Kelompok 11
Disusun Oleh :
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II Pembahasan
Makna dibalik definisi Informasi Elektronik
Informasi dan/atau Dokumen Elektronik bukan Bukti Tertulis
Keadaan memaksa dalam Pasal 15 ayat 3 UU ITE
Keamanan ITE vs Kejahatan ITE
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum
Kasus mengenai Perbuatan yang Dilarang dalam UU ITE
Perbuatan yang Dilarang pada penggunaan Handphone
Peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Hubungan UU ITE No.11 dengan HAM dan Tujuan Negara RI
UU ITE dan kebebasan Pers
Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UUITE
Beberapa Hal yang Terlewat dan Perlu Persiapan Dari UUITE
BAB III Penutup
Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan dunia internet pada saat ini telah mencapai suatu tahap yang begitu
cepat, sehingga tidak mengherankan apabila di setiap sudut kota banyak ditemukan termpat-
tempat internet yang menyajikan berbagai jasa pelayanan internet. Awalnya internet hanya
digunakan secara terbatas di dan antar-laboratorium penelitian teknologi di beberapa institusi
pendidikan dan lembaga penelitian saja, yang terlibat langsung dalam proyek DARPA
(Defence Advanced Research Projects Agency).
Internet telah menyebar luas ke seluruh dunia, mulai dari pemerintah, sekolah,perguruan
tinggi,sektor ekonomi,bidang kesehatan dsb. Sehingga keberadaan internet pada masa
sekarang telah banyak memberikan memanfaat yang signifikan karena memberikan
kemudahan-kemudahan dalam mengaksesnya. Pengaksesan informasi,tukar-menukar
data,proses transaksi secara online semuanya hampir bisa dilakukan melalui internet.
Pada dasarnya semua kegiatan di dunia internet sangat bergantung kepada pengguna dan
penyedia layanan internet itu sendiri. Di sisi penyedia layanan berusaha untuk memberikan
sebuah servis untuk bagaimana bisa digunakan oleh para pengguna internet. Di sisi user atau
pengguna mereka berusaha untuk memanfaatkan beberapa servis yang diberikan oleh
penyedia untuk memudahkan pekerjaan mereka tentunya yang berhubungan dengan
informasi,data maupun transaksi.
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi, informasi elektronik adalah data elektronik yang memiliki wujud dan arti. Mengapa
informasi elektronik tidak didefinisikan saja sebagai satu atau sekumpulan data elektronik?
Mengapa perlu pula dinyatakan wujudnya dan memiliki arti?Informasi Elektronik yang
tersimpan di dalam media penyimpanan bersifat tersembunyi. Informasi Elektronik dapat
dikenali dan dibuktikan keberadaannya dari wujud dan arti dari Informasi Elektronik.
Pasal 5
1 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang baru dan sah
2 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis seperti pasal 1866
KUHPerdata. Hal ini telah ditegaskan pada Pasal 5 ayat 4 bagian a.
3 Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik merupakan alat bukti yang sah apabila
menggunakan sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
4 Hasil cetak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik juga sah apabila berasal dari
sistem elektronik sesuai ketentuan UU ITE.
Dari hal di atas perdebatan selama ini diantara beberapa pengamat hukum, praktisi hukum,
akademisi bidang hukum tentang ”Apakah informasi elektronik dapat dikategorikan sebagai
akta otentik atau tulisan di bawah tangan?” menjadi tidak tepat untuk diperdebatkan, karena
akta otentik dan tulisan di bawah tangan merupakan bukti tertulis, sedangkan Informasi
dan/atau dokumen elektronik bukan bukti tertulis. Pada berbagai diskusi lewat internet
menunjukkan pendapat yang berbeda. Salah satu pendapat mengatakan bahwa hasil cetak
yang dimaksudkan pasal 5 ayat 1 UU ITE merupakan bukti tertulis. Hasil cetak merupakan
perwujudan/penampakan dari informasi dan/atau dokumen elektronik yang tersimpan secara
elektronik misalnya tersimpan di harddisk. Informasi yang tersimpan secara elektronik harus
dapat dibuktikan keberadaannya dengan cara menampilkannya ke monitor komputer atau
dicetak lewat printer tampil di kertas. Dengan demikian, informasi elektronik itu dapat dilihat
dengan kasat mata dan diketahui keberadaannya. Jadi, hasil cetak merupakan bukti elektronik
dalam wujud tertulis.
Pasal 15 ayat 3 terkait dengan Pasal 15 ayat 2. Berikut ini isi ayat2 dan ayat 3:
ayat 3 :”Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat
dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak
Dari Pasal 15 ayat 2 dan ayat 3 menunjukkan bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik
bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya kecuali terjadi keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Keadaan memaksa yang manakah dimaksud dalam Pasal 15 ayat 3? Keadaan
memaksa yang dialami oleh pengguna Sistem Elektronik. Berikut ini satu cerita singkat untuk
memperjelas keadaan memaksa yang dimaksud.
Si A sebagai pemilik kartu ATM dari Bank X. Suatu hari, si A ke Bank X untuk
mengambil sejumlah uang tunai menggunakan kartu ATM yang dimilikinya. Saat berada di
dalam bilik ATM, si A berada di bawah ancaman seseorang.
Dalam keadaan memaksa, si A mentransfer sejumlah uang dari rekening yang
dimilikinya ke rekening yang ditunjuk oleh si pengancam. Dari cerita ini, Bank X sebagai
Sistem Elektronik tidak dapat dipersalahkan dan tidak bertanggungjawab atas transfer uang
yang terjadi.
Virus komputer dibuat oleh manusia dan disebarkan/diproduksi oleh mesin komputer. Bila
aparat penegak hukum mampu untuk menangkap si pembuat virus dan membuktikan
kejahatannya, maka pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36 (mengakibatkan kerugian) dapat
digunakan untuk menjerat si pembuat virus. Tentunya, Hakim dalam memutuskan perkara
perlu mempertimbangkan tingkat gangguan/akibat yang timbul dari jenis virus yang
disebarkan. Virus dapat diklasifikasikan yaitu :
a. Tidak berbahaya.
Virus ini menyebabkan berkurangnya ruang disk untuk menyimpan data sebagai
b. Agak berbahaya.
Virus ini menyebabkan ruang disk penuh dan mengurangi fungsi lainnya seperti
c. Berbahaya.
Virus ini dapat mengakibatkan kerusakan atau gangguan yang parah termasuk
Meskipun seseorang bukan sebagai pembuat virus, tetapi dia dapat memanfaatkan
virus komputer untuk merusak informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik orang
lain. Jika memang ada unsur kesengajaan untuk melakukan kejahatan seperti pada motif ini,
maka terhadap si pelaku dapat dijerat dengan pasal 32 ayat 1, Pasal 33 dan pasal 36 UU ITE.
Pada kasus lain, seseorang misalnya si A tanpa sengaja/tidak mengetahui misalnya isi
flash disk yang dimilikinya mengandung virus (sudah dicek dengan program antivirus), lalu
memakai flash disk itu di komputer milik si B dan atas seizin si B lalu terjadi pengrusakan
data oleh virus maka si A tidak dapat dijerat dengan pasal 32 ayat 1, pasal 33 dan pasal 36
UU ITE.
Jadi, meskipun virus diproduksi oleh mesin komputer, tetapi ada orang di balik penyebaran
virus komputer, bisa sebagai pembuat virus atau penyebar virus dengan sengaja untuk
merugikan orang lain. Mesin komputer yang memproduksi virus komputer hanya sebagai alat
bantu untuk melaksanakan pembuatan dan/atau penyebaran virus, bukan pelaku kejahatan.
5. Keamanan ITE vs Kejahatan ITEKeamanan ITE telah disinggung pada beberapa pasal
dalam UU ITE, berikut ini pasal-pasal yang dimaksudkan.
Pasal 12 ayat 1 :
Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan
Pasal 15 ayat 1 :
secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhada beroperasinya Sistem Elektronik
sebagaimana mestinya.
Dari kedua pasal itu, jelas UU ITE mengharuskan atau mewajibkan sistem elektronik yang
diselenggarakan termasuk penggunaan tanda tangan elektronik berlangsung dengan
aman.Kenyataan, masih banyak transaksi elektronik yang berlangsung tidak menggunakan
sistem elektronik yang aman.
Oleh karena itu, ketika dalam suatu perkara di pengadilan yang terkait pelanggaran berupa
pengrusakan informasi dan/atau dokumen elektronik serta sistem elektronik seperti tertuang
dalam Pasal 30-33 dan Pasal 35, maka Hakim harus mempertimbangkan dua sisi, yaitu:
Hakim dalam membuat Putusan Pidana dapat mengenakan denda dan/atau hukuman penjara
kepada si pelaku kejahatan dalam kadar yang mungkin lebih ringan ketika perbuatan dari si
pelaku kejahatan berlangsung pada sistem elektronik yang lemah dari segi keamanan. Oleh
karena itu, UU ITE mendorong bagi para pelaku bisnis, atau siapa saja yang melakukan
transaksi elektronik untuk sungguh-sungguh memperhatikan persyaratan minimun keamanan
sistem elektronik yang diselenggarakan seperti termuat dalam Pasal 16 yakni:
Pasal 16 ayat 1 :
Dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara
utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan Perundang
Undangan,melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan
Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraa Sistem
Elektroniktersebut,Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan
bahasa, informasi.atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan
6. Tidak semua Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memiliki asas
diantaranya netral teknologi atau kebebasan memilih teknologi. Hal ini termasuk memilih
jenis tanda tangan elektronik yang dipergunakan untuk menandatangani suatu informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik.Asas netral teknologi dalam UU ITE perlu dipahami
secara berhati-hati, dan para pihak yang melakukan transaksi elektronik sepatutnya
menggunakan tanda tangan elektronik yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum
yang sah seperti diatur dalam pasal 11 ayat 1 UU ITE.Tanda Tangan Elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
Data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan
Elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan,Segala perubahan terhadap Tanda
Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui,Segala
perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan.
Penulis ingin menyinggung isi Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Tanda
Tangan Elektronik yang dapat di-download di situs cahyana-ahmadjayadi.web.id atau situs
lainnya. Pasal 1 memuat diantaranya : ”Tangan Tangan Elektronik adalah informasi
elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu
informasi elektronik lain yang dibuat oleh penandatangan untuk menunjukkan identitas dan
statusnya sebagai subyek hukum, termasuk dan tidak terbatas pada penggunaan infrastruktur
kunci publik (tanda tangan digital), biometrik, kriptografi simetrik, termasuk di dalamnya
tanda tangan dalam bentuk asli yang diubah menjadi data elektronik”
Yang menjadi pertanyaan penting adalah : Apakah tanda tangan dalam bentuk asli yang
diubah menjadi data elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah?
Jika tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di atas kertas diubah ke data
elektronik dengan peralatan scanner, maka cara ini tidak memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah. Berikut penjelasannya:
Pertama:
Perlu dipahami dengan baik bahwa tanda tangan bertujuan untuk menyatakan persetujuan
atas informasi yang disepakati oleh para pihak yang bertransaksi, dan mengidentifikasi siapa
yang menandatangani.
Kedua:
Ada perbedaan tanda tangan dan informasi yang ditanda tangani antara di atas kertas dan
secara elektronik. Kertas menjadi perekat antara tanda tangan dan informasi yang ditanda
tangani, jika terjadi perubahan pada tanda tangan atau informasi yang ditanda tangani maka
perubahan itu mudah dikenali misalnya adanya coretan. Secara elektronik, bisa saja
seseorang yang berniat jahat mengganti informasi elektronik yang telah ditanda tangani oleh
para pihak dengan informasi elektronik lain tetapi tanda tangan tidak berubah. Celakanya,
pada data elektronik perubahan ini mudah terjadi dan tidak mudah dikenali. Oleh karena itu,
tanda tangan elektronik harus terasosiasi dengan informasi elektronik yang ditanda tangani
seperti dimaksudkan pada Pasal 1 UU ITE untuk definisi Tanda Tangan Elektronik.
”Tangan Tangan Elektronik adalah informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan suatu informasi elektronik lain yang digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi.”
Apa yang dimaksud terasosiasi? Menurut penulis, yang dimaksudkan terasosiasi adalah
informasi elektronik yang ingin ditanda tangani menjadi data pembuatan tanda tangan
elektronik. Dengan demikian, antara tanda tangan elektronik dan informasi elektronik yang
ditanda tangani menjadi erat hubungannya seperti fungsi kertas. Keuntungannya adalah jika
terjadi perubahan informasi elektronik yang sudah ditanda tangani maka tentu tanda tangan
elektronik juga seharusnya berubah. Misalkan seseorang berniat jahat melakukan perubahan
informasi elektronik yang sudah ditanda tangani dengan informasi elektronik yang lain tetapi
tanda tangan elektronik tidak berubah, maka hal ini mudah diketahui. Caranya? Coba buat
tanda tangan elektronik dari informasi elektronik yang telah berubah dan bandingkan dengan
tanda tangan elektronik yang ada, tentu hasilnya beda, dan ini menunjukkan bahwa informasi
elektronik yang ditanda tangani telah mengalami perubahan.
Ketiga:
Jika kita simak pasal 11 ayat 1 bagian c dan d, mewajibkan adanya metode untuk mengetahui
segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu
penandatanganan dan mengetahui segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang
terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan. Perubahan
itu dapat diketahui hanya apabila informasi elektronik menjadi data pembuatan tanda tangan
elektronik.
Keempat:
Bagaimana dengan tanda tangan asli serta informasi yang ditanda tangani di kertas diubah ke
data elektronik dengan peralatan scanner, apakah memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah? Tentu tidak memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah, karena
tanda tangan itu tidak dibuat berdasarkan informasi yang disepakati atau dengan kata lain
informasi yang disepakati tidak menjadi data pembuatan tangan tangan, sehingga perubahan
tanda tangan elektronik dan/atau informasi elektronik setelah waktu penandatanganan tidak
dapat diketahui.
Jadi, tidak semua tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang
sah.
Pada bagian ini, penulis menampilkan satu contoh kasus yang terkait dengan perbuatan yang
dilarang dalam UU ITE. Dengan contoh ini diharapkan para pembaca dapat mengambil
pelajaran penting dari pasal-pasal terkait Perbuatan yang Dilarang dan Ketentuan Pidana.
”Si A adalah pemilik rental VCD berbagai macam film. Suatu hari, dia mendapatkan kiriman
satu VCD dari seseorang yang tidak dikenal. Isi VCD berupa video singkat yang memuat
permainan sex sepasang suami-isteri. Dalam cerita ini, si suami isteri itu sengaja membuat
video tersebut untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan, tapi entah bagaimana
video itu jatuh ke tangan orang lain (si A). Kemudian, si A meng-copy video itu ke dalam
beberapa VCD, lalu menyebarkan atau menjualnya. Pekerjaan Si A tidak hanya menjual
VCD, si A juga memiliki kegemaran untuk merekayasa foto-foto artis menjadi tampak dalam
pose bugil, malahan si A memiliki website yang dirancangnya sendiri untuk menfasilitasi
pemuatan video dan gambar-gambar pornografi baik gambar asli atau gambar rekayasa”.
Dari kasus di atas, perbuatan si A dapat dijerat dengan pasal-pasal dalam UU ITE sebagai
berikut:
Pertama:
Perbuatan si A dengan sengaja dan tanpa hak telah mendistribusikan informasi elektronik dan
dokumen elektronik berupa video singkat yang melanggar kesusilaan. Untuk itu Pasal
Pasal 27 ayat 1 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
Kedua:
Perbuatan si A melakukan manipulasi terhadap informasi elektronik berupa foto artis untuk
diubah menjadi foto dalam pose bugil. Tujuan dari manipulasi ini adalah mencemarkan nama
baik artis dan membuat foto hasil rekayasa seolah-olah otentik/asli.
Pasal 27 ayat 3 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”.
Pasal 35 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,
penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut
dianggap seolah-olah data yang otentik”.
Ketiga:
Perbuatan si A mengakibatkan kerugian bagi suami isteri dan artis. Si suami isteri membuat
video itu untuk kepentingan pribadi bukan untuk dipublikasikan. Si artis memiliki foto asli
tidak dalam pose bugil, tapi karena ulah si A, foto asli diubah menjadi foto rekayasa dalam
pose bugil.Untuk itu Pasal 36 akan menjerat pula si A.
Pasal 36 :
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain”.
Keempat
”Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, menjual,
mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki
perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara khusus
dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 33”. Dari pasal-pasal yang dapat menjerat si A maka ketentuan pidana yang
terkait termuat pada pasal-pasal sebagai berikut:
Pasal 45 ayat 1 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat(1), ayat
(2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Pasal 50 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).”
Pasal 51 ayat 1 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
Pasal 51 ayat 2 :
”Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah)”
Pekerjaan: Account Executive Equity di Bahana Securities di Jakarta (saat kasus terjadi).
Hasil: Erick ditahan Unit V Cyber Crime Mabes Polri karena dianggap melanggar.
UU ITE, Pasal 27 ayat 3dan Pasal 28 ayat 1 (penyebaran berita bohong melalui sistem
elektronik). Erick diskors dari perusahaannya dan pemeriksaan kasus masih berjalan, saat
artikel ini diposting.
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. (terkait dgn kasus 1)
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan perjudian. (terkait dgn kasus 2)
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. (terkait dgn kasus 3)
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.(terkait dgn kasus 4
Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. (terkait
dgn kasus 5)
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). (terkait dgn kasus
6)
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi. (terkait dgn kasus 7)
UU ITE juga memuat ketentuan pidana, untuk pasal 27 sampai pasal 29 terkait dengan
ketentuan pidana pada pasal 45.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.
Pasal 36 terkait dengan ketentuan pidana pasal 51 ayat 2
Pasal 51 ayat 2.
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan
Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
subjek hukum yang bertanda tangan, hal ini terkait dengan pasal 1 di atas, dan pasal
ayat 2
Pasal 13 ayat 2 :
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang
dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Ada dua hal yang perlu dipahami dengan hati-hati
sehubungan dengan peranan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, yaitu:
Pertama:
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik tidak memiliki tugas dan kewenangan untuk memeriksa
substansi informasi dan/atau dokumen elektronik yang ditanda tangani oleh para pihak yang
bertransaksi, apakah bertentangan dengan peraturan yang ada. Tugas dari Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik hanya sebatas dukungan teknis terkait dengan pembuatan tanda tangan
elektronik.
Kedua:
Terkait dengan pasal 1, tanda tangan elektronik digunakan sebagai alat verifikasi dan
autentikasi. Verifikasi yang dimaksud tidak terkait dengan substansi informasi elektronik
yang ditandatangani. Tanda tangan elektronik digunakan untuk menguji apakah informasi
elektronik yang ditanda tangani mengalami perubahan selama ditransmisikan. Jika
mengalami perubahan maka informasi elektronik itu dianggap tidak sah karena tidak dijamin
keutuhannya. Ketentuan ini terkait dengan pasal 6 UU ITE.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang
mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga
menerangkan suatu keadaan.
10. Hubungan UU ITE No.11 dengan HAM dan Tujuan Negara RI.
Berbagai diskusi dan pernyataan di Internet mempersoalkan tentang UU ITE No. 11 Tahun
2008. Pendapat yang berbeda muncul, termasuk keinginan beberapa kalangan agar UU No.
11 Tahun 2008 direvisi dengan berbagai alasan dan pertimbangan.Pada bagian ini, penulis
mengungkapkan beberapa pemikiran yang dapat memberikan pencerahan bagi kita semua
untuk memandang UU ITE No. 11 Tahun 2008 secara komprehensif dari berbagai sudut
pandang dan memposisikan diri kita sebagai anak bangsa yang peduli terhadap kemajuan
bangsa Indonesia.
Pertama:
Pertanyaan: Apa tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008? Bagaimana kaitannya dengan tujuan Negara
RepublikIndonesia?: Tujuan dari Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
menurut UU ITE No. 11 Tahun 2008 tercantum pada Pasal 4, yaitu:
Kedua:
Jawab : Tidak semua informasi elektronik dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa
dan memajukan kesejahteraan umum. Informasi elektronik terbagi dalam dua kategori yaitu
informasi elektronik yang berkualitas dan informasi elektronik yang tidak berkualitas. Yang
dapat meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum
hanya informasi elektronik yang berkualitas, yaitu informasi yang mendorong pengembangan
potensi bangsa di berbagai bidang kehidupan menuju bangsa yang sejahtera dan cerdas, serta
mampu bersaing dengan bangsa lain.
Ketiga:
Bagaimana dengan jenis Informasi Elektronik yang tidak berkualitas? Apa contohnya? Jenis
informasi elektronik yang tidak berkualitas dapat merusak pencapaian tujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum. Informasi elektronik
yang tidak berkualitas bermuatan negatif seperti pelanggaran kesusilaan, perjudian, menghina
dan mencemarkan nama baik seseorang, pemerasan dan/atau pengancaman, berita bohong
dan menyesatkan, menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan.
Keempat:
Jadi, tujuan Pemerintah untuk memperluas akses informasi lewat internet sampai ke pedesaan
untuk meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat di pedesaan.
Meskipun demikian, tujuan itu dapat tidak tercapai apabila masyarakat pedesaan dominan
mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas.
Coba kita bayangkan, bagaimana jika sekelompok murid sekolah mengakses situs porno atau
bermain judi lewat internet, Apakah hal ini membuat masyarakat pedesaan menjadi cerdas
dan sejahtera? Apakah perbuatan menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan berita
bohong, pemerasan, pengancaman, penghinaan, pencemaran nama baik termasuk perbuatan
mengarah pada peningkatan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat? Dengan akal sehat, kita
dapat menjawab bahwa perbuatan itu tidak mengarah pada peningkatan kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat.
Kelima:
Bagaimana pembatasan akses informasi elektronik yang tidak berkualitas dalam UU ITE No.
11 Tahun 2008? Dalam UU ITE No. 11 thn 2008 pada Pasal 27 dan 28 telah melarang
setiap orang untuk menyebarkan informasi elektronik yang tidak berkualitas, dan
memberikan sanksi pidana penjara dan/atau denda kepada setiap orang yang melanggar.
Pasal 27
1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan perjudian.
3 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.
Pasal 28
1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
2 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pasal 45
1 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2 Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Keenam:
Pertanyaan: Apakah pasal 27 dan pasal 28 dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008 bertentangan
dengan Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945?Justru Pasal
27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 thn 2008 mendorong penegakan HAM. Mari kita simak pasal
28F dalam UUD 1945 yang berbunyi:
Apakah informasi elektronik yang tidak berkualitas seperti bermuatan pencemaran nama
baik, penghinaan, pelanggaraan kesusilaan, pengancaman merupakan informasi elektronik
yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial. Sementara kebebasan untuk
mengakses informasi elektronik yang berkualitas mendorong pengembangan pribadi dan
lingkungan sosial. Jadi Pasal 27 dan Pasal 28 sudah tepat dalam UU ITE No. 11 Tahun 2008
untuk memberantas informasi elektronik yang tidak berkualitas agar masyarakat dapat lebih
mengakses informasi elektronik yang berkualitas untuk menunjang pengembangan pribadi
dan lingkungan sosialnya.
Ketujuh:
Pertanyaan: Apa argumentasi yang tepat bahwa informasi elektronik yang tidak berkualitas
dapat merusak pengembangan pribadi dan lingkungan sosial? Argumentasinya cukup
sederhana. Indonesia memiliki lingkungan sosial yang kental dengan kultur ketimuran yaitu
masyarakat agamis. Tidak ada satu pun agama yang membolehkan seseorang untuk
melakukan perbuatan menyebarkan informasi yang bermuatan penghinaan, pencemaran nama
baik seseorang, pengancaman, pemerasan, fitnah, perjudian, pornografi. Informasi elektronik
yang tidak berkualitas merusak moral generasi.
Kedelapan:
Pertanyaan: Bagaimana mengaitkan UU ITE, HAM, Jenis Informasi Elektronik dan Tujuan
Negara Republik Indonesia? Keterkaitannya berangkat dari tujuan Negara R.I untuk
meningkatkan kecerdasan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan umum.
1 UUD 1945 telah mengatur Hak Asasi Manusia (HAM) untuk memperoleh dan
menyebarkan informasi yang dapat mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial.
Akses informasi elektronik yang berkualitas mengarah pada pengembangan pribadi,
lingkungan sosial dan pencapaian tujuan Negara R.I. Akses informasi elektronik yang
tidak berkualitas tidak mengarah pada pengembangan pribadi, lingkungan sosial dan
pencapaian tujuan Negara R.I.
2 UU ITE No. 11 tahun 2008 memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi kemerdekaan
berpendapat dan kebebasan untuk mengakses informasi elektronik yang berkualitas
dan melarang untuk mengakses informasi elektronik yang tidak berkualitas.
Kesembilan:
Pertanyaan: Sudah banyak diskusi dan pernyataan yang menginginkan untuk revisi UU ITE
No. 11 Tahun 2008 terutama terkait dengan soal HAM tentang kebebasan mengakses
informasi, bagaimana dgn masalah ini? Pada dasarnya keinginan untuk merevisi UU ITE No.
11 tahun 2008 merupakan hak setiap orang. Tapi sayangnya, beberapa orang yang
menginginkan revisi terhadap UU ITE No. 11 tahun 2008 bersandar pada pemahaman yang
kurang baik tentang pencapaian tujuan Negara Republik Indonesia. Beberapa pendapat
mengatakan bahwa kebebasan untuk mengakses informasi sudah dikebiri oleh UU ITE No.
11 tahun 2008 dan melanggar HAM.
UU ITE No. 11 Tahun 2008 justru memberikan kebebasan bagi siapa saja untuk mengakses
informasi elektronik tetapi untuk kategori informasi elektronik yang berkualitas dalam rangka
mencapai tujuan Negara Republik Indonesia. Penulis tidak sependapat dengan kebebasan
tanpa kontrol karena kita hidup dalam suatu negara yang memiliki tujuan. Kebebasan tanpa
kontrol menunjukkan suatu pemikiran yang tidak mengarah pada pencapaian tujuan.
Seseorang yang hidup dengan tujuan, dicirikan oleh kemampuan untuk memilah dan memilih
informasi yang sepatutnya diakses dalam rangka pencapaian tujuan itu. UU ITE No. 11
Tahun 2008 sudah menampakkan perilaku itu, melindungi informasi elektronik yang
berkualitas dan melarang informasi elektronik yang tidak berkualitas. Demikian pula, HAM
dalam UUD 1945 yang berkaitan dengan kebebasan penyebaran dan pengaksesan informasi
memiliki kontrol berupa tujuan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial.
Banyak protes dari kalangan Pers tentang keberadaan UU ITE Nomor 11 tahun 2008
terutama menyangkut pasal 27 Ayat 3 dan Pasal 28 ayat 2. Pasal tersebut dipandang
berpotensi mengancam kemerdekaan Pers, berita pers dapat disalurkan melalui informasi
elektronik (di dunia maya), terkait dengan kasus korupsi, sengketa, politik yang dapat dinilai
sebagai penyebaran pencemaran nama baik, penghinaan, menimbulkan permusuhan atau
kebencian dalam masyarakat..
Pasal 27 ayat 3
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada bagian ini UU ITE No. 11 Tahun 2008 terutama Pasal 27 dan Pasal 28. Kiranya melalui
tulisan ini akan lebih memperjelas apa yang dikuatirkan oleh kalangan Pers dalam
penyampaian berita dalam bentuk informasi elektronik.
Dunia maya merupakan wadah komunikasi bagi siapa saja, termasuk bagi Pers untuk
menyebarkan informasi. Pers merupakan kalangan yang berkepentingan untuk menyebarkan
berita lewat internet karena sarana ini merupakan cara yang cepat untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat dalam jangkauan yang lebih luas dan lebih
murah.Persoalannya: Apakah UU ITE No. 11 tahun 2008 pada Pasal 27 dan Pasal 28
berpotensi membatasi kebebasan Pers dalam memberitakan suatu peristiwa dalam bentuk
informasi elektronik? Dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU ITE No. 11 Tahun 2008 terdapat
pernyataan ‘tanpa hak’.Pers memiliki hak untuk mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik berupa Berita. Hak dari Pers sudah
jelas dinyatakan dan dilindungi dengan UU Pers No. 40 Tahun 1999.
12. Sembilan Peraturan Pemerintah dan Dua Lembaga yang baru untuk UU ITE.
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah
disahkan pada bulan April 2008, pelaksanaannya masih menunggu penerbitan 9 Peraturan
Pemerintah dan pembentukan 2 (dua) lembaga yang baru yakni Lembaga Sertifikasi
Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
Selama proses pembentukan Peraturan Pemerintah untuk UU ITE, Pemerintah perlu secara
intensif mendengarkan berbagai masukan dari masyarakat agar Peraturan Pemerintah tersebut
dapat diterapkan dengan efektif dan mendapatkan respon positif dari masyarakat. Demikian
pula, pelaksanaan UU ITE turut memperhatikan kesiapan masyarakat, karena UU ITE
merupakan payung hukum di Indonesia untuk pertama kali dalam bidang Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Departemen Komunikasi dan
Informatika (Depkominfo) dan Instansi yang terkait perlu intensif melakukan berbagai upaya,
diantaranya Sosialisasi UU ITE pada masyarakat termasuk kalangan kampus, peningkatan
pengetahuan aparat penegak hukum ttg UU ITE dan berbagai aspek dalam Hukum
Telematika. Dua lembaga yaitu Lembaga Sertifikasi Keandalan dan Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik masing-masing diharapkan dapat berfungsi sebagai berikut:
13. Beberapa Hal yang Terlewat Dan Perlu Persiapan Dari UU ITE
Beberapa yang masih terlewat, kurang lugas dan perlu didetailkan dengan peraturan dalam
tingkat lebih rendah dari UU ITE (Peraturan Menteri, dsb) adalah masalah:
• Spamming, baik untuk email spamming maupun masalah penjualan data pribadi oleh
perbankan, asuransi, dsb
• Virus dan worm komputer (masih implisit di Pasal 33), terutama untuk pengembangan dan
penyebarannya
• Kemudian juga tentang kesiapan aparat dalam implementasi UU ITE. Amerika, China dan
Singapore melengkapi implementasi cyberlaw dengan kesiapan aparat. Child
Pornography di Amerika bahkan diberantas dengan memberi jebakan ke para pedofili
dan pengembang situs porno anak-anak
Terakhir ada yang cukup mengganggu, yaitu pada bagian penjelasan UU ITE kok persis plek
alias copy paste dari bab I buku karya Prof. Dr. Ahmad Ramli, SH, MH berjudul Cyberlaw
dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Kalaupun pak Ahmad Ramli ikut menjadi staf
ahli penyusun UU ITE tersebut, seharusnya janganlah terus langsung copy paste buku bab 1
untuk bagian Penjelasan UU ITE, karena nanti yang tanda tangan adalah Presiden Republik
Indonesia
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Walaupun terlambat, kehadiran aturan hukum baru tersebut dapat dilihat sebagai bentuk
respons pemerintah untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung jawab dalam
menggunakan internethingga merugikan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Menurut
Menkominfo Muhammad Nuh,sedikitnya ada tiga hal mendasar penyalahgunaan internet
yang dapat menghancurkan keutuhan bangsa secara keseluruhan, yakni pornografi,
kekerasan, dan informasi yang mengandung hasutan SARA.
Semoga kehadiran UU ITE bisa menjadi payung hukum bagi aparat kepolisian untuk
bertindak tegas dan selektif terhadap berbagai jenis penyalahgunaan internet. Dengan
demikian, kehadiran UU ini tidak menjadi momok yang menakutkan bagi pengguna dan
mematikan kreativitas seseorang di dunia maya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/26950112/Makalah_Tentang_UU_ITE_No
http://eprints.ums.ac.id/37399/2/04.%20BAB%20I.pdf
http://repository.uin-suska.ac.id/16138/6/6.%20BAB%20I.pdf
http://e-journal.uajy.ac.id/12163/1/HK113381.pdf