Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

TAHUN 2008 DAN 2016

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Teknologi Informasi

Dosen Pengampu :
Mayasari, M.Pd.

Disusun Oleh :

Yabes Henli Salem 2322490342

Miftah Amru Kamal 23

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS RAHARJA

1
2023

ABSTRAK

Cepatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi telah


membawa dampak positif yang signifikan bagi kehidupan manusia, namun hal itu tak
terlepas dari dampak negatif dalam penggunaan nya, oleh karena itu dibutuhkan
penerapan dari aturan-aturan yang berlaku. Regulasi dan hukum penggunaan serta
pemanfaatan media sosial telah diatur dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan diperbarui dalam Undang-
Undang No.18 Tahun 2016 Tentang perubahan Undang-Undang No.11 Tahun 2008.
Di sisi lain, dengan adanya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) akan menjadi tidak berguna jika masyarakat belum menyadari akan
pentingnya hukum, sehingga hal tersebut tidak akan berpengaruh. Oleh karenanya
pemerintah maupun masyarakat harus ikut andil di dalamnya, hal tersebut bertujuan
untuk mengurangi adanya penyalahgunaan oleh oknum yang tidak bertanggung
jawab.

Kata kunci :
UU ITE, Teknologi Komunikasi dan Informasi

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Shalom, Om Swastyastu, Namo Buddhaya, Salam


Sejahtera Bagi Kita Semua, puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “UNDANG UNDANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK TAHUN 2008 DAN 2016“.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Pengantar Teknologi
Informasi di program studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Trunojoyo Madura. Dalam penyusunannya, kami memperoleh data-data
dari studi literatur yang bersumber dari berbagai jurnal. Pembuatan makalah ini
diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya untuk kami (penulis) dan
memudahkan pembaca dalam memahaminya.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan makalah


ini. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari
pembaca sekalian. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.

iii
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................

ABSTRAK..............................................................................................................

KATA PENGANTAR.............................................................................................

DAFTAR ISI..........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................

1.1 Latar Belakang.......................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................

1.3 Tujuan.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................

2.1 Pengertian UU ITE..................................................................................

2.2 Pengertian Media Sosial........................................................................

2.3

BAB III PENUTUP.................................................................................................

3.1 Perkembangan Media Sosial................................................................

3.2 Dampak Media Sosial............................................................................

3.2.1 Dampak Positif................................................................................

3.2.2 Dampak Negatif...............................................................................

iv
3.3 Undang-undang ITE...............................................................................

3.4 Kesimpulan........................................................................................

3.5 Saran..................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu pesat di era
globalisasi membawa banyak perubahan di berbagai bidang terutama
internet, dimana saat ini bahkan perseorangan ataupun badan usaha
mengharuskan agar informasi disampaikan dengan cepat, tanpa mengenal
batas jarak dan waktu. Telekomunikasi memiliki peran penting dan strategis
dalam kehidupan terutama untuk menunjang dan mendorong kegiatan
perekonomian, memperlancar pemerintahan agar masyarakat juga bisa
menyalurkan pendapat secara online, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memantapkan pertahanan dan keamanan, memperkokoh persatuan dan
kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Saat ini Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan jumlah
pengguna internet terbesar di dunia. Pengguna internet pada tahun 2017
mencapai 132,7 juta naik dengan presentase 51% dibandingkan tahun 2016
yang mencapai 88,1 juta pengguna. Hal ini menjadikan media sosial memiliki
peran kuat dalam menunjang dan mendorong kemajuan suatu negara seperti
sarana berpendapat dan ekonomi (e-commerce). Akan tetapi tentunya juga
memicu dampak buruk seperti alat penyalahgunaan tindak kriminal di internet
atau kejahatan siber (Cyber Crime).
1.2 Rumusan Masalah
 Bagaimana UU ITE mengatur penggunaan media sosial?
1.3 Tujuan
 Mengetahui perkembangan dan dampak dalam penggunaan
media sosial
 Mengetahui UU ITE dalam mengatur penggunaan media sosial

vi
BAB II

PEMBAHASAN

Berkembangnya teknologi komunikasi serta internet membuat segala


aspek kehidupan berubah menjadi serba digital dimana segala aspek kehidupan
dapat dilakukan secara virtual atau tanpa perlu langsung bertatap muka. Jarak
bukan jadi masalah untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang biasanya
dilakukan secara langsung seperti jual beli, meeting, atau bahkan sekarang
bersekolah dapat dilakukan melalui media daring.Perkembangan teknologi tersebut
tentu memberikan banyak sekali dampak positif dalam kehidupan masyarakat
seperti mudahnya informasi dan komunikasi yang dapat dirasakan sekarang.

Namun disamping segala kemudahan dan manfaat yang diperoleh dari


perkembangan teknologi dan informasi tentu akan ada dampak negatif yang
didapat seperti jenis-jenis kejahatan baru yang ada dalam masyarakat. Salah
satunya yaitu maraknya kasus penipuan lewat internet dengan korban yang tidak
sedikit, ujaran kebencian, banyaknya informasi hoax, cyber bullying, serta segala
kejahatan jenis baru yang ada dalam internet membutuhkan sebuah regulasi agar
jenis kejahatan tersebut dapat segera ditangani dan diproses agar menciptakan
lingkungan media sosial yang sehat dan lebih bermanfaat.

Dengan segala macam permasalahan tersebut akhirnya pada tahun 2003


dirancang lah RUU mengenai Tindak Pidana Teknologi Informasi dan e-
Commerce dan akhirnya di sahkan pada tahun 2008 pada era pemerintahan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kemudian disebut dengan
UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
yang dibagi menjadi beberapa bagian. Pertama, terkait e-Commerce. Bagian ini
mengatur perkara marketplace. Bagian lain UU ITE mengatur soal tindak pidana
teknologi informasi, dengan sub-bagian yang dimulai dari konten ilegal, unggahan
bernuansa SARA, kebencian, hoaks, penipuan, pornografi, judi, hingga pencemaran

vii
nama baik. Serta dalam sub-bagian lainnya diatur perihal akses ilegal, seperti
hacking, penyadapan, serta gangguan atau perusakan sistem secara ilegal. Namun
pada bagian inilah kerap terjadi permasalahan, sehingga pada tahun 2016 dilakukan
revisi yang kemudian disahkan menjadi UU No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan
atas undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Mengenal Undang-Undang ITE

Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) adalah undang-undang di


Indonesia yang mengatur tentang penggunaan teknologi informasi dan transaksi
elektronik. Undang-undang ini ditujukan untuk mengatur kegiatan yang berkaitan
dengan penggunaan internet, komputer, dan perangkat elektronik lainnya.

Undang-Undang ITE di Indonesia secara resmi disebut sebagai Undang-Undang


Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Undang-undang
ini memiliki beberapa pasal yang mengatur tentang berbagai aspek penggunaan
teknologi informasi dan transaksi elektronik, termasuk hak dan kewajiban pengguna
internet, perlindungan data pribadi, tindakan pidana terkait dengan penyalahgunaan
teknologi informasi, dan tata cara penyelesaian sengketa elektronik.

Berikut adalah beberapa pasal penting dalam Undang-Undang ITE:

1. Pasal 27 Ayat (3) tentang Penyebaran Informasi dan/atau Dokumen


Elektronik yang melanggar kesusilaan.
2. Pasal 27 Ayat (4) tentang Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik
melalui media elektronik.
3. Pasal 28 tentang Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
4. Pasal 45 Ayat (1) tentang Pelanggaran terhadap hak cipta dan/atau hak
terkait.
5. Pasal 51 Ayat (2) tentang Tindak pidana penyebaran konten yang melanggar
norma agama dan/atau norma kesusilaan.

viii
6. Pasal 54 tentang Penyimpanan data elektronik.

Perbedaan antara Undang-Undang ITE Tahun 2008 dengan Tahun 2016

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi


Elektronik (UU ITE) telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2016. Revisi ini dilakukan untuk menjawab berbagai persoalan yang muncul
dalam penerapan UU ITE, termasuk perbedaan penafsiran terhadap
beberapa pasal, serta untuk menyesuaikan UU ITE dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi.

Secara umum, perbedaan antara UU ITE tahun 2008 dan 2016 dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

Perubahan substansi

Perubahan substansi dalam UU ITE 2016 meliputi:

 Pencemaran nama baik: Pasal 27 ayat (3) UU ITE 2008 yang


mengatur tentang pencemaran nama baik diubah menjadi delik aduan,
bukan delik umum. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan
hukum yang lebih baik bagi masyarakat yang menjadi korban
pencemaran nama baik di ranah digital.
 Akses ilegal: Pasal 30 UU ITE 2008 yang mengatur tentang akses
ilegal diubah menjadi delik biasa, bukan delik aduan. Hal ini bertujuan
untuk memberikan perlindungan hukum bagi sistem elektronik yang
digunakan oleh instansi pemerintah atau badan usaha.
 Penyebaran berita bohong: Pasal 28 ayat (1) UU ITE 2008 yang
mengatur tentang penyebaran berita bohong diubah menjadi delik
aduan, bukan delik umum. Hal ini bertujuan untuk memberikan
perlindungan hukum bagi kebebasan berpendapat di ranah digital.

ix
 Pemblokiran situs: Pasal 40 UU ITE 2008 yang mengatur tentang
pemblokiran situs diubah menjadi lebih rinci dan memberikan
perlindungan hukum bagi pemilik situs.
 Hukuman: Beberapa pasal yang mengatur tentang hukuman diubah,
antara lain Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (1), Pasal 30, Pasal 40,
dan Pasal 45.

Perubahan teknis

Perubahan teknis dalam UU ITE 2016 meliputi:

 Penambahan istilah: Beberapa istilah ditambahkan dalam UU ITE


2016, antara lain "informasi elektronik", "dokumen elektronik",
"intersepsi", "sistem elektronik", dan "layanan elektronik".
 Perubahan redaksi: Beberapa redaksi dalam UU ITE 2008 diubah
untuk memperjelas maksud dan tujuannya.
 Penyempurnaan ketentuan: Beberapa ketentuan dalam UU ITE 2008
disempurnakan untuk meningkatkan efektivitas penerapannya.

Fungsi dan Peranan Hukum

Abdul Manan (2009:68) menyatakan bahwa fungsi hukum yang diharapkan setelah
diciptakan atau diubah melalui peraturan perundang-undangan
denganmenggunakan instrumen-instrumen, antara lain:

 Standard of Conduct; merupakan sandaran atau ukuran tingkah laku yang


harus ditaati oleh setiap orang dalam bertindak dalam melakukan hubungan
satu dengan yang lain.
 As a Tool of Social Engineering; sebagai sarana atau alat untuk mengubah
masyarakat ke arah yang lebih baik, baik secara pribadi maupun dalam hidup
masyarakat.

x
 As a Tool of Social Control; sebagai alat untuk mengontrol tingkah laku dan
perbuatan manusia agar mereka tidak melakukan perbuatan yang melawan
norma hukum, agama dan kesusilaan.
 As a Facility on Human Interaction; yakni hukum berfungsi tidak hanya
menciptakan ketertiban, tetapi juga menciptakan perubahan
masyarakat dengan cara memperlancar proses interaksi sosial dan
diharapkan menjadi pendorong untuk menimbulkan perubahan dalam
kehidupan sosial di masyarakat.
 Rechtzeken Heid; yakni agar dalam setiap persoalan dan permasalahan
yang terjadi dalam masyarakat ada kepastian hukum untuk dijadikan
pegangan oleh seluruh masyarakat.

Berkaitan dengan dimensi perubahan hukum, terdapat pendapat yang


menyatakan bahwa masyarakat berubah dulu baru hukum datang kemudian. Faktor-
faktor yang menggerakkan perubahan itu sebenarnya bukan hukum, melainkan
faktor lainnya seperti adanya perkembangan dan penggunaan teknologi canggih.
Hal ini dapat terlihat bahwa jika suatu saat memang terjadi perubahan dalam
masyarakat, maka hukum tetap bukan faktor penyebabnya, jadi hukum hanya dilihat
sebagai akibat perubahan saja. Jika timbul hukum-hukum baru, sebenarnya hanya
akibat dari keadaan masyarakat yang memang telah berubah sebelumnya, sehingga
hukum hanya sekedar mengkukuhkan apa yang sebenarnya memang telah
berubah. Sebelum hukum timbul sebagai alat untuk menciptakan perubahan,
sebetulnya telah lebih dahulu bekerja kekuatan-kekuatan perubahan lain seperti
penemuan dan pemanfaatan teknologi informasi baru, Setelah berjalan hingga
tingkat perubahan tertentu, barulah hukum dipanggil untuk menyelesaikan
persoalan-persoalan yang timbul dari perubahan itu.

Menurut Soemarno Partodihardjo (2009:147): Hukum dalam konsep law as


a tool social engineering sebagaimana yang telah dikemukakan Roscoe Pound,
bahwa hukum harus menjadi faktor penggerak ke arah perubahan masyarakat yang
lebih baik dari sebelumnya sesuai dengan fungsi-fungsi hukum yang telah

xi
disebutkan. Oleh karena itu, dalam perubahan hendaknya harus direncanakan
dengan baik dan terarah, sehingga tujuan dari perubahan itu dapat tercapai dengan
baik

Perkembangan Teknologi Informasi

Pengertian teknologi informasi, menurut Pasal 1,Bab Ketentuan Umum


dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik; adalah: Suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan,
memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi. Salah
satu sarana implementasi dari penggunaan teknologi tersebut adalah dengan
menggunakan media seperangkat komputer yang dapat mengolah semua data,
sistem jaringan untuk menghubungkan komputer satu dengan lainnya dan teknologi
informasi dan telekomunikasi (TIK) yang digunakan agar data dapat disebar dan
dapat diakses secara global.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kini telah banyak membantu


semua kalangan dalam menjalankan setiap aktivitasnya, banyak sekali pekerjaan
yang terselesaikan dengan lebih cepat karena penggunaan sistem media yang baru,
canggih dan berteknologi tinggi. Kemajuan teknologi telah banyak memberi
kebebasan kepada para penggunanya untuk melaksanakan setiap aktivitasnya
dengan sebebas mungkin sesuai dengan hak azasinya. Misalnya, pengiriman surat
melalui kantor pos yang biasanya paling cepat dihitung dengan hari kepada si
penerima, kini surat sudah dapat terkirim dan diterima dalam hitungan beberapa
menit bahkan hitungan detik. Dalam skala tertentu dampak kemajuan teknologi
tersebut menimbulkan pengangguran sebab yang sebelumnya pekerjaan yang
dikerjakan manusia mulai digantikan dengan sistem teknologi baru dan canggih
yang banyak membantu pencepatan penyelesaian pekerjaan, keakuratan data lebih
terjamin dan terjadi penghematan biaya (Edmon Makarim, 2004:204).

Dampak Perkembangan Teknologi Informasi

xii
Teknologi Informasi dan komunikasi selain memberikan keuntungan
ekonomis bagi pengguna media perangkat internet akan kebutuhan informasinya,
akan dapat menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi
positip bagi peningkatan kesejahteraan dan kemajuan peradaban manusia,
sekaligus juga menjadi sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum.
Teknologi yang berdampak negatif ini disebabkan oleh pengguna teknologi sendiri,
misalnya; terjadinya pencurian pulsa, pembobolan kartu kredit, kartu ATM, situs atau
web-site yang menyediakan jasa preman / pembunuh bayaran dan lain-lain.

Meningkatnya kriminalisasi cybercrime atau kejahatan dalam dunia maya


sudah banyak terjadi di Indonesia. Namun karena perangkat peraturan yang ada
saat ini belum cukup kuat menjerat pelaku dengan sanksi yang tegas, maka
kejahatan ini semakin berkembang seiring perkembangan teknologi informasi dan
telekomunikasi.

Keberlakuan Hukum dalam Ruang Maya

Aktivitas di internet tidak dapat dilepaskan dari faktor manusia dan akibat hukumnya
juga bersinggungan dengan manusia di masyarakat yang berada dalam dunia fisik,
maka kemudian muncul pemikiran tentang perlunya aturan hukum untuk mengatur
aktivitas-aktivitas di dalam ruang maya (cyberspace) tersebut. Oleh karena
karakteristik ini sangat berbeda, maka muncul pendapat pro dan kontra mengenai
dapat atau tidaknya hukum konvensional yang mengatur aktivitas-aktivitas di dalam
ruang maya. Hal ini akan menimbulkan perdebatan dalam pengaturannya. Secara
umum, permasalahan pro dan kontra mengenai dapat atau tidaknya sistem hukum
konvensional mengatur aktivitas-aktivitas di cyberspace yaitu;

1. Karakteristik aktivitas-aktivitas di internet sebagai bagian dari teknologi


informasi adalah lintas batas atau hubungan dunia menjadi tanpa batas
sehingga tidak lagi tunduk pada batasan-batasan territorial dan
menyebabkan perubahan ekonomi, sosial, teknologi dan budaya secara
signifikan.

xiii
2. Sistem hukum konvensional yang justru bertumpu pada territorial, dianggap
tidak cukup untuk memadai untuk menjawab permasalahan-permasalahan
hukum yang baru timbul dan dimunculkan oleh aktivitas-aktivitas manusia di
dalam dunia ruang maya (Jurnal Hukum Bisnis:2010:9).

Materi Muatan Undang-undang no. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) merupakan hukum maya (cyber law) yang pertama dimiliki Indonesia, dapat
dikatakan memiliki muatan dan cakupan luas dalam mengatur cyberspace,
meskipun di beberapa sisi masih terdapat pengaturan-pengaturan yang kurang
lugas dan juga ada yang terlewat.Kalau dianalisis materi muatannya tampak bahwa
UU ITE menganut 2 (dua) model pengaturan yaitu:

1. Pengaturan yang berpihak pada pemilahan materi hukum secara ketat


sehingga regulasi yang dibuat bersifat sempit dan spesifik pada sektor
tertentu saja.

2. Pengaturan yang bersifat komprehensif dalam arti materi muatan yang diatur
mencakup hal yang lebih luas disesuaikan dengan kebutuhan yang saat ini
terjadi. Sehingga dalam regulasi tersebut akan tercakup aspek-aspek hukum
perdata materiil, hukum acara perdata dan pidana,(walaupun dapat berupa
kaedah petunjuk hukum tertentu) hukum pembuktian dan hukum pidana.

Mengacu pada 2 model tersebut di atas, UU ITE sendiri cenderung mengikuti model
pengaturan yang kedua ini. Berdasarkan Undang- undang ITE, secara garis besar
materi-materi pokok yang dirangkum sebagai berikut:

1. Asas dan Tujuan.

2. Informasi, dokumen dan tanda tangan elektronik; dalam hal ini, tanda tangan
elektronik diakui memiliki kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan

xiv
konvensional (tinta basah dan bermeterai).

3. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dan Sistem Elektronik.

4. Alat bukti elektronik yang diakui memiliki kekuatan hukum yang sama seperti
alat bukti lainnya yang diakui dalam KUHAP.

5. Transaksi Elektronik (e-commerce).

6. Pengaturan nama domain, Hak Kekayaan Intelektual dan perlindungan hak


pribadi.

7. Perbuatan yang dilarang, dijelaskan pada Bab VII (pasal 27 sampai pasal 37)
meliputi: (a) Pasal 27 (Asusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan). (b)
Pasal 28 (Berita Bohong dan Menyesatkan, Berita Kebencian dan
Permusuhan) (c) Pasal 29 (Ancaman Kekerasan dan Menakuti) (d) Pasal 30
(Akses Komputer Pihak Lain Tanpa Izin, Cracking) (e) Pasal 31
(Penyadapan, Perubahan, Penghilangan Informasi) (f) Pasal 32
(Pemindahan, Perusakan dan Membuka Informasi Rahasia) (g) Pasal 33
(Virus, Membuat Sistem Tidak Bekerja) (h) Pasal 35 (Menjadikan seolah
Dokumen Otentik).

8. Penyelesaian sengketa.

9. Peran pemerintah dan peran masyarakat

10. Penyidikan.

11. Ketentuan pidana.

Berdasarkan materi-materi pokok maupun bentuk pengaturan yang tersebut


di atas, dapat diketahui bahwa setidaknya terdapat sebelas terobosan yang
dilakukan oleh Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, yaitu:

xv
1. Undang- Undang pertama yang berkaitan dengan pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) maupun Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE).
2. Bersifat ekstra territorial; berlaku untuk setiap orang yang berada di Dalam
Negeri (DN) dan Luar Negeri (LN) yang memiliki akibat hukum di Republik
Indonesia.
3. Menjamin kepastian hukum bagi masyarakat yang melakukan transaksi
secara elektronik.
4. Alat bukti elektronik diakui seperti halnya alat bukti lainnya yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
5. Tanda Tangan Elektronik (TTE) diakui memiliki kekuatan hukum yang sama
dengan Tanda Tangan Konvensional (tinta basah dan meterai).
6. Memberikan definisi legal formal berbagai hal yang berkaitan dengan
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
7. Informasi dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya
merupakan alat bukti yang sah dan memiliki akibat hukum yang sah.
8. Mendenifisikan perbuatan yang dilarang dalam pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK).
9. Menetapkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan.
10. Mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai salah satu upaya
mencegah kejahatan berbasis Teknologi Informasi (TI).
11. (Melindungi masyarakat pengguna jasa dengan memanfaatkan Teknologi
Informasi (TI).

Implementasi Undang-Undang ITE

Berkaitan dengan aktivitas dan kegiatan bisnis masyarakat pengguna


transaksi atau perdagangan elektronik (e-commerce), UU ITE merupakan Payung
Hukum yang melingkupi kegiatan transaksi atau perdagangan elektronik di dunia
maya (cyberspace) tersebut. Namun sejak kelahiran Undang-Undang No. 11 tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tersebut, permasalahan dalam
undang-undang tersebut dan pasal-pasal pencemaran nama baik atau delik reputasi

xvi
pada undang-undang tersebut memiliki banyak cacat bawaan, kesimpang siuran
rumusan, dan inkonsistensi hukum pidana. Sebenarnya undang-undang tersebut di
atas khusus diperuntukkan mengatur perdagangan elektronik di internet, akan tetapi
ternyata undang-undang ini ikut mengatur hal-hal yang sebenarnya telah diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya tentang
penghinaan dan pencemaran nama baik. Hal ini mengindikasikan adanya
penduplikasian tindak pidana yang justru rentan terhadap terjadinya ketidak pastian
hukum sehingga menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Duplikasi ini akhirnya
dapat merugikan masyarakat sendiri karena tidak tahu perbuatan mana yang
diperbolehkan dan yang tidak diperbolehkan dilakukan menurut hukum. Korban dari
kekaburan rumusan pasal tersebut telah dapat terlihat, namun kejadian ini
merupakan suatu hal yang postitif dengan adanya reaksi sebagian besar
masyarakat yang telah melakukan penolakan terhadap bentuk kriminalisasi tersebut.
Khususnya yang dilakukan aparat hukum atas kasus pencemaran nama baik.

Dampak Positif dan Negatif Penerapan UU ITE Bagi Masyarakat

Dampak Positif :

1. Melindungi Hak Intekletual (HAKI)


2. Mencegah penyalahgunaan internet
3. Meningkatkan keamanan transaksi elektronik
4. Meningkatkan pemberdayaan internet

Dampak Negatif :

1. Pembatasan kebebasan berpendapat dan berekspresi


2. Menciptakan iklim ketakutan dan intimidasi
3. Menimbulkan kesewenang-wenangan aparat penegak hukum

xvii
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pemahaman dan sosialisasi Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang


Informasi dan Teknologi Informasi (UU ITE) kepada masyarakat yang
diakibatkan adanya perubahan ppara, belum cukup efektif, sebagaimana
terlihat dari masih maraknya pelanggaran-pelanggaran dalam penggunaan
teknologi informasi.
2. Teknologi informasi ini mempunyai dampak pparat yang dapat merugikan
banyak pihak dikarenakan belum jelasnya hukum yang mengatur tentang
penggunaan teknologi informasi, seperti kejahatan dalam dunia telematika
(cybercrime), pelanggaran pparat Kekayaan Intelektual di cyberspace dan
lain-lain serta lemahnya aturan tentang jaminan keamanan dan kerahasiaan
informasi dalam pemanfaatan teknologi informasi.
3. Dalam perubahan ppara dan hukum, Undang-undang No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik cukup dapat di adaptasi terhadap
berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat,
khususnya dibidang teknologi informasi.

Saran – saran

1. Batasi definisi,Definisi-definisi dalam UU ITE perlu dibatasi agar lebih


jelas dan dapat diterapkan secara konsisten. Definisi yang terlalu luas
dapat menimbulkan multitafsir dan dapat digunakan untuk kriminalisasi
terhadap orang yang tidak seharusnya dikriminalisasi.

xviii
2. Sebaiknya kemampuan Sumber daya manusia (SDM) aparatur
penegak hukum di bidang teknologi informasi ditingkatkan, termasuk
pparat polisi, jaksa, hakim bahkan pengacara, khususnya dalam
menangani masalah-masalah hukum siber (cyberlaw). Sehingga
penegakan hukum di bidang ini dapat terlaksana secara baik dengan
dukungan SDM aparatur yang berkualitas serta ahli dalam bidangnya.

3. Penegak hukum perlu memiliki pemahaman yang baik tentang UU


ITE, serta harus mampu membedakan antara kritik, masukan, dan
hoaks. Kritik dan masukan yang konstruktif tidak boleh dikriminalisasi,
tetapi hoaks yang dapat menimbulkan keresahan dan kerugian
masyarakat harus ditindak tegas.Selain itu, penegakan hukum perlu
diimbangi dengan upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat
tentang UU ITE. Masyarakat perlu memahami hak dan kewajibannya
dalam menggunakan media elektronik, serta perlu mengetahui
konsekuensi dari perbuatannya apabila melanggar UU ITE.

DAFTAR PUSTAKA

1. CSIS. (2013). Unintended Consequences: Dampak Sosial dan Politik UU


Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 2008.
2. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia. "Saran Revisi UU ITE." Jurnal
Hukum dan Pembangunan, Vol. 47, No. 3, Tahun 2017.

xix
3. Wijayanti, Punik Triesti, dan Dona Budi Kharisma. "Analisis Penerapan
Undang-Undang ITE Ditinjau dari Legal Drafting Teori oleh Teori Formil Rick
Dikerson." Jurnal Souvereignty, Vol. 2, No. 2, Tahun 2022.
4. Setiawan. "Efektivitas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik di
Indonesia dalam Aspek Hukum Pidana." Jurnal Recidive, Vol. 5, No. 2,
Tahun 2020.
5. Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Pelaihari. "Mengenal Undang-Undang
ITE." SIPPN. https://sippn.menpan.go.id/berita/58352/rumah-tahanan-
negara-kelas-iib-pelaihari/mengenal-undang-undang-ite. Diakses 25
November 2023.
6. Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Jakarta: Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 251.

xx

Anda mungkin juga menyukai