Anda di halaman 1dari 5

Diskusi 5 Kriminologi http://blog.undana.ac.

id/jsmallfib_top/repository/Dr%20SULISTYANTA,%20SH/

Buku%20Referensi/BUKU
%20TEKS%20KRIMINOLOGI.pdf

Izin menjawab ,

Saat ini, informasi dengan sangat mudah tersebar menggunakan


teknologi informasi. Namun berbagai permasalahan muncul akibat
penyalahgunaan teknologi tersebut, seperti cybercrime dan
penyebaran informasi hoax.
Jelaskan, bagaimana upaya pencarian sebab musabab kejahatan
akibat penggunaan teknologi tersebut menurut pandangan mazhab
positif?

Izin menjawab ,

Perkembangan teknologi Internet memunculkan kejahatan yang disebut dengan kejahatan


atau kejahatan melalui jaringan internet. Beberapa kasus yang terkait dengan kejahatan di
Indonesia, merupakan fenomena, seperti pengalihan kartu kredit, peretasan terhadap berbagai
situs, penyadapan pengiriman data orang lain, (misalnya email), dan manipulasi data dengan cara
meminta permintaan yang tidak perlu dimasukkan ke dalam programer komputer. Berbagai
tindakan di atas dapat dilakukan tindak pidana, baik delik formil maupun materiil. Delik formil
karena melibatkan aktivitas seseorang mengakses data komputer orang lain tanpa izin, sedangkan
delik materil adalah melakukan itu telah menimbulkan masalah bagi orang lain. Cybercrime
kerap disamakan dengan kejahatan komputer. Menurut Departemen Kehakiman AS adalah
sebagai "... setiap tindakan ilegal yang membutuhkan pengetahuan tentang teknologi komputer
untuk tindakan, penyelidikan, atau penuntutannya".

Hal senada disampaikan oleh Organisasi Pengembangan Masyarakat Eropa, yang


disampaikan kejahatan komputer sebagai: "Setiap perilaku ilegal, tidak sah atau tidak sah yang
berkaitan dengan pemrosesan otomatis dan / atau transmisi data". Sementara menurut Andi
Hamzah, komputer memiliki pengertian sebagai berikut: "Kejahatan di bidang komputer [yang]
secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal". Informasi dengan

This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
sangat mudah disebarkan menggunakan teknologi informasi dan internet saat ini. Namun
demikian, berbagai perdebatan muncul terkait dengan penerbitan teknologi tersebut, seperti
cybercrime dan penyebaran informasi hoax . Kontrol informasi sangat penting untuk
kompatibilitas kredibilitas informasi dan sumbernya.

Upaya mengatasi tindak pidana cyber crime menurut hukum positif Indonesia, yang
dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa:

1. Undang-Undang ITE tidak mengatur secara khusus hal-hal yang menyangkut


cybercrime, Pemerintah dalam membentuk Undang-Undang ITE ini masih menggunakan
pendekatan politis-pragmatis, bukan menggunakan pendekatan kebijakan publik yang
melibatkan lebih banyak kalangan. UU ITE ini lebih banyak mencermati transaksi elektronik
yang dipakai dalam dunia bisnis, tidak lebih. Padahal siapapun tahu bahwa dunia siber
(cyberword) lebih luas dari sekedar transaksi elektronik. Ketentuan-ketentuan yang menyangkut
tentang pelaksanaan perbuatan jahat atau perbuatan yang dapat dihukum belum masuk dalam
Undang-Undang ITE seperti kelalaian atau khilaf. Undang-Undang ITE ini juga tidak mengatur
kapan kadaluwarsa perbuatan pidana kejahatan hacking;

2. Penanggulangan cyber crime dapat merujuk pada beberapa instrumen hukum


internasional, antara lain instrumen Palermo dan instumen Hongaria. Dimana substansinya
dimungkinkan untuk diratifikasi dan diaksesi oleh Negara manapun di dunia yang memiliki
komitmen dalam upaya mengatasi kejahatan mayantara atau cyber crime, dan mencakup
kebijakan kriminal yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik melalui
Undang-Undang maupun kerjasama internasional. Optimalisasi UU ITE dapat mempermudah
kepolisian dalam melakukan investigasi kejahatan cyber crime, khususnya dalam mengumpulkan
alat bukti berdasarkan pasal 5 dan pasal 44 UU ITE. Pendekatan budaya atau cultural perlu
dilakukan untuk membangun atau membangkitkan kepekaan warga masyarakat dan aparat
penegak hukum terhadap masalah cyber crime dan menyebarluaskan atau mengajarkan etika
penggunaan computer melalui media pendidikan

Pengaturan tindak pidana cyber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti
sempit. Secara luas, tindak pidana scyber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana
atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan

This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
bantuan atau sarana sistem elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk
dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (“UU 3/2011”) maupun tindak pidana
perbankan serta tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”).

Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU 19/2016”) sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak
memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi
beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):

1. Tindak pidana yang berhubungan dengan aktivitas illegal, yaitu:


a. Distribusi atau penyebaran, transmisi, dapat diaksesnya konten illegal, yang
terdiri dari:
• Kesusilaan (Pasal 27 ayat (1) UU ITE);
• Perjudian (Pasal 27 ayat (2) UU ITE);
• Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat (3) UU ITE);
• Pemerasan dan/atau pengancaman (Pasal 27 ayat (4) UU ITE);
• Berita bohong yang menyesatkan dan merugikan konsumen (Pasal 28 ayat
(1) UU ITE);
• Menimbulkan rasa kebencian berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat (2) UU
ITE);
• Mengirimkan informasi yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-
nakuti yang ditujukan secara pribadi (Pasal 29 UU ITE);
b. Dengan cara apapun melakukan akses illegal (Pasal 30 UU ITE);
c. Intersepsi atau penyadapan illegal terhadap informasi atau dokumen elektronik
dan Sistem Elektronik (Pasal 31 UU 19/2016);
2. Tindak pidana yang berhubungan dengan gangguan (interferensi), yaitu:

This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
a. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference - Pasal
32 UU ITE);
b. Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
3. Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
4. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
5. Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).
Perbuatan menyebarkan hoax melalui media komunikasi elektronik pada Pasal 45 A Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
yaitu diancam dengan pidana penjara penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling
banyak satu miliar rupiah
Ada tiga tantangan UU ITE di Indonesia yang menentang menimpa pelaku cybercrime
dengan memanfaatkan facebook yaitu : 1. menantang menangguhkan kesusilaan pasal 27 ayat
(1), 2. Penghinaan atau pencemaran nama baik pasal 27 ayat (3), 3. Menyebarkan kebencian
berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pasal 28 ayat (2).

Sulitnya untuk menghilangkan atau mengurangi laju pertumbuhan cyber crime yang
dikarenakan beberapa faktor yakni: faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor sosial budaya, dan
faktor intelektual. (2) Penegakan hukum dalam upaya penanggulangan cyber crime belum efektif
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah laju pertumbuhan cyber crime yang begitu pesat
dan upaya penanggulangan yang masih kurang maksimal mengingat masih banyaknya kasus
cyber crime yang ditangani oleh aparat kepolisian. (3) Kendala yang dihadapi oleh aparat
kepolisian dalam upaya penanggulangan cyber crime dapat dibagi ke dalam 4 (empat) aspek,
yaitu: aspek penyidik, alat bukti, fasilitas dan jurisdiksi.

Sumber Pustaka :

Andrewe A & Pahajow J . 2016 . Pembuktian Terhadap Kejahatan Dunia Maya Dan Upaya
Mengatasinya Menurut Hukum Positif Di Indonesia . Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016 91
Darmawan K . 2020 . Teori Kriminologi BMP SOSI4302 Modul 1-9. Universitas Terbuka.

Jannah Sh & Naufal . 2012 Penegakan Hukum Cyber Crime Ditinjau Dari Hukum Positif Dan
Hukum Islam. Al-Mawarid, Vol. Xii, No 1, Feb-Agust 2012

This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
Sitompul J . 2018 . Landasan Hukum Penanganan Cybercrime Di Indonesia
Https://Www.Hukumonline.Com/Klinik/Detail/Ulasan/Cl5960/Landasan-Hukum-Penanganan-
Icybercrime-I-Di-Indonesia . Diakses pada tanggal 10 Mei 2020 .

This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00

https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/

Anda mungkin juga menyukai