id/jsmallfib_top/repository/Dr%20SULISTYANTA,%20SH/
Buku%20Referensi/BUKU
%20TEKS%20KRIMINOLOGI.pdf
Izin menjawab ,
Izin menjawab ,
This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
sangat mudah disebarkan menggunakan teknologi informasi dan internet saat ini. Namun
demikian, berbagai perdebatan muncul terkait dengan penerbitan teknologi tersebut, seperti
cybercrime dan penyebaran informasi hoax . Kontrol informasi sangat penting untuk
kompatibilitas kredibilitas informasi dan sumbernya.
Upaya mengatasi tindak pidana cyber crime menurut hukum positif Indonesia, yang
dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif disimpulkan bahwa:
Pengaturan tindak pidana cyber di Indonesia juga dapat dilihat dalam arti luas dan arti
sempit. Secara luas, tindak pidana scyber ialah semua tindak pidana yang menggunakan sarana
atau dengan bantuan sistem elektronik. Itu artinya semua tindak pidana konvensional
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sepanjang dengan menggunakan
This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
bantuan atau sarana sistem elektronik seperti pembunuhan, perdagangan orang, dapat termasuk
dalam kategori tindak pidana siber dalam arti luas. Demikian juga tindak pidana dalam Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana (“UU 3/2011”) maupun tindak pidana
perbankan serta tindak pidana pencucian uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (“UU TPPU”).
Akan tetapi, dalam pengertian yang lebih sempit, pengaturan tindak pidana siber diatur
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU
ITE”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (“UU 19/2016”) sama halnya seperti Convention on Cybercrimes, UU ITE juga tidak
memberikan definisi mengenai cybercrimes, tetapi membaginya menjadi
beberapa pengelompokkan yang mengacu pada Convention on Cybercrimes (Sitompul, 2012):
This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
a. Gangguan terhadap Informasi atau Dokumen Elektronik (data interference - Pasal
32 UU ITE);
b. Gangguan terhadap Sistem Elektronik (system interference –Pasal 33 UU ITE);
3. Tindak pidana memfasilitasi perbuatan yang dilarang (Pasal 34 UU ITE);
4. Tindak pidana pemalsuan informasi atau dokumen elektronik (Pasal 35 UU ITE);
5. Tindak pidana tambahan (accessoir Pasal 36 UU ITE); dan
6. Perberatan-perberatan terhadap ancaman pidana (Pasal 52 UU ITE).
Perbuatan menyebarkan hoax melalui media komunikasi elektronik pada Pasal 45 A Ayat
(1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
yaitu diancam dengan pidana penjara penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling
banyak satu miliar rupiah
Ada tiga tantangan UU ITE di Indonesia yang menentang menimpa pelaku cybercrime
dengan memanfaatkan facebook yaitu : 1. menantang menangguhkan kesusilaan pasal 27 ayat
(1), 2. Penghinaan atau pencemaran nama baik pasal 27 ayat (3), 3. Menyebarkan kebencian
berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) pasal 28 ayat (2).
Sulitnya untuk menghilangkan atau mengurangi laju pertumbuhan cyber crime yang
dikarenakan beberapa faktor yakni: faktor ekonomi, faktor lingkungan, faktor sosial budaya, dan
faktor intelektual. (2) Penegakan hukum dalam upaya penanggulangan cyber crime belum efektif
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya ialah laju pertumbuhan cyber crime yang begitu pesat
dan upaya penanggulangan yang masih kurang maksimal mengingat masih banyaknya kasus
cyber crime yang ditangani oleh aparat kepolisian. (3) Kendala yang dihadapi oleh aparat
kepolisian dalam upaya penanggulangan cyber crime dapat dibagi ke dalam 4 (empat) aspek,
yaitu: aspek penyidik, alat bukti, fasilitas dan jurisdiksi.
Sumber Pustaka :
Andrewe A & Pahajow J . 2016 . Pembuktian Terhadap Kejahatan Dunia Maya Dan Upaya
Mengatasinya Menurut Hukum Positif Di Indonesia . Lex Crimen Vol. V/No. 2/Feb/2016 91
Darmawan K . 2020 . Teori Kriminologi BMP SOSI4302 Modul 1-9. Universitas Terbuka.
Jannah Sh & Naufal . 2012 Penegakan Hukum Cyber Crime Ditinjau Dari Hukum Positif Dan
Hukum Islam. Al-Mawarid, Vol. Xii, No 1, Feb-Agust 2012
This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/
Sitompul J . 2018 . Landasan Hukum Penanganan Cybercrime Di Indonesia
Https://Www.Hukumonline.Com/Klinik/Detail/Ulasan/Cl5960/Landasan-Hukum-Penanganan-
Icybercrime-I-Di-Indonesia . Diakses pada tanggal 10 Mei 2020 .
This study source was downloaded by 100000867282092 from CourseHero.com on 05-19-2023 22:20:49 GMT -05:00
https://www.coursehero.com/file/92544513/Diskusi-5-Kriminologidocx/