Dosen :
Dr. A. Kahar Maranjaya, SH., MH
Disusun Oleh:
Gilang Pramana Putra (20210210100128)
Farizqi Nuwayyar Ayyasy (20210210100076)
Muhammad Fathan Raihan (20210210100081)
Bayu Imam Setiawan (20210210100147)
Mata Kuliah:
Ilmu Perundang-Undangan C
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemampuan untuk
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Saya sangat bersyukur atas berkat-
Nya yang memungkinkan saya menyelesaikan makalah ini dengan baik. Doa dan
salam juga saya sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang syafaatnya kita
nantikan di akhirat.
Saya bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kesehatan, baik fisik maupun mental,
yang memungkinkan saya menyelesaikan makalah dengan judul “Naskah Akademik
Dan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Peraturan Perundang-
Undanngan"
Saya berharap makalah ini akan menambah pengetahuan dan pengalaman pembaca,
dan saya siap untuk memperbaiki makalah ini agar menjadi lebih baik di masa depan.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan karena keterbatasan
pengalaman saya. Oleh karena itu, saya sangat menghargai masukan dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk meningkatkan kualitas makalah ini.
Terima kasih atas perhatian dan semoga makalah ini memberikan manfaat yang
besar. Terima kasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI................................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN........................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................6
C. Tujuan Perumusan Masalah................................................................................6
BAB II
PEMBAHASAN...........................................................................................................7
A. Pengertian Naskah Akademik.............................................................................7
B. Dasar Hukum Pembentukan Naskah Akademik.................................................9
C. Muatan dan Bentuk Naskah Akademik............................................................10
D. Uraian Sistematika Naskah Akademik.............................................................11
E. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang.........................18
BAB III
PENUTUP..................................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan yang seringkali muncul selama ini, bahwa DPR, DPD, dan
Pemerintah selaku penguasa pembentuk undang-undang dinilai kurang aspiratif
dan tidak partisipatif. Padahal, bagaimanapun tujuan dibentuknya undang-
undang untuk kesejahteraan umum seluruh rakyat Indonesia. Bertitik tolak dari
tujuan konstitusi dalam pembukaan (preambule) UUD 1945 alinea ke-IV dengan
tegas menyatakan bahwa: “untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara
Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum…”.
Landasan tersebut menegaskan adanya “kewajiban negara” dan “tugas
pemerintah” untuk melindungi dan melayani segenap kepentingan masyarakat,
guna terwujudnya kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu secara
filosofis, yuridis, dan sosiologis pembentukan perundang-undangan merujuk
4
kepada tujuan negara yaitu: “memajukan kesejahteraan umum”, sebagaimana
dimaksud dalam pembukaan alinea ke-IV UUD 1945.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami naskah akademik serta
aspirasi masyarakat dalam penyusunan Prolegnas, peran partisipasi masyarakat
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, dan keterlibatan masyarakat
dalam pelaksanaan dan pengawasan terhadap undang-undang. Metode yang
digunakan dalam kajian ini adalah penelitian hukum (legal research). Bersifat
1
Ranggawijaya, Rosjidi. 1998. Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia. Bandung: Penerbit
CV. Mandar Maju, hal.33
2
Mahfud, MD. 2010 Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik
terhadap Produk Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Raja Grafindo, hal.363
5
deskriptif analitis terhadap data dan hasil penelitian, yang berupa hasil studi
dokumen yang menggambarkan secara utuh/menyeluruh dan mendalam hasil
analisis terhadap bahan-bahan hukum terkait dengan aspirasi dan partisipasi
masyarakat dalam pembentukan dan pengawasan peraturan perundang-
undangan. Selanjutnya, ditelaah dengan menggunakan welfare state theory atau
teori negara hukum kesejahteraan yang dijadikan sebagai Grand Theory analisis.
Spicker (1998) dalam. E. Suharto3 menyatakan negara hukum kesejahteraan
merupakan bentuk perlindungan negara terhadap masyarakat, terutama
kelompok lemah seperti orang miskin, cacat, pengangguran dan sebagainya.
B. Rumusan Masalah
3
Santosa, Mas Achamad. 2001. Good Government dan Hukum Lingkungan. Jakarta: ICEL.
6
BAB II
PEMBAHASAN
Secara bahasa, Naskah berarti “rancangan” atau “tulisan yang masih dasar”,
dan Akademik memiliki arti yang bersifat ilmu pengetahuan”. Apabila dirangkai
maka Naskah Akademik memiliki pengertian rancangan berupa tulisan yang
masih dasar yang bersifat akademis atau ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut
istilah, Jimly Asshiddiqqie membedakan antara Naskah Akademik, Naskah Politis
dan Naskah Hukum. Pertama, Naskah Akademik. Berbeda dengan bentuk atau
format rancangan Undang undang yang sudah resmi. Naskah rancangan akademis
disusun sebagai hasil kegiatan yang bersifat akademis sesuai dengan prinsip-
prinsip ilmu pengetahuan yang rasional, kritis, obyektif dan impersonal.4
4
Asshiddiqie, Jimly, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara, Sinar Grafika,
Jakarta, 2010.
7
ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD RI Tahun 1945. Sejak saat itu Naskah Politis
berubah menjadi Naskah Hukum. Bedanya dengan PERDA : Pada dasrnya
perancangan perda sama dengan proses perancangan undang-udang di tingkat
pusat yakni Perencanaan, Penyusunan, Pembahasan, Pengundangan, Sosialisasi.
Namun bedanya adalah dalam rancangan perda sebelum diundangkan terlebih
dahulu perda melewati proses evaluasi dan kalrifikasi yang dilakukan oleh
kementrian dalam negeri.
8
Pada Pasal 1 angka (11) UU No. 12 Tahun 2011 dijelaskan bahwa Naskah
Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi,
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai solusi terhadap
permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
5
Ardhiwisastara, Yudha Bhakti Ardhiwisastra, Penafsiran dan Konstruksi Hukum, Alumni, Bandung,
2008.
9
akademik tersebut wajib disertakan dalam penyampaian perencanaan
pembentukan rancangan undang-undang.
3. Perpres No. 68 Tahun 2005 tentang tata Cara Mempersiapkan Rancangan
Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
undang.
4. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor. M. HH-01.
PP. 01. 01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Perundang undangan.
5. Pasal 1 angka (11) UU No. 12 Tahun 2011 dijelaskan bahwa Naskah
Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut
dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, sebagai solusi
terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
6
Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, 2010
10
Bentuk Naskah Akademik berdasarkan Lampiran I Undang undang
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 ialah sebagai berikut :
JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG
UNDANGAN TERKAIT
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG UNDANG, PERATURAN
DAERAH PROVINSI ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/
KOTA
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN: RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG
UNDANGAN
a. Latar Belakang
7
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Cetakan Ketiga, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011.
11
atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu. Latar belakang menjelaskan
mengapa pembentukan Rancangan Undang- Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah suatu Peraturan Perundang-undangan memerlukan suatu
kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran
ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran ilmiah tersebut
mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis
guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
b. Identifikasi Masalah
12
Akademik Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan
sebagai berikut:
d. Metode
13
pengadilan, perjanjian, kontrak, atau dokumen hukum lainnya, serta hasil
penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normative
dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan
rapat dengar pendapat. Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah
penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap
Peraturan Perundangundangan (normatif) yang dilanjutkan dengan observasi
yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data
faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap Peraturan
Perundang-undangan yang diteliti.9
Bab ini memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik,
perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan
negara dari pengaturan dalam suatu Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi,
atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa
sub bab berikut:
i. Kajian teoretis.
ii. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma.
Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai
aspek bidang kehidupan terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang
akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.
iii. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada, serta
permasalahan yang dihadapi masyarakat.
iv. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan
masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.
9
Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, 2010
14
Ketiga, Bab III Evaluasi Dan Analisis Peraturan Perundangundangan
Terkait
a. Landasan Filosofis
10
Hadjon, Philipus M. & Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Cetakan Keempat, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, 2009.
15
dari Pancasila dan Pembukaan Undang undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
b. Landasan Sosiologis
c. Landasan Yuridis
11
Leyh, Gregory, Hermeneutika Hukum Sejarah, Teori, Dan Praktik, terjemahan M. Khozim, Nusa
Media, Bandung, 2008.
16
d. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah,
dan frasa;
e. materi yang akan diatur;
f. ketentuan sanksi; dan
g. ketentuan peralihan.
a. Simpulan
b. Saran
17
E. Partisipasi Masyarakat dalam Pembentukan Undang-Undang
12
Dalam Penjelasan Pasal 5 huruf g Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan terkait Asas Keterbukaan adalah bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan,
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian,
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan
dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
18
keterlibatan masyarakat, akuntabilitas, dan transparansi (Santosa, 2001:87).
Demikian juga menurut Rahardjo (1998:127) transparansi dan partispasi
masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan adalah menjaga netralitas.
Netralitas maksudnya berarti persamaan, keadilan, dan perlindungan bagi seluruh
pihak terutama masyarakat, mencerminkan suasana konflik antar kekuatan dan
kepentingan dalam masyarakat. Keputusan dan hasil peran serta mencerminkan
kebutuhan dan keinginan masyarakat dan menjadi sumber informasi yang
berguna sekaligus merupakan komitmen sistem demokrasi.
19
Demikianlah prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam meningkatkan
peran serta dan partisipasi aktif oleh masyarakat dalam pembentukan undang-
undang. Untuk itu, dalam kerangka normatif tersebut diatas, tentu perlu
diimplementasikan dalam tataran praktek.
Pada saat ini, banyak aturan hukum (undang-undang) yang dibuat oleh DPR
bersama oleh pemerintah; terlebih dahulu meminta masukan dari berbagai pihak,
termasuk organisasi masyarakat sipil dalam bidang masing-masing. Sebagaimana
yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pengaruh dari masyarakat sipil
dalam mengubah suatu hukum yang akan diberlakukan kepada masyarakat cukup
dominan (Manan, 2009:117). Oleh karena itu, dalam pembentukan suatu undang-
undang kebutuhan akan partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk
mengetahui aspirasi yang disampaikan, atas suatu rancangan undang-undang yang
berakibat langsung kepada kesejahteraan rakyat. Dalam analisis yang dilakukan
organisasi masyarakat sipil, ternyata ruang partisipasi masyarakat dalam
mewujudkan undang-undang yang menyejahterakan, setidaknya terdapat lima
tahapan. Menurut Ichwanuddin (2006:33), yaitu sebagai berikut:
“Pertama, tahap penyusunan program legislasi nasional, dimungkinkan
partisipasi masyarakat dalam tahap konsultasi dan komunikasi untuk
memberi masukan dan memantabkan program legislasi nasional, tetapi tidak
jelas siapa yang dimaksud dengan wakil masyarakat dalam forum tersebut,
ditunjuk oleh pembentuk undang-undang. Kedua, penyusunan prakarsa
rancangan undang-undang, ada dua tahap masyarakat bisa terlibat yaitu
dalam penyusunan naskah akademik dan forum konsultasi, namun keduanya
bersifat fakultatif tergantung dari niat dan kepentingan pembentuk undang-
undang untuk mengikutsertakan masyarakat. Ketiga, proses perancangan
undang-undang di DPR, DPD, dan pemerintah, partisipasi masyarakat dapat
dilakukan melalui peran perguruan tinggi yang bekerjasama dengan alat
kelengkapan DPR dalam membuat RUU. Adapun perancangan masyarakat
20
tergantung keikutsertaan kalangan civil society (masyarakat sipil) untuk
berpartisipasi. Adapun perancangan undang-undang oleh Deputi Perundang-
Undangan Sekretariat Jenderal DPR yang melibatkan kalangan akademisi
atau organisasi masyarakat sipil untuk memberikan masukan. Keempat,
proses pengusulan di DPR dalam tahap ini, tidak ada peran serta masyarakat
karena sifatnya DPR hanya menyampaikan informasi saja. Kelima, dalam
pembahasan di DPR peran serta masyarakat terletak dalam Rapat Dengar
Pendapat Umum (RDPU) tetapi sayangnya RDPU tersebut, lebih banyak
inisiatif dari DPR sehingga tidak terlihat dari kelompok masyarakat mana
yang didengarkan dan dapat memberi masukan”.
Aturan yang lebih detail tentang proses partisipasi masyarakat diatur lebih
lanjut dalam Tata Tertib DPR, namun anggota DPR sebagai wakil rakyat yang
berasal dari partai politik tentu memiliki kepentingan dalam interaksi di lembaga
legislatif. Keterbukaan dari partisipasi dimaknai, kadangkala memiliki nuansa
politis sebagai upaya meningkatkan citranya sebagai politisi. Seringkali, maksud
dari partisipasi didominasi kepentingan politik dari partai politik atau
golongannya, dibandingkan kepentingan masyarakat. Disamping itu, paradigma
lama yang menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijakan adalah kewenangan
dari lembaga perwakilan, tanpa perlu mengikutsertakan partisipasi masyarakat
ternyata masih kuat dikalangan elit politik. Lembaga perwakilan seperti DPR
memang memiliki kewenangan dalam pembuatan sebuah kebijakan nasional yaitu
fungsi legislasi selanjutnya, masyarakat ditempatkan sebagai objek yang telah
terwakili secara sah melalui wakilnya di DPR, sehingga otomatis masyarakat
telah ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan.13
Dalam Prolegnas, ada 19 RUU prioritas Prolegnas yang telah disahkan
menjadi UU dibidang kesejahteraan sosial, yaitu: 1). UU No. 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman; 2). UU No. 12 Tahun 2010 tentang
13
Terlihat bahwa ruang partisipasi publik dalam ikut pembuatan kebijakan tidaklah ada dikarenakan
lembaga legislatif adalah lembaga perwakilan masyarakat dalam pembuatan kebijakan
21
Gerakan Pramuka; 3). UU No. 11 Tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya; 4).
UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun; 5). UU No. 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat; 6). UU No. 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir
Miskin, 7). UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
8). UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; 9). UU No. 7 Tahun 2011
tentang Penanganan Konflik Sosial; 10). UU No. 20 Tahun 2013 tentang
Pendidikan Kedokteran; 11). UU No. 11 Tahun 2013 tentang Keinsinyuran; 12).
UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal; 13). UU No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Kesehatan; 14). UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa; 15). UU No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan; 16). UU No. 41 Tahun
2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; 17). UU No. 29 Tahun 2014
tentang Pencarian dan Pertolongan; 18). UU No. 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak; dan 19). UU No. 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan
Keuangan Haji.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
22
aspek-aspek sosial lainnya. Naskah Akademik merupakan bahan awal (first draft)
bagi perancangan suatu atauran, mempermudah legal drafter dalam merumuskan
normanoma hukum dan substansi suatu rancangan peraturan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad, Menguak Tabir Hukum, Cetakan Ketiga, Ghalia Indonesia, Bogor,
2011.
23
Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media,
Yogyakarta, 2010
Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media,
Yogyakarta, 2010
24