Anda di halaman 1dari 13

Nama : Shafira Putri Anggita

NPM : 110110170305
Kelas : Hukum Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (Cyber Law)
(D)
Dosen : Dr. Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M in IT Law, FCBArb
Dr. Ranti Fauza Mayana, S.H.
Prita Amalia, S.H., M.H.

Urgensi Cyber Law dalam Industri 4.0


Definisi hukum telekomunikasi, konten multimedia dan informatika yang disingkat
telematika, dan di berbagai referensi dikenal dengan cyber law, adalah keseluruhan asas-asas,
norma atau kaidah lembaga-lembaga, institusi-institusi dan proses yang mengatur kegiatan
virtual yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi, memanfaatkan konten
multimedia dan infrastruktur telekomunikasi.1 Lahirnya cyber law di berbagai negara disebabkan
oleh era digital saat ini memiliki kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang telah
berkembang dengan sangat pesat. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut telah
mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia yang tidak pernah terbayangkan
sebelumnya.2 Kemajuan yang paling menonjol adalah lahirnya ruang dalam dunia maya yang
sering disebut dengan Cyber Space, dimana orang-orang dapat melakukan banyak aktifitas
melalui koneksi internet dan dunia menjadi semakin borderless. Dalam cyberspace dunia
menjadi sempit sebab dapat dijangkau dengan singkat dan cepat.

Seiring dengan perkembangan teknologi internet tersebut, banyak muncul kejahatan


dunia maya yang sering disebut dengan cyber crime. Munculnya cyber crime ini telah menjadi
salah satu ancaman bagi berbagai negara karena pemerintah harus mampu mengimbangi teknik
kejahatan yang dilakukan dengan teknologi komputer, khususnya jaringan internet dan intranet. 3
Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan karakteristik dari cyber crime itu sendiri dengan tindak

1
Tasya Safiranita Ramli, dkk, Prinsip-pinsip Cyber Law pada Media Over the top E-commerce berdasarkan
Transformasi Digital di Indonesia, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 16 , No.3, September 2019, hlm. 39
2
Ahmad M Ramli, Disrupsi Digital Ekonomi Kreatif, Bandung: PT. Alumni, 2018, hlm. 27
3
https://media.neliti.com/media/publications/265570-kajian-peran-cyber-law-dalam-memperkuat-1af43a08.,
diakses pada tanggal 20 Februari 2020, pukul 13.22 WIB
pidana konvensional. Pada awalnya, cyber crime didefinisikan sebagai kejahatan komputer.
Menurut Andi Hamzah, kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
penggunaan komputer secara illegal.4 Cyber crime atau kejahatan dunia maya dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia juga sering disebut dengan kejahatan tindak pidana yang
berkaitan dengan teknologi informasi, dimana hal ini selaras dengan definisi penyalahgunaan
komputer menurut Donn B. Parker yaitu: “Computer abuse is broadly defined to be any incident
associated with computer technology in which a victim suffered or could suffered loss and a
perpetrator by intention made or could have gain”.5 Saat ini, ketergantungan masyarakat akan
teknologi informasi semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula resiko yang harus dihadapi.
Privasi dan berbagai informasi milik perseorangan maupun kelompok dapat dengan mudah
dilacak dan dihancurkan oleh para pelaku kejahatan cyber ini.

Ancaman serangan cyber terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi


informasi serta berbagai kejahatan cyber crime sehingga diperlukan riset secara terus menerus
untuk dapat mengatasi ancaman tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara, telah ditetapkan bahwa ancaman dalam sistem pertahanan negara terdiri dari
ancaman militer dan ancaman non-militer, termasuk diantaranya ancaman cyber. Oleh karena itu,
diperlukan sekali adanya upaya dalam menanggulangi cyber crime yang mulai marak terjadi,
salah satunya dengan penegakan hukum cyber (cyber law) sebagai benteng pertahanan melawan
cyber crime itu sendiri. Pada era global seperti sekarang ini, keamanan sistem informasi berbasis
internet mejadi suatu “keharusan” untuk diperhatikan karena cyber space sifatnya publik dan
global sehingga pada dasarnya merupakan tempat yang tidak aman sebagai suatu media
penyimpan informasi. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE) merupakan undang-undang pertama yang mengatur bidang Teknologi dan
Informasi serta Transaksi elektronik sebagai salah satu produk legislasi yang sangat diperlukan
saat ini.

Menurut Cambridge Dictionary, istilah Revolusi Industri pada awalnya didefinisikan


sebagai periode waktu dimana pekerjaan mulai dilakukan lebih banyak oleh mesin di pabrik
daripada dengan tangan di rumah. Istilah Industri 4.0 lahir dari ide revolusi industri ke empat.
European Parliamentary Research Service menyampaikan bahwa revolusi industri terjadi empat
4
Andi Hamzah, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Jakarta: Sinar Grafika, 1989, hlm. 26
5
Donn B.Parker, Crime by Computer, 1976, hlm.12
kali. Revolusi industri pertama (1.0) terjadi di Inggris pada tahun 1784 dimana penemuan
mesin uap dan mekanisasi mulai menggantikan pekerjaan manusia. Revolusi industri kedua
(2.0) terjadi pada tahun 1870 dimana mesin-mesin produksi yang ditenagai oleh listrik digunakan
untuk kegiatan produksi secara masal. Kemudian revolusi industri ketiga (3.0) terjadi mulai
tahun 1970 dimana digunakannya teknologi komputer untuk otomasi manufaktur. Kemudian saat
ini, muncul gagasan untuk mengintegrasikan teknologi sendor, interkoneksi, dan analisis data ke
dalam berbagai bidang industri, sehingga gagasan inilah yang menjadikan revolusi industri
keempat (4.0) terwujud. Definisi Industri 4.0 menurut Kanselir Jerman, Angela Merkel (2014)
adalah transformasi komperehensif dari keseluruhan aspek produksi di industri melalui
penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional.6 Sebenarnya,
Revolusi Industri 4.0 ini bertopang pada Revolusi Industri 3.0, namun dengan ciri transformasi
yang berbeda dari revolusi sebelumnya. Setidaknya ada 3 (tiga) hal yang membedakan revolusi
industri keempat dibanding revolusi industri ketiga;7 pertama, inovasi dapat dikembangkan dan
menyebar jauh lebih cepat dari sebelumnya. Kecepatan ini terjadi pada skala eksponensial dan
bukan lagi pada skala linear. Kedua, penurunan biaya produksi marjinal dan munculnya platform
yang dapat menyatukan dan mengkonsentrasikan beberapa bidang keilmuan terbukti
meningkatkan output pekerjaan. Transformasi ini mengakibatkan perubahan dengan ruang
lingkup yang begitu luas sehingga menyebabkan perubahan pada seluruh sistem produksi,
manajemen, maupun tata kelola. Ketiga, revolusi secara global ini akan berpengaruh besar dan
terbentuk di hampur semua negara di dunia, dimana cakupan transformasi ini terjadi pada setiap
bidang industri, dan bahkan akan mempunyai dampak menyeluruh pada level sistem di banyak
tempat.

Revolusi Industri 4.0 membawa dampak serta tantangan baru bagi dunia saat ini sehingga
perlu didekati dan dibahas melalui pendekatan teori hukum, legislasi, dan regulasi. Tantangan
terberat yang harus dihadapi adalah fakta bahwa dala Revolusi Industri 4.0 saat ini memberikan
banyak ketidakpastian. Oleh karena itu, hukum, legislasi, serta regulasi yang dibuat harus dapat
mewujdukan tujuan hukum itu sendiri yaitu ketertiban serta kemanfaatan untuk masyarakat.
Cyberlaw memiliki peran yang tidak dapat digantikan dalam ekosistem Revolusi Industri 4.0
6
Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah Perkembangan Riset, Jurnal
Teknik Industri Undip, Vol. 13 No.1, 2018, hlm. 19.
7
Raymond R. Tjandrawinata, Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya pada Bidang Kesehatan dan
Bioteknologi, Jurnal Dexa Laboratories of Biomolevular Science (DLBS), 2016, hlm. 2
sebagai upaya pencapaian tujuaqn masyarakat. Perubahan maupun ketertiban atau keteraturan
merupakan tujuan kembar daripada masyarakat yang sedang membangun. Maka cyber law
menjadi suatu alat yang tidak dapat diabaikan dalam revolusi industri 4.0. Peran cyber law
sebagaimana dimaksud adalah alat pembaharuan masyarakat, sehingga mengharuskan
masyarakat memiliki pengetahuan yang luas. Masyarakat harus mengetahui interaksi antara
hukum dengan faktor-faktor lain dalam perkembangannya, terutama variabel-variabel teknologi,
ekonomi, dan sosial. 8

Revolusi Industri 4.0 telah merubah cara kita hidup sehingga mengonstruksi ulang peran
pemerintah, pendidikan, kesehatan, perdagangan, serta berbagai aspek kehidupan lainnya.
Kemajuan teknologi yang begitu pesat membantu terwujudnya konvergensi antara ruang digital
dengan konvensional. Perangkat dan jaringan komputasi semakin kuat, layanan digital semakin
marak berkembang, serta perangkat seluler yang sudah menjadi kenyataan di berbagai belahan
dunia, bahkan di negara-negara terbelakang sekalipun. Berbagai bidang yang memudahkan
kehidupan manusia akibat revolusi Industri 4.0 seperti bioteknologi, keamanan otomotif, media
sosial, ketenagarkerjaan, bisnis, dan banyak lainnya, semua berada di dalam dunia cyber yang
sangat amat rentan keamanannya dikarenakan seringnya kesulitan menentukan yurisdiksi suatu
negara apabila terjadi kejahatan dunia maya. Cyber space yang begitu global seringkali
menimbulkan permasalahan-permasalahan yang kompleks bagi negara-negara di dunia dan hal
itu sudah tidak dapat dihindari lagi. Oleh sebab itu, Cyber Law sangat dibutuhkan sebagai suatu
perangkat hukum yang mengatur mengenai hukum yang terlibat dengan teknologi informasi dan
komunikasi pada era Revolusi Industri 4.0 ini. Dengan adanya cyber law selain untuk
melindungi masyarakat secara nasional dari ancaman kejahatan cyber crime, juga menjadi alat
untuk meyakinkan dunia internasional bahwa sudah ada regulasi yang tegas mengenai
pertahanan cyber di dalam negeri sehingga kerjasama antar negara dalam membangun keamanan
global dapat terlaksana. Indonesia sendiri telah memiliki produk hukum cyber yaitu Undang-
Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE menjadi alat untuk mewujudkan
kepastian hukum atas kemajuan tekonologi informasi dan komunikasi yang berkembang seiring
dengan Revolusi Industri 4.0. UU ITE mengatur berbagai macam perbuatan yang dilarang yang

8
Dr. Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M in IT Law, FCBArb, Cyber Law dan Revolusi Industri, Bandung: Logoz
Publishing, 2019, hlm. 183-188
tercantum dalam BAB VII Pasal 27 sampai dengan Pasal 37. Dalam UU ITE juga terdapat BAB
IX, yaitu Bab yang mengatur khusus mengenai Peran Pemerintah dan Masyarakat terhadap
pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi serta Transaksi Elektronik agar sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Namun, di tengah hiruk pikuk global yang sedang mempersiapkan diri untuk transformasi
Revolusi Industri 4.0, secara mengejutkan, Jepang meluncurkan roadmap yang lebih humanis,
yang disebut sebagai super smart society atau society 5.0. Society 5.0 merupakan tatanan
masyarakat yang berpusat pada manusia (human-centered) dan berbasis teknologi (technology
based). Sebagai catatan, Society 5.0 didahului dengan era berburu (Society 1.0), pertanian
(Society 2.0), industri (Society 3.0), dan teknologi informasi (Society 4.0). Dalam Industri 4.0,
dikenal adanya cyber–physical system (CPS) yang merupakan integrasi antara physical system,
komputasi dan juga network/komunikasi. Dan Society 5.0 merupakan penyempurnaan dari CPS
menjadi cyber–physical–human systems. Dimana human (manusia) tidak hanya dijadikan obyek
(passive element), tetapi berperan aktif sebagai subyek (active player) yang bekerja
bersama physical system dalam mencapai tujuan (goal). Jadi interaksi antara mesin
(physical system) dan manusia masih tetap diperlukan. Hal ini tentu menjadi tantangan baru lagi
untuk berbagai negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Ketika kita masih dalam tahap
penyempurnaan terkait regulasi cyber law dalam rangka mengimbangi kemajuan teknologi
dalam Revolusi Industri 4.0, adanya gagasan society 5.0 ini menjadi hal yang perlu diperhatikan
pula. Dalam Making Indonesia 4.0, dielaborasi 10 langkah prioritas dalam menghadapi era
disrupsi. Diawali dengan perbaikan alur produksi material sektor hulu, desain ulang zona
industri, akomodasi standar sustainability untuk memperkuat daya saing global. Kemudian,
peningkatan kualitas SDM, pembentukan ekosistem inovasi, penerapan insentif investasi
teknologi, harmonisasi aturan dan kebijakan. Dilanjutkan dengan, pemberdayaan UMKM,
pembangunan infrastruktur digital dan menarik investasi asing. 9 Namun, untuk dapat
mewujudkan tatanan society 5.0, Indonesia sendiri masih perlu waktu untuk mencoba
mewujudkan sumber daya manusia yang dapat berperan aktif sejalan dengan digitalisasi berbagai
aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
9
https://ft.ugm.ac.id/kolom-pakar-industri-4-0-vs-society-5-0/, diakses pada tanggal 20 Februari 2020, pukul 14.45
WIB.
Referensi Buku

Ahmad M Ramli. 2018. Disrupsi Digital Ekonomi Kreatif. Bandung: PT. Alumni.

Andi Hamzah. 1989. Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer. Jakarta: Sinar Grafika.

Dr. Danrivanto Budhijanto, S.H., LL.M in IT Law, FCBArb. 2019. Cyber Law dan Revolusi
Industri 4.0. Bandung: Logoz Publishing.

Referensi Jurnal

Tasya Safiranita Ramli, dkk. 2019. Prinsip-pinsip Cyber Law pada Media Over the top E-
commerce berdasarkan Transformasi Digital di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 16 ,
No.3.

Hoedi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo. 2018. Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek dan Arah
Perkembangan Riset. Jurnal Teknik Industri Undip, Vol. 13 No.1.

Raymond R. Tjandrawinata. 2016. Industri 4.0: Revolusi Industri Abad Ini dan Pengaruhnya
pada Bidang Kesehatan dan Bioteknologi. Jurnal Dexa Laboratories of Biomolevular Science
(DLBS)

Referensi Internet

https://media.neliti.com/media/publications/265570-kajian-peran-cyber-law-dalam-memperkuat-
1af43a08., diakses pada tanggal 20 Februari 2020, pukul 13.22 WIB

https://ft.ugm.ac.id/kolom-pakar-industri-4-0-vs-society-5-0/, diakses pada tanggal 20 Februari


2020, pukul 14.45 WIB.

Referensi Undang-Undang

Undang-Undang No. 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara


Transformasi ini
mengakibatkan perubahan
dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga
menyebabkan
perubahan pada seluruh sistem
produksi, manajemen, maupun
tata kelola. Ketiga, revolusi
secara global ini akan
berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di
mana cakupan transformasi
ini terjadi pada setiap bidang
industri, dan bahkan akan
mempunyai dampak
menyeluruh pada level sistem di
banyak tempat.
Transformasi ini
mengakibatkan perubahan
dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga
menyebabkan
perubahan pada seluruh sistem
produksi, manajemen, maupun
tata kelola. Ketiga, revolusi
secara global ini akan
berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di
mana cakupan transformasi
ini terjadi pada setiap bidang
industri, dan bahkan akan
mempunyai dampak
menyeluruh pada level sistem di
banyak tempat.
Transformasi ini
mengakibatkan perubahan
dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga
menyebabkan
perubahan pada seluruh sistem
produksi, manajemen, maupun
tata kelola. Ketiga, revolusi
secara global ini akan
berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di
mana cakupan transformasi
ini terjadi pada setiap bidang
industri, dan bahkan akan
mempunyai dampak
menyeluruh pada level sistem di
banyak tempat.
Transformasi ini
mengakibatkan perubahan
dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga
menyebabkan
perubahan pada seluruh sistem
produksi, manajemen, maupun
tata kelola. Ketiga, revolusi
secara global ini akan
berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di
mana cakupan transformasi
ini terjadi pada setiap bidang
industri, dan bahkan akan
mempunyai dampak
menyeluruh pada level sistem di
banyak tempat.
Transformasi ini
mengakibatkan perubahan
dengan ruang lingkup yang
begitu luas sehingga
menyebabkan
perubahan pada seluruh sistem
produksi, manajemen, maupun
tata kelola. Ketiga, revolusi
secara global ini akan
berpengaruh besar dan
terbentuk di hampir semua
negara di dunia, di
mana cakupan transformasi
ini terjadi pada setiap bidang
industri, dan bahkan akan
mempunyai dampak
menyeluruh pada level sistem di
banyak te

Anda mungkin juga menyukai