Anda di halaman 1dari 3

Alat bukti elektronik ialah informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memenuhi

persyaratan formil dan persyaratan materil yang diatur dalam UU ITE. Informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
19/2016”), informasi elektronik adalah “Satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk
tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau
sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.’ Sedangkan
dokumen elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto
atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna
atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Pada prinsipnya informasi elektronik dapat dibedakan dengan dokumen elektronik. Dokumen
elektronik merupakan wadah atau “cangkang” informasi elektronik, sedangkan informasi
elektronik adalah data atau kumpulan data dalam berbagai bentuk. Misalnya, jika kita
berbicara tentang file musik dalam format MP3, informasi atau musik apa pun yang berasal
dari file tersebut adalah informasi elektronik.

Pengakuan alat bukti elektronik dalam persidangan diatur dalam Pasal 5 jo pasal 44 Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 yang meyebutkan :
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan
alat bukti yang sah ;
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum
Acara yang berlaku di Indonesia ;
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan
Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini ;
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk :
a. Surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis ;
b. Surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk Akta
Notaris atau Akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta.
Namun demikian karena menurut sifat alamiahnya bukti elektronik sangat tidak konsisten,
maka bukti elektronik tidak dapat langsung dijadikan alat bukti untuk proses persidangan,
sehingga dibutuhkan standar agar bukti elektronik dapat digunakan sebagai alat bukti di
persidangang, yaitu :
1. Dapat diterima, yaitu data harus mampu diterima dan digunakan demi hukum mulai dari
kepentingan penyelidikan sampai dengan kepentingan pengadilan ;
2. Asli, yaitu bukti tersebut harus berhubungan dengan kejdian / kasus yang terjadi dan bukan
rekayasa ;
3. Lengkap, yaitu bukti dapat dikatakan bagus dan lengkap jika di dalamnya terdapat banyak
petunjuk yang dapat membantu investigasi ;
4. Dapat dipercaya, yaitu bukti dapat mengatakan hal yang terjadi di belakangnya, jika bukti
tersebut dapat dipercaya, maka proses investigasi akan lebih mudah, dan syarat ini
merupakan suatu KEHARUSAN.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam
pasal 6 mengatur tentang keabsahan informasi/dokumen elktronik “dalam hal terdapat
ketentuan lain selain yang diatur dalam pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu
informasi harus berbentuk tertulis atau asli, informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum didalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan
suatu keadaan.

Jadi berdasarkan ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa alat bukti elekronik yang
sah terdapat syarat formil dan syarat materil yang harus terpenuhi. Dimana Syarat
formil diatur dalam Pasal 5 ayat (4) UU ITE, yaitu bahwa informasi atau dokumen
elektronik bukanlah dokumen atau surat yang menurut perundang-undangan harus dalam
bentuk tertulis. Selain itu, informasi dan/atau dokumen tersebut harus diperoleh dengan cara
yang sah. Ketika alat bukti diperoleh dengan cara yang tidak sah, maka alat bukti tersebut
dikesampingkan oleh hakim atau dianggap tidak mempunyai nilai pembuktian oleh
pengadilan. Sedangkan, syarat materil diatur dalam Pasal 6, Pasal 15, dan Pasal 16 UU ITE,
yang pada intinya informasi dan dokumen elektronik harus dapat dijamin keotentikannya,
keutuhannya, dan ketersediaanya. Untuk menjamin terpenuhinya persyaratan materil yang
dimaksud, dalam banyak hal dibutuhkan digital forensik.

Sumber
Modul Hukum Telematika HKUM4301

https://www.hukumonline.com/klinik/a/syarat-dan-kekuatan-hukum-alat-bukti-elektronik-
cl5461/#_ftn6

https://pn-sampit.go.id/s4mp1t/images/LAPORAN_PN_SAMPIT/2020/
Catatan_Bukti_Elektronik.pdf

Anda mungkin juga menyukai