Anda di halaman 1dari 2

Bisakah Rekaman Diam-Diam Percakapan Telepon Dijadikan Alat

Bukti?
Pertama-tama perlu kami sampaikan bahwa rekaman suara yang dibuat dengan aplikasi perekam suara
(voice memo atau voice record) yang ada di telepon seluler yang pintar (smartphone) termasuk dalam
kategori Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang 19 Tahun
2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU 19/2016”) yang berbunyi:

Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat
dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum
yang sah.[1]

Namun demikian, dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016 yang
menyatakan bahwa Frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik” dalam Pasal 5 ayat (1)
dan ayat (2) serta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 sepanjang tidak dimaknai khususnya frasa “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik”
sebagai alat bukti dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya, maka telah dilakukan revisi atas penjelasan Pasal 5 ayat (1)
dan ayat (2), sehingga menjadi berbunyi:

Ayat (1)

Bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat
bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan
Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum
yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

Ayat (2)

Khusus untuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik berupa hasil intersepsi atau
penyadapan atau perekaman yang merupakan bagian dari penyadapan harus dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi lainnya yang
kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.
Menjawab pertanyaan Anda, yang menanyakan apakah rekaman yang Anda buat secara diam-diam
tersebut tentang pembicaraan kasar yang dilakukan oleh lawan bicara Anda dapat dijadikan alat bukti
untuk melaporkan orang tersebut, jika kita mengacu pada penafsiran sempit tentang norma hukum yang
ada Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU ITE, maka rekaman tersebut tidak dapat dikualifikasikan sebagai alat
bukti yang sah, karena dibuat bukan atas permintaan penegak hukum. Dengan catatan, rekaman yang
dimaksud merupakan rekaman yang merupakan bagian dari penyadapan. Akan tetapi, jika bukan hasil
penyadapan, maka dapat dijadikan alat bukti yang sah.

Perlu diketahui bahwa perekaman (merekam secara diam-diam menggunakan perangkat teknologi
tertentu seperti perekam suara di smartphone sebagaimana dimaksud pertanyaan Anda) bukan
termasuk kategori penyadapan atau intersepsi sebagaimana yang dilarang dalam Pasal 31 ayat (2) UU
19/2016 dengan dasar bahwa tidak ada “transmisi” informasi elektronik yang diintersep. Penjelasan
lebih lanjut silakan simak Perbedaan Menyadap dan Merekam dan Hukum Merekam Menggunakan
Kamera Tersembunyi (Hidden Camera).

Jadi, perekaman suara terhadap kejadian nyata secara langsung dengan menggunakan smartphone
bukan termasuk tindak pidana dan dapat dijadikan alat bukti yang sah.

Sepengetahuan saya hingga saat ini, belum ada ketentuan pidana yang mengatur tentang tindak
pidana merekam pembicaraan tanpa izin (mohon dibedakan antara merekam dan menyadap).

Dari informasi yang saya peroleh dari salah satu pakar hukum pidana Indonesia, Profesor Andi Hamzah,
dalam kuliah yang beliau sampaikan beberapa tahun silam, tindak pidana merekam pembicaraan tanpa
izin di Indonesia yang menganut Asas Legalitas belum menjadi hukum positif dan masih dibahas dalam
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

Akan tetapi, Anda dapat saja digugat secara perdata jika melakukan perekaman secara diam-diam
tersebut. Lebih lanjut, Anda dapat membaca artikel Hukum Merekam Menggunakan Kamera
Tersembunyi (Hidden Camera).

Dasar hukum:

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 20/PUU-XIV/2016

[1] Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(“UU ITE”)

Anda mungkin juga menyukai