Oleh :
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
1. Latar Belakang ............................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
3. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 3
3.1 Keautentikan Akta Notaris ................................................................... 3
3.2 Mekanisme Cyber Notary Di Indonesia ............................................... 6
4. Analisa.......................................................................................................... 8
5. Kesimpulan ................................................................................................ 13
REFERENSI
ii
KEAUTENTIKAN AKTA NOTARIS BERDASARKAN MEKANISME
CYBER NOTARY DI INDONESIA
1. Latar Belakang
1
NK Supasti Dharmawan, Putu Tuni Cakabawa Landra and Ni Putu Purwanti, „Keberadaan
Pemegang Saham Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah
Dalam Perspektif Cyber Law‟ (2015) 4 Udayana Master Law.
2
Mariam Darus Badrulzaman, Mendambakan Kelahiran Hukum Saiber (Cyber Law) Di
Indonesia: Pidato Upacara Purna Bhakti Sebagai Guru Besar Tetap Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatra Utara (USU Press 2001).
3
Kadek Setiadewi and I Made Hendra Wijaya, „Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Notary
Sebagai Akta Otentik‟ (2020) 6 Jurnal Komunikasi Hukum.
1
2
pihak pejabat umum atau orang yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
membuat akta otentik.4 Peraturan perundang-undangan terkait tugas dan
wewenang seorang Notaris diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang mewajibkan dilakukannya pembuatan akta
otentik guna menciptakan perlindungan dan kepastian hukum.5
Kegiatan pelayanan Notaris di era globalisasi telah bergerak menuju
pelayanan berbasis elektronik yang dikenal dengan Cyber Notary sehingga
seharusnya diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku
di Indonesia. Hal ini guna menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum kepada para pihak dan Notaris terkait dengan Akta yang dibuatnya.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat membuat masyarakat harus
dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Untuk menyesuaikan
perkembangan yang sedang berproses, maka hukum harus selalu mengimbangi
dengan melakukan perubahan-perubahan dalam hukum positifnya. Meskipun
bidang hukum terus mengalami perubahan karena perkembangan tersebut,
kenyataannya hukum terus mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan ini pun juga
berdampak pada profesi hukum, khususnya bidang kenotariatan. Salah satunya,
yakni belum adanya kepastian hukum dalam Akta autentik yang dibuat oleh
Notaris secara elektronik. Ini karena belum adanya peraturan perundangundangan
yang mengatur secara khusus mengenai pembuatan Akta autentik oleh Notaris
secara elektronik.6
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (PUUJN) telah
diatur mengenai Cyber Notary dalam Pasal 15 ayat (3) yang menyatakan bahwa
berlakunya cyber notary hanya dalam kewenangan sertifikasi kegiatan transaksi
antara Notaris dan Penghadap, namun hal tersebut belum diimplementasikan
dalam kewenangan notaris secara menyeluruh seperti pembuatan akta. Hal inilah
yang menjadi titik perhatian bahwa cyber notary di Indonesia belum dilibatkan
4
Lumbuan Tobing, Peraturan Jabatan Notaris (Erlangga 1983).
5
ibid.
6
Denny Fernaldi Chastra, „Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah Pembuatan Akta
Autentik Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris‟ (2021) 3 Indonesian Notary.
3
penuh dalam kehidupan hukum terkhusus layanan notaris, karena belum adanya
regulasi yang jelas mengatur cyber notary secara menyeluruh.
Untuk itu atas dasar latar belakang tersebut di atas, problematika sistem
kenotariatan yang banyak menjadi perdebatan di Indonesia terlebih dengan
munculnya Covid-19 yang mana semua sektor pemerintahan maupun pendidikan
dilaksanakan secara online dan terkait dengan perlindungan dan keautentikan akta
yang dibuat Notaris secara elektronik serta akibat hukumnya sangat diperlukan
adanya peraturan yang mengatur lebih spesifik mengenai hal ini. Penulis tertarik
untuk menulis analisa tesis minor dengan judul KEAUTENTIKAN AKTA
NOTARIS BERDASARKAN MEKANISME CYBER NOTARY DI
INDONESIA.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, permasalahan yang akan diangkat adalah
sebagai berikut :
1. Kesesuaian konsep Cyber Notary dengan pengaturannya di Indonesia
2. Kekuatan Hukum Akta Notaris jika dibuat dengan metode Cyber Notary
3. Tinjauan Pustaka
3.1 Keautentikan Akta Notaris
3.1.1 Akta
Istilah atau perkataan akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau
”akta” dan dalam bahasa Inggris disebut “act”atau“deed”. Akta menurut
Sudikno Mertokusumo merupakan surat yang diberi tanda tangan yang
memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan,
yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.7 Menurut
subekti, akta berbeda dengan surat, yaitu suatu tulisan yang memang dengan
sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan
ditandatangani.8 Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud akta, adalah:
7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Liberty 2006).
8
Subekti, Hukum Pembuktian (Pradnya Paramitha 2005).
4
9
Hadyan Iman Prasetya, „Memaknai Implementasi Konsep Cyber Notary Dalam Pelaksanaan
Lelang‟ (2020) <https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13397/Memaknai-Implementasi-
Konsep-Cyber-Notary-Dalam-Pelaksanaan-Lelang.html> accessed 9 June 2022.
10
Yuli Kristina, Masruchin Ruba‟i and Haryanto Susilo, „Analisis Yuridis Terhadap Akta Notaris
Yang Dicatat Dalam Sela-Sela Kosong Diantara Akta Notaris Yang Telah Dicatat Dalam Buku
Daftar Akta Notaris‟ (2015).
5
Berkaitan dengan akta pejabat/relaas akte, maka dapat diketahui ciriciri dari
akta tersebut adalah:
- Notaris membuat akta berdasarkan apa yang dilihat, dialami dan didengar
sendiri di hadapan notaris tersebut pada saat itu.
- Akta yang dibuat sesuai dengan kewenangannya sebagai pejabat umum.
- Notaris mempunyai tanggung jawab terhadap kebenaran dari isi dan bentuk
akta.
- Akta yang dibuat tetap menjadi akta otentik walaupun para pihak tidak
membubuhkan tandatanganya. Hal ini dikarenakan akta tersebut merupakan
akta pejabat dan tidak dapat digugat kecuali telah dinyatakan palsu.
- Pada akhir akta dinyatakan bahwa para pihak meninggalkan tempat atau
tidak membubuhkan tanda tangan sebelum akta tersebut selesai dibuat
2. Akta yang dibuat dihadapan notaris/partij acte adalah akta yang dibuat
dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu dan akta itu dibuat atas
pemintaan atau kehendak para pihak yang berkepentingan. Ciri khas akta ini
adalah adanya komparisi atas para pihak yang menyebutkan kewenangan para
pihak dalam melakukan perbuatan hukum yang dimuat dalam akta. Contoh:
akta jual beli, sewa menyewa, pendirian prseroan terbatas, pengakuan hutang
dan lain-lain. Perbedaan dari kedua akta tersebut adalah :11
- Dalam akta pihak akan menimbulkan akibat lain, yaitu jika salah satu pihak
tidak menandatangani aktanya maka salah satu pihak tersebut dapat diartikan
ia tidak menyetujui perjanjian tersebut kecuali ada alasan yang kuat mengenai
hal penandatanganan tersebut. Misalnya karena tangannya sakit atau menaruh
cap jempol. Tapi alasan tersebut tetap harus dicantumkan dengan jelas dalam
akhir akta yang berangkutan.
- Dalam akta pejabat masih dianggap sah sebagai suatu alat bukti apabila ada
satu atau lebih di antara penghadapnya tidak menandatangani akta sepanjang
notaris menyebutkan alasan para pihak tidak menandatangani akta tersebut
Berdasarkan Pasal 1 angka 7 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang
11
Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris (Refika Aditama 2011).
6
Jabatan Notaris (UUJN) yang menyatakan bahwa akta notaris adalah akta
otentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara
yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris. Sehingga terjadi
suatu pertentangan ketika akan menerapkan konsep cyber notary sebagai
salah satu layanan jasa notaris. Hal tersebut dikarenakan dalam konsep cyber
notary dalam proses pembuatan akta dilakukan secara elektronik, mulai dari
penghadapan para pihak, pertukaran informasi secara transaksi elektronik,
dan penggunaan tanda tangan digital, sementara yang dimaksud dalam Pasal
1 angka 7 UUJN-P, penggunaan kata menghadap, penghadap, berhadapan,
dan hadapan dalam UUJN-P terjemahan dari kata verschijnen yang berarti
datang menghadap yang dimaksud dalam artian yuridis adalah kehadiran
nyata.12
Kemudian dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik bahwa Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi
dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan publik;
c. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk
memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung
jawab;
d. dan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna
dan penyelenggara Teknologi Informasi.
12
Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris. (3rd edn, Refika Aditama 2011).
7
4. Analisa
1. Kesesuaian konsep Cyber Notary dengan pengaturannya di Indonesia
Penerapan cyber notary merupakan suatu keniscayaan, tidak boleh tidak
harus terwujud untuk menghadapi persaingan global. Harus diakui bahwa
pergeseran peran notaris berkaitan tugas dan kewenangan menuju pada era yang
dinamakan dengan cyber notary, tidaklah mudah. Para notaris harus siap
menyambut era elektronik, di mana konsep cyber notary atau ada juga yang
menyebutnya notary by digital, akan merambah masuk ke Indonesia.16
Asal-usul konsep cyber notary dapat dilacak pada dua sistem hukum, yaitu
pada sistem common law dan civil law. Berdasarkan pembagian tersebut,
diketahui bahwa terdapat dua istilah hukum yang sering dipersamakan, yaitu
“Electronic Notary” (E-Notary) dan “Cyber Notary”. Istilah yang pertama,
pertama kali dikenalkan oleh delegasi Perancis dalam sebuah forum legal
workshop yang diselenggarakan oleh Uni Eropa pada tahun 1989 di Brussel,
Belgia. Esensinya, konsep E-Notary menjadikan notaris sebagai suatu pihak yang
15
Jonner Hasugian, „Urgensi Literasi Informasi Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Di
Perguruan Tinggi.‟ (2008) 4 Jurnal Studi Perpustakaan dan Informasi.
16
Fahma Rahman Wijanarko, Mulyoto Mulyoto and Supanto Supanto, „Tinjauan Yuridis Akta
Notaris Terhadap Pemberlakuan Cyber Notary Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014‟ (2015) 2 Repertorium 7.
9
17
Edmon Makarim, „Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum Terhadap
Kemungkinan Cybernotary Di Indonesia‟, (2011) 4 Jurnal Hukum dan Pembangunan.
18
ibid.
19
Andes Willi Wijaya, „Konsep Dasar Cyber Notary : Keabsahan Akta Dalam Bentuk Elektronik‟
(2018) <https://vivajusticia.law.ugm.ac.id/2018/11/29/konsep-dasar-cyber-notary-keabsahan-akta-
dalam-bentuk-elektronik/> accessed 9 June 2022.
10
2. Kekuatan Hukum Akta Notaris jika dibuat dengan metode Cyber Notary
Ketentuan pasal 1 ayat (4) Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
memberikan pengertian mengenai dokumen elektronik yaitu setiap informasi
elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, disimpan dalam bentuk
analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya yang dapat dilihat,
ditampilkan dan didengar melalui komputer atau sistem elektronik tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf,
11
tanda, angka, kode akses, atau simbol yang mempunyai makna dan dapat
dipahami oleh orang yang mempu memahaminya. Dokumen elektronik dapat
dijadikan alat bukti yang sah. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU ITE.20
Berdasarkan fakta-fakta tersebut, sangatlah penting bagi notaris untuk mengetahui
mengenai perkembangan wacana cyber notary di Indonesia. Karena peluang untuk
mengimplementasikan cyber notary tersebut sangatlah terbuka, terlebih adanya
pasal 15 ayat (3) UUJN-P yang mengatur kewenangan mensertifikasi transaksi
yang dilakukan secara elektronik.
Berkaitan dengan kewenangan lain yang diberikan kepada notaris yaitu
untuk mensertifikasi transaksi yang menggunakan cyber notary, maka hasil print
out dari sertifikasi tersebut dapat juga dikategorikan ke dalam dokumen
elektronik. Hal mana dokumen elektronik tersebut juga harus memenuhi
unsurunsur dalam pasal 1868 KUH Perdata mengenai keotentikan akta.21
Sehubungan dengan perkembangan TIK yang memanfaatkan internet tersebut,
tentu saja berpengaruh terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang bagi notaris.
Notaris selaku pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang
pada awalnya menggunakan cara-cara konvensional (masih terpaku dengan cara
harus bertemu secara langsung dihadapan notaris dan data-data penghadap
diberikan secara langsung kepada notaris dengan akta yang dibuat dan disahkan
dalam kertas) dalam pembuatan akta otentik dan memiliki kekuatan hukum yang
sempurna oleh pihak-pihak yang membutuhkannya dalam fungsi pembuktian,
menuju ke arah jasa pelayanan notaris secara elektronik atau memanfaatkan ruang
maya/cyber space dalam menjalankan fungsi notaris yang dikenal dengan cyber
notary.
Berkaitan dengan Pasal 15 ayat (3) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
dan penjelasannya bahwa notaris mempunyai kewenangan lain yang salah satunya
adalah mensertifikasi transaksi dengan menggunakan alat elektronik (cyber
notary), yang mana sertifikasi itu sendiri tidak dijelaskan pengertiannya sehingga
menimbulkan pengertian yang ambigu. Akan tetapi, Emma Nurita memberikan
20
Zainatun Rossalina, „Keabsahan Akta Notaris Yang Menggunakan Cyber Notary Sebagai Akta
Otentik‟ (Universitas Brawijaya 2016).
21
ibid.
12
22
R Soeroso, Perjanjian Di Bawah Tangan (Sinar Grafika 2010).
13
tempat yang berbeda dengan fasilitas suara dan gambar yang senyatanya, sehingga
bentuk wajah, suara dan keadaan nyata dapat terlihat.
Terhambatnya pelayanan cyber notary disebabkan adanya syarat formil
yang harus dipenuhi untuk mendukung keabsahan Akta Notaris sebagaimana
diatur dalam UUJN. Syarat-syarat formil tersebut adalah :
1. dibuat dihadapan pejabat yang berwenang (Pasal 15 ayat (1) UUJN)
Bahwa syarat formil kehadiran para pihak tersebut bersifat kumulatif dan bukan
bersifat alternative, artinya satu syarat saja tidak dipernuhi maka mengakibatkan
akta notaris tersebut mengandung cacat formil dan berarti akibatnya tidak sah dan
tidak mempunyai kekuatan hukum pembuktian.23 Berdasarkan penjelasan tersebut
diatas dasar hukum UUJN merupakan peraturan yang tidak dapat dikesampingkan
oleh peraturan ataupun kedaruratan atas permasalahan covid-19.
5. Kesimpulan
1. Perlunya adanya pembaharuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
khususnya yang berkaitan dengan proses pembuatan akta dalam arti yang
seluasnya dan pembuatan akta secara cyber notary pada khususnya. Selain itu,
diperlukan pula penjabaran pengertian tentang sertifikasi dengan menggunakan
cyber notary atau pembuatan akta dengan menggunakan cyber notary sama
dengan pembuatan akta notaris. Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan
tugas jabatannya notaris dapat menggunakan kecanggihan teknologi tanpa harus
melanggar undang-undang yang mengatur pelaksanaan tugas jabatannya dan
undang-undang lain yang berkaitan dengan hal tersebut
23
Fabian Falisha, „Masalah Hukum Cyber Notary‟ (Kenny Wiston Law Offices, 2020)
<https://www.kennywiston.com/masalah-hukum-cyber-notary/> accessed 10 June 2022.
14
REFERENSI
Adjie H, Hukum Notaris Indonesia: Tafsir Tematik Terhadap UU No.30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris. (3rd edn, Refika Aditama 2011)
——, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris (Refika Aditama 2011)
Anonim, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik. (2nd edn, Kesindo Utama 2010)
Badrulzaman MD, Mendambakan Kelahiran Hukum Saiber (Cyber Law) Di
Indonesia: Pidato Upacara Purna Bhakti Sebagai Guru Besar Tetap Pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara (USU Press 2001)
Chastra DF, „Kepastian Hukum Cyber Notary Dalam Kaidah Pembuatan Akta
Autentik Oleh Notaris Berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris‟ (2021) 3
Indonesian Notary
Dharmawan NKS, Landra PTC and Purwanti NP, „Keberadaan Pemegang Saham
Dalam Rups Dengan Sistem Teleconference Terkait Jaringan Bermasalah Dalam
Perspektif Cyber Law‟ (2015) 4 Udayana Master Law
Falisha F, „Masalah Hukum Cyber Notary‟ (Kenny Wiston Law Offices, 2020)
<https://www.kennywiston.com/masalah-hukum-cyber-notary/> accessed 10 June
2022
15