Anda di halaman 1dari 4

1

UU ITE Berpeluang Sulit dalam Menentukan dan


Mengadili Pelaku Pelanggaran UU ITE
Herlina (16/404850/PTK/11267)
Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi
Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta, Indonesia
herlina.lim@mail.ugm.ac.id

Indonesia adalah negara yang menjalankan pemerintahan adalah tempat yang paling banyak terjadi pelanggaran UU
republik presidensial multipartai yang demokratis. Dalam ITE. Rinciannya, 100 kasus (56,5%) kasus UU ITE terjadi di
menjalankan roda pemerintahan, undang-undang dibuat dalam Facebook, diikuti dengan Twitter, online media, pesan
rangka mengatur kehidupan bersama demi mewujudkan visi singkat, YouTube, blog, email, Path, WhatsApp, petisi online,
dan misi negara. Era digital, serta maraknya pemanfaatan dan lain-lain.
teknologi informasi dan internet mengharuskan Indonesia Penindakan hukum UU ITE masih menjadi kontroversi di
untuk menyusun peraturan perundang-undangan mengenai kalangan masyarakat, dimana UU ITE dianggap sebagai pasal
informasi dan transaksi elektronik (UU ITE). Seiring mulai karet karena hukuman dapat diputuskan berbeda walaupun
berlakunya UU ITE di Indonesia, kasus pelanggaran UU ITE dengan kasus yang sama. Kesulitan dalam melakukan analisa
juga semakin bertambah dari tahun ke tahun. Namun dan menentukan hukuman terhadap pelaku pelanggaran UU
terkadang masih terdapat kasus yang menimbulkan ITE, antara lain dikarenakan materi yang tidak dicakup dalam
kontroversi dan tidak dapat diselesaikan karena disebabkan UU, tidak cukup bukti terhadap pelanggaran yang dilakukan,
oleh materi cakupan pada UU ITE masih belum dan pernyataan pasal UU yang menimbulkan multitafsir.
komprehensif. Pada ulasan ini akan dibahas tentang celah UU Celah pada penerapan UU ITE dapat menimbulkan banyak
ITE yang dapat menyebabkan suatu kasus tidak dapat potensi masalah dan tetap menimbulkan banyak pelanggaran
diselesaikan, contoh kasus dan solusi atau pencegahan yang ITE yang tidak dapat dianalisa dan ditentukan pelaku
dapat dilakukan untuk menutupi celah tersebut. pelanggarannya, terutama kasus yang terjadi di media sosial,
seperti Facebook yang dilansir merupakan media yang paling
I. POTENSI MASALAH PENERAPAN UU ITE sering dalam melakukan pelanggaran UU ITE.
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Penerapan UU ITE dinilai berpeluang rentan terhadap
UU nomor 11 tahun 2008 atau UU ITE adalah undang-undang pelanggaran ITE yang sulit diketahui pelaku pelanggarannya,
yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik seperti pelanggaran berkaitan dengan peretasan dan penipuan
atau teknologi informasi secara umum. UU ITE dirancang akun media sosial. Materi pengaturan mengenai perbuatan
untuk mencakup dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai yang dilarang (cybercrimes) tentang peretasan dan penipuan
informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai akun media sosial ini sudah dicakup pada pasal 30 UU ITE.
perbuatan yang dilarang. Pengaturan mengenai informasi dan Pasal 30 UU ITE dibagi menjadi 3 ayat , yaitu (1) Setiap
transaksi elektronik mengacu pada beberapa instrumen Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
internasional, seperti UNCITRAL Model Law on eCommerce mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang
[1] dan UNCITRAL Model Law on eSignature [2]. Acuan ini lain dengan cara apa pun, (2) Setiap Orang dengan sengaja
bertujuan agar para pelaku bisnis di internet dan masyarakat dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan transaksi dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
elektronik. tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau
UU ITE mencakup beberapa materi yang diatur, antara lain Dokumen Elektronik, dan (3) Setiap Orang dengan sengaja
pengakuan informasi atau dokumen elektronik sebagai alat dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
bukti hukum yang sah, tanda tangan elektronik, dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan
penyelenggaraan sertifikasi elektronik, penyelenggaraan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem
sistem elektronik, dan perbuatan yang dilarang (cybercrimes). pengamanan.
Beberapa cybercrimes yang diatur dalam UU ITE, antara lain Pasal 30 UU ITE yang membahas tentang akses ilegal ini
konten ilegal, akses ilegal, intersepsi ilegal, data interference, memberikan celah dan peluang bagi para pelaku peretasan dan
system interference, dan penyalahgunaan alat dan perangkat. penipuan akun media sosial untuk lepas dari jeratan kasus
Sejak diberlakukan pada tahun 2008, jumlah laporan terkait pelanggaran. Pelanggaran pasal 30 UU ITE ini biasanya tidak
pelanggaran UU ITE. Menurut Southeast Asia Freedom of hanya melakukan akses ilegal, namun melakukan pelanggaran
Expression Network (SAFENet), hingga tahun 2016 tercatat pasal lainnya secara bersamaan. Hal ini menyebabkan para
sebanyak 225 kasus laporan berkaitan dengan UU ITE, namun pelaku pelanggaran pasal dapat dijerat hukuman berlapis
hanya 177 kasus yang terverifikasi [3]. Media sosial Facebook terhadap pelanggaran yang dilakukan. Permasalahannya
2

apakah pelaku pelanggaran dapat dengan mudah diketahui UU ITE yang berkaitan dengan peretasan dan penipuan akun
keberadaan dan identitasnya. Pada bab selanjutnya dibahas media sosial. Kasus pertama adalah termasuk kategori
beberapa kasus pelanggaran pasal 30 UU ITE dan hukuman peretasan akun media sosial milik orang lain, sedangkan kasus
yang dijatuhkan kepada pelaku oleh penegak hukum. kedua dan ketiga adalah termasuk kategori penipuan akun
media sosial dengan melakukan duplikasi atau menggunakan
II. KASUS UU ITE TENTANG PENENTUAN PELAKU identitas orang lain untuk melakukan suatu kejahatan. Dari
PELANGGARAN UU ITE ketiga kasus ini dapat dilihat bahwa terdapat 2 hal besar, yaitu
Dalam era digital dan penggunaan internet yang semakin perbedaan perlakuan dari korban kejahatan, dan/atau tindakan
meningkat, kasus peretasan dan penipuan mulai marak hukum yang dilakukan penegak hukum dalam menuntaskan
dilakukan oleh banyak orang. Media sosial merupakan media atau menindak pelaku pelanggaran UU ITE.
yang paling diminati dalam peretasan dengan masuk Dalam tiga kasus ini terdapat perbedaan perlakuan terhadap
menggunakan akun orang lain dan pembuatan akun baru pelaku oleh korban kejahatan. Pada kasus pertama, korban
dengan mengatasnamakan sebagai akun orang lain. Tindakan merasa dirugikan secara pribadi karena akun media sosialnya
ini melanggar UU ITE tentang akses ilegal dan dapat diretas dan digunakan untuk hal yang tidak baik yang
dikenakan hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan melanggar kesusilaan korban, sehingga korban melaporkan
sesuai dengan keputusan penegak hukum. Berikut adalah tindakan kejahatan tersebut ke pihak kepolisian. Pada kasus
beberapa kasus pelanggaran UU ITE yang berkaitan dengan kedua, korban yang identitasnya digunakan sebagai alat
peretasan dan penipuan akun media sosial. penipuan tidak dirugikan secara langsung, melainkan teman
Saat awal maraknya media sosial pada 21 September 2011, dari korban, sehingga korban tidak langsung melaporkan
Ika Mayestika menjadi korban peretasan akun jejaring sosial pelaku ke pihak kepolisian dan hanya menghimbau
Facebook [4]. Facebook dilansir menjadi media paling banyak masyarakat untuk berhati-hati. Kasus ketiga yang dialami oleh
sering ditemui dalam beberapa kasus pelanggaran UU ITE. NP dilaporkan kepada pihak kepolisian karena merasa telah
Ika Mayestia mengaku bahwa akun Facebook miliknya telah ditipu dengan nominal uang yang cukup banyak.
diretas oleh orang dengan memasang foto tidak layak, Pasal 27 ayat 1 UU ITE yang menyatakan bahwa setiap
menuliskan status vulgar dan memanfaatkan fasilitas chatting orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
untuk mengajak kencan bayaran kepada banyak orang. Ika dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
Mayesti merasa direndahkan dengan tindakan yang telah diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik
dilakukan oleh peretas akun miliknya dan melaporkannya ke yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan. Sedangkan
Kepolisian Resor Banyumas. Ika Mayesti tidak mengetahui pasal 28 ayat 1 UU ITE menuliskan bahwa setiap Orang
pelaku peretas akun jejaring sosial miliknya tersebut , namun dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
diduga merupakan salah satu perguruan tinggi swasta di menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Purworkerto. transaksi elektronik. Pelanggaran terhadap kedua pasal ini
Kasus yang berbeda dialami oleh mantan Menteri Pemuda dapat dikenakan hukum pidana yang ditentukan pada pasal 45
dan Olahraga, Adhyaksa Dault mendapati satu akun Facebook ayat 2 UU ITE, yaitu paling banyak 6 tahun dan/atau denda
yang mencatut identitas dirinya dan digunakan untuk paling banyak satu miliar rupiah. Dari ketiga kasus ini
melakukan penipuan [5]. Selain melakukan duplikasi akun dianggap telah melanggar salah satu dari pasal UU ITE ini.
Adhyaksa Dault di Facebook, pembuat akun palsu tersebut Perbedaan perlakuan terhadap pelaku oleh korban
juga mengirimkan pesan ke inbox milik teman Adhyaksa kejahatan membuat keberadaan dan manfaat dari pasal ini
Dault dan meminta untuk mengirimkan sejumlah nominal menjadi dipertanyakan. Seperti pada kasus 1 yang dianggap
uang kepada pelaku. Dengan adanya kasus ini, Adhyaksa melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE dan 3 yang dianggap
Dault menghimbau masyarakat, agar jangan cepat percaya jika melanggar pasal 28 ayat 1 UU ITE melaporkan tindakan
ada pesan lewat inbox di Facebook yang meminta isikan pulsa kejahatan ke pihak kepolisian. Sedangkan pada kasus 2 yang
dan sumbangan dari siapapun. dianggap melanggar pasal 28 ayat 1 UU ITE tidak melaporkan
Tindakan pidana penipuan melalui Facebook juga dialami tindakan kejahatan tersebut ke pihak kepolisian. Artinya,
oleh seorang wanita berinisial NP dengan modus pernikahan penerapan pasal ini tidak berlaku secara menyeluruh kepada
[6]. Dalam kasus ini, NP mentransfer sejumlah uang kepada pelaku yang telah secara sengaja melakukan pelanggaran,
pelaku sebesar 650 juta. Setelah merasa curiga karena sering namun sangat bergantung kepada korban. Hal ini tentunya
dimintai uang dengan iming-iming akan dinikahi, NP membuka celah bagi para pelaku pelanggaran untuk terus
melaporkan para pelaku. Para pelaku kejahatan ini berhasil mencoba melakukan tindakan peretasan dan penipuan
diamankan oleh pihak kepolisian dan dijerat dijerat dengan identitas untuk melakukan tindakan kejahatan menggunakan
pasal 378 dan 263 KUHP, pasal 28 ayat (1) dan pasal 45 ayat media sosial. Namun yang perlu digarisbawahi adalah selama
(2) UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi pelaku kejahatan tidak merasa dirugikan dan tidak melaporkan
Elektronik dan Pasal 3,4,5 UU No 8 Tahun 2010 tentang tindak kejahatan ke pihak kepolisian, maka tidak akan dijerat
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian sebagai pelanggaran UU ITE.
Uang dengan ancaman penjara selama 20 tahun. Terkait dengan poin kedua, yaitu tindakan hukum yang
Ketiga kasus di atas merupakan contoh kasus pelanggaran dilakukan penegak hukum dalam menuntaskan atau menindak
3

pelaku pelanggaran UU ITE. Kasus pertama dan ketiga adalah Ariel menunjukkan penegak hukum tidak dapat membedakan
kasus yang dibawa ke ranah hukum, dimana korban pelaku pelanggar UU ITE yang sebenarnya dengan korban
menginginkan pelaku pelanggaran dapat dijatuhi hukuman. dari pelaku pelanggaran. Hal ini membuat UU ITE yang
Namun dalam penyelesaian kedua kasus ini hanya kasus dirancang untuk melindungi warga negara dari perbuatan yang
ketiga yang dapat dan berhasil diselesaikan hingga akhirnya dilanggar dalam pemanfaatan teknologi informasi menjadi
pelaku dijerat hukuman penjara. Kasus pertama tidak dapat tidak berjalan dengan baik. Korban dinyatakan bersalah,
dilanjutkan oleh pihak kepolisian karena pelaku peretas akun namun pelaku pelanggaran yang sebenarnya tidak dilakukan
media sosial tersebut tidak dapat ditemukan. Hal ini hukuman pelanggaran UU ITE. Hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa masih terdapat celah di penerapan UU pelaku tindak kejahatan dalam dunia maya sulit diketahui
ITE bagi pelaku kejahatan untuk tidak mendapatkan hukuman dengan tepat, sehingga penentuan pelanggaran UU ITE juga
terhadap pelanggaran dikarenakan keahlian pelaku dalam tidak dapat dilaksanakan dengan maksimal.
memanfaatkan teknologi informasi agar tidak bisa dilacak
identitas dan keberadaannya. III. SOLUSI PERMASALAHAN UU ITE
Penentuan pelaku pelanggaran merupakan hal yang paling Menentukan dan mengadili pelaku pelanggaran UU ITE
penting dalam kasus hukum, dimana dengan ditemukannya merupakan salah satu poin permasalahan dalam penegakan
pelaku maka korban dapat menuntut kerugian yang dialami UU ITE di Indonesia. Banyak kasus pelanggaran UU ITE
atas perilaku kejahatan yang telah dilakukan. Selain itu, yang tidak dapat ditentukan pelakunya, sehingga pelaku tidak
penentuan pelaku pelanggaran yang tepat juga memberikan mendapatkan hukuman atas perbuatan yang dilakukan. Celah
dampak besar bagi penegakan hukum di Indonesia. Penentuan ini tentunya membuat para pelaku terus melakukan tindakan
pelaku pelanggaran dapat dilihat pada kasus yang dialami oleh kejahatan yang dapat mengganggu kenyamanan warga dalam
Nazriel Ilham atau dikenal dengan Ariel pada tahun 2010 menggunakan media sosial. UU ITE dianggap belum dapat
silam [7]. Ariel dianggap telah melakukan pelanggaran UU melindungi warga negara dalam memanfaatkan teknologi
ITE, yaitu pelanggaran terhadap pasal 27 ayat 1 UU ITE. informasi di dunia maya, seperti media sosial.
Selain pelanggaran UU ITE, masih banyak pelanggaran lain Perkembangan teknologi informasi dan penggunaan media
yang menjerat Ariel. sosial adalah tidak lepas dari akses internet atau akses ke
Ariel mendapatkan tuduhan bahwa telah melakukan dunia maya. Indonesia memperbolehkan media sosial apapun
pembuatan dan penyebaran video porno di dunia maya. Kasus untuk dapat digunakan oleh masyarakat Indonesia dalam
yang dialami Ariel ini merupakan bukti bahwa masih terdapat komunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Meskipun
celah dalam penegakan hukum, terutama UU ITE di sekarang media sosial merupakan media paling diminati
Indonesia. Ariel mengaku bahwa dirinya tidak dengan sengaja dalam melakukan tindakan kejahatan, seperti Facebook yang
menyebarkan video porno ke media sosial, namun hal ini tercatat sebagai media yang memiliki pelanggaran UU ITE
terjadi karena smartphone yang dimilikinya dicuri dan pencuri terbanyak, namun Indoesia tidak harus mencontoh negara
kemudian mengunggah dan menyebarkan video disimpan Cina yang memiliki aplikasi media sosial buatan sendiri dalam
dalam memori smartphone. Namun sayangnya, berdasarkan meredam aksi kejahatan di dunia maya atau media sosial. Hal
analisa penegak hukum, Ariel diputuskan bersalah dan tersebut hanya membawa dampak buruk yang dapat membuat
dihukum selama kurang lebih 3 tahun karena dianggap Indonesia menjadi tertinggal terhadap perkembangan
melanggar banyak peraturan perundang-undangan tentang teknologi informasi dunia karena ketidaksiapan masyarakat
kesusilaan. untuk dapat seperti Cina.
Kasus yang dialami Ariel ini menunjukkan orang yang Kunci dari tindakan kejahatan yang dilakukan di dunia
melakukan pelanggaran UU ITE tidak dapat dijerat hukum maya adalah adanya infrastruktur yang mendukung. Tidak
karena tidak memiliki bukti yang kuat untuk menentukan harus seperti Cina, Indonesia harus memiliki strategi sendiri
kebenaran pelaku kejahatan. Pencarian pelaku yang dalam memutuskan strategi terbaik untuk meredam tindakan
sebenarnya pun sulit diketahui karena penyebaran video dapat kejahatan dan/atau pelanggaran terhadap UU ITE. Penentuan
dilakukan oleh banyak orang yang memiliki akses internet. pelaku pelanggaran harus tetap menjadi fokus penegak hukum
Dalam hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat celah di Indonesia untuk menciptakan keadilan dan memberantas
dalam penegakan hukum UU ITE di Indonesia, dimana pelaku tindakan kejahatan agar tidak terulang kembali. Penentuan
dapat berdalih dan mengaku tidak melakukan apa yang pelaku pelanggaran dapat dilakukan dengan mudah apabila
dituduhkan karena tidak ada bukti kuat yang menunjukkan Indonesia telah memiliki infrastruktur yang baik agar
bahwa orang tersebut melakukan tindak pelanggaran. pencarian pelaku dapat dilakukan dengan mudah.
Kenyataannya dalam kasus ini, tindakan hukum yang Pengaturan akses internet Indonesia merupakan salah satu
dilakukan oleh penegak hukum menjadikan korban menjadi strategi yang dapat dilakukan oleh penegak hukum di
pelaku pelanggaran UU ITE dan beberapa UU lainnya. Indonesia dalam mengurangi celah hukum UU ITE, yaitu dari
Celah dalam penegakan hukum di Indonesia, terutama sisi penentuan pelaku pelanggaran UU ITE. Akses internet di
dalam hal ini adalah UU ITE dapat memberikan ruang bagi Indonesia dapat dikatakan mudah didapat yang difasilitasi
pelaku kejahatan untuk terus melakukan tindakan kejahatan di oleh banyak provider. Di Indonesia, pergantian provider atau
dunia maya, khususnya media sosial dengan leluasa. Kasus nomor yang digunakan dapat dilakukan dengan mudah dan
4

tanpa aturan apapun. Hal ini membuat identitas seseorang REFERENSI


dalam penggunaan internet tidak dapat diketahui dengan [1] U. Nations, Model Law on Electronic Commerce. 1998.
mudah. Tentunya hal ini membuat banyak sekali tindakan [2] U. Nations, Model Law on Electronic Signatures Guide to Enactment.
pelanggaran UU ITE yang tidak dapat diketahui pelaku 2001.
[3] A. S. Wardani, “Safenet: Pelanggaran UU ITE Terbanyak Terjadi di
pelanggaran yang sebenarnya. Facebook,” Liputan6, 2016. [Online]. Available:
Jika melihat negara tetangga yang dikategorikan negara http://tekno.liputan6.com/read/2690352/safenet-pelanggaran-uu-ite-
maju, Singapura memiliki pengaturan akses internet yang terbanyak-terjadi-di-facebook. [Accessed: 11-May-2017].
sangat baik. Akses internet yang berkaitan dengan akses [4] R. Buhrani, “Mahasiswi Unsoed jadi korban pembajakan akun
‘facebook,’” 2011. [Online]. Available:
provider diatur dengan baik di Singapura, sehingga perilaku http://www.antaranews.com/berita/276991/mahasiswi-unsoed-jadi-
dalam berdunia maya dapat dikontrol dengan baik. Singapura korban-pembajakan-akun-facebook. [Accessed: 11-May-2017].
mengharuskan penduduknya untuk melakukan pendaftaran [5] Hazliansyah, “Akun Facebook Palsu Gunakan Identitas Adhyaksa Dault
sebelum mendapatkan akses provider dengan menggunakan untuk Penipuan,” 2017. [Online]. Available:
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-
kartu identitas. Integrasi dan kerjasama provider dengan nasional/17/03/06/omdnya280-akun-facebook-palsu-gunakan-identitas-
pemerintahan membangun suatu kontrol keamananan yang adhyaksa-dault-untuk-penipuan. [Accessed: 06-Mar-2017].
komprehensif dalam berdunia maya. Pada dasarnya Indonesia [6] M. A. R, “Guru Tertipu Janji Dinikahi Pria Lewat Facebook, Uangnya
hanya terus mengkaji materi yang dicakup dalam UU ITE, Rp 650 Juta Raib,” 2016. [Online]. Available:
https://news.detik.com/berita/3211568/guru-tertipu-janji-dinikahi-pria-
namun tidak memperhatikan infrastruktur yang dapat lewat-facebook-uangnya-rp-650-juta-raib. [Accessed: 11-May-2017].
mengontrol penerapan UU ITE secara luas. Infrastruktur yang [7] R. Sjafriani, “Inilah Pasal-pasal yang Menjerat Ariel,” 2010. [Online].
baik akan memberikan dampak positif juga bagi penggunanya. Available: http://nasional.republika.co.id/berita/breaking-
news/hukum/10/06/23/121094-inilah-pasal-pasal-yang-menjerat-ariel.
[Accessed: 12-May-2017].
IV. PENUTUP
[8] InternetWorldStats, “TOP 20 COUNTRIES WITH THE HIGHEST
Perkembangan teknologi informasi menuntut pemerintah NUMBER OF INTERNET USERS.” [Online]. Available:
dan warga untuk terus mengikuti perkembangan. Indonesia http://www.internetworldstats.com/top20.htm. [Accessed: 12-May-2017].
merupakan negara tertinggi kelima dalam penggunaan internet
dan negara tertinggi keempat dalam penggunaan media sosial
Facebook [8]. Banyaknya penggunaan internet dan media
sosial juga menyebabkan pelanggaran terhadap UU ITE
semakin marak dilakukan, baik dengan sengaja maupun tidak
sengaja. Kajian terhadap UU ITE memang diperlukan apabila
terdapat teknologi baru, namun kajian saja tidak cukup
meredam jumlah pelanggaran. Infrastruktur yang baik justru
sangat diperlukan di Indonesia untuk dapat melakukan kontrol
terhadap penerapan UU ITE di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai