Selanjutnya mengenai kekuatan hukum dan akibat hukum, tanda tangan elektronik disamakan
dengan tanda tangan manual sebagaimana dijamin dan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat 12 UU
ITE yang menyebutkan bahwa:
“Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi
Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik
lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi”.
Merujuk pada Pasal 5 Ayat (1) UU ITE, informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah, hal ini merupakan perluasan
dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
Untuk dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah maka tanda tangan
elektronik harus memenuhi persyaratan dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE yaitu:
Pasal 52 Ayat (2) PP 82/2012 menyatakan Tanda Tangan Elektronik dalam Transaksi
Elektronik merupakan persetujuan Penanda Tangan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut.
Tanda tangan yang tidak tersetifikasi mempunyai kekuatan pembuktian yang lemah
dibandingkan tanda tangan yang tersertifikas, dimana sertifikasi terhadap tanda tangan
elektronik diterbitkan oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik dan dibuktikan dengan
sertifikat elektronik.
Sementara terhadap suatu Tanda Tanda Tangan Elektronik yang tidak tersertifikasi adalah
tanda tangan elektronik yang dibuat tanpa menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik Indonesia. Sebagaimana contohnya berupa Tanda tangan basah yang dipindai
(scan), pensil scanner, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kata kunci yang membedakan kedua tanda tangan tersebut adalah adanya
Sertifikat Elektronik dan Jasa Penyelelenggara Sertifikasi Elektronik. Oleh karenanya terhadap
pengguna tanda tangan elektronik lebih baik disarankan untuk menggunakan tanda tangan
yang tersertifikasi yang dibuat oleh jasa Penyelenggara Sertifikat Elektronik yang terdaftar.