Oleh :
HUKUM 7 A1
PRODI HUKUM
1.3 Tujuan
Berdasarkan Rumusan Masalah yang dikemukakan, maka Tujuan Penulisan dapat
dirumuskan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui eksistenti dokumen elektronik sebagai alat bukti didalam UU
UU No 19/2016 Tentang ITE, UU No 20/2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi,
UU No 9/2003 Tentang Anti Terorisme, dan UU No 8/2010 Tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang.
1.4 Manfaat
Penulisan Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum
khususnya perkembangan hukum acara pidana dalam eksistensi terkait bukti elektronik
dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Anti Terorisme, Tindak Pidana
Pencucian Uang yang berkesinambungan dengan UU ITE
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Eksistenti Dokumen Elektronik Sebagai Alat Bukti Didalam Undang-Undang
Alat bukti mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemeriksaan suatu
perkara pidana. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana barang bukti yang dikenal berupa benda
bergerak dan tidak bergerak, berwujud dan tidak berwujud.2
Seiring dengan berkembangnya teknologi informasi adanya perbuatan pidana
yang terjadi memalui media elektronik semakin sering terjadi. Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menjadi patokan penanganan kasus
cybercrime di Indonesia.
Sebelum terbitnya UU ITE, eksistensi alat bukti elektronik sebenarnya telah
tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 tentang
perubahan atas Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2002
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
b. Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang sebagaimana telah diubah dalam UU No. 15 Tahun 2010
c. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
2
Departemen Kehakiman Republik Indonesia, Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Jakarta, 1982, hlm. 47
hukum yang sah’. Struk belanja atau hasil cetakan dari mesin Anjungan
Tunai Mandiri (ATM), misalnya, sudah bisa dijadikan bukti di
persidangan.
Persyaratan materiil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal 5 ayat (3)
UU ITE yaitu Informasi dan Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam UU ITE. Persyaratan formil alat bukti elektronik diatur dalam Pasal
5 ayat (4) dan Pasal 43 UU ITE yaitu :
1. Informasi atau Dokumen Elektronik tersebut tidak berlaku untuk:
a. Surat yang menurut UU harus dibuat dalam bentuk tertulis;
b. Surat beserta dokumennya yang menurut undang-undang harus
dibuat dalam bentuk akta notariil atau akta yang dibuat oleh
pejabat pembuat akta.
2. Penggeledahan atau penyitaan terhadap Sistem Elektronik harus
dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.
3. Penggeledahan atau penyitaan dan tetap menjaga terpeliharanya
kepentingan pelayanan umum.
3
Marwan Effendy, Korupsi dan Strategi Nasional, Jakarta Selatan, 2013, Hal 33 - 34
karenapersesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain,
maupundengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi
suatu tindak pidana dan siapa pelakunya4. Jadi makna Pasal 26A tersebut
diatas adalah selain alat bukti petunjuk dalam KUHAP, untuk tindak
pidana korupsi alat bukti petunjuk dapat diperoleh darialat bukti lain yang
berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan dokumen,
yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan
atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,
maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang
memiliki makna.
4
R.Soernarto Soerodibroto, KUHP dan Kuhap, PT. Raja Grafindo, Jakarta, Hal 440
Hal ini merupakan perluasan dari alat bukti petunjuk yang terdapat
dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Pada Pasal 27 ayat (b) dan (c) kedua alat bukti tersebut diatas
berdasarkan KUHAP tidak diakui sebagai alat bukti, tetapi berdasarkan
doktrin (ilmu hukum) dikategorikan sebagai barang bukti yang
berfungsi sebagai data penunjang bagi alat bukti. Hal yang perlu
diperhatikan oleh penyidik yaitu terkait dengan bagaimana cara
diperolehnya alat bukti tersebut.
5
Munir Fuady, 2018, Teori Hukum Pembuktian, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 206
pelaksanaan hukum semata-mata karena hal tersebut
merupakan data elektronik.
2. Otentifikasi; otentik disini adalah bahwa alat bukti berupa
rekaman video di pengadilan harus menggambarkan alat
bukti yang sebenarnya.
3. Identifikasi; yang diperagakan di pengadilan sebagai alat
bukti berupa rekaman video harus sama persidangan alat
bukti sebenarnya yang dipresentasikan. Jika digambarkan
sebuah segitiga sama kaki namun yang dimaksud segitiga
siku-siku diantara keduanya sudah tidak lagi identik.
6
Tb. Iman, 2006 : 31
7
N.H.T Siahaan, 2005 : 40
c) Huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengaturan perkembangan alat bukti dalam perundang-undangan
pemberantasan tindak pidana korupsi terdapat dalam Pasal 26A, yang sifatnya
berupa perluasan dari sumber alat bukti petunjuk dalam KUHAP, yaitu berupa
informasi yang tersimpan dan digunakan/dikeluarkan secara elektronik serta
dokumen. Pengaruh yang paling besar dalam perkembangan alat bukti pada
perundang-undangan ini adalah perkembangan kejahatan dan karakteristiknya
berupa modus operandi dari tindak pidana itu sendiri. Hal ini dikarenakan tindak
pidana korupsi sendiri terkait dengan berbagai bidang, seperti administrasi,
perpajakan, birokrasi, pemerintahan, akuntansi, serta bidang perbankan.
Pengaturan perkembangan alat bukti dalam perundang-undangan tindak
pidana pencucian uang terdapat pada Pasal 38, yaitu berupa pengakuan alat bukti
baru berupa informasi yang tersimpan dan digunakan/dikeluarkan secara
elektronik serta dokumen. Perkembangan ini dipengaruhi oleh keunikan
karakteristik pada modus operandi tindak pidana pencucian uang.
Pengaturan perkembangan alat bukti dalam perundang-undangan ini terdapat
pada Pasal 27, yaitu berupa pengakuan alat bukti baru berupa informasi yang
tersimpan dan digunakan/dikeluarkan secara elektronik serta dokumen. Hal ini
serupa dengan yang ada dalam undang-undang tindak pidana pencucian uang.
Pengaturan perkembangan alat bukti dalam perundang-undangan ini terdapat
pada Pasal 44, yaitu berupa pengakuan alat bukti baru berupa informasi elektronik
dan dokumen elektronik, serta mengatur bahwa hasil cetak dari informasi
elektronik merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan