Nrp : 2060175
Tugas : Kejahatan Siber
Page 1
atau yang lebih populer dengan istilah cyber crime ini dapat dilakukan tanpa mengenal batas
teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dan korban kejahatan. Dengan
sifat seperti itu, semua negara termasuk Indonesia yang melakukan aktivitas internet akan
terkena imbas dari perkembangan kejahatan dunia maya. Oleh karena itu, pada tanggal 21
April 2008, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE).
Salah satu pertimbangan dalam UU ITE (butir d) disebutkan bahwa penggunaan dan
pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
demi kepentingan Nasional. Tujuan tersebut sangatlah positif, Tetapi dengan adanya pasal 27
ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat karena dianggap
telah mengancam kebebasan berpendapat. Pasal 27 ayat 3 dalam bab tentang perbuatan yang
dilarang jo pasal 45 ayat 1 menentukan, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak satu milliar rupiah”. Informasi elektronik (pasal 1 angka 1) adalah satu atau
sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau
perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya. Dokumen Elektronik (pasal 1 angka 4) adalah setiap Informasi Elektronik
yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital,
elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode Akses, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.
Menurut R.Soesilo dalam komentarnya tentang pasal-pasal KUHP,
Penghinaan/pencemaran nama baik itu dapat dituntut dengan maksud tuduhan itu diketahui
oleh umum. Tuduhan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri
atau menggelapkan, tetapi cukup dengan perbuatan biasa. Apabila perbuatan itu dilakukan
untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri tidak masuk dalam
Page 2
kategori penghinaan. Penghinaan ini tidak perlu dilakukan dimuka umum, sudah cukup bila
dapat dibuktikan, bahwa pelaku ada maksud untuk menyiarkan tuduhan itu. Dari komentar
tersebut, jelas sangat sulit bagi hakim dalam memutuskan, Apakah perbuatan yang dilakukan
termasuk dalam penghinaan/pencemaran nama baik, dan, Apakah perbuatan itu dilakukan
untuk membela kepentingan umum atau untuk membela diri atau malah sengaja menyiarkan
agar diketahui oleh umum. Jadi patut tidaknya pembelaan kepentingan umum atau pembelaan
diri terletak pada pertimbangan hakim.
Seperti yang kita ketahui sekarang, dengan didukung internet setiap orang bisa
menjadi sumber berita selain pers. Artinya siapapun yang mengemukakan
pendapatnya/memberi informasi di internet yang jika itu dianggap mencemarkan nama baik
dapat dituntut dengan pasal 27 ayat 3. Walaupun pendapat itu tidak ditujukan untuk
mencemarkan nama baik dan tidak untuk disiarkan kepada umum, tetapi jika ada pihak yang
merasa dirugikan dengan pendapat/informasi itu maka pelaku bisa dituntut. Hal ini karena
dalam dunia internet (maya), semua orang bisa dengan mudah mengakses setiap informasi
yang ada.
Di samping itu, jika ada delik pelanggaran pers, pers cenderung memilih berlindung
pada Undang-Undang Pers dan sebaliknya penegak hukum akan melihat konteks dari
pelanggaran tersebut apakah termasuk pidana atau perdata. Dengan adanya UU ITE, maka
jika informasi yang menjadi dasar delik pelanggaran pers disajikan pula di internet akan
menimbulkan persoalan. Undang-Undang mana yang akan dipakai untuk menuntut pelaku.
Di sisi lain, dalam ketentuan pidana UU ITE tidak ada batasan minimumnya. Hal ini bisa
membuat terdakwa bisa lolos dari dakwaan jika Hakim memutuskan lain.
Namun dari persoalan diatas, yang perlu dicermati dari adanya UU ITE ialah
semangat untuk ingin memastikan bahwa siapapun yang menerbitkan informasi (pengelola
situs pribadi/perusahaan, blogger, online media, dan hybrid media) memahami bahwa
pemanfaatan teknologi informasi berperan penting dalam memajukan peradaban bangsa dan
pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Sampai
Page 3
batas tertentu, masyarakat, khususnya pengguna internet, perlu diatur agar dalam
memanfaatkan teknologi informasi melakukannya secara aman guna mencegah
penyalahgunaan dan tindak kejahatan. UU ITE juga mengingatkan masyarakat agar dalam
memanfaatkan teknologi informasi senantiasa memperhatikan nilai-nilai agama dan sosial
budaya masyarakat Indonesia.
Page 4