Anda di halaman 1dari 28

“PELUANG DAN TANTANGAN NOTARIS DALAM MENDUKUNG

JABATAN NOTARIS UNTUK MENGHADAPI ERA DIRUPSI DIGITAL


4.0 MENUJU 5.0”

MATA KULIAH PERATURAN JABATAN NOTARIS DAN PPAT

Dosen: Dr. H. Deni Haspada, S.H., M.H.

OLEH:
ALDA AULIA HIDAYATI ARSYAD
2021010461033

Program Studi Magister Kenotariatan


UNIVERSITAS JAYABAYA
Jl. Pulomas Selatan Kav. 23 Jakarta Timur
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat-Nya serta karunianya penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah Mata Kuliah Politik Hukum Kenotariatan ini dengan
tepat waktu. Adapun judul dari makalah yaitu “PELUANG DAN TANTANGAN NOTARIS
DALAM MENDUKUNG JABATAN NOTARIS UNTUK MENGHADAPI ERA DIRUPSI
DIGITAL 4.0 MENUJU 5.0” tanpa ada halangan yang berarti untuk menyelesaikan tugas ini.

Makalah ini telah selesai dibuat dan disusun secara maksimal berkat dukungan dan bantuan
dari segala pihak, sehingga karena ini penulis sampaikan banyak terimakasih kepada segenap
pihak yang telah berkontribusi dalam penyelesaian makalah ini. Terlepas dari semua itu,
penulis menyadari sepenuhnya bahwasannya masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini, baik dalam tatanan bahasa, susunan kalimat dan lain sebagainya.
Maka dari itu dengan segala kerendahan hati, saya selaku penyusun menerima segala kritik
dan saran yang membangun agar kami dapat memperbaikinya dikemudian hari.

Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang “Peluang Dan Tantangan Notaris Dalam
Mendukung Jabatan Notaris Untuk Menghadapi Era Dirupsi Digital 4.0 Menuju 5.0” ini
dapat memberikan kami nilai yang maksimal dan dapat memenuhi tugas kami.

Jakarta, Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................4
B. IDENTIFIKASI MASALAH..........................................................................................9
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................................................9
BAB II.....................................................................................................................................10
PEMBAHASAN.....................................................................................................................10
A. KEUNTUNGAN DAN KETERKAITAN PENERAPAN CYBER NOTARY DI
INDONESIA DALAM UPAYA REFORMASI BIROKRASI ERA 4.0............................10
B. EKSISTENSI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN CYBER NOTARY
DI NEGARA CIVIL LAW (BELGIA DAN PERANCIS)....................................................15
C. NOTARIS DALAM MENGHADAPI ERA DISRUPSI DIGITAL.............................17
BAB III....................................................................................................................................24
PENUTUP...............................................................................................................................24
A. KESIMPULAN.............................................................................................................24
B. SARAN.........................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Awal mula dari istilah revolusi industri ketika terjadi revolusi industri secara besar-besaran di
dunia. Ini merupakan penanda masuk di era ke-4. Revolusi industri sendiri memiliki makna
tatanan atau perubahan yang terjadi secara besar-besaran terhadap suatu sistem yang ada
dalam tatanan dunia. Hal tersebut ditandai dengan penemuan-penemuan bar yang berdampak
pada perubahan perilaku atau pola masyarakat secara besar-besaran.

Revolusi industri sendiri dimulai sejak tahun 1784, dimana pada tahun tersebut adalah tahun
Revolusi Industri 1.0. Pada waktu itu ditunjukkan dengan ditemukannya mesin uap dan alat
tenun. Dari munculnya mesin uap dan alat tenun, maka terjadi sebuah perubahan besar
dimana penggunaan sumber daya manusia sedikit demi sedikit ditinggalkan. Pada era itu
terjadi sebuah gejolak dimana muncul suatu tantangan mengenai perubahan tersebut di
tengah masyarakat.

Revolusi Industri 2. 0 terjadi pada tahun 1870. Pada tahun tersebut revolusi industri di
tunjukkan dengan ditemukannya listrik sehingga terjadi produksi masal yang dilakukan
dengan mesin yang dikendalikan dengan listrik. Revolusi Industri 3.0 terjadi di tahun 1969.
Pada era tersebut semua yang dikerjakan serba otomatis karena telah ditemukannya komputer
dan alat-alat elektronik. Perubahan pola masyarakat terjadi pada era tersebut dimana
pekerjaan yang biasanya dikerjakan secara manual berubah menjadi pola komputerisasi
sehingga semua mulai bergerak lebih cepat. Revolusi Industri 4.0 mulai dikenal dan
digunakan saat pameran industri Hannover, Jerman pada tahun 2011. Revolusi industri 4. 0
menerapkan konsep automatisasi yang lebih dikembangkan dari era 3.0. Pada era 4.0,
inovasi-inovasi yang tercipta dan mulai banyak dikembangkan adalah Big Data, percetakan
3D, Artificial Intelegence (Al), kendaraan tanpa awak, Smart Phone, rekayasa genetika,
robot, mesin pintar dan yang paling terkenal adalah IT (Internet of Things).

loT atau Internet of Things merupakan inovasi yang memiliki kemampuan untuk
menyambungkan dan mempermudah proses komunikasi antara mesin, perangkat, sensor dan
manusia melalui jaringan internet. Dari terciptanya inovasi tersebut khususnya loT, revolusi

4
industri era ini dpat menciptakan networking secara besar-besaran. Terciptanya IoT juga
menjadi suatu loncatan bear dalam tatanan dunia sehingga menciptakan ‘Dunia Baru’.

Dari perubahan yang terjadi, mulai dari Revolusi industri 1.0 hingga Revolusi industri 4.0 ada
tahapan yang selalu dilakukan. Hal tersebut merupakan sesuatu yang diulang. Pengulangan
dilakukan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik lagi. Inovasi yang diciptakan adalah
sesuatu yang baru untuk memperbaiki sistem sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan perubahan yang lebih baik.

Dari adanya pengulangan, akan muncul sesuatu yang terbaik, hingga muncul sebuah inovasi
baru. Hal ini disebabkan karena adanya suatu perubahan yang disebut dengan Disruption atau
disrupsi. Itu merupakan penggunaan cara baru atau pola baru untuk meninggalkan cara lama
sehingga terciptanya sebuah tatanan bar yang disebut dengan ‘Dunia Baru’. Disrupsi sendiri
menyebabkan perusahaan atau seseorang menjadi lebih baik, lebih unggul dengan
mempertimbangkan keadaan agar tidak ‘mati’ ditindas zaman.

Seiring dengan maraknya perbincangan soal Revolusi 4.0, disrupsi merupakan salah satu
bahasan juga yang mengiringinya. Disrupsi, kini menjadi kata yang paling sering disebut
dalam beberapa tahun terakhir. Ini berlangsung saat banyak orang mengalami kebingungan
atas terjadinya perubahan besar di segala sektor, baik itu dari sektor ekonomi, perdagangan,
pertahanan keamanan, teknik industri dan juga terhadap hukum yang mengatur semuanya.
Pembicaraan ini juga disejajarkan dengan dimulainya revolusi industri keempat yang
mengarahkan masyarakat dunia pada era bar. Hal tersebut juga turut dibicarakan dalam
gelaran Kongres Notaris Dunia yang dihadiri sekitar 89 notaris dari puluhan negara anggota
International Union of Notaries (UINL). Salah satu temanya adalah tentang tantangan di era
revolusi industri 4.0 yang harus dihadapi para notaris di seluruh dunia.

Dunia kini banyak membicarakan tentang dimulainya revolusi industri keempat, yang sering
disebut sebagai Revolusi Industri 4. 0 dan Society 5.0 yang mengarahkan pada penduduk
dunia kepada era baru, yaitu Internet of things (loTs). Revolusi Industri 4,0 ini digunakan
untuk menyebut era otomatisasi dan pertukaran data, termasuk juga sistem cyber-physical,
hal-hal terkait dengan internet, penggunaan cloud computing dan cognitive computing.

Era Revolusi Industri 4.0 dan society 5.0 tersebut menciptakan tantangan baru atas terjadinya
fenomena globalisasi, digitalisasi serta perlindungan data. Professor Rheinald Kasali dalam
penjelasannya mengenai Disruption, menyebutkan disrupsi merupakan fase ketiga dari 3 jenis
perubahan, yaitu: iteration (pengulangan), innovation (menciptakan suatu hal yang baru), dan

5
yang terakhir barulah disruptions (inovasi sehingga cara-cara yang lama tiba-tiba menjadi
obsolete atau ketinggalan).

Fenomena disrupsi in sudah terlihat sejak beberapa tahun terakhir dimana para notaris di
Indonesia mulai dibebani dengan berbagai tugas baru yang semula menjadi tugas-tugas
administrasi instansi lain. Seperti, kewajiban mengenal beneficial owner dari perusahaan
yang didirikannya, dianggap sebagai gateway sehingga dibebani kewajiban melakukan
pelaporan transaksi mencurigakan melalui aplikasi GRIPS, melakukan berbagai verifikasi
materil terhadap pendaftaran hak tanggungan secara elektronik, fidusia online, pendaftaran
badan hukum dan badan usaha secara online, sampai dengan memahami konsep maksud dan
tujuan perusahaan yang akan dibuatkan akta pendiriannya agar selaras pada saat pendaftaran
perijinannya nanti melalui system Online Single Submission (OSS).

Di Indonesia sendiri, Notaris yang pertama kalinya diangkat adalah Melchior Kerchem,
diangkat sebagai Notaris pertama di Hindia Belanda pada tahun 1620. Namun, M. Soedjak
lah orang pribumi pertama yang diagkat sebagai Notaris pada tahun 1928. Jadi, dahulu
sebelum M. Soedjak diangkat menjadi notaris di Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda telah
mengangkat Melchoir Kerchem. Itu lah cikal bakal notaris di Indonesia hingga saat ini.

Jika saat ini notaris diangkat dan disumpah oleh Kemenkumham, pada masa pemerintahan
Hindia Belanda diangkat oleh Gubernur Jenderal yang merupakan Pimpinan Tertinggi di
Hindia Belanda. Notaris merupakan pejabat publik yang memiliki peran dalam melakukan
perbuatan hukum yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014. Dalam
menjalankan tugas, fungsi dan profesinya, Notaris harus menyesuaikan perkembangan
zaman. Tujuannya adalah agar mampu menghadapi tantangan Persaingan Global Pada era
digital ini. Para calon notaris harus mampu memberikan kreativitas dalam membangun
komunikasi untuk kliennya.

Era digital atau lebih dikenal era 4.0 memberikan manfaat kepada manusia, salah satunya
adalah terbukanya peluang dan tantangan. Profesi notaris merupakan profesi di bidang jasa.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat membuat Akta Autentik dan
kewenangan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang. Era digital ayng dikenal sebagai era
dirupsi digital yang merupakan perubahan yang menandai suatu era yang sifatnya offline ke
online. Inilah yang membuat calon notaris diharapkan mampu bersaing dan berdaya guna
dalam menghadapi era 4.0 yang semua berkaitan dengan transaksi elektronik. Bahwa
kewenangan notaris dalam membuat akta autentik didasari pada 1868 BW (burgerlijk

6
wetboek), undang-undang, peraturan perundang – undangan, dibuat  / dihadapan pejabat
umum yang berwenang (akta, tempat, waktu, orang).

Notaris pada era digital nantinya dalam menjalankan profesinya berbasis teknologi informasi
khususnya dalam pembuatan akta. Jika saat ini pembuatan akta masih secara fisik, atau
langsung berhadapan, namun di era 4.0 berhadapan tidak lagi diperlukan, tetapi dapat melalui
media. Sehingga dokumen yang diperlukan cukup dengan cara mengunduhnya serta termasuk
dalam tanda tangan yang harus dilakukan secara elektronik, tetapi dalam dokumen membuat
akta.

Jika hal ini sudah di jalannya, bukan hanya calon notaris atau notaris itu sendiri, tetapi
pemerintah juga harus menyiapkan bahkan menfasilitasi era digital bagi masyarakat luas.
Karena kita ketahui notaris merupakan profesi yang diisi oleh orang yang berpendidikan dan
tidak asing lagi dengan dunia elektronik. Jika era revolusi industri 4.0 ini dipaksakan, sistem
hukum di Indonesia ternyata belum siap untuk menghadapi revolusi industri 4.0. karena
hukum di Indonesia menganut sistem Civil Law yang menjadi ganjalan atau penghambat
aturan berbagai bentuk transaksi elektronik yang mestinya sangat menguntungkan negara.
Dalam hal ini, hukum juga harus mampu bergerak maju dengan perkembangan teknologi
agar revolusi industri 4.0 dapat di laksanakan.

Perkembangan zaman saat ini mengharuskan calon notaris agar lebih agresif dan lebih maju
pengetahuannya yang tidak hanya hukum perdata, namun juga pentingnya teknologi. Era
digital atau era cyber nantinya lekat dengan notaris. Munculnya istilah Cyber Notary  yang
merupakan Istilah yang berasal dari negara bersistem anglo saxon (Common Law System).
Contohnya Malaysia yang menganut sistem hukum common law. Di Indonesia sendiri adalah
penganut sistem eropa kontinental (civil law) menyebutnya dengan istilah Cyber Notary.

Cyber Notary merupakan gagasan American Bar Assosiation Information Security Committe
pada tahun 1994. Sedangkan Electronic Notary digulirkan oleh delegasi Prancis dalam forum
TEDIS legal Workshop 1989 Brussel, Belgia. Pada intinya Electronic Notary dan Cyber
Notary menggunakan sarana elektronik untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat.
Jika hal ini sudah diterapkan, maka Undang-undang Jabatan Notaris No. 2 tahun 2014 juga
harus di revisi untuk menyempurnakan revolusi industri 4.0 pada profesi notaris.

Pada Pasal 15 ayat (1) UUJN, menjelaskan “Notaris berwenang membuat Akta autentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

7
perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan
dalam Akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan Akta itu
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang”. Saat ini, dikalangan notaris sendiri belum ada yang membuat,
menyertifikasi transaksi elektronik, karena aturannya belum jelas dan lengkap. Menurut Dr.
Edmon Makarim: Notaris dapat memberikan layanan keterpercayaan yang mendukung sistem
keautentikan dari suatu transaksi elektronik. Hal tersebut dapat ditepertemukan dengan PP
71/209 yang merupakan peraturan pelaksana dari UU ITE.

Hambatan dalam Penerapan Akta Notaris Elektronik adalah belum adanya regulasi atau
peraturan dalam penerapan akta elektronik tersebut. Jika dikaitkan dengan Pasal 5 ayat (1)
UU ITE Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya
merupakan alat bukti hukum yang sah, maka Pasal 5 ayat (4) UU ITE Ketentuan mengenai
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk
tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pada UU Jabatan Notaris sendiri, ketentuan dalam pembuatan akta ditafsirkan pembuatannya
dengan menggunakan kertas (paper based). Jadi Pasal 16 ayat (1) UU JN Notaris Wajib
membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
Notaris serta melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta
jadi penjelasannya adalah bahwa notaris harus hadir secara fisik dan menanda tangani akta di
hadapan penghadap dan saksi.

Revolusi industri 4.0 bisa menjadi peluang bagi calon notaris dan bisa juga menjadi tantangan
bagi notaris itu sendiri. Maka diperlukan regulasi atau peraturan yang mengkhususkan agar
notaris di era 4.0 menjadi peluang yang baik apalagi dibukanya MEA (masyarakat ekonomi
asean) yang tentunya menjadi peluang besar bagi notaris dalam menjalankan profesinya. Jadi,
solusi hukum Cyber Notary adalah dengan melakukan Judicial Review Pasal 5 ayat (4) UU
ITE, Permohonan Tafsir Konstitusional UU JN mengenai kententuan akta notaris dapat pula
dibuat dalam bentuk elektronik, Permohonan Tafsir Konstitusional mengenai ketentuan
kehadiran secara fisik juga dimaknai dapat pula dilakukan secara virtual.

8
Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan, maka dari itu penulis dalam menyusun
makalah ini dengan mengambil judul “PELUANG DAN TANTANGAN NOTARIS
DALAM MENDUKUNG JABATAN NOTARIS UNTUK MENGHADAPI ERA DIRUPSI
DIGITAL 4.0 MENUJU 5.0”.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Keuntungan dan Keterkaitan Penerapan Cyber Notary di Indonesia dalam
Upaya Reformasi Birokrasi Era 4.0?
2. Bagaimana Eksistensi dan Peraturan Perundang-Undangan Cyber Notary di Negara Civil
Law (Belgia dan Perancis)?
3. Bagaimana Notaris dalam Menghadapi Era Disrupsi Digital?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui dan memahami Keuntungan dan Keterkaitan Penerapan Cyber Notary
di Indonesia dalam Upaya Reformasi Birokrasi Era 4.0.
2. Untuk mengetahui dan memahami Eksistensi dan Peraturan Perundang-Undangan Cyber
Notary di Negara Civil Law (Belgia dan Perancis).
3. Untuk mengetahui dan memahami Notaris dalam Menghadapi Era Disrupsi Digital.

9
BAB II

PEMBAHASAN

A. KEUNTUNGAN DAN KETERKAITAN PENERAPAN CYBER NOTARY DI


INDONESIA DALAM UPAYA REFORMASI BIROKRASI ERA 4.0

Kemajuan teknologi memberikan peluang yang sangat luas bagi masyarakat dalam
kepentingan banyak hal. Beralihnya era teknologi informasi 4.0 ini melahirkan suatu inovasi
baru dalam sektor pelayanan publik. Digitalisasi pelayanan publik merupakan suatu faktor
mendasar kaitannya dengan kemudahan layanan guna menciptakan pelayanan berbasis
teknologi yang mengutamakan syarat-syarat efisiensi, efektivitas, serta penghematan.1

Pelayanan publik dalam bidang kenotariatan masih dilakukan secara konvensional dan belum
melibatkan teknologi informasi secara keseluruhan. Maka dari itu peran teknologi informasi
dalam bidang pelayanan publik dapat pula diterapkan di kehidupan hukum berupa layanan
notaris berbasis teknologi informasi atau yang kerap dikenal dengan konsep Cyber Notary.
Berbagai keuntungan dalam pengimplementasian Cyber Notary di Indonesia telah menjawab
berbagai tuaian pro dan kontra dari masyarakat.

Urgensi kewenangan kenotariatan secara elektronik dikemukakan dalam International


Congress XXIV dari Latin Notaris pada tahun 2004 dan dibahas di kelompok kerja tema
kedua (working group theme II) yang pada inti dari pembahasannya yaitu membuka diri
dengan mengakomodir perkembangan dan menyadari suatu kemungkinan terjadinya
pembuatan akta otentik secara elektronik.2 Hal ini secara tidak langsung menuntut notaris
untuk segera dan siap menghadapi transformasi digital, sebab keterlibatan teknologi
informasi mempengaruhi kemudahan dalam berbagai kebutuhan masyarakat. Peran Notaris
pula yang wajib memahami penggunaan teknologi informasi dalam kepengurusan berbagai
produk hukum yang akan dihasilkan. Berbagai fakta yang timbul apabila kewenangan
kenotariatan masih dilaksanakan secara konvensional, maka pelayanan akan membutuhkan
waktu yang cukup lama, berbelit-belit serta sumber daya manusianya tidak
menyeimbangakan dengan pekerjaan dan potensi yang ada. Dokumen fisik seperti sertifikat
1
R.A. Emma Nurita, Cyber Notary; Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, (Bandung: Refika Aditama,
2012), hlm. 17.
2
Edmon Makarim, “Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum Terhadap Kemungkinan Cyber
Notary di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-41 No. 3, Juli-September 2011, hlm 493

10
akan rentan untuk rusak, hilang dan mudah dipalsukan. Kewenangan kenotariatan yang
dilakukan secara elektronik yang memanfaatkan teknologi informasi dilakukan berdasarkan
asas kehati-hatian, kepastian hukum, kemanfaatan hukum, itikad baik, serta kebebasan
memilih teknologi.3

Aturan hukum terkait jabatan notaris yang digunakan Indonesia hingga saat ini merupakan
produk hukum yang tidak didasarkan atas hukum nasional modern seluruhnya. Hal ini
dipertegas dalam Penjelasan Atas UUJN Bagian I Umum yang menyatakan bahwa sebagian
besar peraturan yang diatur dalam UUJN masih didasarkan pada peraturan
perundangundangan zaman peninggalan kolonial Hindia Belanda 4, yang mana pada zaman
kolonial belum mengenal adanya transformasi digital dan perkembangan teknologi yang
membuat masyarakat melek terhadap teknologi. Kesiapan sarana pendukung tidak perlu
diragukan lagi kaitannya dengan teknologi informasi agar diterapkan dalam layanan notaris.
Mengenai legalitas suatu akta elektronik tetap dapat memiliki kekuatan hukumnya bahkan di
hadapan pengadilan, seperti halnya digital signature, digitally ensured document, dan Video
Conference dalam pembuatan akta antara notaris dan penghadap.

Digital signature diibaratkan sebagai suatu tanda tangan atau dokumen yang telah dikunci
dan isinya tidak dapat dimanipulasi. Dalam hal penandatanganan elektronik, para pihak yang
terlibat menggunakan kunci yang sama dalam melakukan enkripsi dan dekripsi terhadap
suatu dokumen, maka dari itu pihak ketiga atau yang lainnya yang tidak terlibat dalam
dokumen, tidak akan dapat mengakses dan memanipulasi dokumen atau tanda tangan
tersebut. Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN berbunyi “yang dimaksud “kewenangan lain
yang diatur dalam peraturan perundangundangan”, antara lain kewenangan mensetifikasi
transaksi yang dilakukan secara elektronik (Cyber Notary), membuat akta ikrar wakaf, dan
hipotek pesawat terbang”. Substansi dalam landasan hukum tersebut cukup mendelegasikan
serta menyetujui pelaksanaan kewenangan notaris secara elektronik. Indonesia juga telah
memiliki digital signature yang dapat dibuktikan dengan digital certificate terpercaya, yakni
layanan PrivyID.

Pasal 1 angka 7 UUJN menyatakan tegas bahwa akta notaris dibuat oleh atau di hadapan
Notaris. Substansi dalam pasal ini dapat dikonklusikan bahwa dalam pembuatan akta, wajib
dibuat dihadapan notaris dan para pihak secara tatap muka langsung. Hal ini menyebabkan
3
Qisthi Fauziyyah Sugianto, “Peluang dan Tantangan Calon Notaris Dalam Menghadapi Perkembangan
Disrupsi Era Digital”, Jurnal Notarius, Vol. 12 No. 2, 2019, hlm. 658.
4
Bagian I Umum Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan
Notaris.

11
timbulnya polemik dalam masyarakat dalam pengimplementasian Cyber Notary di Indonesia.
Edmon Makarim pada pertemuan rapat pleno Ikatan Notaris Indonesia (INI) menyatakan
bahwa kehadiran atau penghadapan antara notaris dan penghadap yang dilakukan secara
elektronik atau melalui Video Conference sama halnya dengan kehadiran secara fisik yang
selama ini dipersepsikan, sebab pertemuan melalui Video Conference juga dilakukan secara
live atau bertatapan langsung dengan pihak-pihak terkait yang dilibatkan dalam pembuatan
akta otentik, baik pembuatan akta partij, maupun akta relaas.5

Hal ini senada dengan pendapat Riki Arif Gunawan selaku Deputi Teknologi Kemanan
Informasi Menkominfo yang menyatakan bahwa sistem teknologi telah memungkinkan para
notaris untuk terjun ke dunia digital dan tidak perlu adanya kekhawatiran lagi terkait
pengimplementasian Cyber Notary di Indonesia.6 Serupa namun tak sama, Alwesius selaku
Ketua Bidang Program Studi INI buka suara dan menegaskan bahwa pernyataan ‘kehadiran
fisik’ dalam undang-undang tidak dapat konstan dimaknai secara konservatif yang mana
kehadiran fisik harus dilakukan dalam satu lokasi yang sama, tetapi pihak terkait harus melek
terhadap perkembangan dan mengartikannya sebagai kehadiran melalui Video Conference.7

Berbagai keuntungan dan manfaat yang dapat diperoleh dengan diterapkannya Cyber Notary
yaitu tentunya dalam pelaksanaan tugas Notaris dapat lebih cepat terselesaikan dan
meghemat waktu, pelaksanaan transaksi seperti membuat akta/perjanjian hanya perlu
dokumen elektronik tetapi para pihak dapat menyelesaikan transaksi bisnisnya,
meminimalisir pengeluaran biaya sebab tidak terkendala transportasi dan biaya dapat
diperhitungkan, serta hal penting lainnya ialah pelayanan publik dapat diberikan dengan lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan layanan secara konvensional.

Akta otentik yang dibuat secara konvensional lebih membutuhkan banyak waktu dan biaya
dibandingkan dengan pembuatan akta secara elektronik. Pada umumnya, pembuatan akta-
akta oleh Notaris memiliki rincian harga yang tidak mutlak dan berbeda-beda, seperti
Pembuatan Akta Perjanjian sebesar Rp2.000.000, Pembuatan Akta dan Pendirian PT sebesar
Rp4.000.000, Pembuatan Akta Usaha Dagang sebesar Rp6.500.000, Pendaftaran Merek
Dagang sebesar Rp4.500.000, dan lain-lain.8 Hal ini tentunya terbatas pada biaya pembuatan
akta yang diperlukan saja, namun belum termasuk biaya lainnya seperti transportasi ke

5
PrivyID, 2018, “Kesiapan Notaris Indonesia dalam Menyongsong Cyber Notary”,
https://blog.privy.id/kesiapan-notaris-menyongsong-cyber-notary/, diakses pada 24 November 2020.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Dunia Notaris, 2021, “Jasa Notaris (Layanan)”, https://dunianotaris.com/shop, diakses pada 12 Januari 2021.

12
berbagai tempat yang harus dikunjungi beberapa kali guna memperoleh pengesahan akta
yang diperlukan. Namun, dalam hal pembuatan akta secara elektronik, maka akan
meminimalisir pengeluaran biaya tersebut. Pertemuan antara Notaris dengan Penghadap
digantikan dengan konferensi video elektronik, Notaris dan Penghadap cukup membuka
komputer dari lokasi masing-masing tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk pergi keluar. Hal
ini tentu mempengaruhi efisiensi waktu yang dibutuhkan, dengan adanya transformasi digital,
semua akan lebih praktis dan hemat waktu. Proses pembuatan akta oleh Notaris secara
konvensional seperti akta jual beli kurang lebih membutuhkan waktu satu bulan hingga
selesai pengurusan berkas. Namun, apabila pengurusan berkas dilakukan melalui media
elektronik, maka akan lebih efektif dan efisien, berkas yang dibutuhkan dapat diunggah
melalui website resmi atau database tujuan yang selanjutnya dapat segera diproses. Cyber
Notary tentu membawa banyak keuntungan untuk masyarakat, khususnya dalam pelayanan
kenotariatan guna memperoleh pengesahan akta otentik.

Cyber Notary erat kaitannya dengan reformasi birokrasi yang merupakan proses perubahan
menuju situasi dan kondisi yang dikehendaki guna merespon kondisi birokrasi saat ini serta
tuntutan ke arah perbaikan. Website resmi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia atau KEMENKO PMK RI menyebutkan
Reformasi Birokrasi ialah cara pemerintah mencapai Good Governance serta membuat
penyempurnaan atau modifikasi mendasar terkait sistem penyelenggaraan pemerintah yang
berhubungan dengan aspek ketatalaksanaan, kelembagaan, dan sumber daya manusia
aparatur.9 Reformasi Birokrasi merupakan suatu gagasan strategis untuk menghadapi
Revolusi Industri 4.0 yang dapat diterapkan oleh organisasi pemerintah. Hal ini mencakup
tiga aspek fundamental, yaitu inovasi, kolaborasi, dan hal terpenting pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi atau TIK.10

Keterkaitan antara Cyber Notary dengan reformasi birokrasi yaitu Cyber Notary telah
memenuhi ketiga aspek fundamental yang tercakup dalam reformasi birokrasi, yang mana
konsep Cyber Notary sama halnya seperti inovasi baru yang ditawarkan ke arah yang lebih
baik guna mempermudah pelayanan publik sehari-hari pada bidang kenotariatan. Cyber
Notary dilakukan atas dasar kolaborasi antara pihak pemerintah dan Ikatan Notaris Indonesia
(INI) dengan maksud melibatkan pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan tugas
9
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia, 2019,
“Reformasi Birokrasi Kemenko PMK”, https://www.kemenkopmk.go.id/index.php/RB/profil, diakses pada 5
Januari 2021
10
Waston, “Strategi Menang Dalam Revolusi Industri 4.0 (Perspektif Filsafat Thomas Kuhn)”, The 10th
University Research Colloqium 2019 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Gombong, hlm. 344.

13
dan wewenang notaris seperti melakukan digitalisasi, otentikasi, dan legalisasi berbagai
dokumen. Konsep Cyber Notary bertujuan untuk mencapai layanan pemerintah yang baik
dengan maksud melakukan pembaharuan serta perubahan mendasar yang menyangkut aspek
ketatalaksanaan bidang kenotariatan.

Karakteristik jabatan notaris berdasarkan UUJN salah satunya yaitu diangkat serta
diberhentikan oleh pihak pemerintah atau menteri yang membidangi, yang dalam hal ini
notaris dibawahi dan diawasi oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(KEMENKUMHAM).11 Bentuk kerjasama atau kolaborasi antara pihak pemerintah dan
notaris dapat dilihat realitanya pada pembuatan akta pendirian Perseroan Terbatas (PT) oleh
Notaris yang menggunakan sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) KEMENKUMHAM
yang memuat anggaran dasar perseroan sebagai suatu kontrak atau perjanjian pihak
perseroan.12 Dalam eksekusi pendirian PT oleh Notaris yang menggunakan sistem AHU
KEMENKUMHAM wajib berdasar pada aturan Menteri Hukum dan HAM yang berlaku.
Dalam hal ini, peran notaris ialah sebagai narasumber atau pihak yang diberi kuasa oleh
penghadap (perseroan) dan bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta pendirian PT yang
menggunakan sistem AHU.13 Selain PT, pembuatan akta dengan sistem AHU oleh Notaris,
dapat pula dilakukan dalam pembuatan berbagai akta Persekutuan Komanditer (CV), seperti
pesan nama CV, pendaftaran CV baru, perubahan CV, dan pembubaran CV, serta dapat pula
dilakukan dalam pembuatan akta wasiat, baik wasiat dalam negeri, maupun wasiat luar
negeri.14

Dalam hal aspek reformasi birokrasi inilah yang menyangkut kolaborasi atau kerjasama
pemerintah (KEMEMKUMHAM) dengan Notaris serta mengedepankan keterlibatan
teknologi informasi dalam pelaksanaannya. Realisasi Good Governance di Indonesia tidak
luput dari keberhasilan kinerja birokrasi, sebab kedua hal tersebut memiliki hubungan erat
yang positif dan saling mempengaruhi. Birokrasi dan pelayanan publik yang semakin baik,
semakin mempengaruhi pembangunan yang baik pula. Sinergi antara pemerintah dan notaris
yang kuat dan menghasilkan suatu hal yang lebih efektif, maka mendapat dukungan pula dari

11
Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
12
Adam Azis Rachma Setyawan, “Implementasi Pendirian Perseroan Terbatas Oleh Notaris Menurut Peraturan
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun 2016”, Jurnal Privat Law, Vol. V No. 1, Januari-Juni
2017, hlm. 44.
13
Ibid., hlm. 46.
14
Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, 2020, “Panduan Penggunaan AHU Online”,
https://panduan.ahu.go.id/doku.php, diakses pada 6 Januari 2020.

14
masyarakat luas.15 Cyber Notary di Indonesia perlu untuk diimplementasikan, sebab hal
tersebut merujuk pada adanya efisiensi, efektivitas, dan responsivitas, serta membantu
penyelenggaraan pemerintah yang mencapai good governance.

B. EKSISTENSI DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN CYBER NOTARY


DI NEGARA CIVIL LAW (BELGIA DAN PERANCIS)

Civil Law merupakan sistem hukum yang memiliki kekuatan mengikat, sebab direalisasikan
dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang disusun secara sistematis dalam sebuah
kodifikasi. Negara-negara di dunia yang menganut sistem Civil Law diantaranya ialah
Indonesia, Belgia, dan Perancis. Dalam hal pengimplementasian Cyber Notary, maka
penelitian ini melibatkan studi komparasi dengan Negara Negara Belgia dan Perancis yang
telah melakukan modifikasi hukumnya untuk mengakomodir eauthentication atau yang kerap
disebut otentikasi dengan sistem elektronik. 16 Kedua negara tersebut telah mengubah pasal
dalam KUHPerdatanya, khususnya terkait pasal tentang akta otentik yang memberikan
peluang diimplementasikannya tanda tangan secara elektronik. Eksistensi pada pasal tersebut
secara tidak langsung menekankan bahwa apapun teknologinya, sepanjang dapat memenuhi
beberapa persyaratan utama, yakni identification, content integrity, dan content approval,
maka dapat diterima di muka pengadilan sebagai alat bukti.17

Pasal 1322 KUHPerdata Negara Belgia menyatakan “data in electronic form which can be
attributed to a determined person and which maintain the integrity of the content of the
instrument comply with the legal requirement of a signature”, 18
yang artinya bahwa apapun
data yang berbentuk elektronik apabila kaitannya dengan pihak yang telah ditentukan akan
menjaga keutuhan isi instrumen tersebut, dikatakan memenuhi persyaratan hukum sebuah
tanda tangan yang sah. Begitu pula dalam Belgian Notary Act 16 March 1803 atau yang
selanjutnya disebut UUJN Negara Belgia, telah melakukan pertimbangan amandemennya
terkait keputusan guna memperbaiki kondisi pembuatan undang-undang Cyber Notary di
bawah kontrol Dewan Nasional Notaris Negara Belgia. 19 Kaitannya dalam hal tersebut,
kemudian timbul peraturan perundangundangan Belgia Law Potpourri V dated 6 July 2017
atau Undang-Undang Potpourri V tanggal 6 Juli 2017 yang membahas terkait Cyber Notary,
15
R. Siti Zuhro, “Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia”, Jurnal Penelitian Politik Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Vol. 7 No. 1, 2010, hlm 2
16
Edmon Makarim, Op. Cit., hlm. 497
17
Ibid.
18
Edmon Makarim, “Modul Cyber Notary/E-Notary”, Research’s Team of Technology Law Research Institute
Faculty of Law University of Indonesia (LKHT-FHUI), hlm. 27
19
Ibid.

15
terkhusus menegaskan secara spesifik bahwa pelaksanaan akta notaris sangat memungkinkan
dibuat dalam jarak jauh atau melalui Video Conference.20

Serupa namun tak sama, saat ini lebih dari 70% tindakan yang diterima oleh Notaris di
Negara Perancis dilakukan dalam bentuk tanpa kertas. Tindakan otentik pertama yang
ditandatangani di media elektronik dilakukan pada tahun 2008. Notaris melibatkan konferensi
video pada jaringan komputer guna memfasilitasi pembuatan akta jarak jauh dengan
penghadap.21 Pasal 1317 KUHPerdata Perancis menyatakan “Instrumen otentik merupakan
instrumen yang diterima pejabat publik yang diberi wewenang untuk menyusun instrumen
tersebut di tempat instrumen itu ditulis dan dengan formalitas yang dipersyaratkan. Hal ini
dapat dibuat di media elektronik yang dibuat dan disimpan dalam kondisi yang ditetapkan.”22

Pada dasarnya, Negara Perancis beranggapan bahwa akta notaris dapat dibuat pada media
elektronik dengan ketentuan adanya pelestarian akta dan syarat-syarat memperoleh tanda
tangan elektronik wajib terpenuhi. Dalam kondisi ini, tindakan tersebut dapat
mempertahankan semua elemen atau kualitasnya, seperti tanggal hukum, kekuatan
pembuktian, dan penegakan.23 Hal ini telah diperkuat pada Pasal 1316 KUHPerdata Perancis
yang menyatakan bahwa “Sebuah dokumen dalam bentuk elektronik dapat diterima sebagai
bukti dengan cara yang sama seperti dokumen berbasis kertas, asalkan orang yang
memberikannya dapat diidentifikasi dengan semestinya dan dibuat serta disimpan dalam
kondisi yang diperhitungkan untuk mengamankan integritasnya.”24

Peraturan perundang-undangan Negara Belgia dan Perancis telah mengatur jelas kaitannya
dengan legalitas penerapan akta otentik berbasis elektronik, bahkan dalam kehidupan nyata,
notaris di kedua negara tersebut telah menerapkan pembuatan akta otentik tanpa kertas dan
melibatkan konferensi video dengan penghadapnya. Melihat adanya payung hukum yang
jelas terkait Cyber Notary di Negara Belgia dan Perancis, maka pemberlakuan Cyber Notary
dan regulasinya di Negara Indonesia harus berkaca pada kedua Negara tersebut. Untuk
memperoleh landasan hukum yang kuat terkait Cyber Notary, Indonesia harus mengubah
beberapa regulasinya, diantaranya Undang-Undang Jabatan Notaris, Pasal 1868 Kitab

20
Loyens Loeff, 2019, “Belgian Notaries and Digitalisation: A (New) Love Affair”,
https://www.loyensloeff.com/ch/en/news/belgian-notaries-and-digitalisation-anew-love-affair-n15833/, diakses
pada 4 Desember 2020
21
Notaires de France, 2017, “Electronic Authentic Act or AAE”, https://www.notaires.fr/en/notaire/role-notaire-
and-his-principal-activities/notarizeddocument-authentic-deed, diakses pada 13 Desember 2020
22
Edmon Makarim, “Modul Cyber Notary/E-Notary”, Loc. Cit
23
Notaires de France, Loc. Cit
24
Edmon Makarim, “Modul Cyber Notary/E-Notary”, Loc. Cit.

16
Undang-Undang Hukum Perdata, dan Pasal 5 ayat (4) huruf b UndangUndang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dengan adanya perubahan terhadap beberapa regulasi tersebut,
diharapkan implementasi Cyber Notary di Indonesia dapat menjamin dan mengedepankan
asas kepastian, kemanfaatan, dan ketertiban hukum, serta memiliki payung hukum yang jelas
terkait Cyber Notary.

C. NOTARIS DALAM MENGHADAPI ERA DISRUPSI DIGITAL


Di era digital dan perkembangan teknologi seperti sekarang, arus informasi berjalan begitu
cepat, teknologi internet telah mengubah pandangan seseorang dalam mendapatkaninformasi.
Menghadapi era termutakhir masa kini, perkembangan ekonomi digital telah membuka
berbagai kemungkinan baru sekaligus meningkatkan resiko secara bersamaan. Pengaruh
globalisasi pada saat sekarang ini tidak bisa dihindari, sebab “ketika informasi mengalir
dengan kebebasan yang relative, maka penghalang geografis yang lama menjadi tidak
relevan.” Menolak globalisasi adalah hal yang sangat sulit dilakukan, walau tidak boleh
dikatakan kemustahilan dan pada akhirnya diperlukan filter sebagai alat untuk menyeleksi
hal-hal baik yang bisa diadopsi dan menjauhi hal yang buruk bagi suatu bangsa, termasuk
bangsa Indonesia.25

Era digital pada saat ini disebut Era Dirupsi Digital. Dirupsi digital merupakan perubahan
secara besar-besaran yang menandai sebuah era dari yang sifatnya offline ke Online.
Perubahan Era dirupsi ini menjadi sebuah tantangan yang besar terkhusus bagi Calon-Calon
Notaris yang sedang mempersiapkan menjadi Pejabat Publik. Calon Notaris adalah orang
yang dididik dan dipersiapkan untuk menduduki jabatan sebagai pejabat umum yang
berwenang untuk membuat akta Autentik dan kewenangan lainnya yang disebutkan diatas
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

Notaris merupakan pejabat publik yang dikehendaki untuk membantu dan melayani
masyarakat yang membutuhkan alat bukti tertulis Autentik mengenai keadaan, peristiwa, atau
perbuatan hukum. Jika seorang Pejabat (Notaris) melakukan tindakan diluar wewenang maka
dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang (Hadjon, 1997).

Profesi hukum seperti Notaris adalah pejabat yang diangkat untuk membuat alat bukti
otentik. Alat bukti itu dibuat dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan dan membutuhkan pendidikan serta keahlian khusus maka untuk digantikan oleh
robot secara massal itu tidak mungkin karena tiap kasus ada spesifikasi tersendiri yang
25
Soediro, Hubungan Hukum dan Globalisasi Upaya Mengantisipasi Dampak Negatifnya, Jurnal Kosmik
Hukum, Vol.17 No.1, 2017, hal.29-30

17
membutuhkan pemikiran yang virtual dan harus beretika, jujur serta spiritual. Demikian juga
dengan profesi advokat, hakim, jaksa maupun polisi.

Dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5491, 2014) ditentukan kewenangan Notaris.

Pasal 1

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta Autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini atau berdasarkan
Undang-Undang lainnya.

Pasal 15 (1)

Notaris berwenang membuat Akta Autentik mengenai sebuah perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh peraturan Perundang-Undangan dan/atau yang
dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta Autentik, menjamin
kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan Grosse, Salinan dan
Kutipan Akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta tidak ditugaskan atai dikecualikan
kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang.

Pasal 15 (2)

Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Notaris berwenang pula
a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal dan Surat di bawah tangan
dengan mendaftar dalam Buku Khusus.
b) Membukukan Surat dibawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus.
c) Membuat Kopi dari asli Surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian
sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan.
d) Melakukan pengesahan Kecocokan Fotocopi dengan surat aslinya
e) Memberikan penyuluhan Hukum sehubungan dengan Pembuatan Akta.
f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan, atau
g) Membuatan Akta Risalah Lelang

Berdasarkan perkembangan saat ini, Notaris terutama Calon Notaris harus dapat
mempersiapkannya, karena teknologi informasi memengaruhi perilaku termasuk

18
mempermudah beragam kebutuhan dan pekerjaan manusia. Begitu pula, peran Notaris harus
dapat memahami teknologi informasi untuk kepengurusan prodak hukum yang dihasilkan.
Sebagai contoh, Pendaftaran Tanah, Pengecekkan Sertifikat, Hak Tanggungan Online, dan
lainnya. Bahkan, Proses pendaftaran tanah, Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pertanahan Nasional mengeluarkan program pendaftaran Tanah berbasis Elektronik System.
Elektronik System adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. Proses
pendaftaran ini belum sepenuhnya murni, disebabkan Pemerintah belum mengatur secara
tegas tentang Pendaftaran berbasis Elektronik System. Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5/SE-
100/1/2015.

Dalam Surat Edaran tersebut bertujuan untuk memudahkan akses masyarakat terhadap
layanan pertanahan, Meningkatkan mutu layanan dasar publik bidang pertanahan,
Meningkatkan integritas dan predikat persepsi anti korupsi dan Memodernisasi layanan dan
tata kelola Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan.(Surat Edaran Nomor 5/SE-100/I/2015,
Sekretaris Umum Kementrian Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional,
2015). Fakta yang terjadi apabila tidak diterapkan secara Elektronik System pelayanan lama
atau berbelit, Sumber daya Manusia tidak seimbang dengan pekerjaan, Produksi sertipikat
dengan kertas dan dengan sistem yang dilakukan secara manual tidak efektif dan efisien,
Sertipikat mudah rusak, mudah hilang, dan mudah dipalsukan. Sehingga berdasarkan fakta
terjadi, pada dasarnya dengan adanya Elektronik System lebih memudahkan proses
Pendaftaran tanah, karena bertujuan untuk pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi
elektronik yang dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian,
itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian
kegiatan secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur yang dilakukan oleh
pemerintah, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta daftar
mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda
bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan
rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya (Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, 1997). Pendaftaran tanah diselenggarakan untuk
menjamin kepastian hukum yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan
pemerintah.

19
Berdasarkan Kewenangan yang dilakukan oleh Notaris, maka untuk menjadi seorang Notaris
harus dilalui oleh menjadi Calon Notaris. Calon Notaris adalah orang yang dididik dan
dipersiapkan untuk menduduki jabatan sebagai pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta Autentik dan kewenangan lainnya yang disebutkan diatas sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Rahman, 2014). Karena tidak ada pengaturan
untuk menjelaskan siapa Calon Notaris, maka penulis menyimpulkan Calon Notaris adalah
calon pejabat Publik yang sedang mengikuti beberapa tahap dan syarat untuk menjadi
seorang Notaris. Proses untuk menjadi seorang Notaris dilalui beberapa tahap, selain harus
lulus dari Pendidikan “Magister” Kenotariatan, kemudian Mendaftar Anggota Luar Biasa
(ALB), Ujian Pra Magang, Magang, memiliki Poin sebanyak 30 Point Sertifikat, Ujian dan
lainnya.

Berdasarkan Perkembangan yang terjadi saat ini terdapat pendapat dari beberapaAnggota
Luar Biasa (ALB) mengenai “Era Disrupsi digital, Peluang atau Tantangan. Menurut Ruci
Pebriyani, S.H., M.Kn, dan Annisa Dwi Laksana, S.H.,M.Kn bahwa “Di Era digital ini atau
disebut dengan Era Disrupsi Digital, Calon Notaris dengan adanya Elektronik System atau
Online dapat lebih memudahkan pekerjaan, artinya ini adalah Sebuah PELUANG bagi semua
Calon-calon Notaris yang akan diangkat selanjutnya. Peluang adalah sebuah Paksaan yang
harus dihadapi, tujuannya agar dapat menyesuaikan dengan Notaris lainnya. Cara yang harus
disiapkan oleh Calon-calon Notaris yaitu :

a) Mengikuti Peraturan, karena Peraturan akan terus berganti suatu waktu. Artinya,
Mengupgrade ilmu yang diperoleh.
b) Mengikuti Media, artinya Media apa yang saat ini sedang Booming, karena Notaris
merupakan Pejabat Publik, yang mana berhadapan dengan Klien, jadi, dengan mengikuti
Media, dapat dijadikan sebagai alat untuk pendekatan melalui dengan memberikan Solusi
apa yang harus diberikan oleh Notaris kepada Klien.
c) Mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi di era 4.0 ini dan mampu
memanfaatkan teknologi Artificial Inteligence dalam melakukan tanggung jawabnya
sebagai pejabat umum. Contohnya, PPAT sudah mulai dilakukannya HT Elektronik,
kemudian aktivitas Notaris dilakukan secara Online melalui Dirjen AHU, dan lainnya.
d) Memiliki daya saing di tingkat global.
e) Mengembangkan diri melalui Skill yang dimiliki dengan meningkatkan kualitasnya dan
Melek teknologi informasi.

20
f) Mengatur Akan hal-hal, Kewajiban, Larangan, serta Kode Etik Notaris.
g) Setelah Lulus dari Pendidikan Kenotariatan, mengikuti Magang baik secara Bersama
maupun Individu pada Kantor Notaris. Yang mana tujuannya agar dapat melihat secara
langsung bagaimana tindakan seorang Notaris ketika bertemu dengan Klien. Karena
dengan mengikuti Magang, dapat memberikan gambaran menjadi Seorang Notaris
(Pebriyani, 2019) (Laksana, 2019).

Namun, berbeda dengan Muhammad Dany Setiawan, S.H.,MKn yang merupakan Anggota
Luar Biasa (ALB) mengatakan bahwa Era Digital ini adalah sebuah tantangan. Produk yang
dihasilkan oleh Notaris adalah Autentik yang artinya harus hitam di atas putih, jika
diberlakukan Online semua bagaimana. Penyesuaian kembali dengan Hal baru sedangkan
selama ini dilakukan secara Manual, Jika online mungkin dapat dilakukan Manipulasi
misalnya Tanda tangan, serta Rentan akan Hack dan lainnya jika dilakukan secara Online,
namun harus tetap ada Back up. Tantangan yang dimaksud berupa Calon Notaris dipaksa
untuk Melek akan teknologi dan informasi.

Berdasarkan pendapat Anggota Luar Biasa (ALB) diatas, dapat disimpulkan era digitalisasi
baik disebut “Peluang maupun Tantangan” Calon Notaris harus tetap Melek akan tekonologi
yang terjadi saat ini, karena Peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat. Tanpa
Disadari, Teknologi menjadi “Raja” dari kehidupan saat ini. Semua pekerjaan yang pada
mulanya sulit dijangkau kini dapat lebih mudah dan cepat. Hal ini membawa banyak manfaat
dan kebaikan. Salah satu yang terasa adalah terjalinnya hubungan internasional baik bidang
pendidikan maupun Dunia bisnis. Namun, digitalisasi juga melahirkan ancaman. Revolusi
Industri 4.0 adalah revolusi dengan basis cyber physical system (Tuah, 2018). Yang artinya
robot dengan kecerdasan buatan atau artifisial mulai menyebar dan merebut posisi manusia di
kancah pekerjaan. Menurut Ranti Fauza Mayana. SH. Sp.N (Notaris Bandung).

Notaris dan PPAT dalam menjalankan profesi diwajibkan untuk menyesuaikan dan mengikuti
perkembangan di era globalisasi dan revolusi industri 4.0 dan 5.0 dimana banyak kegiatan
bisnis dan transaksi yang dilakukan melalui sarana elektronik berbasis data terintegrasi,
contoh beberapa tahun yang lalu kita diperkenalkan dengan system Fidusia online,
selanjutnya pendaftaran Badan Hukum secara online melalui SABH (Sistem Administrasi
Badan Hukum). Sistem Data Elektronik Terpadu sebagai sarana dan peluang untuk membuat
Pekerjaan Notaris / PPAT menjadi lebih mudah, cepat, tepat dan efisien.

21
Era Digitalitasi yang berbasis cyber physical system adalah aspek dalam cyber system
revolusi industri 4.0. Sistem ini memungkinkan terhubungnya alat yang berbentuk fisik
dengan jaringan internet.Sistem ini, adanya kontrol dan respons dari internet kepada mesin
berbentuk fisik melalui actuator dan sensor. Actuator merupakan alat kendali yang dapat
digunakan untuk mengontrol penggunaan sebuah alat dari jarak jauh (KA,2018). Artinya,
semakin berkembangnya zaman saat ini, apabila tidak tidak mengikuti perkembangan maka
akan tertinggal oleh zaman.

Tantangan Revolusi Industri 4.0 kedepannya adalah pada persoalan :

a) Masalah keamanan teknologi informasi


b) Tantangan pada keandalan dan stabilitas mesin produksi
c) Tantangan pada kurangnya suatu keterampilan yang memadai
d) Terdapat pada keengganan untuk berubah oleh para pemangku suatu kepentingan
e) Tantangan hilangnya banyak pekerjaan karena terjadinya otomatisasi Kemudahan dalam
rangka menghadapi era digital :
1) Bahwa Cybernotary, dalam hal notaris yang menjalankan fungsi jabatan dan
kewenangannya dapat terbantu pada tuntutan percepatan ide pelayanan jasa;
2) Bahwa transaksi secara elektronik dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya harus tetap mempertahankan prinsip
utama dari peran berinteraksi langsung dengan warga, menyediakan struktur hukum
yang aman untuk transaksi dan pengawasan yang diperlukan;
3) Bahwa jaminan akan kepastian hukum, perdamaian hukum, kecepatan dan hemat
biaya untuk mendapatkan surat/akta dan izin-izin yang diperlukan terkait dengan
jenis perusahan bagi pelaku usaha merupakan tantangan yang dihadapi agar menjadi
peluang di dalam berusaha.
4) Bahwa setiap inovasi yang merupakan bagian dari siklus digital diperlukan refleksi
yang sadar untuk mempertanyakan apakah transaksi tanpa bantuan pihak ke tiga yang
terpercaya benar-benar lebih menjamin kepastian hukum dan perlindungan
konsumen.
5) Bahwa peran notaris (Latin) atau Civil Law dikemudian hari di Indonesia ditentukan
oleh politik hukum dan kesadaran hukum di dalam penentuan pembuat Undang-
Undang mengenai hakikat jabatan notaris, tata cara pembuatan akta notaris serta ciri-
ciri akta notaris.

22
Kepastian hukum, menurut N.E. Algra et al, adalah ketentuan tentang suatu hal yang
dibolehkan dan yang tidak dibolehkan menurut hukum dan mengenai hak dan kewajiban. 26
Aspek yang penting dari suatu kepastian hukum adalah putusan hakim karena hal itu dapat
diramalkan terlebih dahulu. Menurut L.J. van Apeldoorn, kepastian hukum mempunyai dua
bagian, ialah:

1) Tentang yang bisa diatur oleh (bepaalbaarheid) hukum pada suatu perihal yang
konkrit, yaitu sebelum para pihak-pihak yang memulai perkara terlebih dahulu
mencari tahu apakah dasar hukumnya dari suatu hal yang khusus. Menurut Roscoe
Pound yang adalah bagian predictability (kemungkinan meramalkan).
2) Hukum yang pasti adalah hukum yang bisa memberi rasa aman, diamana artinya ialah
perlindungan hukum untuk pihak berperkara dari tindakan kesewenang-wenangan
hakim.27

26
N.E. Algra et al, Mula Hukum terjemahan J.C.T Simorangkir dari Rechtsaanvang, Bimacipta, Jakarta, hal.44
27
L.J Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita cet.29, Jakarta, 2001, hal.117

23
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Implementasi Cyber Notary memiliki berbagai keuntungan, yakni pelaksanaannya akan lebih
efektif dan efisien dibandingkan dengan konvensional, baik dari segi tugas, waktu dan biaya.
Indonesia juga telah memiliki digital signature atau digital certificate terpercaya, yang mana
dokumen akta elektronik tidak perlu diragukan lagi keamanan dan legalitasnya. Keterkaitan
Cyber Notary dengan ketiga aspek fundamental reformasi birokrasi (inovasi, kolaborasi, dan
penggunaan TIK) merupakan hal pendukung diimplementasikannya birokrasi Cyber Notary
di Indonesia, sebab dapat membantu penyelenggaraan pemerintah yang mencapai good
governance.

Cyber Notary di Negara Belgia dan Perancis telah diatur jelas dalam peraturan perundang-
undangannya. Dalam praktiknya, notaris di kedua negara tersebut telah membuat akta tanpa
kertas dan menggunakan konferensi video dengan penghadapnya. Untuk memperoleh
landasan hukum yang kuat terkait Cyber Notary, Indonesia harus mengubah beberapa
regulasi, diantaranya Undang-Undang Jabatan Notaris, Pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, dan Pasal 5 ayat (4) huruf b UndangUndang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

Konsep Notaris menghendaki Notaris maupun Calon Notaris harus “dapat mengikuti dan
menyesuaikan perkembangan teknologi saat ini” yang artinya ini adalah Peluang dan
Tantangan yang harus dipersiapkan, karena Peluang dan Tantangan tidak dapat dipisahkan
satu sama lain. Tanpa Disadari, Teknologi menjadi “Raja” dari kehidupan saat ini. Semua
pekerjaan yang mulanya sulit dijangkau kini dapat lebih mudah dan cepat. Hal ini membawa
banyak manfaat dan kebaikan. Salah satu yang terasa adalah terjalinnya hubungan jarak jauh
baik bidang pendidikan maupun Dunia bisnis. Namun, digitalisasi juga melahirkan ancaman.
Revolusi Industri 4.0 adalah revolusi dengan basis cyber physical system. Cyber physical
System adalah aspek dalam cyber-system revolusi industri 4.0. Sistem ini memungkinkan
terhubungnya alat yang berbentuk fisik dengan jaringan internet.

24
B. SARAN
Notaris harus mempersiapkan diri dalam persaingan global di era globalisasi dengan
meningkatkan kemampuan dan pemahaman dalam pengelolaan data elektronik yang handal,
aman dan nyaman agar dapat meningkatkan peranan Notaris sesuai dengan aktivitas
kehidupan masyarakat di era globalisasi saat ini.

25
DAFTAR PUSTAKA

A. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-undang nomor 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 30 tahun
2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

B. BUKU
Adjie, H. 2014. Hukum Notaris Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
Apeldoorn, L.J Van. 2001. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita.
Barkatullah, A. H. 2017. Hukum Transaksi Elektronik. Bandung: Nusa Media.
Budiono, Herlien. 2007. Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan.
Bandung: Citra Aditya Bakti.
Didik, Masur dan Elisatris Gultom. 2009. Cyber Law; Aspek Hukum Teknologi Informasi,
cetakan ke-2, Bandung.
Makarim, Edmon. 2013. Notaris dan Transaksi Elektronik; Kajian Hukum tentag Cyber
Notary atau Electronic Notary. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.
Makarim, Edmon. 2013. Notaris dan Transaksi Elektronik : Kajian Hukum Tentang Cyber
Notary atau Electronic Notary. Jakarta: Rajawali Pers.
Makarim, Edmon. 2011. Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan : Kajian Hukum
Terhadap Kemungkinan Cyber Notary di Indonesia. Jakarta: Hukum dan
Pembangunan 3.
Nations, United (Department of Economic and Social Affairs). 2020. EGovernment Survey
2020. New York: United Nations.
Nurita, Emma. 2012. Cyber Notary; Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran. Bandung:
Refika Aditama.
Notodisoerjo, R. Soegondo. 1993. Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan. Jakaarta:
Raja Grafindo Persada.

26
Prajitno, Andi. 2010. Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia.
Surabaya: CV. Putra Media Nusantara.
Rumokoy, Donald A. dan Frans Maramis. 2016. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Rajawali
Pers.
Sutarman. 2009. Pengantar Teknologi Informasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Tobing, Lumban. 1999. Peraturan Jabatan Notaris. Jakarta: Erlangga.

C. JURNAL
Makarim, Edmon, 2011, “Modernisasi Hukum Notaris Masa Depan: Kajian Hukum
Terhadap Kemungkinan Cyber Notary di Indonesia”, Jurnal Hukum dan
Pembangunan Tahun ke-41 Nomor 3, Juli-September, hlm 493.
Pratama, Rizky Hersya, “Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK), Elektronik Rukun Tetangga/Rukun Warga (e-RT/RW) (Studi e-Government
di Kelurahan Ketintang Kecamatan Gayungan Pemerintah Kota Surabaya)”, Jurnal
Administrasi Publik (JAP), Volume 3, Nomor 12 , hlm. 2129.
Prihanto, Igif G., 2013, “Studi Komparasi Pengembangan e‐Government Negara‐Negara
Anggota Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Mendukung Pengembangan e‐
Government di Indonesia”, Jurnal IPTEK‐KOM, Volume 15, Nomor 2, Desember,
hlm. 157.
Setiadewi, Kadek, 2020, “Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Sebagai Akta
Otentik”, Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Universitas Pendidikan Ganesha,
Volume 6, Nomor 1, Februari, hlm. 127.
Setiawan, Irfan, 2019, “Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam
Menghadapi Era Revolusi Industri 4.0 Di Kota Pontianak”, Jurnal Teknologi dan
Komunikasi Pemerintahan, Volume 1, Nomor 1, Oktober, hlm. 3.
Setyawan, Adam Azis Rachma, 2017, “Implementasi Pendirian Perseroan Terbatas Oleh
Notaris Menurut Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 1 Tahun
2016”, Jurnal Privat Law, Vol. V No. 1, hlm. 44.
Sinaga, Herianto, 2015, “Tanggung Jawab Werda Notaris Terhadap Akta yang Dibuatnya”,
Jurnal Premise Law, Volume 6, hlm. 1.
Sugianto, Qisthi Fauziyyah, 2019, “Peluang dan Tantangan Calon Notaris Dalam
Menghadapi Perkembangan Disrupsi Era Digital”, Jurnal Notarius, Volume 12,
Nomor 2, hlm. 658.

27
Waston, 2019, “Strategi Menang Dalam Revolusi Industri 4.0 (Perspektif Filsafat Thomas
Kuhn)”, The 10th University Research Colloqium 2019 Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong, hlm. 344.
Yusriadi, Misnawati, 2017 “Reformasi Birokrasi Dalam Pelayanan Publik (Studi Pelayanan
Terpadu Satu Pintu)”, Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi Publik, Volume 7, Nomor 2,
Juli – Desember, hlm. 100.
Zuhro, R. Siti, 2010, “Good Governance dan Reformasi Birokrasi di Indonesia”, Jurnal
Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Vol. 7 No. 1, hlm 2.

D. INTERNET
France, Notaires de, 2017, “Electronic Authentic Act or AAE”,
https://www.notaires.fr/en/notaire/role-notaire-and-his-principalactivities/notarized-
document-authentic-deed, (diakses pada 13 Desember 2020).
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, 2009, “Reformasi
Birokrasi”, https://www.menpan.go.id/site/reformasibirokrasi/makna-dan-tujuan,
(diakses 26 Oktober 2020).
Loeff, Loyens, 2019, “Belgian Notaries and Digitalisation: A (New) Love Affair”,
https://www.loyensloeff.com/ch/en/news/belgian-notaries-anddigitalisation-a-new-
love-affair-n15833/, (diakses pada 4 Desember 2020).
Notaris, Dunia, 2021, “Jasa Notaris (Layanan)”, https://dunianotaris.com/shop, (diakses pada
12 Januari 2021).
PrivyID, 2018, “Kesiapan Notaris Indonesia dalam Menyongsong Cyber Notary”,
https://blog.privy.id/kesiapan-notaris-menyongsong-cybernotary/, (diakses pada 24
November 2020).
Republik Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, 2019, “Reformasi Birokrasi Kemenko PMK”,
https://www.kemenkopmk.go.id/index.php/RB/profil, (diakses pada 5 Januari 2021).
Umum, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum, 2020, “Panduan Penggunaan AHU
Online”, https://panduan.ahu.go.id/doku.php, (diakses pada 6 Januari 2020).

28

Anda mungkin juga menyukai