Anda di halaman 1dari 13

MODUL SESI 6

MODUL HUKUM DAGANG ELEKTRONIK (LAW609)

MODUL 6

HUKUM DAGANG SESI 6

DISUSUN OLEH

LUTHY YUSTIKA, SH, MH

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1
MODUL 6

TOPIK ATAU SUB TOPIK 1

PENGARUH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TERHADAP


HUKUM

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Setelah mempelajari modul ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Memahami dan menguraikan mengenai bagaimana pengaruh


perkembangan teknologi terhadap hukum.
2. memahami dan menguraikan mengenai bagaimana urgensi pengaturan
hukum dalam transaksi di internet.

B. Uraian dan Contoh

1. Pengaruh Perkembangan Teknologi Terhadap Hukum

Pada era globalisasi penggunaan media telekomunikasi dan teknologi


informasi menempati kedudukan yang penting dalam memudahkan proses
transaksi bisnis secara umum dan perdagangan bebas secara khusus seperti telah
diutarakan di atas. Selain itu, Jack Febrian berpendapat Evolusi teknologi
telekomunikasi dan teknologi informasi dimulai dari inovasi teknologi sistem
informasi yang berbasis pada integrasi antara teknologi komunikasi dengan
teknologi komputer, yang disebut Interconnection Networking atau disingkat
dengan INTERNET, yang dapat diartikan sebagai global network of computer
networks atau sebuah jaringan komputer dalam skala global dan mendunia.

Hadirnya teknologi komputer yang diproduksi untuk konsumsi


masyarakat, dan munculnya jaringan internet yang menghubungkan dunia tanpa
mengenal batas-batas negara bermaksud untuk mempermudah terpenuhinya
segala aktivitas dan kebutuhan manusia di dunia. Inovasi di bidang teknologi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2
informasi diyakini akan membawa keuntungan dan kemudahan dalam berbagai
kepentingan yang besar bagi masyarakat dan negara-negara di dunia.

Melalui teknologi informasi, segala kegiatan t elekomunikasi


memungkinkan untuk dilakukan, tidak terbatas hanya pada suara saja. Hudson,
Heather E. juga berpendapat2: Lewat satelit, kejadian monumental di berbagai
belahan bumi dapat dilihat dalam waktu yang bersamaan di berbagai tempat.
Selain itu, telepon, facsimile, dan surat elektronik atau e-mail dapat
menghubungkan individu, organisasi dan usahawan di seluruh dunia. Sistem
telekomunikasi akan melengkapi infrastruktur setiap industri dan perusahaan
yang bersaing dalam pasar global.

Bisnis telekomunikasi akan berkembang ke arah interkonektivitas global.


Perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah
menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang,
termasuk di Indonesia yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-
bentuk perbuatan hukum baru yang harus diantisipasi oleh pemerintah dengan
diimbangi pembentukkan peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif
yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat.

Penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus


dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan
kesatuan nasional berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan
nasional. Jika tidak maka negara dan bangsa Indonesia akan tertinggal dari
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia yang terus berkembang
dengan pesat sekali, sehingga negara Indonesia akan selamanya terus menjadi
berkembang bahkan bukan tidak mungkin akan menjadi “negara gagal”.

Di abad yang serba maju ini pemanfaatan Teknologi Informasi dan


Transaksi Elektrik mutlak harus dilakukan karena sangat berperan penting dalam
menunjang dunia perdagangan dan untuk akselerasi pertumbuhan perekonomian
nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, karena dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan transaksi elektrik berarti telah
menerapkan ekonomi biaya murah (low cost economic).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3
Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi
tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara
signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi
pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan
kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum. Misalnya Penipuan, pelanggaran terhadap hak atas
kekayaan intelektual, eksploitasi anak-anak atau pornografi, hecking, pelanggaran
terhadap kehidupan pribadi (privacy) seseorang, penyebaran virus komputer, dan
pencemaran nama baik yang sudah tidak asing lagi di alam maya.

2. Urgensi Pengaturan Hukum dalam Transaksi di Internet


Dengan demikian teknologi yang diciptakan oleh manusia tidak selalu
menghasilkan hal-hal yang positif tetapi dapat juga menghasilkan berbagai
dampak negatif. Disinilah salah satu arti penting perlunya peraturan perundang-
undangan dibidang teknologi informasi. Banyak pihak yang mengatakan bahwa
hukum selalu tertinggal dengan teknologi. Kritikan tersebut tidak terlalu salah.
Memang demikianlah sifat dari hukum apabila dikaitkan dengan teknologi.
Hukum tidak mungkin berada didepan perkembangan teknologi informasi.
Tidak mungkin orang memprediksikan teknologi apa yang akan diketemukan
dimasa depan kemudian mengaturnya dalam suatu produk hukum.

Hukum sudah sewajarnya berada dibelakang mengikuti perkembangan


teknologi. Apabila hukum berada didepan maka teknologi tidak dapat
berkembang secara leluasa. Hal terpenting untuk diperhatikan adalah berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk pada akhirnya hukum terbentuk setelah muncul
yang dibutuhkan untuk pada akhirnya hukum terbentuk setelah muncul teknologi
baru. Cepat lambatnya pembentukan hukum akan berpengaruh pada kestabilan
masyarakat, kedamaian dan ketertiban yang hendak dituju oleh hukum dengan
adanya perkembangan teknologi baru. Pembentukan hukum yang dapat
diselesaikan karena tidak ada hukum yang mengatur.

Dalam era globalisasi, tak dapat dipingkiri bahwa penggunaan telekomunikasi


dan teknologi informasi yang semakin terpadu (global communication network)
dengan semakin populernya Internet seakan-akan telah membuat dunia semakin

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4
menciut (shrinking the world) dan semakin memudarkan batas-batas negara
berikut kedaulatan dan tatanan masyarakatnya. Ironisnya, dinamika masyarakat
Indonesia yang masih baru tumbuh dan berkembang sebagai masyarakat industri
dan masyarakat Informasi, seolah masih tampak prematur untuk mengiringi
perkembangan teknologi tersebut.

Adanya internet hal ini sangat berpengaruh besar (juga bagi masyarakat
Indonesia) sebagai suatu negara berkembang, yang langsung tidak langsung
berpengaruh bagi kehidupan nyata manusia itu sendiri.Dalam pada itu, tentunya
akan mempengaruhi berkembangnya pemahaman manusia terhadap pengertian
cyber space yang tidak lain ada dalam komunikasi melalui jaringan Internet
sering disebut sebagai ”a network of net works”, maka dari karakteristik ini
kemudian ada yang menyebut cyber space dengan istilah virtual-community atau
virtual-world. Dalam pada itu, netter beranganggapan seolah-olah sudah tidak ada
lagi kekuasaan hukum yang mengendalikan aktivitas manusia atau pelaku dunia
usaha. Sebab tidak ada kedaulatan dalam jaringan komputer yang maha besar
(gigantic network), delain telekominkasi dan teknologi informasi. Para netter
beranggapan bahwa tidak ada satu pun hukum suatu negara yang berlaku, karena
hukum network tumbuh dari kalangan mayarakat global penggunanya.

Era baru yang menglobal seakan-akan menjadi jawaban dari impian untuk
melampiaskan kebebasan berkomunikasi ( free flow of information) dan
kebebasan mengemukakan pendapat ( freedom of speech), tanpa perlu
mengindahkan norma yang berlaku sebagaimana dalam kehidupan di dunia nyata.

Dalam perkembangan teknologi informasi, suatu hal yang harus disadari


secara cermat dengan pikiran dan iman yang teguh bahwa setinggi dan secanggih
apa pun perkembangan telekomunikasi dan teknologi informasi, maka harus tetap
memperhatikan rambu-rambu dan prinsip-prinsip universal dalam kehidupan
manusia, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip tersebut yaitu
antara lain; kepentingan umum, ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, hak asasi manusia orang lain, agama, kesusilaan, dan kesopanan.
Dalam pandangan Hamad Steven, Internet merupakan big bang kedua setelah

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5
big bang pertama yaitu material big bang menurut versi Stephen Hawking yang
merupakan knowledge big bang dan ditandai dengan komunikasi
elektromagentoopis via satelit maupun kabel, didukung oleh eksistensi jaringan
telefoni yang telah ada dan akan segera didukung oleh ratusan satelit yang sedang
dan akan diluncurkan.
Internet merupakan simbol material embrio masyarakat global di era
perkembangan teknologi informasi saat ini yang semakin pesat. Era informasi
ditandai dengan aksesibilitas informasi yang amat tinggi. Dalam era global,
informasi merupakan komoditi utama yang diperjualbelikan sehingga akan
muncul berbagai network & information company yang akan memperjualbelikan
berbagai fasilitas bermacam jaringan dan berbagai basis.

3. Pentingnya Pelaku Usaha Pahami Hukum Perlindungan Konsumen E-


Commerce

Terdapat sejumlah aturan yang relevan mengenai perlindungan konsumen


e-commerce. Terdapat kewajiban-kewajiban pelaku usaha yang harus dipatuhi
untuk menghindari risiko sengketa dengan konsumen.

Perdagangan elektronik atau online (e-commerce) memiliki perbedaan


dari sisi hukum perlindungan konsumen dibandingkan konvensional atau offline.
Terdapat berbagai aspek hukum yang umumnya tidak terdapat pada perdagangan
konvensional tapi dimiliki e-commerce. Misalnya, pengaturan mengenai
perlindungan data pribadi hingga metode pembayaran secara elektronik. Hal ini
tentunya tidak lepas dari karakter transaksi e-commerce yang dapat berlangsung
tanpa tatap muka antara konsumen dan penjual. Perlindungan konsumen tersebut
bukan hanya memenuhi hak-hak konsumen namun juga memberi kepercayaan
masyarakat saat bertransaksi melalui e-commerce tersebut. Corporate harus
aware hak-hak konsumen untuk memitigasi risiko sengketa dengan konsumen.
Hak-hak konsumen dilindungi undang-undang (UU) sehingga harus dihormati
dan mitigasi resiko tidak perlu. Payung hukum perlindungan konsumen mengacu
pada UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU 8/1999
mengatur secara umum mengenai perlindungan konsumen pada perdagangan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6
konvensional dan e-commerce. Namun, pelaku usaha juga harus melihat
peraturan lainnya sehubungan e-commerce.

Peraturan-peraturan lainnya sehubungan e-commerce antara lain UU


19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU 7/2014 tentang
Perdagangan. Selain itu, terdapat juga peraturan turunannya yaitu Peraturan
Pemerintah (PP) 71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi
Elektronik (PSTE), PP 80/2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
(PMSE) dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika 20/2016 tentang
Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik. Kewajiban-kewajiban
pelaku usaha e-commerce antara lain beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usahanya, memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan jasa, memperlakukan atau melayani konsumen secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

Kemudian, pelaku usaha juga wajib menjamin mutu barang dan jasa yang
diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu yang
berlaku, memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji atau mencoba
barang dan jasa tertentu. Pelaku usaha juga wajib memberi kompensasi, ganti rugi
dan penggantian atas kerugian akibat barang cacat atau barang yang tidak sesuai
dengan perjanjian.

4. Hukum Perlindungan Konsumen

Sebelum masuk dalam substansi terkait ketentuan UUPK, ada baiknya kita
mengenali dulu terkait beberepa istilah yang tidak asing dari konsumen.
Konsumen yang diperbincangkan dalam hal ini ialah setiap pengguna barang atau
jasa untuk kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk
memproduksi barang/jasa lain atau memperdagangkannya kembali, adanya
transaksi konsumen yang mana maksudnya ialah proses terjadinya peralihan
pemilikan atau penikmatan barang atau jasa dari penyedia barang atau
penyelenggara jasa kepada konsumen.

Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa hak konsumen diantaranya :

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7
a. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
b. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya; dll.
c. Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 UUPK diantaranya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan
tidak sesuai dengan perjanjian, dll.
Lebih tegas lagi Pasal 8 UUPK melarang pelaku usaha untuk
memperdagangkan barang/jasa yang tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut. Berdasarkan pasal tersebut, ketidaksesuaian
spesifikasi barang yang Anda terima dengan barang tertera dalam iklan/foto
penawaran barang merupakan bentuk pelanggaran/larangan bagi pelaku
usaha dalam memperdagangkan barang. Maka konsumen sesuai Pasal 4
huruf h UUPK berhak mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Sedangkan, pelaku usaha itu
sendiri sesuai Pasal 7 huruf g UU PK berkewajiban memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
d. Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan kewajibannya, pelaku usaha dapat
dipidana berdasarkan Pasal 62 UUPK, yang berbunyi: “Pelaku usaha yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal
10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,
huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau pidana denda paling 5 Pasal 62 Undang-undang Nomor 8

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen banyak Rp 2.000.000.000,00
(dua milyar rupiah).”

2. Kontrak Elektronik dan Perlindungan Konsumen berdasarkan UU ITE dan


PP PSTE Transaksi jual beli, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan
UU ITE dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kontrak Elektronik itu sendiri menurut Pasal 48
ayat (3) PP PSTE setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut; data
identitas para pihak; objek dan spesifikasi; persyaratan Transaksi Elektronik;
harga dan biaya; prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak;
ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat
mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat
cacat tersembunyi; dan pilihan hukum penyelesaian Transaksi Elektronik.

Dengan demikian pada transaksi elektronik yang terjadi dikasus dapat


menggunakan instrumen UU ITE dan/atau PP PSTE sebagai dasar hukum dalam
menyelesaikan permasalahannya. Terkait dengan perlindungan konsumen, Pasal
49 ayat (1) PP PSTE menegaskan bahwa Pelaku Usaha yang menawarkan produk
melalui Sistem Elektronik wajib menyediakan informasi yang lengkap dan benar
berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Pada
ayat berikutnya lebih ditegaskan lagi bahwa Pelaku Usaha wajib memberikan
kejelasan informasi tentang penawaran kontrak. Lalu muncul pertanyaan bahwa
bagaimana jika barang bagi pihak konsumen tidak sesuai dengan yang
diperjanjikan ? Pasal 49 ayat (3) PP PSTE mengatur khusus tentang hal tersebut,
yakni Pelaku Usaha wajib memberikan batas waktu kepada konsumen untuk
mengembalikan barang yang dikirim apabila tidak sesuai dengan perjanjian atau
terdapat cacat tersembunyi. Selain kedua ketentuan tersebut di atas, apabila
ternyata barang yang diterima tidak sesuai dengan foto pada iklan toko online
tersebut (sebagai bentuk penawaran), kita juga dapat menggugat Pelaku Usaha
(dalam hal ini adalah penjual) secara perdata dengan dalih terjadinya wanpretasi
atas transaksi jual beli yang Anda lakukan dengan penjual.
Menurut Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”,
wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam kondisi

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9
yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Jika salah satu dari 4 macam kondisi tersebut terjadi, maka Anda secara
perdata dapat menggugat penjual online dengan dalih terjadi wanprestasi
(misalnya, barang yang Anda terima tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang
dimuat dalam tampilan beranda suatu laman online).

3. Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa E-Commerce internasional dimungkinkan untuk
diselesaikan terutama yang meliputi sengketa bernilai kecil dalam forum yang
tepat, yaitu dengan Online Dispute Resolution (ODR), atau APS online yang
menjadi cara praktis untuk memberi para pelanggan remedy yang tepat, murah
dan efektif serta mengurangi penentuan perkara di negara asing.

Ada beberapa keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha trnsaksi E-


Commerce dalam penyelesaian sengketa melalui ODR antara lain:
Pertama, penghematan waktu dan uang. Keuntungan ini karena para pihak tidak
perlu membayar biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadiri persidangan dan
biaya-biaya yang berkaitan dengan hal itu. Kecepatan ODR adalah salah satu
keuntungan dasarnya, pihak-pihak dan pihak netral tidak perlu melakukan
perjalanan untuk bertemu, mereka tidak perlu ada di waktu yang sama, jangka
waktu antara penyerahan dapat singkat, penyelesaian dapat berdasarkan dokumen
saja. Kedua, biasanya biaya layanan penyelesaian sengketa perdata adalah
gabungan dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee, dan biaya pihak netral,
biaya para pihak, ongkos hukum. Dalam ODR beberapa biaya ini tidak ada atau
berkurang signifikan.
Ketiga, pihak yang menggunakan akses internet lebih yakin dalam
menghadapi proses yang akan dijalaninya, sebab mereka dapat dengan mudah
mengontrol dan merespon apa yang terjadi dalam proses.
Keempat, jika para pihak enggan melakukan tatap muka, dapat menghindari

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10
pertemuan dengan pihak lawannya. Para pihak dapat menghindarkan diri
perasaan takut akan diintimidasi dalam proses. Hal ini merupakan persoalan
psikologis. Berdasarkan pada penyelesaian sengketa alternatif secara offline atau
tradisional, maka dapat dibagi juga bentuk penyelesaian sengketa dengan cara
online (ODR) yang dapat dilakukan melalui Arbitrase Online. Perkembangan
teknologi yang memungkinkan terjadinya perdagangan secara elektronik, telah
mengilhami dilakukan penyelesaian sengketa secara elektronik pula. Di tengah
kegalauan sistem hukum yang tidak mengikuti perkembangan zaman dan
cepatnya kemajuan tekhnologi, tekhnologi telah menggoreskan gagasan tentang
penyelesaian sengketa secara online, dalam bentuk arbitrase onlien (e-
Arbitration).
Arbitrase online menjadi suatu pilihan menarik dalam penyelesaian sengketa
E-Commerce. Karaktersitik transaksi di internet merupakan transaksi lintas batas
geografis yang menghubungkan antara konsumen dengan pelaku usaha dari
berbagai negara yang dapat melahirkan sengketa. Dimana sengketa tersebut nilai
nominalnya sebahagian sangat kecil, tetapi membutuhkan penyelesaian yang
cepat, dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

Berbagai upaya yang telah dilakukan diantaranya dengan menyediakan


Alternatif Penyelesaian Sengketa secara online, seperti arbitrase online.
Penyelesaian sengketa secara online mulai dilakukan pada tahun 1995 dengan
didirikannya Virtual Magistrate pada Vilanova Center For Law & Technology.
Tujuannya adalah untuk menjadi penyedia jasa penyelesaian sengketa, khusus
untuk sengketa-sengketa secara online.

Kasus pertama ditangani pada tahun 1996. Dalam kasus tersebut seorang telah

mengajukan gugatan karena telah menerima iklan-iklan tidak diminta melalui


email yang dikirimkan dengan menggunakan alamat dari American Online
(AOL). AOL setuju untuk menanggapi gugatan ini dan virtual magistrate yang
menangani perkara tadi mengabulkan gugatan penggugat dan memerintahkan
kepada AOL untuk tidak lagi mengirim email yang berisi iklan. Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa lainnya secara online tidak jauh berbeda dengan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11
arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa secara tradisional. Perbedaan
hanyalah mengenai cara yang digunakan yaitu penggunaan sarana-sarana
elektronik dengan penyelenggaraannya. Dalam arbitrase online, pendaftaran
perkara, pemilihan arbiter, penyerahan dokumen-dokumen, permusyawaratan
para arbiter dalm hal tribunal arbitrase lebih dari seorang arbiter, pembuatan
putusan, serta pemeberitahuan akan adanya putuan dilakukan secara online.

C. Latihan

1. Apakah yang dimaksud dengan Wanprestasi dalam hal perdagangan melalui e


lektronik ?
2. Apakah keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha trnsaksi E-Commerce
dalam penyelesaian sengketa melalui ODR ?

D. Jawaban

1. Menurut Prof. R. Subekti, S.H. dalam bukunya tentang “Hukum Perjanjian”,


wanprestasi adalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam
kondisi yaitu:
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Jika salah satu dari 4 macam kondisi tersebut terjadi, maka Anda secara
perdata dapat menggugat penjual online dengan dalih terjadi wanprestasi
(misalnya, barang yang Anda terima tidak sesuai dengan spesifikasi barang
yang dimuat dalam tampilan beranda suatu laman online).
2. Ada beberapa keuntungan bagi pembeli dan pelaku usaha trnsaksi E-
Commerce dalam penyelesaian sengketa melalui ODR antara lain:

1) Penghematan waktu dan uang. Keuntungan ini karena para pihak tidak
perlu membayar biaya yang harus dikeluarkan untuk menghadiri

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12
persidangan dan biaya-biaya yang berkaitan dengan hal itu. Pihak-pihak
dan pihak netral tidak perlu melakukan perjalanan untuk bertemu,
mereka tidak perlu ada di waktu yang sama, jangka waktu antara
penyerahan dapat singkat, penyelesaian dapat berdasarkan dokumen
saja.
2) Biasanya biaya layanan penyelesaian sengketa perdata adalah
gabungan dari biaya institusi penyelesaian sengketa, fee, dan biaya pihak
netral, biaya para pihak, ongkos hukum. Dalam ODR beberapa biaya ini
tidak ada atau berkurang signifikan.
3) Pihak yang menggunakan akses internet lebih yakin dalam menghadapi
proses yang akan dijalaninya, sebab mereka dapat dengan mudah
mengontrol dan merespon apa yang terjadi dalam proses.
4) Jika para pihak enggan melakukan tatap muka, dapat menghindari
pertemuan dengan pihak lawannya.

E. DAFTAR PUSTAKA

Jack Febrian, Menggunakan Internet, Informatika, Bandung 2003.

Az Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995.

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13

Anda mungkin juga menyukai