Anda di halaman 1dari 3

RESUME NOTARIS MENUJU REVOLUSI INDUSTRI 4.

MATA KULIAH HUKUM JAMINAN

Dosen: Dr. Diah S. Muladi, S.H., CN., M.H

OLEH:
ALDA AULIA HIDAYATI ARSYAD
2021010461033

Program Studi Magister Kenotariatan


UNIVERSITAS JAYABAYA
Jl. Pulomas Selatan Kav. 23 Jakarta Timur
2022
NOTARIS MENUJU REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Banyak solusi menangani pencegahan virus dalam menghadapi masa COVID-19, salah
satunya adalah dengan tidak melakukan kegiatan pembuatan Akta secara langsung atau tatap
muka. Namun, ada hal yang perlu diketahui menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2014
yang berisi tentang profesi jabatan notaris minuta akta yaitu asli akta yang mencantumkan
tanda tangan para penghadap saksi notaris yang disimpan sebagai bagian dari Protokol
Notaris. Protokol Notaris adalah kumpulan dokumen yang merupakan Arsip Negara yang
harus disimpan dan dipelihara oleh notaris sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.

Di dalam Pasal 15 Ayat 1 Nomor 2 Tahun 2014, dijelaskan bahwa notaris berwenang
membuat Akta Otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh Peraturan Perundang-undangan dan apa yang di kendati oleh pihak yang
berkepentingan. Dalam akta otentik telah dinyatakan untuk menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta dan menjamin kepastian tanda tangan bagi para pihak. Kemudian, pada Pasal
16 Ayat 1 huruf e Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 yang berisi notaris memberikan
pelayanan sesuai ketentuan dalam undang-undang kecuali ada beberapa alasan untuk
menolaknya. Pada pasal 16 ayat 1 huruf M membacakan akta dihadapan penghadap dihadiri
oleh para pihak atau saksi sedikitnya adalah 2 (dua) orang. Dapat dilihat juga pada pasal 40
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 ayat 1: “Setiap akta yang dibacakan oleh notaris
dihadapan para saksi yaitu paling sedikit 2 orang”.

Dalam undang-undang sudah diatur bahwa akta yang harus dibacakan dihadapan para
penghadap dan juga saksi, lalu kemudian telah ditandatangani juga oleh para penghadap,
saksi, dan notaris. Pada pasal 41 Undang-Undang nomor 2 tahun 2014 menyatakan bahwa
ancaman akta akan “Terdegradasi” apabila ketentuan Pada pasal 40 itu tidak terpenuhi atau
bisa disebut akta dibawah tangan. Kemudian dalam Pasal 1868 KUHPerdata menyatakan:
“Bahwa suatu akta otentik Adalah suatu akta yang dibuat dalam Bentuk yang ditentukan oleh
Undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang”.

Seperti yang telah disebutkan, sudah jelas bahwa kesiapan notaris dalam menghadapi era
digital, belum ada payung hukum yang kuat. Maka ada beberapa acuan hukum untuk
menelusuri tanda tangan berbasis digital, yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang informasi dan Transaksi elektronik, UU ITE Pasal 11 ayat 1 Dan PP Nomor 82

2
Tahun 2012 Tentang penyelenggaraan sistem dan Transaksi elektronik. Dalam Bab 5 ada
peraturan yang khusus untuk mengatur Tentang Tanda Tangan Elektronik atau digital
signature. Pembuktian Originalitas suatu tanda tangan elektronik di Pengadilan apabila jika
memang sudah terbitkan oleh lembaga hukum dengan penerbit sertifikat yang sudah
bersertifikasi itu tidak masalah, sebab sampai saat ini Mahkamah Agung belum memberikan
petunjuk teknis atas pasal 101 Undang-Undang ITE khususnya tanda tangan elektronik.
Solusi untuk tanda tangan elektronik perlu adanya lembaga sertifikasi yang diakui oleh
pemerintah agar jelas kita sudah ada payung hukumnya saat ini.

Dalam menghadapi era digital 4.0, notaris perlu adanya pelatihan dan peninjauan kembali
terhadap kebijakan tersebut sebab, dalam tanda tangan elektronik diperlukan adanya suatu
lembaga sertifikasi yang berperan dalam menjaga keaslian dan kerahasiaan dokumen akta
notaris tersebut. Dalam unsur lain, Mahkamah Agung perlu segera menerbitkan pedoman
tentang digital signature yang termasuk sebagai Lembaga Penerbit Sertifikasi yang bertujuan
agar para pihak yang hadir atau berhadapan itu jelas dan benar adanya serta sesuai dengan
dokumen-dokumen yang terlampir. Perlu adanya perlindungan hukum untuk Para Notaris
dalam memasuki kebijakan ini, karena mengurangi resiko akibat adanya celah penipuan dari
para oknum atau pihak yang ingin memalsukan data secara elektronik. Dalam era digital ini,
segala sesuatu hal dapat dipalsukan termasuk tandatangan serta menggantikan pihak
bersangkutan tanpa sepengetahuan seorang notaris. Untuk itu, Mahkamah Agung perlu
menerapkan atau membuat perlindungan hukum bagi para Notaris dalam memasuki Era
Digital Revolusi Industri 4.0 tersebut.

Anda mungkin juga menyukai