Anda di halaman 1dari 19

PERBANDINGAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

DIBEBERAPA NEGARA

Dosen Pengampu :
Pathorang Halim, SH., MH.
Nanda Sahputra Umara, SH., MH.

Disusun Oleh Kelompok :


Muhammad Alfin Rifai (20210210100080)
Muhammad Fathan Raihan (20210210100081)
Rayhan Muntasyir Fathan (20210210100088)
Safina Damayanti (20210210100089)

Mata Kuliah:
Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Korporasi

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. K.H. Ahmad Dahlan, Cireundeu, Kec. Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten 15419
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................2
ABSTRAK....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................6
C. Tujuan Perumusan Masalah.................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................7
A. Perwujudan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Negara Indonesia,
Inggris dan Amerika Serikat.................................................................................7
B. Pertanggungjawaban Korporasi di Negara Indonesia..........................................7
C. Pertanggungjawaban Korporasi di Inggris.........................................................10
D. Pertanggungjawaban Korporasi di Amerika......................................................12
E. Perbandingan Pertanggungjawaban Pidana pada Negara Indonesia, Inggris dan
Amerika..............................................................................................................13
BAB III PENUTUP....................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................18

2
ABSTRAK

Penelitian makalah ini bertujuan untuk membandingkan pendekatan dan praktik


pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis hukum perbandingan dengan fokus
pada sistem hukum, basis pertanggungjawaban, keterlibatan pengadilan,
pengecualian, dan hukuman tambahan. Pembahasan melibatkan analisis terperinci
terhadap regulasi dan doktrin hukum yang mengatur pertanggungjawaban pidana
korporasi di ketiga negara tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang
perbedaan dan persamaan dalam pendekatan hukum pidana korporasi antara
Indonesia, Inggris, dan Amerika Serikat. Analisis dilakukan melalui kajian literatur
dan pemahaman terhadap kasus-kasus hukum yang relevan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia mengadopsi undang-undang terpisah
sebagai dasar pertanggungjawaban pidana korporasi, sementara Inggris
mengandalkan konsep identifikasi dan vicarious liability. Amerika Serikat, dengan
pendekatan campuran antara common law dan statute law, menerapkan vicarious
liability dan strict liability, terutama dalam konteks tindak pidana lingkungan.
Pengecualian dan hukuman tambahan menjadi faktor penentu dalam memahami
perbedaan praktik hukum pidana korporasi di ketiga negara.
Kesimpulan studi ini adalah bahwa, meskipun berlandaskan pada sistem hukum yang
berbeda, semua negara memiliki perhatian serius terhadap pertanggungjawaban
pidana korporasi dan menekankan peran penting pengadilan dalam menegakkan
hukum. Pemahaman mengenai perbedaan dan persamaan ini dapat menjadi landasan
bagi perbaikan dan pengembangan lebih lanjut dalam regulasi pertanggungjawaban
pidana korporasi di tingkat nasional maupun internasional.
Kata Kunci : Perbandingan, Pertanggungjawaban Pidana, Amerika, Indonesia, Inggris

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korporasi dikenal dari beberapa bahasa, yaitu Belanda dengan istilah


coorporatie, di Inggris dengan istilah corporation, di Jerman dengan istilah
Korporation dan di Indonesia dengan istilah Korporasi. Secara etismologis
Corporare sendiri berasal dari kata “corpu” (Indonesia=badan), yang berarti
memberikan badan atau membadankan. Dengan demikian, Corporatio itu berarti
hasil dari pekerjaan membadankan, dengan perkataan lain badan yang dijadikan
orang, badan yang diperoleh dengan perbuatan manusia sebagai lawan terhadap
badan manusia, yang terjadi menurut alam.1 Korporasi adalah suatu badan hasil
ciptaan hukum yang terdiri dari corpus, yaitu struktur fisiknya dan ke dalamnya
hukum memasukkan unsur animus yang membuat badan hukum itu mempunyai
kepribadian. Oleh karena badan hukum itu merupakan ciptaan hukum, maka
kecuali penciptanya, kematiannya pun juga ditentukan oleh hukum. 2 Dalam
kamus bahasa Indonesia Korporasi adalah perusahaan atau badan usaha yang
sangat besar atau beberapa perusahaan yang dikelola dan dijalankan sebagai satu
perusahaan besar.3
Korporasi yang merupakan suatu perusahaan-perusahaan besar telah banyak
memberikan kontribusi yang sangat besar juga bagi kehidupan setiap orang,
pembangunan industri dan perdagangan dunia. Perusahaan-perusahaan besar
tersebut telah menyediakan kesempatan kerja kepada jutaan orang dan telah
meningkatkan kekayaan bangsa, mempengaruhi harga-harga dan dengan
demikian juga mempengaruhi tingkat inflasi, kualitas barang, dan tingkat
pengangguran. Selain pengaruh pertumbuhan yang sangat luar biasa, aset
kegiatan menjual dari suatu korporasi menjadikan korporasi memiliki kekuasaan
ekonomi, sosial dan politik yang luar biasa dan dapat dikatakan bahwa korporasi
“mengkontrol” kehidupan ekonomi, soasial dan politik Negara.

1
Soetan K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Pembangunan, Jakarta, 1955, hlm. 83;
2
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 110;
3
Alhakim, A, & Soponyono, E 2019, 'Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Terhadap
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi', Jurnal Pembangunan Hukum, ejournal2.undip.ac.id,
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/6166

4
Seperti yang dipahami bahwa korporasi sangat berpengaruh terhadap
pembangunan industri dan perdagangan dunia baik dalam negara berkembang
seperti Indonesia, Inggris maupun Amerika Serikat yang merupakan negara
maju, dengan demikian maka tidak menutup kemungkinan korporasi akan
melakukan tindak kejahatan. Terkait dengan kejahatan korporasi khususnya yang
terjadi di Indonesia, Inggris dan Amerika Serikat, maka penulis pun tertarik
untuk meneliti konsep pertangggungjawaban korporasi atas tindak kejahatan
yang dilakukan dengan mengacu kepada dua sistem hukum yang berbeda yaitu
Civil Law yang dianut oleh Indonesia dan Common Law yang dianut oleh Inggris
dan Amerika Serikat. Hal ini dianggap sangat menarik untuk diperbandingkan
karena seperti yang dipahami bahwa sistem hukum Civil Law memiliki tiga
karakteristik dimana adanya kodifikasi, hakim tidak terikat kepada Presiden
sehingga undang-undang menjadi sumber hukum yang terutama dan sistem
peradilan bersifat inkuisitorial sedangkan sistem hukum Common Law
merupakan suatu sistem yang didasarkan pada yurisprudensi atau putusan hakim,
atau putusan pengadilan yang didominasi oleh hukum tidak tertulis atau hukum
kebiasan melalui putusan hakim sebelumnya.4
Terkait dengan pertanggungjawaban oleh korporasi yang telah melakukan
suatu kejahatan korporasi, penulis terlebih dahulu melihat Kebijakan Hukum
Pidana (formulasi) terhadap Kejahatan Korporasi yang belaku di Indonesia. 5
KUHP yang berlaku saat ini belum mengatur mengenai kebijakan tentang
pertanggungjawaban pidana Korporasi dalam arti belum mengenal Korporasi
sebagai subjek dari tindak pidana karena KUHP adalah warisan dari pemerintah
kolonial Belanda yang menganut sistem Eropa Kontinental (civil law), dengan
kata lain subjek tindak pidana yang dikenal dalam KUHP adalah orang
perseorangan. Hal ini didasarkan pada Pasal 59 KUHP yang berbunyi: “dalam
hal-hal dimana ditentukan pidana karena pelanggaran terhadap pengurus,
anggota-anggota badan pengurus, atau komisaris-komisaris yang tidak ikut
campur melakukan pelanggran, tidak dipidana”, dari bunyi pasal tersebut maka
dapat dimaknai apabila Korporasi yang melakukan tindak pidana maka
pertanggungjawaban pidana dibebankan kepada pengurus Korporasi dalam hal
pengurus Korporasi yang melakukan tindak pidana dalam rangka mewakili atau
4
Sibarani, S, & Santiago, F 2021, 'Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi Berdasarkan Uu
No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi', Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum,
lexlibrum.id, https://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/233
5
Sanjaya, B, Muladi, M, & Sari, RK 2020, 'Inkonsistensi pertanggungjawaban pidana korporasi dalam
peraturan perundang-undangan di luar KUHP', Pandecta Research Law Journal, journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta/article/view/23013

5
dilakukan atas nama Korporasi tersebut. Secara sederhana maka dapat dipahami
didalam KUHP yang bertanggungjawab ialah pengurus Korporasi
(perseorangan) dan bukan Korporasinya.
Penelitian ini berfokus pada perwujudan pertanggungjawaban pidana
korporasi di Inggris dan Indonesia. Penelitian ini menerapkan pendekatan
perbandingan hukum untuk menjelaskan perbedaan dan persamaan aspek ini
pada negara Indonesia, Inggris dan Amerika Serikat. Pendekatan perbandingan
hukum diterapkan karena perbandingan hukum merupakan metode penyelidikan
dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih dalam tentang bahan
hukum tertentu.6 Penelitian ini bertujuan memberikan pengetahuan kepada
pembaca mengenai perwujudan pertanggung jawaban pidana korporasi di
Indonesia, Inggris dan Amerika Serikat sehingga pembaca mempunyai
pengetahuan dasar tentang aspek ini. Pengetahuan dasar dibutuhkan sebab saat
ini praktik pertanggungjawaban pidana korporasi marak terjadi.

B. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini terkait dengan judul
di atas adalah:
1. Bagaimana konsep pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia,
Inggris, dan Amerika Serikat?
2. Apakah terdapat persamaan atau perbedaan signifikan dalam hukuman
tambahan dan pengecualia dalam pertanggungjawaban pidana korporasi di
ketiga negara tersebut?

C. Tujuan Perumusan Masalah

1. Memahami Konsep Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.


2. Menganalisis Persamaan dan Perbedaan dalam Pertanggungjawaban
Pidana Korporasi.

6
Sjawie, H.F. (2017). Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana Korporasi.
Jakarta: Kencana. h. 29

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. Perwujudan Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Negara Indonesia,


Inggris dan Amerika Serikat

Pertanggungjawaban pidana adalah salah Satu konsep penting dalam hukum


pidana. Menurut Andi Sofyan dan Nur Azisa, pertanggungjawaban pidana
menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk menentukan apakah
seseorang terdakwa atau tersangka dipertangungjawabkan atas suatu tindak
pidana yang terjadi atau tidak.7 Pertanggungjawaban pidana diberikan kepada
subjek hukum yaitu manusia dan badan hukum. Pertanggungjawaban pidana
korporasi ialah contoh dari pertanggungjawaban pidana oleh badan hukum.
Zulfita Zahra menyebutkan opini terkait pertanggungjawaban pidana korporasi
“Corporate Criminal Liability concerns the issue of liability, intentionality or
negligence of the Corporation.”8 Pandangan tentang pertanggungjawaban pidana
diungkapkan oleh Kartikey Mahajan yakni “Corporate criminal liability arises
when there is a breach of a certain statutory provision by a company.9”
Dua pendapat ini bermakna pertanggungjawaban pidana korporasi adalah
tindakan yang dilakukan saat suatu korporasi melanggar peraturan secara sengaja
ataupun tidak sengaja. Pertanggungjawaban pidana korporasi berlangsung di
berbagai negara contohnya Indonesia, Inggris dan Amerika Serikat.

B. Pertanggungjawaban Korporasi di Negara Indonesia

Indonesia merupakan negara yang menganut sistem hukum civil law.


Keputusan ini menyebabkan berlakunya kodifikasi hukum pada hukum perdata,
hukum dagang dan hukum pidana. Hukum pidana Indonesia dikodifikasi dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur berbagai aspek
sehingga menjadi acuan bagi masyarakat dan aparat penegak hukum. Saat ini
KUHP tidak mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi karena KUHP
berpandangan subjek hukum yang dapat diberi pertanggungjawaban pidana
7
Sofyan, A & Azisa, N. (2016). Hukum Pidana. Makassar: Pustaka Pena Press. h. 124.
8
Zahra, Z. (2018). Corporate Criminal Liability in Criminal Acts on The Position in an Automotive
Company. Jurnal Hukum Prasada, 5(2). h. 100.
9
Mahajan, K. (2008). Corporate Criminal Liability: Why Corporations are Preferred and Not the
Employees?. Company Law Journal, 4. h. 3.

7
hanya manusia. Oleh sebab itu, pertanggung jawaban pidana korporasi diatur
dalam undang-undang tindak pidana yang tidak dikodifikasi. Undang-Undang
darurat nomor 17 tahun 1951 tentang penimbunan barang-barang menjadi
ketentuan pertama yang mengakui korporasi sebagai subjek tindak pidana.10
Pemberlakuan undang-undang darurat nomor 17 tahun 1951 menjadi awal
pengakuan korporasi sebagai subjek tindak pidana dalam hukum pidana
Indonesia. Setelah itu, Indonesia memberlakukan banyak undang-undang tindak
pidana yang mengatur tindak pidana korporasi seperti undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi, undang-undang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, undang-undang pencegahan dan pemberantasan
tindak pidana pencucian uang, undang-undang kehutanan, undang-undang
perikanan, undang-undang pertambangan mineral dan batubara, undang-undang
pelayaran, undang-undang pasar modal, undang-undang perlindungan
konsumen, undang-undang ketenagakerjaan, dan undang-undang ketentuan
umum dan tata cara perpajakan. Berbagai undang-undang ini mengatur bentuk
perbuatan pidana korporasi. 11
Perkembangan zaman menyebabkan tindak pidana korporasi semakin marak
di Indonesia. Situasi ini menimbulkan kebutuhan berlakunya prosedur
penanganan tindak pidana korporasi agar kasus dapat diselesaikan dan hukum
ditegakkan. Akan tetapi, aparat penegak hukum tidak mengetahui prosedur
penanganan perkara pidana korporasi. Hal ini menyebabkan kesalahan
penentuan bentuk pertanggungjawaban pidana korporasi sehingga menghambat
proses penyelesaian kasus dan penegakan hukum. Keberadaan peraturan tentang
tata cara proses penyelesaian kasus pidana korporasi bertujuan membantu aparat
menyelesaikan kasus dan memberikan vonis yang tepat. Pengaturan aspek ini
terdapat pada peraturan mahkamah agung (PERMA) nomor 13 tahun 2016. Pasal
4 PERMA nomor 13 tahun 2016 menjelaskan situasi yang membuat korporasi
dapat dikenakan pertanggungjawaban pidana.
(1) Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan
ketentuan pidana Korporasi dalam undang-undang yang mengatur
tentang Korporasi.
10
Dwiyantama, RWH 2023, 'Studi Perbandingan Hukum Perwujudan Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi antara Inggris dan Indonesia', Indonesian Journal of Criminal Law and …,
journal.umy.ac.id, https://journal.umy.ac.id/index.php/ijclc/article/view/12359
11
Chasani, M 2017, 'Corporate Criminal Liability in Indonesia on the Perspective of Comparison',
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies (IJCLS), journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijcls/article/view/12322

8
(2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim dapat menilai
kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1) antara lain:
a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat dari
tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut dilakukan
untuk kepentingan Korporasi;
b. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan
untuk melakukan pencegahan, mencegah dampak yang lebih
besar dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan hukum
yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana.12
Kesalahan pada korporasi menjadi salah satu faktor yang membuat korporasi
dapat diberi pertanggungjawaban pidana. Indonesia menentukan
pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia berdasarkan teori strict
liability dan vicarious liability.
Strict liability merupakan salah satu teori pertanggungjawaban pidana. Strict
liability dinyatakan sebagai pertanggungjawaban tanpa kesalahan (liability
without fault). Hal ini berarti bahwa si pembuat sudah dapat dipidana jika ia
telah melakukan perbuatan sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang
tanpa melihat bagaimana sikap batinnya. 13 Penerapan teori ini membuat
korporasi langsung diberikan pertanggungjawaban pidana saat tindak pidana
yang dilakukan sudah memenuhi unsur sehingga tidak dibutuhkan pembuktian
mens rea. Kemudian Indonesia juga melaksanakan vicarious liability yang
serupa dengan negara Inggris. Korporasi menjadi pengganti pelaksana
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan oleh anggota korporasi. Bentuk
pertanggungjawaban pidana korporasi disebutkan dalam pasal 25 PERMA
Nomor 13 tahun 2016
(1) Hakim menjatuhkan pidana terhadap Korporasi berupa pidana pokok
dan/atau pidana tambahan.
(2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap Korporasi sebagaimana
ayat (1) adalah pidana denda.

12
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak
Pidana Oleh Korporasi, 4.
13
Kurniawan, R & Sari D, S.N.I. (2014). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Berdasarkan Asas
Strict Liability (Studi Pembaharuan Hukum Pidana Lingkungan Hidup). Jurnal Yuridis, 1 (2). h. 159.

9
(3) Pidana tambahan dijatuhkan terhadap Korporasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.14
Indonesia memberlakukan pidana tambahan pada pasal 25 ayat (1) PERMA
Nomor 13 tahun 2016. Pidana tambahan pada pertanggungjawaban pidana
korporasi berupa pembekuan kegiatan, pencabutan izin usaha, pembubaran
dan/atau larangan korporasi, penyitaan aset perusahaan, dan pengambilalihan
perusahaan oleh negara

C. Pertanggungjawaban Korporasi di Inggris

Inggris adalah negara di Eropa yang memberikan korporasi kemampuan


bertanggungjawab pada tindak pidana sejak 1944. Terdapat Tiga kasus yang
menandai kondisi tersebut yakni DPP v Kent and Sussex Contractors, R V ICR
Haulage dan Moore V Bresler. Korporasi dapat bertanggungjawab dalam tindak
pidana pencucian uang, Penghindaran pajak, Suap dan korupsi, Penipuan,
Konspirasi, Pelanggaran kontrol ekspor, Pelanggaran lingkungan, Pelanggaran
kesehatan dan keselamatan, serta Penyalahgunaan pasar. Setiap tindak pidana
tersebut mempunyai regulasi yang mengatur pertanggungjawaban pidana
korporasi dan dapat memperluas yurisdiksi. Contohnya United Kingdom Bribery
Act (UKBA) mengizinkan pemberlakuan yurisdiksi ekstraterritorial. United
Kingdom Bribery Act (UKBA) menyatakan individu dan perusahaan yang
berhubungan dekat dengan Inggris Raya dapat dituntut atas pelanggaran suap
yang dilakukan di luar negeri. Pada keadaan ini, hubungan dekat memiliki Tiga
indikator yaitu warga negara Inggris, seorang individu yang biasanya tinggal di
Inggris Raya atau mereka adalah badan yang didirikan di Inggris Raya. Individu
atau korporasi hanya perlu memenuhi salah satu indikator agar dapat diberi
pertanggung jawaban pidana korporasi berdasarkan hukum Inggris.15
Pertanggungjawaban pidana korporasi berbentuk pembayaran denda,
perintah kompensasi (yaitu, perintah agar perusahaan memberi kompensasi
kepada korban), pencekalan dari proses pengadaan publik dan/atau perintah
penyitaan (yaitu, perintah agar hasil kejahatan disita). Penyitaan dilakukan
berdasarkan Proceeds of Crime Act 2002 (POCA). Pertanggungjawaban ini
diberikan setelah korporasi dinyatakan bersalah. Keadaan ini terjadi jika
14
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak
Pidana Oleh Korporasi, 25.
15
Chasani, M 2017, 'Corporate Criminal Liability in Indonesia on the Perspective of Comparison',
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies ( IJCLS), journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijcls/article/view/12322

10
korporasi memenuhi unsur actus reus dan mens rea pada kasus.
Pertanggungjawaban pidana korporasi diberikan berdasarkan Dua teori yakni
teori identifikasi dan vicarious ability.
Teori identifikasi merupakan teori yang diterapkan untuk memberikan
pertanggungjawaban pidana pada korporasi. Muchamad Chassani memaparkan
definisi teori ini
“The corporation can do a number of offenses directly through people who
are closely connected with the company and viewed as the company itself.”16
Teori ini menyatakan tindak pidana oleh anggota inti korporasi diidentifikasi
sebagai Tindak pidana oleh korporasi. Teori ini diterapkan karena korporasi
adalah subjek hukum bukan manusia yang tidak dapat menentukan kehendak.
Penerapan teori ini membuat Tindakan anggota inti korporasi dinyatakan
mewujudkan kehendak korporasi sehingga korporasi dianggap sama sebagai
individu. Selain teori identifikasi, pertanggungjawaban pidana korporasi di
Inggris juga menerapkan teori vicarious liability.17
Teori vicarious liability ialah teori lain yang dapat digunakan untuk
menyatakan pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana.
Vicarious liability berlaku pada masa awal pertanggungjawaban pidana
korporasi di Inggris namun saat ini vicarious liability diterapkan bersama teori
identifikasi. Celia Wells menyebutkan
Where the vicarious route applies, the corporate entity will be liable for any
offenses committed by its employees or agents.18
Pemberlakuan teori ini membuat korporasi menjalani pertanggungjawaban
pidana atas tindakan yang dilakukan anggota korporasi. Hal ini bermakna
vicarious liability adalah bentuk pertanggungjawaban pidana tidak langsung.
Vicarious liability dapat mengalami perluasan dengan kondisi suatu perusahaan
diakuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mengakuisisi dapat menjadi
pihak pengganti untuk melakukan pertanggungjawaban pidana atas Tindakan
perusahaan yang diakuisisi.
16
Chasani, M. (2017). Corporate Criminal Liability In Indonesia On The Perspective Of Comparison.
Indonesian Journal Of Criminal Law Studies (IJCLS), II (2). h. 148.
17
Chasani, M 2017, 'Corporate Criminal Liability in Indonesia on the Perspective of Comparison',
IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies ( IJCLS), journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijcls/article/view/12322
18
Wells, C. (ed). (2011). Corporate Criminal Liability in England and Wales: Past, Present and
Future in Corporate Criminal Liability Emergence, Convergence and Risk. Berlin: Springer. h. 97.

11
D. Pertanggungjawaban Korporasi di Amerika

Dalam model hukum pidana Amerika Serikat atau yang dikenal dengan
Model Penal Code Korporasi sebagai subjek hukum pidana diatur dalam Section
1.13 dengan tittle “General Definition” sub section (8) :“person”. “he”, and
“actor” include any natural person and, where relevant, a corporation or an
unicorporation association19. Selain Model Penal Code, Statuta Law (Undang-
Undang) terkait dengan lingkungan di Amerika Serikat juga mengatur Korporasi
sebagai subjek hukum pidana dan Statuta Law (Undang-Undang) terkait dengan
Koripsi juga mengatur Korporasi sebagai subjek hukum pidana.
Mengacu kepada Model Penal Code (MPC), ajaran pemidanaan korporasi di
Amerika Serikat menganut kepada ajaran pembebanan pidana dari tindak pidana
yang dilakukan seseorang kepada orang lain. Contohnya seorang principal
(pemberi kuasa) bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh agent
(penerima kuasa).
Pengadilan – pengadilan federal (the federal coursts) di Amerika Serikat
dalam penuntutan terhadap korporasi menerapkan ajaran vicarious liability atau
respondeat superior untuk perbuatan – perbuatan yang dilakukan oleh
pegawainya apabila tindak pidana tersebut dilakukan dalam lingkup tugas
pegawai tersebut dan apabila perbuatan itu dilakukan untuk keuntungan
korporasi21. Dengan katalain seorang atau korporasi pemberi kerja (employer)
bertanggungjawab secara vikarius (liable vicarious) atas perbuatan – perbuatan
dari bawahannya yang telah menimbulkan gangguan publik (public nuisance)
atau dalam hal membuat pernyataan yang dapat merusak nama baik orang lain
(criminal libel).20
Doctrine of Vicariouse Liability memiliki pembatasan dalam penerapannya
antara lain:
a) Pembatasan pertama, ditetapkan oleh pengadilan/ pengadilan Amerika
Serikat telah mengizinkan pemberi kerja (employer), yaitu korporasi
untuk membela diri (mengajukan pembelaan terhadap tuntutan atau
tuduhan pidana) telah melakukan semua tindakan yang seharusnya
diambil untuk mencegah terjadinya tindakan pidana yang bersangkutan;

19
Model Penal Code, Official Draft And Explanatory Notes, hlm. 17;
20
Gary Scanlan dan Christopher Ryan, An Introduction to Criminal Law, London, Backstone Press
Limited, 1985, hlm.120;

12
b) Pembatasan kedua, pembatasan yang diberikan oleh konstitusi Amerika
Serikat. Terdapat pandangan yang mencuat tentang proporsionalitas
dalam hukum tata negara Amerika Serikat. Prinsip ini mengkehendaki
bahwa pemidanaan (punishment) harus proporsional dengan kesalahan
dan harus melarang pembebanan sanksi – sanksi pidana yang berat
berdasarkan pertanggungjawaban vikarius. Maka dengan kata lain
apabila employer (pemberi kerja atau korporasi) tidak dapat
membuktikan telah memberi peringatan atau intruksi kepada para
pegawainya untuk tidak melakukan perbuatan – perbuatan yang
melanggar undang-undang, maka korporasi, juga pengurusnya, harus
memikul beban pertanggungjawaban atas dilakukannya tindak pidana
tesebut.21
Dalam Statutory Laws terkait lingkungan khususnya dalam The
comprehensive environmental responce compensation and liability act (CERLA)
dengan mendasarkan pada Section 107 doktrin pertanggungjawaban yang dianut
ialah menererapkan Doctrine Strict Liability terhadap para penghasil dan
pengangkut limbah B3. Hal tersebut pun didikung dengan The quintessential
pure strict liability category of crime was environmental crime, inas much as the
affender need only cause defined forms of environmental risk or harms (such as
exposing the public to certain pollutans or toxins in excess of a specified level)
and it is virelevant that she lached-negligence, knowledge, or any other
culvability. (Strict Liability yang paling murni adalah dalam kasus-kasus yang
berhubungan dengan lingkungan dimana pelaku telah melakukan perusakan
lingkungan atau membahayakan lingkungan seperti mengekspos masyarakat
dengan polusi atau zat beracun. Dalam peradilan di Amrika Serikat, Doctrine of
Vicarious Liability tidak dicampur padukan atau dikacaukan dengan Doctrine of
Strict Liability.

E. Perbandingan Pertanggungjawaban Pidana pada Negara Indonesia, Inggris


dan Amerika

1. Sistem Hukum
a) Indonesia (Civil Law). Menggunakan sistem hukum civil law dengan
KUHP sebagai acuan utama dalam hukum pidana.
21
Peter W. Low, Criminal Law, Revised First Edition, St. Paul, Minn.: West Publishing Co., 1990,
hlm. 251 – 253;

13
b) Inggris (Common Law). Berlandaskan pada sistem common law yang
menitikberatkan pada preseden hukum dan keputusan pengadilan.
c) Amerika Serikat (Mixed). Merupakan kombinasi antara common law dan
statute law dengan model penal code sebagai pedoman.
2. Basis Pertanggungjawaban
a) Indonesia (Undang-undang Terpisah). Pertanggungjawaban pidana
korporasi diatur dalam undang-undang tindak pidana terpisah, seperti
hukum korupsi dan lingkungan hidup.
b) Inggris (Identifikasi dan Vicarious Liability). Didasarkan pada konsep
identifikasi, di mana tindakan manajemen utama dianggap sebagai
tindakan korporasi, dan vicarious liability untuk tindakan pegawai.
c) Amerika Serikat (Vicarious Liability dan Strict Liability). Menerapkan
vicarious liability dan strict liability, terutama dalam konteks lingkungan.
3. Keterlibatan Pengadilan
Semua negara melibatkan pengadilan dalam menentukan
pertanggungjawaban pidana korporasi.
4. Pengecualian
Setiap negara memiliki pengecualian terkait tindak pidana tertentu yang
mungkin tidak bisa diatribusikan kepada korporasi.
5. Hukuman Tambahan
a) Indonesia dan Inggris: Memberlakukan pidana tambahan.
b) Amerika Serikat: Dapat menerapkan sanksi tambahan seperti pembekuan
kegiatan dan penyitaan aset.
Pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia didasarkan pada undang-
undang terpisah, Inggris mengadopsi identifikasi dan vicarious liability,
sementara Amerika Serikat mengombinasikan vicarious liability dan strict
liability. Meskipun memiliki perbedaan dalam pendekatan hukum, semua negara
menekankan peran pengadilan dalam menegakkan pertanggungjawaban pidana
korporasi. Pengecualian dan hukuman tambahan menjadi elemen tambahan yang
membedakan praktik hukum pidana korporasi di ketiga negara ini.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sistem hukum memainkan peran krusial dalam menentukan


pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia, Inggris, dan Amerika
Serikat. Indonesia, dengan sistem hukum civil law, merinci prinsip-prinsip
hukum pidana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Uniknya,
pertanggungjawaban pidana korporasi di Indonesia diatur melalui undang-

15
undang tindak pidana terpisah, seperti hukum korupsi dan lingkungan hidup. Di
Inggris, yang menganut sistem common law, basis pertanggungjawaban
korporasi melibatkan konsep identifikasi, di mana tindakan manajemen utama
dianggap sebagai tindakan korporasi, dan vicarious liability untuk tindakan
pegawai. Amerika Serikat, sebagai kombinasi antara common law dan statute
law, mengaplikasikan vicarious liability dan strict liability, terutama dalam
konteks tindak pidana lingkungan. Pengadilan, tanpa terkecuali di ketiga negara,
memegang peran sentral dalam menjatuhkan pertanggungjawaban pidana
korporasi, sementara setiap negara memiliki undang-undang dan ketentuan
khusus yang membedakan pendekatan dan prinsip dalam menegakkan
pertanggungjawaban korporasi. Pengecualian dan hukuman tambahan menjadi
elemen yang memperkaya kerangka hukum pidana korporasi di masing-masing
negara tersebut.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan di atas, berikut adalah beberapa saran yang dapat


dipertimbangkan terkait dengan korporasi sebagai subjek tindak pidana dan
kebijakan stelsel pemidanaan:
1. Mendorong harmonisasi undang-undang di Indonesia untuk mengatasi
keragaman dalam hukum pidana korporasi. Ini dapat mencakup penyatuan
konsep pertanggungjawaban korporasi dalam undang-undang pidana utama.
2. Indonesia perlu mengembangkan prosedur penanganan kasus pidana
korporasi agar aparat penegak hukum memiliki panduan yang jelas. Ini
termasuk memberikan pelatihan kepada aparat penegak hukum mengenai
penanganan perkara pidana korporasi.
3. Melihat pengalaman Amerika Serikat, Indonesia mungkin perlu
mempertimbangkan pemberlakuan pertanggungjawaban strict liability untuk
beberapa jenis tindak pidana korporasi. Ini dapat meningkatkan efektivitas
penegakan hukum.
4. Menggalakkan program-program pendidikan dan kesadaran hukum korporasi
di semua negara. Hal ini dapat membantu masyarakat dan pelaku bisnis
memahami konsekuensi hukum dari tindakan mereka.
5. Mendorong kolaborasi internasional dalam menangani tindak pidana
korporasi lintas batas. Ini dapat dilakukan dengan saling bertukar informasi

16
dan pengalaman antara negara-negara yang memiliki pengalaman baik dalam
menangani kasus korporasi.
Dengan mengimplementasikan saran-saran ini, diharapkan setiap negara dapat
meningkatkan efektivitas dalam menangani pertanggungjawaban pidana korporasi
dan mencapai keadilan hukum yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Alhakim, A, & Soponyono, E 2019, 'Kebijakan Pertanggungjawaban Pidana


Korporasi Terhadap Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi', Jurnal
Pembangunan Hukum, ejournal2.undip.ac.id,
https://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jphi/article/view/6166
Chasani, M 2017, 'Corporate Criminal Liability in Indonesia on the Perspective of
Comparison', IJCLS (Indonesian Journal of Criminal Law Studies
( IJCLS), journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijcls/article/view/12322
Dwiyantama, RWH 2023, 'Studi Perbandingan Hukum Perwujudan
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi antara Inggris dan Indonesia',

17
Indonesian Journal of Criminal Law, journal.umy.ac.id,
https://journal.umy.ac.id/index.php/ijclc/article/view/12359
Gary Scanlan dan Christopher Ryan, An Introduction to Criminal Law, London,
Backstone Press Limited, 1985.
Kurniawan, R & Sari D, S.N.I. (2014). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
Berdasarkan Asas Strict Liability (Studi Pembaharuan Hukum Pidana
Lingkungan Hidup). Jurnal Yuridis, 1 (2).
Mahajan, K. (2008). Corporate Criminal Liability: Why Corporations are Preferred
and Not the Employees?. Company Law Journal..
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan
Perkara Tindak Pidana Oleh KorporasI.
Peter W. Low, Criminal Law, Revised First Edition, St. Paul, Minn.: West
Publishing Co., 1990.
Sanjaya, B, Muladi, M, & Sari, RK 2020, 'Inkonsistensi pertanggungjawaban
pidana korporasi dalam peraturan perundang-undangan di luar KUHP',
Pandecta Research Law Journal, journal.unnes.ac.id,
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/pandecta/article/view/23013
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986.
Sibarani, S, & Santiago, F 2021, 'Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Korporasi
Berdasarkan Uu No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi', Lex Librum: Jurnal Ilmu Hukum, lexlibrum.id,
https://lexlibrum.id/index.php/lexlibrum/article/view/233
Sjawie, H.F. (2017). Direksi Perseroan Terbatas Serta Pertanggungjawaban Pidana
Korporasi. Jakarta: Kencana.
Soetan K. Malikoel Adil, Pembaharuan Hukum Perdata Kita, Pembangunan,
Jakarta, 1955, hlm. 83;
Sofyan, A & Azisa, N. (2016). Hukum Pidana. Makassar: Pustaka Pena Press..
Wells, C. (ed). (2011). Corporate Criminal Liability in England and Wales: Past,
Present and Future in Corporate Criminal Liability Emergence,
Convergence and Risk. Berlin: Springer.

18
Zahra, Z. (2018). Corporate Criminal Liability in Criminal Acts on The Position in
an Automotive Company. Jurnal Hukum Prasada, 5(2).

19

Anda mungkin juga menyukai