Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

( Kasus UU Informasi dan Transaksi Elektronik 11/2008 dan Kode Etik Jurnalistik )

UNTUK MEMENUHI TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER


MATA KULIAH HUKUM DAN KEBIJAKAN KOMUNIKASI
Dosen Pengampu : MOCHAMMAD ROCHIM, S.SOS., M.SI..

MUHAMAD RAFI PUTRA EFFENDI


10080021131
H

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG


FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI
PRODI ILMU KOMUNIKASI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah Hukum dan Kebijakan Komunikasi ini dapat tersusun hingga selesai.
Tidak lupa juga saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari bapak
MOCHAMMAD ROCHIM, S.SOS., M.SI.. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
memenuhi nilai tugas ujian akhir semester 3 Selain itu, pembuatan makalah ini juga
bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka saya yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata,
semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.

Bandung, 17 Januari 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi saat ini telah mengalami perkembangan dari
masa ke masa. Perkembangan teknologi dan komunikasi memberi kemudahan bagi
manusia untuk melakukan aktivitas guna memenuhi kebutuhan dan melakukan interaksi
atau komunikasi dengan individu lainnya dimanapun mereka berada, teknologi informasi
dan komunikasi mengalami perkembangan dari masa ke masa. Perkembangan teknologi
dan komunikasi yang berupa teknologi telekomunikasi memberikan kemudahan bagi
manusia untuk memenuhi kebutuhan dan berinteraksi dengan individu lain dimanapun
mereka berada tanpa harus meninggalkan tempat atau komunitas dan dapat dilakukan
dimana dan kapan saja.
Pemerintah membuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-Undang ITE bertujuan untuk
menjamin kepastian hukum di bidang informasi dan transaksi elektronik, mengingat
perkembangan teknologi informasi telah mengakibatkan perubahan-perubahan di bidang
ekonomi dan sosial8 , sehingga menyebabkan adanya perkembangan tindak pidana
melalui media elektronik.
Kode Etik Jurnalistik adalah “mahkota” dan “nurani” dalam hati setiap wartawan.
Pemahaman dan penataan terhadap Kode Etik Jurnalistik tidak dapat ditawar-tawar.
Pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik oleh wartawan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam
proses kerja wartawan dalam menyajikan berita. Seharusnya Kode Etik Jurnalistik sudah
otomatis melekat dalam jiwa seorang wartawan. Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers
dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat
Saya mengangkat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 11
tahun 2008 dan etika jurnalistik karena berdasarkan data yang saya dapat masih banyak
orang-orang yang tidak tahu bagaimana cara bermedia sosial yang baik dan benar. Juga
karena masih banyaknya wartawan yang masih melanggar kode etik jurnalistik. Saya
menggunakan pendekatan eksplisit karena cara mencari pengetahuannya dari berbagai
sumber seperti artikel di internet,jurnal,dll.
BAB II
PERMASALAHAN

A. Kasus Pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik 11/2008

1. Kasus Hoax

Kasus pertama di atas merupaka contoh pelanggaran dalam menyampaikan informasi


yang tidak benar ( HOAX ), yang dimana sebuah akun twitter bernama
@kharimakharima1 menggunggah cuitan berupa suatu potongan vidio wawancara Erich
Thohir di mata najwa, akun tersebut mengatakan bahwa Erick Thohir menjelaskan chip
yang terdapat dalam vaksin COVID-19 dapat mengontrol manusia setelah disuntikannya.
Hal itu langsung diklarifikasi dan diperiksa oleh Renanda Dwina Puti ( anggota
komisariat MAFINDO Universitas Pendidikan Indonesia ) ia mengatakan tidak ada chip
dalan vaksin COVID-19, terdapat barcode pada botol dan kemasan vaksin yang berguna
untuk pelacakan vaksin, bukan untuk mengontrol manusia seumur hidup.
Jelas kasus diatas melanggar pasal 45A ayat (1) UU ITE yang dimana
disebutkan,bahwa setiap orang yang sengaja menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik bisa
dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.

2. Kasus Ujaran Kebencian

Seorang pelajar SMK di Medan yang diduga menghina Presiden Jokowi. Akun
Facebook yang menggunakan alamat email kebal.hukum@gmail.com itu juga
menghina institusi Polri yang dipimpin Jendral Tito Karnavian. Ternyata, MFB
menggunakan foto orang lain di sebuah akun Facebook untuk menghina Presiden RI
Joko Widodo. Pelaku melakukan ini untuk menghindari pelacakan petugas. Dalam
laman Facebook yang menggunakan nama Ringgo Abdillah itu, MFB menggunggah
foto-foto yang berisi hinaan terhadap Jokowi dan institusi Polri. Setelah diperiksa
lebih lanjut, ternyata MFB membobol WiFi milik MR. Hal itu diakui pelaku saat
menjalani pemeriksaan.
Kasus di atas Melanggar Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

3. Kasus pornografi yang terjadi di Wisma Atlet

Tersangka bernama JN dianggap menyebarkan konten yang melanggar


kesusilaan karena ia mengunggah percakapan mesumnya dengan perawat melalui
akun Twitter @bottialter. Ia juga mengunggah foto yang menunjukkan APD perawat
terlepas.
Yang dimana perbuatan yang dilakukan JN tersebut jelas jelas melanggar Pasal 27
Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik

B. Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik

1. Identitas dan Foto Korban Susila Anak-Anak Dimuat


Sesuai dengan asas moralitas, menurut Kode Etik Jurnalistik, masa depan anak-
anak harus dilindungi. Oleh karena itu, jika ada anak di bawah umur, baik sebagai
pelaku maupun korban kejahatan kesusilaan, identitasnya harus dilindungi.
Di Medan, satu harian lainnya menemukan adanya pencabulan atau pelecehan
seksual oleh seorang pejabat setempat terhadap seorang anak di bawah umur. Koran
ini sampai tiga kali berturut-turut menurunkan berita tersebut. Di judul berita pun
nama korban susila di bawah umur itu disebut dengan jelas. Tidak hanya itu. Selain
memuat identitas berupa nama korban, foto korban pun terpampang dengan jelas dan
menonjol karena ingin membuktikan bahwa kejadian itu memang benar.
Pemuatan nama dan pemasangan foto korban susila di bawah umur inilah yang
melanggar Kode Etik Jurnalistik.

2. Kasus Berita Bogor


Berita Radar Bogor, yang berjudul “Ongkang-ongkang Kaki dapat Rp 112 Juta”,
melanggar Kode Etik jurnalistik, berita itu membahas soal hak keuangan yang didapat
Mega sebesar Rp112 juta, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018.
Kritik terhadap hak keuangan itu juga dilontarkan oleh sejumlah politikus. Kesalahan
yang dalam berita tersebut yaitu judul yang kurang etis dan isi berita tersebut
merupakan opini bukan langsung dari narasumber. Menurut dewan pers berita yang di
publish oleh radarbogor tersebur melanggar beberapa pasal yaitu Pasal 1: “Wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk” dan Pasal 3: “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencantumkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah”

3. Kasus Yang Terjadi Pada Majalah Tempo


Dilansir dari news.detik.com penyebutan 'Tim Mawar' dalam pemberitaan
majalah Tempo melanggar kode etik jurnalistik. Dewan Pers menilai penyebutan
adanya dugaan keterlibatan mantan anggota Tim Mawar dalam kerusuhan 21-22 Mei
tidak. Penulisan judul 'Tim Mawar dan Rusuh Sarinah' disebut Dewan Pers
berlebihan.
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarakan permasalahan kasus tersebut ditemukan pelanggaran serta pasal-pasal yang
dilanggar, pasal-pasal yang dilanggar:

A. Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik 11/2008


- Kasus penyebaran hoax yang dilakukan sebuah akun twitter bernama @kharimakharima1
melanggar pasal 45A ayat (1) UU ITE yang dimana disebutkan,bahwa setiap orang yang
sengaja menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam transaksi elektronik bisa dikenakan pidana penjara paling lama enam
tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
- Kasus seorang pelajar SMK di Medan yang menghina Presiden Jokowi terkena pasal 45
ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Kasus pornografi yang terjadi di wisma atlet melanggar Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

B. Kode Etik Jurnalistik


- Kasus identitas dan foto korban asusila anak-anak dimuat, dimana identitas berupa nama
korban, foto korban pun terpampang dengan jelas dan menonjol karena ingin
membuktikan bahwa kejadian itu memang benar. Pemuatan nama dan pemasangan foto
korban susila di bawah umur inilah yang melanggar Kode Etik Jurnalistik
- Kasus berita bogor dimana melanggar yaitu Pasal 1: “Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk” dan
Pasal 3: “Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencantumkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah”
- Kasus yang terjadi pada media tempo ini melanggar Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena
memuat opini yang menghakimi. Penulisan judul 'Tim Mawar dan Rusuh Sarinah' disebut
Dewan Pers berlebihan.
BAB IV
PENUTUP
Untuk menegakan peraturan perundang-undangan yang tadi telah di paparkan diperlukan
sebuah strategi dan solusi ya efisien, yang mana solusi tersebut dapat dimulai dengan
menegaskan kembali peraturan mengenai etika-etika jurnalistik. Sanksi yang dijatuhkan kepada
pelanggar pun harus dipertegas bahkan seharusnya diperkejam. Hal tersebut dilakukan agar
tingkat pelanggaran menjadi rendah. Karena semakin besar kekuatan dari hukuman yang
diberikan maka akan semakin kecil kemungkinan terjadninya pelanggaran. Hal lain yang dapat
dilakukan untuk mengurangi pelanggara-pelanggaran tersebut adalah dengan memperketat
seleksi dan pendidikan yang ditempuh oleh jurnalis, karena dengan pengetahuan dan pemahaman
yang di dapat dari proses pendidikan mereka, maka akan semakin rendah kemungkinan
terjadinya pelanggaran yang dilakukan secara tidak sengaja.

Anda mungkin juga menyukai