Anda di halaman 1dari 3

1.

Sebenarnya Certificate Authority akan dikenali pada saat mengaktifkan sertifikat SSL dan
melakukan validasi SSL untuk website tertentu. Tanpa Certificate Authority yang
terpercaya, maka sertifikat SSL tidak dapat diperoleh. Certificate Authority ini yang
bertugas untuk melakukan verifikasi website atau organisasi sehingga kegunaannya
dimaksudkan untuk melakukan verifikasi website atau organisasi sehingga bertujuan untuk
mengetahui apakah website tersebut asli atau tidak.
Dalam Pasal 28 Ayat (4) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80
Tahun 2019 Tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik dinyatakan bahwa
“ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk; a. bukti
transasksi PMSE yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan,
b. bukti transaksi PMSE yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Ayat 2 yang berbunyi :


“Bukti transaksi PMSE sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 (1) mejadi alat
bukti yang sah dan mengikat para pihak sesuai dengan ketentuan Peraturan-Perundang-
undangan.
Sementara dalam Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan Sistem dan
Transaksi Elektronik Nomor 71 tahun 2019 lebih banyak mengatur tentang kegiatan
terselenggaranya transaksi secara elektronik.
Notaris sebenarnya berperan dalam Certificate SSL dalam melakukan kegiatan
transasksi secara elektronik, misalnya dalam proses tanda tangan secara elektronik.
Seorang notaris berperan sebagai sub SSL dengan menindaklanjuti proses yang harus
dilewati dalam langkah-langkah penanganan yang hh suatu situs penyimpanan/ tanda
tangan arus dilakukan dalam pembukaan aplikasi tanda tangan digital. dalam proses ini,
tentu saja notaris memiliki fungsi untuk mengecek keaslian suatu website.

2. Dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN Notaris disebutkan bahwa notaris memiliki kewenangan
dalam membuat Akta Otentik. Hal ini dijelaskan secara rinci dalam pasal 15 (ayat 1).dalam
halnya kewenangan lain, tentunya seorang notaris berhak untuk menyimpan data secara
benar dan mengakses berbagai website tanda tangan elektronik.
Hal ini kemudian tak lepas dari Undang-undang ITE yang dalam hal ini
penyelenggara sistem elektronik adalah seorang notaris, yaitu dalam mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan penyelenggaraan transaksi elektronik
itu sendiri. Didalam UU ITE Nomor 19 tahun 2016 dicantumkan mengenai Tanda tangan
elektronik sebagaimana seorang notaris diharapkan mampu melegalisasi secara elektronik.

3. Untuk menghindari Fraud and Forgery, seharusnya seorang notaris wajib


menyimpan dan selalu dapat mengakses media penyimpanan akta otentik tersebut.
Ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu arsip fisik akta dan kemudian bentuk digital
suatu akta. Hal ini merupakan hal yang menjadi “konsen” bagi seorang notaris dalam akses
setiap berkas penyimpanan.
Dalam halnya UU ITE, seorang notaris wajib mematuhi protokol transaksi elektronik.
Sedangkan dalam UU Jabatan Notaris, seorang notaris wajib membuat akta sesuai
ketentuan yang berlaku didalamnya. Dalam Pasal 16 UUJN, seorang notaris wajib
membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh 2 (dua) orang atau 4 (empat)
orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada
saai itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris. Hal ini terkait dengan pelaksanaan
pembuatan akta otentik.
Dalam UU ITE, seorang notaris dapat dikatakan sebagai Penyelenggara Sistem
Elektronik. Seorang notaris wajib mematuhi semua ketentuan yang terdapat dalam UU
ITE, hal ini berkaitan dengan alat bukti sebagaimana yang diatur dalam pasal 43 Ayat 8
yang menyatakan bahwa “dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik, penyidik dapat bekerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

4. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa
suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/ atau
Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya
dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya”. maka dalam hal ini, menurut saya
apabila hendak ditujukan sebagai alat bukti harus diubah kedalam bentuk fisik terlebih
dahulu. Sebenarnya masih ada perdebatan dalam halnya alat bukti digital, tetapi kemudian
dokumen digital yang akan dijadikan alat bukti dapat diartikan sebagai “sesuatu yang
dapat diproses kedalam bentuk fisik terlebih dahulu”.
Sebenarnya menurut saya, tak akan ada kendala apabila seorang notaris yang pada
prakteknya memiliki akses untuk itu. Jadi intinya apabila dimasa mendatang sebuah akta
dibuat secara digital sudah tentu dapat dijadikan alat bukti, hal ini tidak melanggar
ketentuan hukum.

5. Self Assesment Notaris dalam perkantorannya merupakan salah satu hal yang penting bagi
notaris. Oleh karenanya, seorang notaris wajib untuk memperhatikan pungutan pajak
terhadap notaris, profesi yang melekat pada dirinya. Selain itu juga, Self Assesment juga
berkaitan dengan pemungutan BPHTB, berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi Daerah. Maka terkait hal ini, segala
pungutan tersebut seluruhnya menjadi kewenangan daerah karena dalam ketentuan
tersebut, hal itu merupakan salah satu pajak daerah.
Dalam UU Kearsipan Nomor 43 tahun 2009, protokol notaris biasanya dikaitkan
dengan pemusnahan arsip notaris. Padahal, seharusnya arsip dari notaris itu tidak boleh
dimusnahkan sampai kapanpun. Dalam ketentuan U Kearsipan juga tidak diatur mengenai
penyelenggaraan kearsipan protokol notaris. Hal ini sudah tentu menimbulkan
ketidakpastian hukum bagi notaris. Dalam menyimpan dan memelihara protokol notaris.

Anda mungkin juga menyukai