Anda di halaman 1dari 3

Nama : Audia Andini Ariputri

NIM : 233221004
MK : Metodologi Penelitian

ABSTRAK
Penulisan hukum dengan judul keabsahan akta notaris berbasis cyber notary ini bertujuan
untuk mengkaji kepastian hukum pada pembuatan akta otentik bagi notaris yang
menggunakan konsep cyber notary. Proses pengkajian penulisan dengan menggunakan
pendekatan perundang-undangan sehingga metode yang digunakan ialah metode penelitian
hukum normatif. Munculnya pandemi wabah virus COVID-19 di Indonesia telah mengurangi
mobilitas masyarakat hingga beralih pada aktivitas daring. Namun, terdapat pembatasan bagi
notaris untuk melaksanakan keseluruhan tugas dan fungsinya secara daring. Notaris diberikan
kewenangan lain yang diatur pada Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Jabatan Notaris. Salah satu dari kewenangan lain yang dimaksud memiliki konsep
pembuatan akta secara elektronik ialah mensertifikasi transaksi, membuat akta ikrar wakaf,
dan hipotek pesawat terbang. Adanya konsep cyber notary tersebut ternyata memiliki konflik
norma dengan Pasal 16 ayat (9) mengenai unsur kata “dihadapan” yang menjadi syarat formil
sahnya suatu akta otentik sebagaimana tercantum pada Pasal 16 ayat (9) tentang jabatan
Notaris. Untuk mengatasi konflik norma yang terjadi maka perlu digunakan kedua pasal
tersebut sepanjang telah memenuhi ketentuan pada Pasal 16 ayat (7) Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 serta terpenuhinya keotentikan akta yang diatur dalam Pasal 1868 BW
sehingga dalam melakukan tugas dan fungsinya dengan konsep cyber notary dapat dikatakan
sah sebagai akta otentik karena undang-undang telah memberikan kewenangan tersebut
kepada notaris.

Kata Kunci: Cyber Notary, Keabsahan, Akta Otentik

ABSTRACT
Legal writing with the title of notary deed validity based on cyber notary aims to examine
legal certainty in making authentic deeds for notaries who use the concept of the cyber
notary. In the process of reviewing the author uses a statutory approach so that the method
used is a normative legal research method. The outbreak of the COVID-19 virus in Indonesia
has reduced people's mobility and switched to being online. However, there are restrictions
for notaries to carry out all their duties and functions online. Notaries are given other
powers as regulated in Article 15 paragraph (3) of Law Number 2 of 2014 concerning
Notary Positions. One of the other authorities concerned with having the concept of making
electronic deeds is to certify transactions, make waqf pledge deeds, and aircraft mortgages.
In fact, the concept of cyber notary turns out to have a conflict of norms with Article 16
paragraph (9) regarding the element of “preface” which is a formal requirement for the
validity of an authentic deed as stated in Article 16 paragraph (9) concerning the position of
a Notary. To overcome the conflict of norms that occurs, it is necessary to use the two
articles as long as they have complied with the provisions of Article 16 paragraph (7) of Law
Number 2 of 2014 and the fulfillment of the authenticity of the deed regulated in Article 1868
of the Burgelijk Wetboek so that in carrying out its duties and functions with the concept of a
cyber notary, it can be said to be valid as an authentic deed because the law has given that
authority to a notary.
Keywords: Cyber Notary, Validity, Authentic Deed

RUMUSAN MASALAH

Agar pembahasan tesis ini sejalan dengan apa yang menjadi pokok permasalahannya,
maka penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas dengan rumusan masalah sebagai
berikut :

1. Apakah sertifikasi yang dilakukan secara cyber notary sah sebagai akta otentik?
2. Apakah konflik norma antara Pasal 15 ayat (3) dengan Pasal 16 ayat (1) huruf m Undang-
Undang Nomor 02 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris mempengaruhi keabsahan akta?

KEAMANAN AKTA ELEKTRONIK PADA CYBER NOTARY

Berdasarkan pasal 16 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, notaris memiliki 14 (empat belas)
kewajiban dalam menjalankan jabatannya. Dilihat dari sisi kebutuhan sistem atau mekanisme,
dari 14 kewajiban tersebut terdapat 4 (empat) kewajiban yang membutuhkan penjaminan
keamanan dalam menerapkan cyber notary, yakni sebagai berikut:
1. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol
notaris
2. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta sesuai minuta akta
3. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan semua keterangan yang
digunakan dalam pembuatan akta
4. Membacakan akta di hadapan penghadap.1
Berdasarkan keterangan di atas, untuk analisis keamanan ditekankan pada
pengamanan dokumen akta elektronik dan pengamanan saat terjalin komunikasi antara
notaris, saksi dan penghadap berlangsung.
Penggunaan dokumen elektronik dibandingan dengan dokumen berupa kertas
memang menawarkan banyak sekali kemudahan, antara lain hemat tempat penyimpanan,
mempermudah pencarian dengan didukung oleh kemampuan software yang andal,
menghemat waktu dan tentu saja menghemat biaya operasional. Namun disamping
kemudahan tersebut terdapat risiko yang cukup tinggi, seperti terinveksi virus sehingga
menyebabkan data penyimpanan hilang, pencurian data, pemalsuan data dan modifikasi data,

1
Prayudicia Tantra Atmaja, Keabsahan Akta Notaris secara Elektronik dalam e-Commerce, Tesis, Program Studi
Magister Kenotariatan Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, 2019, h. 72-73.
karena itu menjamin keamanan pada penyimpanan akta lebih sulit dari pembuatan akta itu
sendiri.
Dalam rangka mengatasi pemalsuan tanda tangan, dapat menggunakan digital
signature yang dibuktikan dengan digital certificate, sehingga apabila terjadi pemalsuan data
dapat diketahui. Digital certificate mutlak dibutuhkan, sesuai dengan UU ITE bahwa bukti
transaksi elektronik yang sah harus dapat dibuktikan menggunakan digital certificate yang
dikeluarkan oleh certificate authority (CA) yang terpercaya (trusted). Dengan menggunakan
digital certificate, maka keaslian tanda tangan dapat dibuktikan secara sah di mata hukum.
Digital signature biasanya dikombinasikan dengan time stamping sehingga waktu
penandatanganan akta juga dapat diketahui, apakah menggunakan kunci yang masih berlaku
atau expired. Hal ini dapat dibuktikan karena pada digital certificate terdapat identitas, masa
berlaku, issuer, tujuan penggunaan certificate dan informasi lainnya mengenai aspek
kriptografis seperti panjang kunci dan algoritma yang dipakai.
Digital signature ini tidak hanya dapat dilakukan pada minuta akta saja, tetapi juga
dapat dilakukan pada salinan akta, grosse dan kutipan akta yang dibuat oleh notaris.
Tujuannya untuk menjamin bahwa salinan kata, grosse, dan kutipan akta benar-benar dibuat
oleh notaris, bukan oleh orang lain yang tidak berwenang. Adapun untuk mengatasi
terjadinya modifikasi data dapat menggunakan hash function. Hash function dapat
memberikan jaminan keutuhan data, apabila nilai hash suatu dokumen berubah berarti
dokumen tersebut telah mengalami modifikasi atau perubahan sehingga tidak dapat dijadikan
bukti yang sah di mata hukum.
Software maupun hardware merupakan infrastruktur yang diperlukan untuk
mendukung mekanisme cyber notary, pun juga harus mampu menjamin aspek-aspek
keamanan dengan mengimplementasikan teknik kriptografi di dalamnya (secure
communication channel), yang dapat diwujudkan dengan menerapkan SSL Protocol atau
HTTPS. SSL Protocol atau HTTPS adalah protokol keamanan yang paling banyak
digunakan. Oleh karena itu, untuk layanan cyber notary yang menggunakan jaringan internet
sebagai media pelayanan dapat menggunakan HTTPS untuk mengamankan komunikasi
bersama penghadap dan saksi, baik suara, dokumen, maupun pesan teks selama pembuatan
minuta akta.2

2
H. Ikhsan Lubis, Transformasi Digital Penyelenggaraan RUPS (e-RUPS) Terkait Konsep Cyber Notary,
(Jakarta:Kencana), 2022, h. 275.

Anda mungkin juga menyukai