Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MAKALAH

URGENSI POLITIK HUKUM DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN


TERKAIT PEMBERLAKUAN UNDANG-UNDANG INFORMASI TRANSAKSI
ELEKTRONIK (UU ITE) DALAM MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Dr. Herwin Sulistyowati, S.H., M.H

DISUSUN OLEH :

SUNARNO (KELAS SOLO 4)

MAGISTER ILMU HUKUM

UNIVERSITAS SURAKARTA

2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Perkembangan teknologi dan informasi yang telah berkembang pada saat


sekarang ini telah mengalami kemajuan yang pesat dari masa ke masa.
Perkembangan teknologi yang terjadi memberikan kemudahan untuk melakukan
aktivitas, berinteraksi, serta melakukan komunikasi dengan individu lainnya. 1
Perkembangan teknologi informasi yang terjadi secara terus menerus telah
menyebabkan dunia tanpa batas (bordless) yang akibatnya yaitu perubahan sosial
yang begitu cepat. Hadirnya teknologi informasi pada saat ini bagi pedang bermata
dua, yaitu selain memberikan selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum.2
Perkembangan teknologi dan internet yang berkembang sangat cepat
memberikan kebebasan bagi penggunanya yang mana belakangan ini banyak
disalahgunakan oleh penggunanya sehingga tidak mempedulikan lagi batasan-
batasan moril dalam menggunakan teknologi tersebut, sehingga memunculkan
masalah bagi masyarakat. Masalah yang muncul akibat dari penyalahgunaan
teknologi tersebut yaitu berkaitan halnya dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik. Untuk itu, diperlukannya undang-undang yang dapat
mengatasi masalah Ini.
Indonesia sendiri membuat peraturan untuk menanggulangi kejahatan yang
berkaitan dengan penggunaan media elektronik yang berhasil disahkan melalui
kebijakan hukum pidana, yaitu UU No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Disahkannya UU ITE dilakukan dari mulai rancangan undang-undang
(RUU) ITE sampai pada akhirnya menjadi undang-undang.

1
Nur Rahmawati, Muslichatun, M. Marizal, 2021, Kebebasan Berpendapat Terhadap Pemerintah Melalui Media
Sosial Dalam Perspektif UU ITE, Vol.3, No.1, hlm.62
2
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm 1.
Undang-undang ITE yang merupakan bentuk formal dari sebuah sistem
dengan tujuan memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna
dan penyelenggara Teknologi Informasi. Kecemasan pengguna dan penyelengara
inilah maka terbentukalah sebuah undang-undang yang diyakini mampu sebagai
sistem kontrol teknologi informasi.
Sebagai payung hukum yang sah serta mengikat untuk setiap langkah yang
dilakukan dalam memanfaatkan media-media teknologi informasi dan komunikasi,
pemerintah kemudian membuat Undangundang No 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Dalam sebuah Undang-Undang pasti mempunyai cakupan
materi yang menjelaskan sejauh apa aturan di dalamnya. Hal ini tentunya perlu
dijelaskan dan perlu diketahui tentang materi apa yang dicakup dalam UU ITE yang
merupakan pengaturan cyberlaw pertama di Indonesia yang mengatur secara khusus
tentang informasi dan transaksi teknologi. Materi UU ITE dapat dikelompokan menjadi
dua bagian yaitu pengaturan informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan
3
mengenai perbuatan pidana dalam ruang lingkup informasi dan transaksi elektronik.
Berkaitan dengan delik pencemaran nama baik dalam UU ITE, banyaknya
kasus yang terjerat dengan adanya Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, berdasarkan data dari
Southeast Asian Freedom of Expression Network sejak tahun 2008 hingga 2019 UU
ITE diundangkan, terdapat sebanyak 271 laporan kasus ke polisi terkait pelanggaran
4
yang terjadi.

Berbagai pembaharuan dalam ranah teknologi sering dikaitkan dengan


munculnya Era revolusi industri 4.0, bermacam fasilitas disuguhkan dalam
mengurangi beban kerja manusia, diantaranya dengan menciptakan robot buatan
yang didesign menyerupai manusia baik dalam hal fisik maupun kecerdasannya,
adanya pembuatan rekayasa genetik sampai pada tingkat otomatisasi yang
berdampak pada pergeseran dalam ranah sosial. Berbagai perubahan yang terjadi
akibat adanya revolusi industri ini berdampak pada segi kehidupan manusia. Kondisi
ini terjadi baik dalam ranah publik maupun privat yang sasarannya mendominasi pada
kaum milenial. Perubahan yang terjadi berdampak besar dalam kehidupan

3
Radita Setiawan & M.Okky Arista, 2013, Efektivitas Undang-udang Informasi dan Transaksi Elektronik dalam
Aspek Hukum Pidana, Vol 2 no 2, hlm.143
4
Rachmawati, F. A., & Taduri, J. N. A, 2021, Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap Unsur Penghinaan dan
Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum Universitas
Negeri Semarang, 7(2), hlm.501 7 Ibid, hlm.503.
bermasyarakat diberbagai kalangan yang akibatnya mengarah pada terjadinya
revolusi sosial.

Di era teknologi informasi pembentukan peraturan perundang-undangan perlu


dilihat dari berbagai aspek. Sebagai contoh pada ranah pemanfaatan dan
pengembangan jurudiksi dan konflik hukum, internet dan rule of law, legalitas hukum
mengenai dokumen dan tanda tangan elektronik, caracara penyelesaian sengketa
domain danpengaturan conten, serta privasi dan perlindungan konsumen.5

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Politik Hukum Dalam Penegakan UU ITE di Indonesia

Dari muatan UU ITE dapat kita kelompokan, bagian satu terkandung ilegal konten,
diantaranya informasi SARA, Ujaran Kebencian, Hoaks,penipuan online, pornografi, judi
online, dan pencemaran nama baik. Sub-bagian kedua mengatur tentang hacking. Sub-
bagian ketiga mengatur tentang illegal interception atau bentuk [enyadapan, dan sub-bagian
empat terkait data interference.
Dalam menegakkan UU ITE ini membuat masyarakat dan penegak hukum dilema.
Jika ditegakkan sangat riskan, terutama dalam hal kebebasan berpendapat yang merupakan
bagian dari HAM. Dan/atau mengemukakan pendapat melalui media sosial adanya
penyumbatan komunikasi antara rakyat dan negara. Bisa saja, “kritik” itu menjadi solusi untuk
memperbaiki kerja pemerintah yang selama ini dianggap tidak sejalan dengan kehendak
rakyat.
Di sisi yang lain media sosial yang yang tidak diatur dengan baik dan jelas dapat
digunakan senagai sarana untuk menjatuhkan lawan, berpendapat tanpa bertanggung
jawab, ujaran kebencian, caci maki, penghinaan hingga menjurus ke serangan SARA yang
seringkali menimbulkan ketegangan. Adapun beberapa permasalahan dalam penerapan
6
Undang-Undang ITE khususnya Pasal 27 ayat (3) sebagai berikut :
1) Lapisan hukum rumusan pasal tidak ketat/rigid/multitafsir. Bukan norma hukum baru
sehingga ada dulikasi pasal dibanyak undang-undang dan KUHP.

5
Sujamawardi, L. H. (2018). Analisis Yuridis Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dialogia
Iuridica: Jurnal Hukum Bisnis Dan Investasi, 9(2).
6
M. Nanda Setiawan, Mengkritisi Undang-Undang ITE Pasal 27 Ayat (3) Dilihat Dari Sosio-Politik Hukum Pidana
Indonesia, vol. 2 no.11, Februari-Juli 2021, Padang, hlm. 13-14
2) Lapisan penerapan ketidakpahaman Aparat Penegak Hukum di lapangan tentang BEE
(Barang Bukti Elektronik). Pemanggilan saksi ahli ITE tidak di penyidikan dan
pengadilan, penyelewengan dari delik aduan absolut dan naturlijkpersoon di kasus
defamasi dan penyelewengan dari larangan hoax di kasus ujaran kebencian.
3) Lapisan dampak menimbulkan konsekuensi tidak diinginkan karena di dalam
masyarakat UU ITE. Dampak sosial meluasnya efek ketakutan misal, UU ITE dipakai
untuk balas dendam, barter kasus, alat shock therapy, membungkam kritik dan
persekusi. Dampak politik para politisi dan kekuasaan menggunakan UU ITE untuk
menjatuhkan lawan-lawannya.
Dalam menegakkan norma hukum di Indoneisa lebih – lebih terkait dengan UU ITE ini
juga tidak lepas dari yang kita kenal dengan adanya keterlibatan dari peran social
budaya.7Manusia seperti kita ketahui merupakan mahluk sosial yang tidak terlepas dari
kehidupan sehari harinya Bersama dan berintraksi dengan sesame manusia, dari sana
kemudian timbul percakapan yang secara lansung ataupun tidak langsung. Dari fakta ini kita
mengetahui bahwa memang manusia secara alami merupakan mahluk yang tidak bisa lepas
dengan kehidupan bersama orang lain. Ini biasanya berlangsung juga dimedia sosial yang
juga berdampak dalam penegakan hukum UU ITE ini, sosial budaya yang dimaksud disini
juga terkait dengan bagaimana masyarakat mengetahui peraturan yang ada sehingga
kenudian mereka tidak buta dalam berbuat, karena semua yang kita perbuat di media sosial
ada konsekuensinya.
UU ITE merupakan payung hukum yang melingkupi kegiatan transaksi atau
perdagangan elektronik dunia maya (Cyberspace) tersebut. Namun sejak kelahiran Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang ITE tersebut, permasalahan dam undang-undang
tersebut dan Pasal-Pasal pencemaran nama baik atau delik reputasi pada undang-undang
tersebut memiliki banyak cacat bawaan dan inkonsistensi dhukum pidana.
Seperti yang disampaikan oleh Mahfud MD dalam bukunya Politik Hukum di Indonesia
tujuan utama dalam kehidupan masyarakat adalah untuk menciptakan ketertiban, 8 yang
mana tujuan ini dapat dicapai dengan menggunakan cara – cara atau prosedur yang disusun
sedemikian rupa yang mana cara – cara ini penting untuk tujuan tersebut guna mencapai
substansi ketertiban tersebut. Maka sejalan denga napa yang diharapkan olehn adanya
hukum seperti yang disebutkan diatas soal kemanfaatan, keadilan, perlindungan dan

7
Abdul Latif M. Faktor yang Mempengaruhi Politik Hukum dalam Suatu Pembentukan Hukum. Jurnal Kepastian
Hukum dan Keadilan. Vol. 1 No. 1 ( 2019 )
8
Mahfud MD. Politik Hukum Di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Depok. 2018. Hlm 27.
kepastian hukum. tentunya melalui penegakan UU ITE ini diharapkan mampu mencipatakan
apa yang tersebut diatas.
Terkait dengan dengan bagaimana pengaruh politik dalam penegakan hukum Danile
S Lev dalam bukunya Mahfud MD menjelaskan bahwa hukum di Indonesia mendapatkan
intervensi yang sangat kuat dari politik, Sri Soemantri menyampaikan bahwa politik Dan
hukum di Indonesia layaknya sebuah kereta api yang mana hukum adalah rel kereta api dan
lokomotif nya adalah politik, sehingga sering sekali politik ini keluar dari rel hukum. sehingga
kita Kembali pada pendapat Prof. Sajcipta Raharjo yang megatakan bahwa Hukum Ketika
berhadapan dengan politik selalu pada posisi yang dilemahkan.9
Dalam penegakan norma Hukum UU ITE ini memang menimbulkan banyak sekali pro
dan kontra, kadang apparat penegak hukum dikatakan sangat tajam ke masyarakat kecil dan
kadang sangat tumpul kepada mereka yang memiliki kedudukan super power didalam
masyarakat, bisa kemudian kita lihat bagaimana kasus – kasus ITE yang menjerat misalnya
Baiq Nuril yang dilaporkan oleh mantan kepala sekolahnya sendiri sehingga membuat dia
harus mendekam dijeruji besi, ada juga sekarang kita melihat beberapa aktivis dilaporkan
oleh Menteri Kabinet Joko Widodo yang kasusnya saat ini sedang berproses di Mabes Polri.
Serta ada juga contoh terbaru saat ini salah satu penceramah kondang Habib Bahr Bin smith
juga begitu menjadi tersangka langsung dijebloskan ke Penjara. Ini memnjadi contoh betapa
tajamnnya UU ITE kepada masyarakat dan lawan politik pemerintah atau lawan dari orang
yang berkuasa. Sehingga keadaan saat ini sangat sejalan apa yang disampaikan oleh Daniel
S Lev, Sacipto Raharjo, dan Sri sumantri yang mana posisi hukum Ketika dihadapkan dengan
politik berada pada posisi yang sangat lemah dan tidak berdaya.
Dalam rangka penegakan UU ITE di Indonesia ada beberapa hal pola pendekatan
yang bisa kemudian yang dilakukan oleh pemerintah diataranya secara preventif dan
refresif.10 Secara preventif yang dimaksud disini adalah bagaimana masyarakat dicerdaskan
terkait dengan UU ITE ini sehingga mereka tidak terjerat oleh tajamnya UU ITE ini, yang
kedua secara refresif adalah dengan menerapkan UU ITE misalnya terkait dengan
pencemaran nama baik, konten pornografi, SARA ataupun berita bohong. Sebelum upaya
penegakan secara refresif memang diminta kepada Aparat Penegak Hukum atau Pemerintah
lebih aktif guna mensosialisasikan UU ITE ini kepada masyarakat agar mereka tidak mudah
terjerat dengan pidana dari UU ITE ini.

9
Ibid. hlm 20 – 21
10
Dekie GG Kasenda. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penghinaan Melalui Media Elektronik. Jurnal Ilmu
Hukum Tambun Bungai. Vol. 3 No. 1 ( 2018 )
Saking rentannya UU ITE disalahgunakan oleh para petinggi negara melalui APH
pemerintah yang di gawangi oleh Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung dan Menteri
Komunikasi dan Informatik Republik Indonesia membuat surat kesepakatan atau surat
jeputusan Bersama ( SKB ) yang mana tujuan untuk menyamakan persepsi dalam penerapan
dan penegakan pasal – pasal pidana yang terdapat pada UU ITE ada beberapa pasal yang
menjadi konsen dari SKB ini adalah pasal 27 ayat 1, pasal 27 ayat 2, pasal 27 ayat 3, pasal
27 ayat 4, pasal 28 ayat 1, pasal 28 ayat 2, pasal 29 dan pasal 36. 11 Yang tersebut diatas
adalah pasal – pasal yang memang secara nyata banyak menyusahkan masyarakat dan rata
–rata yang terkena jeratannya adalah yang memang relasi kuasanya lemah. Sehingga
dengan diterbitakannya SKB ini diharapakan bisa mengurangi penyalahgunaan pasal – pasal
yang berpotensi membunuh nalar demokrasi bangsa Indonesia. Tentu kita ketahui bahwa
SKB ini terbit merupakan desakan public secara luas sehingga keluarlah politik hukum untuk
memberikan rasa nyaman dan ketertiban kepada masyarakat melalui peraturatan yang
dibuat oleh pemerintah tersebut.

B. Politik Hukum dalam Menghadapi Dampak Revolusi Industri 4.0

Indonesia merupakan negara hukum dengan memiliki banyak budaya serta adat
istiadat yang dianut oleh masyarakatnya. Terlebih lagi payung hukum yang dipegang bangsa
ini terdiri dari hukum posistif, hukum islam, dan hukum adat. Harmonisasi diantara ketiganya
sangatlah dibutuhkan dalam proses kemjuan serta pembaharuan hukum yang ada di
Indonesia. Dalam pembentukannya pemerintah harus bisa memperhatikan budaya hukum
yang ada dalam masyarakat serta cara pandang masyarakat terhadap hukum tersebut.
Melihat hal tersebut diiringi dengan munculnya tren Revolusi Industri 4.0 dan dengan
berbagai dampak yang ditimbulkan, secara beriringan muncul persoalan-persoalan baru dan
dengan kompleksnya persoalan baru tersebut. Sehingga ada beberapa persoalan yang tidak
bisa terselesaikan dengan tuntas, dengan alasan belum ada aturan yang mengatur persoalan
tersebut di dalam undang-undang, yang kemudian menimbulkan efek kesenjangan di dalam
kehidupan bermasyarakat.
Pemerintah dengan kebijakannya mengeluarkan undang-undang yang dikenal
dengan undangundang ITE yang bertujuan untuk menghadapi persoalan persoalan yang
muncul didalam masyarakat. Undang-undang tersebut dibentuk melalui kesepakatan

11
Konsideran Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No 229 tahun
bersama dalam rapat paripurna antara pemerintah dengan DPR. Hasil dari kesepakatan
tersebut mengandung amanat penting bagi masyarakat agar membangun etika dalam
penggunaan media sosial sehingga lebih berhati-hati dan bijak dalam menggunakan media
sosial (Rajab, 2018).
Upaya yang dialakukan pemerintah merupakan sikap dan respon dalam melihat
gentingnya fenomena yang terjadi, yaitu semakin maraknya pelanggaran-pelanggaran serta
tindakan yang diluar batas yang tidak sesuai dengan budaya yang dimiliki bangsa ini.
Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang ramah serta budayanya yang beragam.
Mencermin dari hal itu maka sepatutnya kelestarian baik itu etika maupun budaya harus tetap
dijaga dengan kuat sehingga akan terjaga dengan baik.
Bangsa yang beradab merupakan bangsa yang dicita-citakan dengan memiliki aturan
hukum yang adil dan tegas dalam penindakannya. Masyarakat yang segan akan hukum serta
taat akan aturan yang ada di dalamnya merupakan isapan jempol belaka jika tanpa didasari
dengan budaya yang baik serta hukum yang baik pula. Hukum yang terbentuk dari proses
politik hukum menjadi awal dari terbentuknya ketertiban hukum, karena produk yang
dihasilkan akan berpengaruh terhadap berbagai tatanan yang ada dalam masyarakat.
Pembaharuan hukum perlu dilakukan dalam rangka mengimbangi proses perubahan
zaman. Karena hukum harus bisa mengatur dan menyelesaikan prosoalan-persoalan yang
timbul dari fenomena yang ada. indonesia adalah negara hukum sepantasnya lebih
memperhatikan produk hukum yang dihasilkannya apakah hukum tersebut berkualitas
tidaknya serta bisa menertibkan masyarakat atau tidaknya. Dalam undang-undang ITE diatur
mengenai bagaimana cara bertindak dalam bersosial yang baik. Dalam undang-undang ini
membatasi masyarakat dalam memberikan informasi yang dianggap merugikan orang lain
dan mengarah kepada tindak pidana. Dalam pengaturannya peran mengenai Hak Asasi
Manusia harus benar-benar diperhatikan karena asas keadilan dan asas persamaan atas
hukum sangat lah berkaitan di dalamnya.
Udang-udang ITE yang baru dikeluarkan oleh pemerintah yaitu Undang-Undang Nomor
19 Tahun 2016 yang disahkan pada oktober 2016 lalu menjadi tombak dalam penanganan
tidak kejahatan yang ada dalam media sosial, hal tersebut merupakan salah satu
pembaharuan hukum yang dianggap perlu untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
belum terselesaikan dengan baik.
Dalam undang-undang tersebut terdapat perubahan dalam beberapa Pasal, yaitu Pasal
27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (3). Yang isinya membahas
mengenai : perbaikan kata yang multitafsir agar tidak ada kesalah pahaman dalam
mengartikannya; menjelaskan mengenai penurunan acaman hukuman pidana;
melaksanakan putusan dari Mahkamah Konstitusi; melakukan sinkronisasi dalam ketentuan
hukum yang ada dalam KUHP; adanya penghapusan ketentuan yang dianggap menjadi
pelanggaran dengan pengapusan informasi/ hak untuk dilupakan; serta memperkuat
peranan pemerintah dan kewenangannya dalam memberikan perlindungan dalam
penyalahgunaan informasi dan transasksi elektronik.
Adanya perubahan tersebut merupakan tindakan dalam proses penanganan persoalan
yang menjadi polemik dalam masyarakat. Akan tetapi ada juga berbagai kalangan yang
mengkritik prihal perubahan undang-undang tersebut diantaranya yaitu mengenai
penambahan peranan serta kewenangan pemerintah. Dalam hal ini seolah ada anggapan
bahwa pemerintah tidak mau dikritik oleh masyarakat sehingga adanya defance dari
pemerintah dengan memunculkan revisi undang-undang ITE tersebut. Hal ini memicu
polemik masyarakat dalam hak kebebasan berpendapat.
Dengan adanya penambahan kewenangan serta peran pemerintah yang dianggap
terlalu memonopoli menyebabkan masyarakat seakan bungkan terhadap rasa ketidak adilan
serta kritis masayarakat terhadap pemerintah yang melakukan pelanggaran.
BAB III

PENUTUP

1. Sebagai masayrakat modern dan madani, sudah bisa kita pastikan bahwa kita merupakan
bagian dari masyarakat global yang kesehariannya juga tidak lepas dari penggunaan media
social. Dunia maya saat ini memang dihebohklan dengan berbagai model dan tipikal
kejahatan atau criminal yang mengarah pada konten – konten yang tidak sehat, karena
memang media social tidak lagi digunakan untuk kebutuhan social dan budaya tetapi juga
mulai digunakan untuk kepentingan politik golonggan. Sehingga kemudian muncul – muncul
konten yang mengarah pada yang sifatnya merugikan pihak – pihak lain.
Dari muatan UU ITE dapat kita kelompokan, bagian satu terkandung ilegal konten,
diantaranya informasi SARA, ujaran kebencian, Hoaks, penipuan online, pornografi, judi
online, dan pencemaran nama baik. Dalam menegakkan UU ITE ini membuat masyarakat
dan penegak hukum dilema. Jika ditegakkan sangat riskan, terutama dalam hal kebebasan
berpendapat yang merupakan bagian dari HAM. Dan/atau mengemukakan pendapat melalui
media sosial adanya penyumbatan komunikasi antara rakyat dan negara. Bisa saja, “kritik”
itu menjadi solusi untuk memperbaiki kerja pemerintah yang selama ini dianggap tidak
sejalan dengan kehendak rakyat. Didalam penegakan UU ITE ini tentu menemukan banyak
hambatan karena memang ada banyak kepentingan disini, sehingga kadang kita juga melihat
bagaimana hukum kadang tidak berdaya didepan politik. Sehingga dapat kami simpulkan
bahwa Politik hukum memiliki pengaruh yang sangat significant dalam penegakan norma
undang undang ITE di Indonesia dan pada akhirnya pada bulan juni tahun 2021 diterbitkanlah
Surat Keputusan Bersama antar kementerian Lembaga guna memberikan panduan dalam
penegakan pasal – pasal pidana dalam UU ITE.
2. Dari pemaparan tersebut ditariklah kesimpulan bahwa politik hukum mempunyai peran
sangat penting di dalam proses pembaharuan hukum guna mengimbangi pesatnya
perkembangan zaman. Pembaharuan hukum merupakan cerminan dalam upaya
mewujudkan amanat dari pembukaan UUD 1945 alenia ke empat serta ketentuan-ketentuan
lain yang ada di dalamnya. Dalam menghadapi zaman modern serta adanya tren revolusi
industri 4.0 ini hukum dituntun untuk bisa menjadi pedoman dalam mengatur masyarakat
serta bisa menjadi soslusi dari permasalahan-permasalahan kompleks yang muncul dalam
kehidupan bermasyarakat. hukum yang ditegakkan harus sesuai dengan ketentuan yang ada
dengan tidak membeda-bedakan kalangan masyarakat hal tersebut sebagai cerminan dalam
menjalankan amanat dari UUD 1945 yang mengatakan bahwa indonesia merupakan negara
hukum dengan asas keadilan, asas persamaan serta asas kepastian hukumnya. Adanya
revisi dari undang-undang ITE ini adalah produk dari politik hukum yang diharapkan menjadi
solusi dalam menghadapi persoalanpersoalan yang muncul beriringan dengan semakin
pesatnya laju pertumbuhan yang ada di dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi Al Hadad (2020), Politik Hukum Dalam Penerapan Undang-Undang ITE Untuk
Menghadapi Dampak Revolusi Industri, Khazanah Hukum, Vol. 2 No. 2: 65-72.
Endri Susanto, Hariadi Rahman, Nurazizah, Lisa Aisyah (2021) Politik Hukum Dalam
Penegakkan Undang-Undang informasi dan trasaksi elektronik(ITE) Legal Politicas in
enforcement of Electronic Information and Transaction ACT, Jurnal Kompilasi Hukum
Volume 6 No.2
Nur Rahmawati, Muslichatun, M. Marizal, 2021, Kebebasan Berpendapat Terhadap
Pemerintah Melalui Media Sosial Dalam Perspektif UU ITE, Vol.3, No.1.
Ahmad M. Ramli, 2004, Cyber Law dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia, Refika
Aditama, Bandung.
Radita Setiawan & M.Okky Arista, 2013, Efektivitas Undang-udang Informasi dan Transaksi
Elektronik dalam Aspek Hukum Pidana, Vol 2 no 2.
Rachmawati, F. A., & Taduri, J. N. A, 2021, Implikasi Pasal Multitafsir UU ITE Terhadap
Unsur Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik. Seminar Nasional Hukum
Universitas Negeri Semarang, 7(2).
M. Nanda Setiawan, Mengkritisi Undang-Undang ITE Pasal 27 Ayat (3) Dilihat Dari Sosio-
Politik Hukum Pidana Indonesia, vol. 2 no.11, Februari-Juli 2021, Padang.
Abdul Latif M, ( 2019 ), Faktor yang Mempengaruhi Politik Hukum dalam Suatu Pembentukan
Hukum. Jurnal Kepastian Hukum dan Keadilan. Vol. 1 No. 1.
Mahfud MD. Politik Hukum Di Indonesia. Raja Grafindo Persada. Depok. 2018.
Dekie GG Kasenda. Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penghinaan Melalui Media
Elektronik. Jurnal Ilmu Hukum Tambun Bungai. Vol. 3 No. 1 ( 2018 )
Konsideran Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia No
229 tahun
Jaksa Agung Republik Indonesia nomor 154 tahun 2021, dan Kepolisian Republik Indonesia
nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam
Undang Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang 19 tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang Undang nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

Anda mungkin juga menyukai