Anda di halaman 1dari 17

EFEKTIVITAS TANDA TANGAN ELEKTONIK PADA AKTA YANG

DIBUAT OLEH NOTARIS

Aushof Albaaits, Bambang Hermanto

Program Studi Magister Kenotariatan


Fakultas Kenotariatan Universitas Diponegoro
E-mail: sotopati@gmail.com

Abstract
The electornic system is used to explain the existence of an information system which the
application of information technology based on telecommunicaton network and electronic media. A
digital signature is an electronically generated signature that functions the same as a regular
signature on paper documents. Sudikno Mertokusumo gives the definition of a certificate as
evidence that is signed, which contains events that form the basis of a thing or an engagement,
which was made from the beginning intentionally for proof. As a public office holder, a notary has
the authority to inaugurate various certificate as long as it is not under the authority of other
officials. The theory of this research is the triadism law theory which was initiaded by Gustav
Radburch, which contains the principle of justice, and the principle of legal certainty. The theory of
legal protection was initiated by Roscue Pound which says “the law is a social engineering tool and
the writing method used is normative juridical. The results of this study are that digital signature
have benefits are Authenticity (guaranteed exstence), Integrity (cannot be modified), Non-
Repudiation (cannot be denied its existence), and confidentiality.

Key Word: Digital Signature; Certificate; and Notary

Abstrak
Sistem elektronik digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan
penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik. Tanda
tangan elektronik adalah tanda tangan yang dibuat secara elektronik yang berfungsi sama dengan
tanda tangan biasa pada dokumen kertas. Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian Akta
sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hal
atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Sebagai pemangku
jabatan publik, Notaris memiliki wewenang untuk meresmikan berbagai Akta selama bukan
menjadi wewenang pejabat lainnya. Teori penelitian ini adalah Teori Triadism Law yang digagas
oleh Gustav Radburch, yang mengandung asas kemanfaatan hukum, asas keadilan, dan asas
kepastian hukum. Teori perlindungan hukum yang digagas oleh Roscue Pound yang mengatakan
“hukum merupakan alat rekayasa sosial dan metode penulisan yang digunakan adalah yuridis
normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwasanya tanda tangan elektronik memiliki manfaat yaitu
Authenticity (terjaminnya keberadaannya), Integrity (tidak dapat dimodifikasi), Non-Repudiation
(tidak dapat disangkal keberadaannya), dan Confidentiality (bersifat rahasia).

Kata Kunci: Tanda Tangan Elektronik; Akta; dan Notaris

1
A. PENDAHULUAN
Berkembangnya aspek kehidupan bermasyarakat berpengaruh pada ekonomi, sosial, dan
budaya, hal tersebut terjadi karena pengaruh dari teknologi informasi. Perubahan yang nampak
adalah perubahan dalam bidang ekonomi. Perkembangan yang signifikan mengubah sistem
ekonomi secara konvesional atau dengan cara manual menjadi sistem ekonomi digital dengan
alat bantu elektronik. Dalam Era Globalisasi Sekarang ini, ciri-ciri perekonomian yang paling
menonjol adalah serba cepat yang mendorong manusia memasuki era free market dan free
competition (Daulat, 2020). Perkembangan teknologi informasi yang demikian pesatnya saat ini
telah berdampak baik baik secara langsung maupun tidak bagi kehidupan umat manusia.
Berbagai kemudahan atas perkembangan teknologi dan informasi membuat hubungan antara
manusia dapat berlangsung secara cepat tanpa terbatas ruang dan waktu. Dalam
perkembanganya, penggunaan Digital Signature mulai menggeser keberadaan tanda tangan
konvesional yang biasa digunakan dalam perjanjian diatas media kertas. Menurut sistem
HIR/RGB dalam acara perdata, hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang berarti hakim
hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang di tentukan oleh undang-
undang saja (HIR/RGB) (Sulaiman, Arifudin, & Triyana, 2020)
Tanda Tangan Digital di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2012
Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, yang berfungsi sebagai alat
autentifikasi dan verifikasi. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut disebutkan bahwa Tanda
Tangan Digital berfungsi sebagai alat autentifikasi dan verifikasi atas: (1) identitas
penandatangan, dan (2) keutuhan dan keautentikan informasi elektronik. Selain itu setiap
dokumen elektronik yang didistribusikan melalui media elektronik persetujuan yang diakui
adalah berupa tanda tangan digital tersebut, bukan tanda tangan basah hasil pindaian dari mesin
pemindai(Abraham, Santosa, & Winarno, 2018). Tanda tangan elektronik adalah sebuah item
data yang berhubungan dengan sebuah pengkodean pesan digital yang dimaksudkan untuk
memberikan kepastian tentang keaslian data dan memastikan bahwa data tidak termodifikasi
(Sulaiman et al., 2020).
Peraturan pemerintah ini berlaku bagi seluruh penyelenggara sistem elektronik. Yang
dimaksud dengan penyelenggara adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan
masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada Pengguna Sistem Elektronik untuk keperluan
dirinya dan/atau keperluan pihak lain (Penyelengaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, 2012).
Dalam Peraturan Pemeerintah tersebut setiap laynan publik wajib menggunakan sertifikat

2
elektronik. Peraturan Pemerintah tersebut diperkuat oleh UU ITE yang juga melindungi tentang
tandatangan digital (Abraham et al., 2018). Dalam perkembanganya, penggunaan Digital
Signature mulai menggeser keberadaan tanda tangan konvesional yang biasa digunakan dalam
perjanjian diatas media kertas. Penggunaan Digital Signature dalam perdagangan elektronik (e-
commerce) untuk menjaga keutuhan dan keaslian data dalam suatu dokumen elektronik
(Sulaiman et al., 2020).
Hubungannya dengan jabatan Notaris adalah berhubungan dengan Akta otentik. Akta
otentik merupakan sebuah istilah yang lekat dan identik dengan pemangkuan jabatan Notaris,
meskipun yang disebut sebagai Akta otentik itu tidak hanya produk yang dikeluarkan oleh
Notaris saja, melainkan juga diproduksi oleh pejabat publik lainnya layaknya pejabat catatan
sipil, juru sita, pejabat lelang, dll. Namun dalam konteks tulisan ini, pembahasan mengenai Akta
otentik hanya akan dibatasi pada produk Akta Notaris saja. Sebagai pemangku jabatan publik,
Notaris memiliki wewenang untuk meresmikan berbagai Akta selama bukan menjadi wewenang
pejabat lainnya. Pembuatan Akta itu merupakan dampak langsung dari adanya beberapa
ketentuan di dalam perundang-undangan nasional yang menegaskan bahwa untuk melaksanakan
perbuatan hukum tertentu diwajibkan melalui pembuatan Akta otentik sebagai alat
pembuktiannya. Tulisan ini hadir sebagai upaya untuk menelaah tentang efektivitas tanda tangan
elektronik Akta Notaris di Indonesia. Hal ini dianggap penting oleh karena tujuan pembuatan
Akta otentik dengan tanda tangan elektronik oleh Notaris hadir sebagai upaya meminimalisir
sifat manusia yang sering salah dan lupa, sehingga apabila dicatatkan dan disimpan dalam
bentuk elektronik dapat mengeliminasi kesalahan atau kealpaan, serta juga sebagai bukti (Iryadi,
2019).
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Triadism Law yang digagas oleh
Gustav Radburch. Dalam teori ini mengandung asas kemanfaatan hukum, asas keadilan, dan asas
kepastian hukum kemudian teori perlindungan hukum yang digagas oleh Roscue Pound yang
mengatakan “Hukum merupakan alat rekayasa sosial (law as tool of sosial engginering)..
Sebagaimana sebuah karya ilmiah maka kajian pustaka setiap penulisan karya ilmiah baik
jurnal maupun penelitian lainnya diperlukan kajian pustaka untuk membandingkan penelitian
yang telah penulis lakukan dengan karya ilmiah terdahulu. Hasil telaah pustakanya sebagai
berikut:
Rubiyanti Rukmana dkk dalam jurnalnya fokus menganalisis dan mengkaji peran Notaris
dalam transaksi perdagangan berbasis elektronik serta substansi hukum mengatur kewenangan
Notaris dalam transaksi berbasis elektronik. Aktivitas perdagangan zaman modern ini tidak lagi

3
bersifat konvensional tetapi telah terjadi perubahan dan berkembang serta memanfaatkan
teknologi informasi dan melakukan transaksi dengan menggunakan elektronik.
Dalam karya ilmiah V. Letsoin menyatakan dokumen elektronik yang ditandatangani
dengan tanda tangan elektronik didalam hukum pembuktian di Indonesia, diakui keberadaannya
setelah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik bahwa informasi elektronik atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah.
Karya jurnal Nawaaf Abdullah dan Munsyarif Abdul Chalim mengemukakan Notaris
memiliki tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota, yaitu kedudukan yang berkenaan
dengan pengangkatan sebagai notaris oleh Kantor kementerian Hukum dan HAM RI. Namun
dalam cakupan wilayah kerja, notaris mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah
provinsi dari tempat kedudukannya. Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat
kedudukannya. Notaris tidak berwewenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat
kedudukannya.
Dalam hal ini penulis, tidak mengkaji peran notaris, kedudukan notaris dan peraturan-
peraturan yang berkenaan dengan dokumen elektronik secara mendetail. Tetapi penulis memiliki
titik fokus pada efektivitas tanda tangan elektronik. Dari ketiga penelitian di atas maka penulis
akan membahas permasalahan mengenai:
1. Bagaimana penggunaan tanda tangan elektronik dan seperti apa konsep akta
notaris?
2. Bagaimana efektivitas tanda tangan elektronik yang dibuat oleh notaris?

B. METODE PENELITIAN

Pada Penelitian ilmiah kali ini memerlukan beberapa langkah kegiatan penelitian mulai dari
jenis penelitian, pengumpulan data sampai analisis data, hal itu dilakukan dengan memperhatika
kaidah-kaidah penelitian ilmiah sebagai berikut:

1. Jenis Penilitian
Pada penelitian ini saya menggunakan penelitian yuridis normatif. Penelitian ini merupakan
metode atau cara yang dipergunakan dalam penelitian hukum dengan cara meneliti dan
mengkaji bahan pustaka hukum yang ada. Penelitian yuridis normatif membahas doktrin-
doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum, dalam dalam penelitian ini mengkaji tentang
efektivitas tanda tangan elektronik pada akta yang dibuat oleh notaris (Soekanto & Mamudji,

4
2001). Penelitian hukum normatif oleh Soetandyo Wignjosoebroto diistilahkan dengan
penelitian hukum doktrinal, yaitu “penelitianpenelitian atas hukum yang dikonsepsikan dan
dikembangkan atas dasar doktrin yang dianut sang pengkonsep dan/atau sang pengembangnya
(Bachtiar. 2019). Munir Fuadi menyebutkan bahwa penelitian hukum normatif merupakan
suatu penelitian hukum, baik yang bersifat murni maupun bersifat terapan yang dilakukan oleh
seorang peneliti hukum untuk meneliti suatu norma (Munir, 2018)
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari sumber data primer, sekunder dan tersier. Sumber
data primer merujuk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008. Sumber data sekunder yang digunakan antara lain mencakup
karya ilmiah (jurnal), hasil penelitian yang berwujud laporan, buku teks yang berkaitan dengan
penelitian ini dan seterusnya diperoleh dengan cara studi pustaka (Rukmana, Savitri, & Padha,
2021). Sedangkan untuk sumber data tersier diperoleh dari media elektronik dan kamus hukum.
3. Pengumpulan Data
Dalam Penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan teknik kepustakaan (library
research) dengan meneliti beberapa sumber bacaan yang berkaitan dengan tema jurnal ilmilah
ini seperti: buku-buku hukum, artikel-artikel dab bahan penunjang lainnya.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian menggunakan metode kualitatif, yang dimaksud kualitatif adalah
dengan mempelajari, memperhatikan kualitas dan kedalaman data yang diperoleh.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Tanda Tangan Elektronik

Tanda tangan elektronik bukan tanda tangan yang dibubuhkan di atas kertas
sebagaimana lazimnya suatu tanda tangan atau mengkonvensikan suatu tanda tangan
mengunakan mesin scaner, tanda tangan elektronik diperoleh dengan terlebih dahulu
meciptakan suatu message digest atau hast, yaitu mathematical summary dokumen yang
dikirimkan melalui cyberspace (Soemarno, 2009). Tanda tangan merupakan suatu kode atau
tanda yang digunakan sebagai alat legalisas sebuah dokumen. Sedangkan menurut Tan
Thong Kie, tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penanda
tanganan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan
menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisanya sendiri. Pengertian
tanda tangan dalam arti umum, adalah tanda tangan yang dapat didefinisikan sebagai suatu

5
susunan (huruf) tanda berupa tulisan dari yang menandatangani, dengan mana orang yang
membuat pernyataan/ keterangan tersebut dapat diindividualisasikan (Handayani, Yunanto,
& Hum, 2009). Tanda tangan adalah data yang apabila tidak dipalsukan, dapat berfungsi
untuk menyatakan bahwa orang yang namanya tertera pada suatu dokumen setuju dengan
apa yang tercantum pada dokumen yang ditandatanganinya itu (Rehulina, 2018). Sedangkan
Menurut Tan Thong Kie, tanda tangan adalah suatu pernyataan kemauan pembuat tanda
tangan (penanda tanganan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah
suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisanya sendiri
(Tan Thong Kie, 2007).

Pengertian tanda tangan dalam arti umum, adalah tanda tangan yang dapat
didefinisikan sebagai suatu susunan (huruf) tanda berupa tulisan dari yang menandatangani,
dengan mana orang yang membuat pernyataan/ keterangan tersebut dapat di
individualisasikan (Herlin Boediono, 2007)

Terdapat beberapa bentuk tanda tangan yang dibenarkan oleh hukum yaitu: (a)
menuliskan nama penanda tangan dengan atau tanpa menambah nama kecil, (b) tanda
tangan dengan menuliskan nama kecil, (c) ditulis tangan oleh penanda tangan tidak
dibenarkan dengan stempel huruf cetak, (d) dibenarkan mencantumkan kopi tanda tangan si
penanda tangan dengan syarat orang tersebut telah diberi kuasa atau wewenang, dan (e)
mencantumkan tanda tangan dengan mempergunakan karbon.
Tanda tangan elektronik adalah suatu tanda tangan yang dibuat secara elektronik yang
berfungsi sama dengan tanda tangan biasa pada dokumen kertas biasa. Tanda tangan
elektronik adalah algoritme kriptografi yang menggunakan kunci privat dan publik yang
dikeluarkan oleh otoritas sertifikat yang sama. Tanda tangan elektronik merupakan
penandatanganan pada Akta yang disimpan dalam bentuk elektronik, tanda tangan dapat
dikirim melalui jaringan komputer. Perbedaan mendasar tanda tangan konvensional dan
elektronik ialah tanda tangan konvensional, tanda tangan menjadi bagian secara fisik dari
dokumen yang sedang ditanda tangani dan tanda tangan konvensional diverifikasi dengan
membandingkannnya dengan tanda tangan pada dokumen lain tanda tangan otentik. Namun,
tanda tangan elektronik tidak melekat secara fisik dari dokumen yang sedang ditanda
tangani, jadi algoritme yang digunakan harus mengikat tanda tangan pada dokumen dan
tanda tangan elektronik diverifikasi menggunakan algoritme verifikasi yang dikenal publik
(Kuppuswamy, Appa, & Al-Khalidi, 2012).

6
Penggunaan tanda tangan elektronik dalam perjanjian saat ini menjadi sangat populer.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mifathul, Pengakuan dan pengaturannya sudah
tercantum dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dalam pasal 1 angka 12
dijelaskan tanda tangan elektronik merupakan tanda tangan yang terdiri atas informasi
elektronik yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentifikasi (Miptahul, 2020).
Verifikasi dapat diartikan sebagai pemeriksaan. Pemeriksaan yang dimaksud biasanya
berkaitan dengan laporan maupun informasi penting tentang data diri. Sedangkan
autentifikasi biasanya kerap disebut dengan otentik. Dalam kamus hukum dinamakan
sebagai “Auntentiece Acte” (Marwan & Jimmy, 2009), yaitu sebuah surat otentik atau surat
keterangan resmi yang dibuat oleh Notaris atau pejabat yang berwenang. Autentifikasi tanda
tangan elektronik apabila dipergunakan untuk hal-hal penting harus dibuat oleh pejabat yang
berwenang dan erat kaitannya dengan pembuktian apabla dilakukan dengan tanda tangan
elektronik.
Tanda tangan elektronik memiliki kedudukan serta akibat hukum. Artinya penggunaan
tanda tangan elektronik dilindungi hukum dan diakui dalam persidangan. Selain itu, tanda
tangan elektronik juga memiliki kedudukan hukum dalam regulasi internasonal. Dengan
demikian, sebuah negara harus dapat menjamin keamanan, kepastian serta kenyamanan
dalam melakukan kegiatan yang menjadikan tanda tangan elektronik sebagai media
pengamannya.
Tanda tangan elektronik menggunakan algoritma-algoritma serta teknik-teknik
komputer yang telah dirancang secara khusus dalam penerapannya untuk mencegah adanya
pengubahan isi dokumen. Kedudukan tanda tangan sebagai alat bukti telah termuat dalam
pasal 11 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) dan Pasal 53 ayat (2) Peraturan
Pemerintah No. 82 Tahun 2012. Pasal 11 UU ITE menjelaskan tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan hukum yang sah selama memenuhi persyaratan berikut: (a) Data
pembuatan tanda tangan elektronik terkait hanya kepada penanda tangan, (b) Data
pembuatan tanda tangan elektronik pada saat proses penandatanganan elektronk hanya
berada dalam kuasa penanda tangan, (c) Segala perubahan terhadap informasi elektronik
yang terkat dengan tanda tangan elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui, (d) Terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa

7
penandatangannya, serta (e) Terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa penanda
tangan telah memberikan persetujuan terhadap informasi elektronik terkait.
Tanda tangan elektronik diciptakan untuk memudahkan dalam melakukan transaski
elektronik di kalangan masyarakat. Selain itu, adanya tanda tangan elektronik untuk
mengurangi penggunaan kertas, hal ini karena seluruh proses yang dilaksanakan dengan
berbasis digital. Tanda tangan elektronik menghilangkan proses pencetakan dan pengiriman
dokumen serta penggunaan kertas dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga tanda tangan
elektronik ini juga berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan.
Sebagai alat bukti yang telah diakui penggunaannya, tanda tangan elektronik memiliki
kekuatan pembuktian layaknya alat-alat bukti lain yang telah diatur dalam perundang-
undangan. Meskipun demikian, tanda tangan elektronik masih diragukan oleh beberapa
pihak. Hal ini karena keaslian tanda tangan elektronik masih diragukan keasliannya.
Terlebih lagi, tanda tangan tersebut tidak dibuat dihadapan pejabat umum yang berwenang
dalam hal ini notaris, sehingga keotentikannya masih banyak diragukan. Menurut sistem
HIR/RGB (hukum acara yang berlaku) dalam acara perdata, hakim terikat pada alat-alat
bukti yang sah, yang berarti hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat
bukti yang di tentukan oleh UndangUndang saja (HIR/RGB) (Efa, 2017).
Tanda tangan elektronik dapat mengidentikkan dokumen yang ditandatangani dengan
tingkat kepastian dan ketepatan yang jauh lebih tinggi daripada tanda tangan di atas kertas.
Selain itu, sebagai alat bukti tanda tangan elektronik tidak memerlukan verifikasi dengan
melihat secara teliti (membandingkan) antara tanda tangan yang terdapat di dokumen
dengan contoh tanda tangan aslinya seperti yang biasa dilakukan dalam pengecekan tanda
tangan seecara manual.
Dengan demikian tanda tangan elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah memenuhi beberapa persyaratan yang telah disebutkan dalam Undang-
Undang dan Peraturan Pemerintah.
2. Konsep Akta Notaris
Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang dalam setiap interaksi masyarakat dan
negara senantiasa didasarkan kepada hukum. Terciptanya kepastian hukum adalah merupakan
salah satu tujuan dari negara hukum. Pengesahan atau legalisasi atas pengikatan-pengikatan
hukum oleh masyarakat yang dilakukan oleh Notaris juga merupakan bentuk pengukuhan
untuk adanya kepastian hukum (Abdullah, 2017). Lembaga notariat merupakan suatu lembaga
yang dibutuhkan masyarakat dalam pembuatan alat bukti bagi mereka yaitu berupa Akta

8
otentik. Profesi Notaris merupakan suatu jabatan kepercayaan yang bertanggung jawab
(Laseduw, 2019).
Akta menurut R. Subekti adalah suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk
membuktikan sesuatu hal peristiwa, karena suatu akta harus ditandangani. Sedangkan Akta
Notaris sesuai pasal 1 angka 7 Undang-Undang Jabatan Notaris adalah Akta otentik yang
dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini. Secara bahasa Notaris berasal dari kata Notarius untuk tunggal dan
Notarii untuk jamak yang memiliki arti orang yang pekerjaanya menulis (Anshori, 2009).
Seiring berjalannya waktu, pengertian tentang Notaris semakin mengerucut. Notaris sendiri di
Indonesia jabatannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan atas
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris merupakan pejabat
umum yang berwenang membuat Akta autentik dan kewenangan lain yang telah diatur dalam
undang-undang. Selain itu, Notaris juga berwenang untuk : (a) mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus,
(b) membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar di dalam buku khusus, (c)
membuat kopi dari surat asli di bawah tangan berupa salinan yang memuat sebagaimana
ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan, (d) melakukan pengesahan
kecocokan fotokopi dengan surat aslinya, (e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan
dengan pembuatan Akta, (f) membuat Akta yang berkaitan dengan pertahana, atau (g)
membuat Akta risalah lelang (Datu, 2018).
Tugas Notaris memberikan bantuan tentang membuat Akta otentik. Jabatan Notaris
didasarkan kepercayaan antara Notaris dan pihak yang menggunakan jasanya. Karenanya, ia
hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi Akta, grosse Akta,
minuta Akta, salinan Akta/kutipan Akta kepada orang yang berkepentingan langsung atau
pihak-pihak yang disebut dalam Akta, ahli waris (Abdullah, 2017). Sikap profesionalisme
yang harus dimiliki Notaris dalam bekerja serta keahlian khusus yang yang dimiliki dalam
bidang Notaris disertai rasa tanggung jawab, menjamin terlaksananya kepastian hukum,
mengutamakan kepentingan umum, serta bersikap adil dengan semua klien yang akan
dilayani. Notaris dalam menjalankan pekerjaannya senantiasa berpedoman apada ketentuan
yang telah diatur dalam undang-undang dan kode etik Notaris. Dalam menjanlankan tugas
Notaris dituntut untuk menunjukkan sikap atau perilaku yang etis, serta mempertahankan
harkat dan martabat profesi.

9
Menurut Veegens-Oppenheim-Polak, Akta merupakan een ondertekend geschrift
opgemaakt om tot bewijs te dienen, yang diterjemahkan sebagai suatu tulisan yang
ditandatangani dan dibuat untuk dipergunakan sebagai bukti. Kemudian Pitlo
mendefenisiskan Akta sebagai surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipahami sebagai
bukti dan untuk dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat. Sementara
Sudikno Mertokusumo memberikan pengertian Akta sebagai surat sebagai alat bukti yang
diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hal atau perikatan, yang
dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Selain itu, ditemukan juga istilah Akta
yang tidak ditujukan dalam pengertian surat melainkan perbuatan. Mengenai hal ini, Subekti
menyebutkan bahwa perkataan akte dalam Pasal 108 KUH-Perdata tidaklah berarti surat atau
tulisan, melainkan berarti “perbuatan hukum”. Perkataan tersebut berasal dari Prancis “acte”
yang berarti perbuatan (Iryadi, 2019).
Akta Notaris dibedakan menjadi dua macam, yaitu Akta otentik dan Akta di bawah
tangan. Akta otentik adalah suatu Akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-
undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat Akta itu
dibuat (Abdullah, 2017). Notaris sebagaimana termuat dalam ketentuan Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun
2004 merupakan pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan
undang-undang lainnya (Iryadi, 2019). Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh
mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat
(Hendra, 2012). Sedangkan Akta di bawah tangan adalah Akta yang ditanda tangan di bawah
tangan, surat, maupun dokumen lain yang dibuat tanpa perantara pejabat umum.
Salim HS menentukan tiga syarat suatu Akta disebut Akta autentik, yang meliputi: (a)
Akta harus dibuat oleh (door) atau di hadapan (ten overstaan) seorang pejabat umum, (b)
Akta harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dan (c) pejabat umum
oleh atau dihadapan siapa Akta itu dibuat serta harus mempunyai wewenang untuk membuat
Akta tersebut (Hs, 2015). Selanjutnya, kebatalan atau ketidakabsahan sebuah akta dalam
kedudukannya sebagai akta otentik meliputi lima bagian, yaitu: dapat dibatalkan, batal demi
hukum, mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, dibatalkan oleh para
pihak sendiri dan dibatalkan oleh putusan pengadilan (Adjie, 2011).
Notaris sebagai jabatan kepercayaan wajib untuk menyimpan rahasia mengenai Akta
yang dibuatnya dan keterangan/pernyataan para pihak yang diperoleh dalam pembuatan Akta,

10
kecuali undang-undang memerintahkannya untuk membuka rahasia dan memberikan
keterangan/pernyatan tersebut kepada pihak yang memintanya. Begitu undang-undang
mempercayakan kepada Notaris mengenai kerahasiaan Akta yang dibuatnya. Kepercayaan
masyarakat terhadap Notaris adalah juga merupakan kepercayaan masyarakat terhadap Akta
yang dibuatnya. Itulah sebabnya mengapa jabatan Notaris sering pula disebut dengan jabatan
kepercayaan. Kepercayaan pemerintah sebagai instansi yang mengangkat dan
memberhentikan Notaris (dalam hal ini adalah Menteri Hukum dan HAM), sekaligus pula
kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa Notaris (Abdullah, 2017).
Produk Akta Notaris yaitu Akta otentik memerlukan barcode sebagai pengaman
dokumen serta dapat digunakan pada minuta dan salinan Akta Notaris yang memiliki bobot
hukum dan nilai ekonomi yang tinggi. Dengan demikian seimbang dengan penggunaan
barcode yang mahal. Tujuan penggunaan barcode yang selama ini hanya ada dalam dunia
perdagangan dapat digunakan untuk perlindungan dan kepastian hukum terhadap kepentingan
pihak-pihak yang ada dalam Akta Notaris.
Indonesia menganut sistem hukum civil law seperti halnya hukum di Belanda, dimana
Notaris memiliki Publica Fides¸ yaitu kewenangan untuk mengontifikasi dan menyatakan
kebenaran identitas para pihak, termasuk tanda tangan elektronik dan menjamin
keotentikannya sehingga mengakui penggunaannya sebagai bukti yang sah. Notaris baik di
Belanda maupun di Indonesia hanya berperan sebagai Registration Authority (RA) yang
melakukan verifikasi data dan identita calon pengguna tanda tangan elektronik.
3. Efektivitas Tanda Tangan Elektronik Pada Akta Notaris
Saat ini, kita memasuki masa dimana teknologi dan ilmu pengeatahuan berkembang
pesat. Di tengah perkembangan tersebut, Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki tugas
melayani masyarakat diharapkan mampu menyikapi dengan tepat. Perkembangan dunia
teknologi informasi dewasa ini sangatlah pesat yang membawa berbagai dampak signifikan
pada kehidupan umat manusia. Berbagai kemudahan disediakan oleh perkembangan
telekomunikasi sehingga memungkinkan hubungan sosial dapat berlangsung secara cepat dan
mudah seakan tidak berjarak. Perkembangan teknologi ini juga berimplikasi dalam bidang
kenotariatan, yang kemudian muncul sebuah gagasan mengenai Cyber Notary. Peluang dan
tantangan bagi Notaris pada era globalisasi ialah munculnya tuntutan bagi Notaris agar tidak
hanya bekerja secara manual tetapi juga mampu memanfaatkan informasi yang berbasis
teknologi (Rukmana et al., 2021). Cyber Notary telah ada sejak tahun 1995, akan tetapi hal
tersebut terhambat karena tidak adanya dasar hikum yang terkait. Cyber Notary sekarang ini

11
sebagai gagasan yang bertujuan untuk menunjang aktivitas Notaris dalam memberikan
pelayanan kepada kliennya. Gagasan ini merupakan wujud dari profesionalisme Notaris
dalam menghadapi perkembangan teknologi yang membutuhkan pembaharuan hukum. Cyber
Notary dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat Notaris dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya.
Theodore Sedwick berpendapat bahwa Cyber Notary merupakan konsep yang
digunakan untuk menggambatkan sesuatu dari fungsi Notaris publik secara konvensional dan
aplikasinya dalam pelaksanaan transaksi elektronik. Cyber notary dapat disebut sebagai
pengaman dalam pelaksanaan transaksi elektronik melalui internet yang menggunakan tanda
tangan elektronik (Barassi, 2001). Cyber Notary memiliki fungsi utama untuk melakukan
sertifikasi dan autentifikasi dalam lalu lintas transaksi elektronik. Sertifikasi yang dimaksud
adalah Notaris memiliki kewenangan untuk bertindak sebagai Certification Authority (trusted
third party) sehingga Notaris dapat mengeluarkan digital certification kepada para pihak yang
berkepentingan. Hal ini berbeda dengan fungsi autentifikasi yang berkaitan dengan aspek
hukum yang harus dipenuhi.
Notaris adalah pembela kebenaran dan keadilan sehingga para penegak hukum harus
menjalankan dengan itikad baik dan ikhlas, sehingga profesi hukum merupakan profesi
terhormat dan luhur (officium nobile). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan masyarakat manusia sehingga di dalam masyarakat selalu ada sistem hukum,
ada masyarakat ada norma hukum (ubi societas ibi ius) (Hendra, 2012). Keuntungan yang
diperoleh dari pembuatan Akta Notaris secara elektronik, diantaranya adalah efisiensi waktu
dan biaya. Namun pemanfaatan teknologi informasi di samping menghasilkan banyak
manfaat bagi masyarakat, juga menimbulkan beberapa persoalan, khususnya menyangkut
persoalan hukum (Rukmana et al., 2021).
Peran Notaris dalam transaksi berbasis elektronik aktivitas perdagangan dewasa ini
tidak lagi hanya bersifat konvensional, tetapi telah sangat berkembang dan memanfaatkan
teknologi informasi. Pemanfaatan ter seperti internet sebagai sarana untuk mempromosikan
suatu barang atau jasa dan melakukan transaksi pula dengan menggunakan elektronik
(Rukmana et al., 2021). Tanda tangan elektronik memberikan dampak positif dan
keefektivitasan yaitu Authenticity (terjaminnya keberadaannya), Integrity (tidak dapat
dimodifikasi), Non-Repudiation (tidak dapat disangkal keberadaannya), dan Confidentiality
(bersifat rahasia) (Handayani et al., 2009). Tanda tangan elektronik baru dapat dikatakan sah

12
apabila menggunakan sistem elektronik yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di
Indonesia (Hudzaifah, 2015).
Tao Zhou mengkaji penggunaan teknologi tanda tangan elektronik membantu menjamin
asal data (Authenticity), integritas (integrity) dan tidak dapat disangkal (non repudiation).
Aulia Deivina memaparkan dalam karya ilmiahnya bahwasanya tanda tangan elektronik
merupakan solusi untuk bertransaksi. Dalam penelitiannya ia berkata tanda tangan elektronik
dalam pengajuan pembiayaan ini akan membantu dalam membantu efektivitas akses
masyarakat terhadap berbagai produk jasa keuangan tanpa harus datang ke bank (Delvina,
2019). Oleh sebab itu dibutuhkan reformasi hukum agar segala transaksi elektronik di
Indonesia dapat berubah dan semakin mengurangi penggunaan kertas. Tidak hanya untuk
pemerintah, tetapi untuk segala pihak yang semakin masif penggunaan media digital untuk
bertransaksi (Abraham et al., 2018). Penerapan tanda tangan elektronik perlu
diimplementasikan pada dokumen elektronik pemerintahan karena dapat menyediakan proses
verifikasi terhadap keaslian dokumen yang diterima. (Nugraha & Mahardika, 2016).
Terkhusus tanda tangan elektronik sangat efektif dalam pembuatan Akta yang dilakukan oleh
Notaris.
Tanda tangan merupakan bentuk dari persetujuan dari para pihak perjanjian mengenai
isi perjanjian tersebut dan meletakkan kekuatan hukum pembuktian yang sempurna sebagai
Akta atau surat perjanjian. Selanjutnya, perjanjian akan disahkan oleh pejabat Notaris dengan
ikut serta memberikan tanda tangan pada Akta atau sertifikat tersebut (Sihombing, 2020).
Oleh karena itu penggunaan tanda tangan elektronik mampu memberikan keunggulan yang
lebih dari tanda tangan secara konvensional.
Keabsahan tanda tangan elektronik pada kenyataannya telah diakui beberapa negara di
dunia untuk digunakan dalam transaksi yang dilakukan elektronik. Meskipun demikian,
masing-masing negara memiliki kebijakannya masing-masing. Indonesia sendiri sudah cukup
berani dengan adanya UU ITE yang mengatur penggunaan tanda tangan elektronik agar tidak
disalahgunakan. Keberadaan tanda tangan elektonik sangat membantu dalam mobilitas
manusia. Dengan adanya tanda tangan elektronik diharapkan banyak membantu, khusunya
dalam Akta yang dibuat Notaris. Apabila tanda tangannya secara elektronik, maka akan
semakin mudah. Semisal saja perjanjian di buat di Jakarta dan pihak yang bersangkutan
sedang studi di luar negeri, tentu sangat memudahkan apabila menggunakan tanda tangan
elektronik. Hal ini akan lebih efektf karena tidak perlu mengirim dokumen untuk tanda tangan
dan menunggu dokumen itu untuk kembali lagi.

13
Dalam menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, penggunaan tanda tangan elektronik
dalam akta Notaris merupakan pilihan yang dapat digunakan atau tidak. Hal ini melihat
kemungkinan bahwa individu yang bersangkutan masih dapat diambil tanda tangannya secara
langsung maka dapat menggunakan pilihan untuk menggunakan tanda tangan konvensional.
Perlu kita tahu bahwa Indonesia merupakan negara berkembang. Masih banyak masyarakat
yang belum sadar atau memang belum mengerti tentang perkembangan teknologi ini. Maka
tidak ada salahnya menggunakan tanda tangan konvensional sambil mencoba melakukan
sosialisasi tentang tanda tangan elektronik. Sehingga dalam pemberlakuannya dapat dilakukan
secara bertahap sesuai dengan kemampuan masing-masing individu.
Jabatan Notaris memiliki dua ciri penting yaitu ketidakberpihakan dan kemandirian
dalam memberikan bantuan kepada klien. Kedua poin tersebut sangat penting dalam
menerapkan tanda tangan elektronik pada Akta Notaris yang diterbitkan. Hal ini untuk
menghindari adanya penyalahgunaan tanda tangan yang ada. Menurut hemat penulis,
meskipun kita tahu bahwa kejahatan cyber saat ini masih sangat tinggi akan tetapi
penggunaan tanda tangan elektronik merupakan langkah awal yang tepat. Hal ini karena
resiko pemalsuan identitas dalam tanda tangan elektronik tersebut tidak semudah dengan
pemalsuan tanda tangan konvensional.

D. KESIMPULAN
Kemajuan teknologi informasi membawa dampak positif bagi peningkatan perekonomian
suatu bangsa. Transaksi elektronik adalah salah satu bukti dari kemajuan teknologi informasi
yang sangat dirasakan oleh masyarakat . Peran Notaris dituntut untuk bisa turut serta dalam
perkembangan teknologi dan informasi tersebut, karena di dalam suatu transaksi elektronik
tersebut sangat dimungkinkan adanya campur tangan Notaris sebagai pihak ketiga yang
dipercaya layaknya peran Notaris dalam transaksi konvensional.
Tanda tangan elektronik merupakan data dalam bentuk elektronik yang diletakkan,
terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik yang berguna untuk mengidentifikasi
penanda tangan dan menunjukkan persetujuan penanda tangan atas informasi elektronik yang
dimaksud. Dengan kata lain, tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat verifikasi dan
autentikasi. Suatu tanda tangan digital (Digital Signature), akan menyebabkan data elektronik
yang dikirimkan melalui open network tersebut menjadi terjamin, sehingga mempunyai manfaat
dari tanda tangan elektronik yaitu terjaminnya keberadaannya, tidak dapat dimodifikasi oleh
pihak lain, tidak dapat disangkal keberadaannya, dan bersifat rahasia.

14
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU
Adjie, H. (2011). Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris. Bandung. Refika Aditama.
Anshori, A. G. (2009). Lembaga kenotariatan Indonesia: perspektif hukum dan etika.
Yogyakarta. UII Press.
Bachtiar. (2019). Metode Penelitian Hukum. Tangerang. Unpam Press
Fuady, Munir (2018). Metode Riset Hukum: Pendekatan Teori dan Konsep. Jakarta:
Rajawali Pers.
Hs, S. (2015). Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoritis, Kewenangan Notaris, Bentuk
dan Minuta Akta. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Laela Fakhriah, Efa. (2017). Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata. Bandung:
Refika Meditama.
Marwan, Muhammad., & Jimmy. (2009). Kamus Hukum. Surabaya. Reality Publisher.
Nathanael Banjarnahor, Daulat. (2020). Aspek Hukum Bisnis. Bandung: Widina Bhakti
Persada Bandung.
Partodiharjo, Soemarno. (2009). Tanya Jawab Sekitar Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soekanto, Soerjono., & Sri Mamudji. (2001). Penelitian hukum normatif: Suatu tinjauan
singkat. Jakarta. Raja Grafindo.

B. ARTIKEL JURNAL
Abdullah, N. (2017). Kedudukan Dan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Otentik.
Jurnal Akta, 4(4), 655–664.

Abraham, F. Z., dkk. (2018). Tandatangan Digital Sebagai Solusi Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) Hijau: Sebuah Kajian Literatur (Digital Signature as Green
Information and Communication Technology (ICT) Solution: A Review Paper).
Masyarakat Telematika Dan Informasi: Jurnal Penelitian Teknologi Informasi Dan
Komunikasi, 9(2), 111–124.

Barassi, T. S. (2001). The Cybernotary: Public Key Registration and Certification and
Authentication of International Legal Transactions. undated.

Datu, R. R. (2018). Kekuatan Pembuktian Tanda Tangan Elektronik Pada Sengketa Perdata.

15
LEX PRIVATUM, 6(1).

Delvina, A. (2019). Penggunaan Tanda Tangan Elektronik dalam Pengajuan Pembiayaan


berdasarkan Prinsip Syariah. Jurnal Akuntansi Bisnis Dan Ekonomi, 5(1), 1305–1318.

Handayani, T., dkk. (2009). Pengakuan Tanda Tangan Pada Suatu Dokumen Elektronik Di
Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata Di Indonesia. Universitas Diponegoro.

Hendra, R. (2012). Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik Yang Penghadapnya


Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1).

Hudzaifah, H. (2015). Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Pembuktian Hukum


Acara Perdata Indonesia. Katalogis, 3(5).

Iryadi, I. (2019). Kedudukan Akta Otentik dalam Hubungannya dengan Hak Konstitusional
Warga Negara. Jurnal Konstitusi, 15(4), 796–815.

Kuppuswamy, P., dkk. (2012). A New Efficient Digital Signature Scheme Algorithm based
on Block cipher. IOSR Journal of Computer Engineering, 7(1), 47–52.

Laseduw, S. Y. T. (2019). Kekuatan Bukti Akta Notaris Yang Dibuat Oleh Notaris Yang
Sedang Diusulkan Untuk Diberhentikan Dengan Tidak Hormat. Universitas Airlangga.

Miptahul, M. (2020). Analisis Yuridis Hak Kebebasan Berpendapat Bagi Pengguna Media
Sosial Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
(Studi Putusan No. 3168/PID. SUS/2018/PN. MDN). SOSEK: Jurnal Sosial Dan
Ekonomi, 1(2), 76–87.

Nugraha, A., & Mahardika. (2016). PENERAPAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK


PADA SISTEMELEKTRONIK PEMERINTAHAN GUNA MENDUKUNG E-
GOVERNMENT. SESINDO 2016, 2016.

Rehulina, R. (2018). Keabsahan Digital Signature dalam Perjanjian E-Commerce. Doktrina:


Journal of Law, 1(1), 45–55.

Rukmana, R., dkk. (2021). Peran Notaris Dalam Transaksi Perdagangan Berbasis
Elektronik. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 7(1), 495–508.

Sihombing, L. B. (2020). Keabsahan Tanda Tangan Elektronik Dalam Akta Notaris. Jurnal

16
Education and Development, 8(1), 134.

Sulaiman, E., dkk. (2020). Kekuatan Hukum Digital Signature Sebagai Alat Bukti Yang Sah
Di Tinjau Dari Hukum Acara Perdata. Risalah Hukum, 95–105.

C. UNDANG UNDANG
Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik
Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

17

Anda mungkin juga menyukai