Teknologi Informasi
Keterbatasan UU ITE dalam mengatur penggunaan IT
Undang-undang ITE pada dasarnya bertujuan untuk mengatur bagaimana sebuah
Informasi Teknologi berikut dengan seluruh elemen yang terkait dapat berjalan
segabaimana dikatakan baik dan teratur tanpa melanggar hukum yang berlaku.
Cyberlaw merupakan suatu sistem hukum yang dianggap relevan untuk mengatur
aktivitas e-Commerce, mengingat sifat-sifat dari e-Commerce yang tidak dapat diatur
dengan menggunakan instrumen hukum konvensional, sehingga banyak negara-negara
di dunia kemudian secara serius membuat regulasi khusus mengenai Cyberlaw ini.
Salah satu acuan bagi negara-negara di dunia untuk merumuskan Cyberlaw adalah
melalui adopsi atau meratifikasi instrumen hukum internasional yang dibentuk
berdasarkan konvensi ataupun framework tentang Cyberlaw maupun e-Commerce yang
dibentuk oleh organisasi-organisasi internasional. Organisasi Internasional yang
mengeluarkan regulasi e-Commerce yang dapat menjadi acuan atau Model Law adalah:
UNCITRAL, WTO, Uni Eropa, dan OECD, sedangkan pengaturan di organisasi
internasional lainnya seperti, APEC dan ASEN adalah sebatas pembentukan kerangka
dasar atau Framework, yang berisi ketentuan¬ketentuan yang mendukung dan
memfasilitasi perkembangan E-Commerce.
UU ITE yang terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal mencakup materi mengenai Informasi dan
Dokumen Elektronik; Pengiriman dan Penerimaan Surat Elektronik; Tanda Tangan
Elektronik; Sertifikat Elektronik; Penyelenggaraan Sistem Elektronik; Transaksi
Elektronik; Hak Atas kekayaan Intelektual; dan Perlindungan Data Pribadi atau Privasi.
Sebagai tindak lanjut UU ITE, akan disusun beberapa RPP sebagai peraturan
pelaksanaan, yaitu mengenai Lembaga Sertifikasi Kehandalan, Tanda Tangan
Elektronik, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik, Penyelenggaraan Sistem Elektronik,
Transaksi Elektronik, Penyelenggara Agen Elektronik, Pengelola Nama Domain, Lawful
Interception, dan Lembaga Data Strategis.
Melengkapi Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang telah ada, UU
ITE juga mengatur mengenai hukum acara terkait penyidikan yang dilakukan aparat
penegak hukum (kepolisian dan kejaksaan) yang memberi paradigma baru terhadap
upaya penegakkan hukum dalam rangka meminimalkan potensi abuse of power
penegak hukum sehingga sangat bermanfaat dalam rangka memberikan jaminan dan
kepastian hukum. “Penyidikan di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik
dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan,
kelancaran layanan publik, integritas data atau keutuhan data, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan (Pasal 42 ayat (2)). Sedangkan Penggeledahan
dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak
pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat dan wajib menjaga
terpeliharanya kepentingan pelayanan umum (Pasal 42 ayat (3)).”
Pengaturan tersebut tidak berarti memberikan peluang/pembiaran terhadap terjadinya
upaya kejahatan dengan menggunakan sistem elektronik, karena dalam halhal tertentu
penyidik masih mempunyai kewenangan melaksanakan tugasnya sebagaimana diatur
dalam KUHAP (Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Dalam hal
pelaku kejahatan tertangkap tangan, penyidik tidak perlu meminta izin, serta dalam hal
sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera dan tidak mungkin untuk
mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan hanya atas benda
bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri
setempat guna memperoleh persetujuan (Pasal 38 ayat (2) KUHAP.
Kelemahan pertama ini adalah kelemahan fatal, yang terbukti secara jelas bahwa akibat
tidak dimanfaatkannya teknologi informasi dalam proses penyusunan UU ini, maka isi
dari UU ini sendiri memiliki celah-celah hukum yang mana dalam waktu kurang dari
sebulan peresmiannya telah menimbulkan gejolak di kalangan pelaku usaha teknologi
informasi, yang diakibatkan oleh ketidakpastian yang ditimbulkannya itu.
Ayat 4 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol
atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
Definisi Informasi Elektronik menggambarkan tampilan, bukan data; dari kenyataan ini
terlihat jelas bahwa penyusun definisi ini belum memahami bahwa data elektronik sama
sekali tidak berupa tulisan, suara, gambar atau apapun yang ditulis dalam definisi
tersebut. Sebuah data elektronik hanyalah kumpulan dari bit-bit digital, yang mana
setiap bit digital adalah informasi yang hanya memiliki dua pilihan, yang apabila
dibatasi dengan kata “elektronik” maka pilihan itu berarti “tinggi” dan “rendah” dari
suatu sinyal elektromagnetik. Bila tidak dibatasi dengan kata tersebut, maka bit digital
dapat berupa kombinasi pilihan antonim apapun seperti “panjang” dan “pendek”,
“hidup” dan “mati”, “hitam” dan “putih” dan sebagainya.
ampaknya ayat ini dibuat dengan logika berbeda dengan ayat 1 dalam pasal yang sama,
dimana ayat 1 telah dengan benar menggunakan kriteria Sistem Elektronik yang
ditunjuk atau dipergunakan, pada ayat 2 muncul kerancuan “di bawah kendali”. Suatu
account e-mail yang berada di Yahoo atau Hotmail misalnya, tidak dapat dikatakan
sebagai suatu Sistem Elektronik di bawah kendali karena yang dikendalikan oleh
Penerima hanyalah bentuk virtualisasinya.
Kelemahan IV: masih sarat dengan muatan standar yang tidak jelas.
Kelemahan ini menjejali keseluruhan BAB VII – PERBUATAN YANG DILARANG. Pasal
27 ayat 1 Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan Kesusilaan –
memakai standar siapa? Bahkan dalam satu rumah tangga sekalipun, antara suami istri
bisa memiliki standar kesusilaan yang berbeda, bagaimana pula dalam satu negara?
Bagaimana kalau terdapat perbedaan mencolok antara standar kesusilaan pengirim dan
penerima? Ayat yang seperti ini sebaiknya dihapus saja.