Anda di halaman 1dari 11

TUGAS SISTEM INFORMASI KEPERAWATAN

“MAKALAH UNDANG-UNDANG INFORMASI”

DISUSUN OLEH ;

NAMA : FENSKA LIDIA JAKY

NPM : 12114201210064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "undang-undang informasi" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Sistem Informasi Keperawatan. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Feby Manuhutu selaku guru Mata Pelajaran
Sistem Informasi Keperawatan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak
yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.

Saya menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Ambon, 9 November 2022

Fenska Jaky
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
BAB III.....................................................................................................................................10
PEMBAHASAN......................................................................................................................10
Kesimpulan...........................................................................................................................10
Saran.....................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................11
BAB I
PENDAHULUAN

Dinegara kita terkenal dengan Undang-Undang yang berlaku untuk semua masyarakat
Indonesia yang melakukan pelanggaran baik itu pemerintahan ataupun masyarakat umum.
Untuk dunia informasi teknologi dan elektronik dikenal dengan UU ITE. Undang-Undang
ITE ini sendiri dibuat berdasarkan keputusan anggota dewan pada tahun 2008. Keputusan ini
dibuat berdasarkan musyawarah mufakat untuk melakukan hukuman bagi para pelanggar
terutama di bidang informasi teknologi elektronik. Untuk dunia maya atau lebih dikenal
dengan cyber sudah semakin kita kenal dekat dengan kehidupan sehari-hari di kalangan
masyarakat Indonesia. Contoh yang paling gampang adalah situs jejaring sosial yang saat ini
ratingnya sangat bagus dalam dunia pertemanan yaitu Facebook. Di dunia facebook itu
sendiri sering terjadi pelanggaran yang disalahkan oleh pengguna facebook itu sendiri yang
bisa mengakibatkan nyawa seseorang menghilang. Untuk pengguna facebook sendiri dibuat
UU ITE No 11 Tahun 2008, ada tiga ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi
menimpa facebook di Indonesia yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)],
penghinaan/pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)] dan penyebaran kebencian
berdasarkan suku,agama dan ras (SARA) diatur oleh [Pasal 28 ayat (2)]. Dari undang-undang
ITE ini bisa dilihat kalau dunia maya itu tidak sebaik yang kita kira,kalau kita memakai
jejaring sosial ini dengan semena-mena tidak menutup kemungkinan kita bisa dijerat oleh UU
ITE dengan pasal-pasal yang ada. Tidak hanya untuk dunia maya seperti jejaring sosial yang
bisa menjerat kita dalam UU ITE, untuk kasus lainnya seperti menyebar video-video porno
melalui alat komunikasi serta pencemaran nama baik melalu media televisi atau radio atau
menulisnya dalam sebuah blog yang mayoritasnya bisa diakses oleh para pengguna dunia
maya, semua itu pun mempunyai undang-undang ITE. (undang-undang ite, 2010).
BAB II
PEMBAHASAN

Makna Di Balik Definisi Informasi ElektronikPasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya


definisi Informasi Elektronik. Berikut kutipannya : ”Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.” Dari definisi Informasi Elektronik di atas memuat 3 makna:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik
2. Informasi Elektronik memiliki wujud diantaranya tulisan, suara, gambar.
3. Informasi Elektronik memiliki arti atau dapat dipahami.

Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti. Informasi
Elektronik yang tersimpan di dalam media penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi
Elektronik dapat dikenali dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi
Elektronik. (politik kompasiana, 2010)

Keamanan ITE Vs Kejahatan ITE Keamanan ITE dan Kejahatan ITE selalu beradu dalam
berbagai persoalan terkait dengan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Keamanan ITE
telah disinggung pada beberapa pasal dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang
dimaksudkan.
1. Pasal 12 ayat 1 : Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban
memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
2. Pasal 15 ayat 1 : Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem
Elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem
Elektronik sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik yang
diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan aman.
Kenyataannya, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak menggunakan
sistem elektronik yang aman. Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di pengadilan yang
terkait pelanggaran berupa pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik serta sistem
elektronik seperti tertuang dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka

Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu :


1. Perbuatan si pelaku kejahatan yang mengakibatkan kerugian.
2. Keamanan Sistem Elektronik yang diselenggarakan.

Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda atau hukuman penjara
kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika perbuatan dari si
pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan (Yunuz,
2009). Oleh karena itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang
melakukan transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan minimun
keamanan sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat dalam Pasal 16 yakni:
Pasal 16 ayat 1 : Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap
Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
· Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan Perundangundangan.
· Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
· Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
· Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi, atau
simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan Penyelenggaraan Sistem
Elektronik tersebut.
· Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

Tidak Semua Tanda Tangan Elektronik Memiliki Kekuatan Hukum dan Akibat Hukum yang
Sah Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas diantaranya
netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih jenis tanda
tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik. Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami secara
berhati-hati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya menggunakan
tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah seperti
diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE. (Yunuz, Binushacker, 2009) Tanda Tangan Elektronik
memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan.
2. Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan.
3. Segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui.
4. Segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan
elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui.
5. Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya.
6. Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan
persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE Selain memuat ketentuan
mengenai penyelenggaraan sistem elektronik untuk mendukung informasi dan transaksi
elektronik, UU ITE juga memuat pasal-pasal mengenai Perbuatan yang Dilarang dan
Ketentuan Pidana. Perbuatan yang Dilarang termuat pada pasal 27 – 37, sedangkan
Ketentuan Pidana pada pasal 45 – 52. Pidana dapat berupa pidana penjara atau denda.
(Yunuz, Forumkami) Pada bagian ini, satu contoh kasus yang terkait dengan perbuatan
yang dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para pembaca dapat
mengambil pelajaran penting dari pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan
Ketentuan Pidana. Contoh kasus: ”Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film.
Suatu hari, dia mendapatkan kiriman satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi
VCD berupa video singkat yang memuat permainan sex sepasang suami-isteri. Dalam
cerita ini, si suami isteri itu sengaja membuat video tersebut untuk kepentingan pribadi
bukan untuk dipublikasikan, tapi entah bagaimana video itu jatuh ke tangan orang lain (si
A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke dalam beberapa VCD, lalu menyebarkan atau
menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual VCD, si A juga memiliki kegemaran
untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam pose bugil, malahan si A
memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi pemuatan video dan
gambar-gambar pornografi baik gambar asli atau gambar rekayasa.”
Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai
berikut:
1. Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi
elektronik dan dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan.
Untuk itu Pasal 27 ayat 1 akan menjerat si A. Pasal 27 ayat 1 : ”Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan”.
2. Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis
untuk diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah
mencemarkan nama baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik
atau asli. Untuk itu Pasal 27 ayat 3 dan Pasal 35 akan menjerat pula si A. Pasal 27
ayat 3 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau
mentransmisikan atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik”. Pasal 35 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan
manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik
atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik atau Dokumen
Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik”.
3. Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri
membuat video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis
memiliki foto asli tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah
menjadi foto rekayasa dalam pose bugil. Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 : ”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34
yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain”.
4. Perbuatan si A mengadakan perangkat lunak berupa website yang bertujuan untuk
menfasilitasi pendistribusian foto/gambar bersifat pornografi. Untuk itu Pasal 34 ayat
1 bagian a akan menjerat pula si A. Pasal 34 ayat 1 bagian a : ”Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual, mengadakan
untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki
perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
sampai dengan Pasal 33”. Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan
pidana yang terkait termuat pada pasal-pasal sebagai berikut: 1. Pasal 45 ayat 1 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(1),
ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” 2.
Pasal 50 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal
34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” 3. Pasal 51 ayat
1 : ”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).” 4. Pasal 51 ayat 2 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).”
Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
dalam UU ITE hanya sebatas untuk memberikan dukungan teknis yang terkait dengan
pembuatan tanda tangan elektronik. Peranan yang dimaksud diantaranya:
1. Menerbitkan Sertifikat Elektronik, tercantum pada Pasal 1, yaitu: “Sertifikat
Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum pada pihak dalam
Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.”
2. Memastikan keterkaitan antara tanda tangan elektronik dengan pemiliknya sebagai
subjek hukum yang bertanda tangan, hal ini terkait dengan pasal 1 di atas, dan pasal
13 ayat 2, yaitu: “Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan
suatu Tanda Tangan Elektronik dengan pemiliknya.”
3. Walaupun tidak dinyatakan secara eksplisit dalam UU ITE, Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik memiliki kemampuan untuk dapat memastikan keterkaitan antara tanda
tangan elektronik dengan informasi dan dokumen elektronik yang ditanda tangani,
karena tanda tangan elektronik terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda
tangani. Hal ini terkait dengan pasal 1 tentang tanda tangan elektronik, yaitu: “Tanda
Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang
digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.”

Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE UU No. 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah disahkan pada
bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan Pemerintah dan
pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi Keandalan dan
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Peraturan Pemerintah tersebut terdiri dari :
1. Lembaga sertifikasi keandalan
2. Tanda tangan elektronik
3. Penyelenggaraan sertifikasi elektronik
4. Penyelenggaraan sistem elektronik
5. Penyelenggaraan transaksi elektronik
6. Penyelenggara agen elektronik
7. Pengelolaan nama domain
8. Tatacara intersepsi
9. Peran pemerintah
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu secara
intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah tersebut
dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Demikian
pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU ITE
merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya,
diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan
pengetahuan aparat penegak hukum tentang UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum
Telematika. Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
1. Lembaga Sertifikasi Keandalan melakukan fungsi administratif yang mencakup registrasi,
otentikasi fisik terhadap pelaku usaha, pembuatan dan pengelolaan sertifikat keandalan, dan
membuat daftar sertifikat yang dibekukan. Setiap pelaku usaha yang akan melakukan
transaksi elektronik dapat memiliki Sertifikat Keandalan yang diterbitkan oleh Lembaga
Sertifikasi Keandalan dengan cara mendaftarkan diri. Lembaga Sertifikasi Keandalan akan
melakukan pendataan dan penilaian menyangkut identitas pelaku usaha, syarat-syarat kontrak
dari produk yang ditawarkan, dan karakteristik produk. Jika pelaku usaha lulus dalam uji
sertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan maka akan memperoleh pengesahan berupa
logo trustmark pada homepage pelaku usaha yang menunjukkan bahwa pelaku usaha tersebut
layak untuk melakukan usahanya setelah diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
2. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik melaksanakan fungsi administratif mancakup
registrasi, otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik
maupun kunci privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan.
Setiap pihak yang akan melakukan transaksi elektronik perlu memenuhi persyaratan
minimum dalam UU ITE, singkat kata, memerlukan tanda tangan elektronik dalam
melakukan transaksi elektronik. Tanda tangan elektronik ini akan lebih aman jika terdapat
pihak ketiga selain para pihak yang bertransaksi. Pihak ketiga tersebut adalah Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik dengan fungsi utama adalah menerbitkan Sertifikat Elektronik yang
memuat data pembuatan tanda tangan elektronik yang dikenal dengan ‘kunci publik’ dan
‘kunci privat’. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan Sertifikat Elektronik untuk mendukung
penggunaan tanda tangan elektronik dalam melakukan transaksi elektronik dapat mengajukan
permohonan kepada Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Lalu, Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik akan melakukan pendataan dan penilaian meliputi identitas pemohon, otentikasi
fisik dari pemohon, dan syarat lainnya. Setelah dinilai dan tidak ada masalah, dilanjutkan
dengan penerbitan Kunci Publik, Kunci Privat, dan Sertifikat Elektronik. Dengan Sertifikat
Elektronik yang dimiliki oleh para pihak yang bertransaksi secara elektronik akan
memberikan rasa aman dan meningkatkan kepercayaan para pihak yang bertransaksi.
BAB III
PEMBAHASAN

Kesimpulan
Pasal 1 UU ITE mencantumkan diantaranya definisi Informasi Elektronik. Berikut
kutipannya : ”Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.” Maka dalam
menggunakan teknologi informatika, harus sesuai dengan ketetapan peraturan perundang-
undangan. Kesalahan yang dilakukan secara sengaja ataupun tidak sengaja, akan
mendapatkan sanksi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya UU ITE maka
akan memperaman setiap kegiatan yang dilakukan secara online dan melindungi hak dari
tandatangan Elektronik yang dimiliki oleh seluruh pengguna.

Saran
Pemanfaatan yang didapatkan dari penggunaan ITE, seharusnya dapat digunakan dan
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Bukannya memanfaatkannya dalam pelanggaran
hukum dan merugikan orang banyak. Walaupun kegiatan tersebut sudah mendapat perhatian
yang lebih dari pihak pemerintah dan penegak hukum, hendaknya sebagai pengguna
teknologi informatika harus menyadari ketetapan-ketetapan hukum tersebut. Sebagai warga
Negara yang baik, marilah bersama-sama memanfaatkan kecerdasan dalam dunia teknologi
informatika dengan sebaik-baiknya. Karena kesadaran individu sendirilah yang sangat
berperan penting dalam penegakan setiap peraturan yang dibuat. Jika peraturan tersebut
ditaati, maka akan sangat mudah mengatur segala urusan dalam hubungan Internasional.
Karena dengan teknologi informasi era ini, memudahkan setiap orang untuk mendapatkan
informasi secara cepat dimanapun berada.
DAFTAR PUSTAKA

https://adoc.pub/makalah-uu-ite-di-republik-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai