PERDATA
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
(2004551087)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
I. Pendahuluan
Di era revolusi industry 4.0 yang merupakan bagian dari akibat globalisasi,
ekonomi, sosial, informasi, termasuk juga hukum sekalipun hukum tidak dapat mengikuti
muncul berbagai jenis alat bukti baru yang dikatakan sebagai alat bukti elektronik misalnya
elektronik, data/dokumen elektronik dan sarana elektronik lainnya sebagai media penyimpan
data.
Pengalihan data tertulis ke dalam bentuk data elektronik telah diatur sebelumnya
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pada bagian
menimbang huruf F dinyatakan bahwa "kemajuan teknologi telah memungkinkan catatan dan
dokumen yang dibuat di atas kertas dialihkan ke dalam media elektronik atau dibuat secara
dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya dan merupakan alat bukti yang sah"
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 12 ayat (1) Jo Pasal 15 ayat (1) UU 8/1997.
Hal ini berarti dokumen elektronik khususnya mengenai dokumen perusahaan merupakan alat
Bagi dunia peradilan, kedudukan alat bukti elektronik sangat penting, karena
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat
bukti yang sah, yang merupakan perluasan dari alat bukti dalam Hukum Acara yang berlaku
menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 19 Tahun
1
Waruwu,R. (2018). Eksistensi Dokumen Elektronik di Persidangan Perdata. Mahkamah Agung
Republik Indonesia, diakses pada 28 Mei 2022 pkl 14.00 WIB.
2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.2
perkembangan hukum. Salah satu implikasi adalah diakuinya keberadaan bukti elektronik
sengketa di pengadilan, tidak luput dari permasalahan yang ada. Dengan adanya alat bukti
elektronik ini, hal itu dapat menjadi ancaman bagi nilai pembuktian di pengadilan. Namun,
hal itu tidak dapat menjadi alasan bagi hakim untuk tidak memberikan putusan atau
perdata?
2. Apa saja kendala atau permasalahan bila menggunakan alat bukti elektronik di
persidangan perdata?
III. Pembahasan
Perdata
Pembuktian merupakan sebuah penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum
kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran
peristiwa yang dikemukakan.3 Selain itu pembuktian dapat diartikan sebagai bagian dari
proses penyelesaian sengketa di peradilan yang artinya menjadi kunci dari terpecahnya suatu
kasus sengketa.
2
Asima, D. (2020). Menjawab Kendala Pembuktian dalam Penerapan Alat Bukti Elektronik. Puslitbang
Hukum dan Peradilan Ditjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, 3 (2), 99.
3
H. Riduan Syahrani, 2004, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h.
83.
Hukum pembuktian Perkara Perdata termuat dalam HIR ( Herziene Indonesische
Reglement ) yang berlaku di wilayah Jawa dan Madura, Pasal 162 sampai dengan Pasal 177;
RBg ( Rechtsreglement voor de Buitengewesten ) berlaku diluar wilayah Jawa dan Madura,
Pasal 282 sampai dengan Pasal 314; Stb. 1867 No. 29 tentang kekuatan pembuktian akta di
bawah tangan; dan BW ( Burgerlijk Wetboek ) atau KUHPerdata Buku IV Pasal 1865 sampai
dengan Pasal 1945. Berdasarkan pasal 1866 KUH Perdata/pasal 164 HIR, alat bukti yang
diakui dalam perkara perdata terdiri dari bukti tulisan, bukti saksi, persangkaan, pengakuan
dan sumpah. Alat bukti tulisan/tertulis/surat, ditempatkan dalam urutan pertama. Hal ini
peran penting. 4
sehingga akta otentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat.
Sempurna berarti hakim tidak memerlukan alat bukti lain untuk memutus perkara selain
berdasarkan alat bukti otentik dimaksud. Sedangkan mengikat berarti hakim terikat dengan
dimana sebelumnya masih menggunakan atau menerapkan sistem alat bukti tulisan seperti
surat-surat yang ditulis tangan, sekarang sudah mulai menggunakan alat bukti secara
elektronik, tiket elektronik, data/dokumen elektronik dan sarana elektronik lainnya sebagai
4
Rokhayah, S. (2020). Pembuktian dalam Upaya memenangkan Perkara Perdata. Kementerian
Keuangan Republik Indonesia, diakses pada 28 Mei 2022 pkl 14.15 WIB.
5
Ibid.
Setelah hadirnya alat bukti elektronik tersebut, banyak timbul pertanyaan dari para
pihak yang memiliki kepentingan di peradilan mengenai keberadaan dari alat bukti elektronik
di Peradilan Indonesia. Untuk menjawab hal tersebut, penulis memberikan sedikit ketentuan
undang-undang yang menjadi alasan diakuinya alat bukti elektronik di proses pembuktian
mengenai alat-alat bukti dokumen elektronik. Berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat 1 UU ITE
ditentukan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah. Selanjutnya di dalam Pasal 5 ayat 2 UU ITE
ditentukan bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan alat bukti yang sah dan sesuai
dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, bahwa UU ITE telah
menentukan bahwa dokumen elektronik6 dan/atau hasil cetaknya merupakan suatu alat bukti
yang sah dan merupakan perluasan alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang telah
berlaku di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti di muka persidangan.7
suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada di dialam UU ITE.
Dengan demikian penggunaan dokumen elektronik sebagai suatu alat bukti yang dianggap
sah apabila menggunakan suatu sistem elektronik sesuai dengan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Pasal 6 UU ITE, yang menentukan bahwa dokumen elektronik dianggap sah
6
Dokumen Elektronik telah diakui oleh Mahkamah Agung ke dalam Surat Edaran MA No. 14 Tahun
2010 Tentang Dokumen Elektronik sebagai Kelengkapan Permohonan Kasasi dan Peninjauan Kembali dan
kemudian diubah dengan SEMA MA No. 1 Tahun 2014.
7
Op.cit. hlm 101.
keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan. Di
samping itu, dokumen elektronik yang kedudukannya dapat disetarakan dengan dokumen
yang dibuat di atas kertas, sebagaimana ditentukan dalam Penjelasan Umum UU ITE.8
Dari Pasal 1 Angka 4, Pasal 5 Ayat (3), Pasal 6 dan Pasal 7 UU ITE dapat
dikategorikan syarat formil dan materiil dari dokumen elektronik agar mempunyai nilai
dikirimkan, diterima atau disimpan, yang dapat dilihat, ditampilkan dan/atau didengar
melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tulisan, suara, gambar dan seterusnya
yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Nilai Selanjutnya yang kedua, dinyatakan sah apabila menggunakan/ berasal dari Sistem
Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang. Nilai pembuktian
yang terakhir adalah dianggap sah apabila informasi yang tecantum didalamnya dapat
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alat bukti elektronik ialah
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang telah sah dan memenuhi persyaratan
Alat bukti elektronik memiliki kelemahan dalam proses pembuktian karena dapat
diubah, disadap, dipalsukan, yang artinya tidak dapat menjamin keamanan bukti yang penting
Salah satu yang dapat menjamin adalah bukti elektronik itu telah diperiksa dengan prosedur
8
Loc.Cit
9
H.P. Panggabean, 2012, Hukum Pembuktian Teori Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Alumni, Bandung, h.
281.
10
Op.Cit hlm 102
yang benar. Apabila bukti elektronik telah diperiksa dengan prosedur yang benar, maka dapat
disimpulkan tidak terjadi perubahan atas bukti tersebut atau dengan kata lain integritas bukti
elektronik tersebut masih terjaga sehingga memiliki nilai pembuktian di persidangan. Namun
saat ini tidak ada prosedur pemeriksaan bukti elektronik yang berlaku secara umum di
masing lembaga yang memeriksa bukti elektronik tersebut. Hal ini dapat menyebabkan tidak
samanya prosedur yang dimiliki oleh setiap lembaga. Selain itu, hal tersebut dapat
menyulitkan Hakim dalam melihat apakah sebuah bukti elektronik telah diperiksa dengan
Saat ini, tidak terdapat aturan mengenai bagaimana cara menampilkan bukti
elektronik di persidangan. Pada praktiknya, bukti elektronik ditampilkan dengan cara yang
pembawa bukti elektronik tersebut dan menunjukkan data di dalamnya secara langsung.
atas terdapat beberapa kendala dalam penerapan alat-alat bukti Elektronik di Lingkungan
Peradilan adalah13 :
2. Sikap hakim yang masih beragam dalam memandang alat bukti elektronik.14
11
Op.Cit. hlm 106.
12
Op.Cit. hlm 107.
13
Loc.Cit
14
Minanoer Rachman, Penggunaan Informasi Atau Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Dalam Proses
Litigasi (Surabaya, 2012). Hlm. 17
5. Tanda tangan Elektronik.
dalam pelaksanaan atau pembuktian alat bukti elektronik di persidangan adalah belum
diaturnya alat bukti dan pembuktiannya dalam hukum acara sebagai hukum formal.
IV. Kesimpulan
merupakan alat bukti baru yang sah dan telah diakui dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE). Meskipun telah menjadi
alat bukti yang sah, alat bukti elektronik belum memiliki nilai pembuktian sempurna.
dari tidak terjaganya keamanan alat bukti, pemahaman hakim tentang alat bukti elektronik,
keaslian dokumen dan tandatangan elektronik, hingga belum diaturnya tata cara
penyerahannya di persidangan dan tata cara memperlihatkan pada pihak lawan. Meskipun
kedua tata cara tersebut dapat dijawab melalui pengembangan praktik di persidangan namun
untuk memberikan kepastian hukum maka perlu diatur dalam Hukum Acara Perdata atau
15
Loc.Cit. hlm 107.
DAFTAR PUSTAKA
Asima, D. (2020). Menjawab Kendala Pembuktian dalam Penerapan Alat Bukti Elektronik.
Puslitbang Hukum dan Peradilan Ditjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara, 3 (2).
Keuangan Republik Indonesia, diakses pada 28 Mei 2022 pkl 14.15 WIB.