakukan transaksi elektronik dapat mengajukan permohonan kepada
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Lalu, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik akan
melakukan pendataan dan penilaian meliputi identitas pemohon, otentikasi fisik dari
pemohon, dan syarat lainnya. Setelah dinilai dan tidak ada masalah, dilanjutkan dengan
penerbitan Kunci Publik, Kunci Privat, dan Sertifikat Elektronik. Dengan Sertifikat
Elektronik yang dimiliki oleh para pihak yang bertransaksi secara elektronik akan
memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan para pihak yang bertransaksi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Pemanfaatan yang didapatkan dari penggunaan ITE, seharusnya dapat digunakan dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukannya memanfaatkannya dalam pelanggaran
hukum dan merugikan orang banyak. Walaupun kegiatan tersebut sudah mendapat perhatian
yang lebih dari pihak pemerintah dan penegak hukum, hendaknya sebagai pengguna
teknologi informatika harus menyadari ketetapan-ketetapan hukum tersebut.
Sebagai warga Negara yang baik, marilah bersama-sama memanfaatkan kecerdasan
dalam dunia teknologi informatika dengan sebaik-baiknya. Karena kesadaran individu
sendirilah yang sangat berperan penting dalam penegakan setiap peraturan yang dibuat. Jika
peraturan tersebut ditaati, maka akan sangat mudah mengatur segala urusan dalam hubungan
Internasional. Karena dengan teknologi informasi era ini, memudahkan setiap orang untuk
mendapatkan informasi secara cepat dimanapun berada.
DAFTAR PUSTAKA