Anda di halaman 1dari 19

TINDAK PIDANA LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :

Hosea P Octravy Sembiring (180200553)


Florentiano Perdana Edison Purba (180200551)
Boy Lamhot Alexander S (180200385)
Kevin Mendrofa (180200405)
Bani Sitompul (180200574)
Ignatius Yorisu Ambarita (180200561)
Andika Pratama Situmorang (180200388)
Herman Tua Gurning (180200386)
Roken Filemon Silalahi (180200559)
Agnes Audrey (180200570)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya kepada Tuhan Yang Mana Esa, karena atas berkat dan kasih
karunia-Nya, Kami dapat menyelesaikan makalah sederhana tentang bagaimana tindak pidana
khusus yang membahas tentang tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan

Selanjutnya, saya ucapkan terima kasih kepada Dosen pengasuh mata kuliah Tindak
Pidana Khusus, Ibu Dr. Marlina,.S.H.M.Hum atas arahan dan penjelasan teknis dan materil yang
diberikan untuk penyusunan makalah ini

Harapan saya, tulisan ini dapat dibaca dengan saksama agar isi yang dimuat dapat kita
pahami bersama. Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar dalam penulisan ini masih
terdapat banyak kekurangan dalam hal penulisan mapun materi uatan. Saya menerima kritik dan
saran mengenai makalah ini

Medan 20 November 2021

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................................. 3
2.1. Regulasi hukum tentang lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia ................................................ 3
2.2. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelanggaran Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ................... 6
2.3. Upaya sosialisasi yang dilakukan untuk penerapan Undang-undang No 22 Tahun Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta bentuk pelanggaran yang sering terjadi. ....................... 11
BAB III PENUTUP .................................................................................................................................... 15
3.1. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 15
3.2. Saran ................................................................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas
angkutan jalan, jaringan lalu-lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas, kendaraan,
pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. Lalu-lintas adalah gerak kendaraan dan orang
di ruang lalu lintas jalan, sedangkan angkutan adalah perpindahan orang dan atau barang dari
satu tempat ke tempat lain dengan mempergunakan kendaraan di ruang lalu lintas.1 Lalu lintas
dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi
nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan
oleh UUD negara Republik Indonesia tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan potensi dan perananannya untuk
mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka
mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
otonomi daerah serta akuntablitas penyelenggara negara.2
Salah satu permasalahan dalam lalu lintas adalah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia dan/atau kerugian harta benda. Perkembangan
sistem dan metode penegakan hukum di Indonesia menunjukkan kecenderungan untuk mengikuti
perkembangan peradilan umum, khususnya perkembangan prinsip keadilan restoratif dengan
membebani pelaku kejahatan dengan kesadaran bahwa mereka mengakui kesalahan, meminta
maaf, dan mengembalikan kerusakan dan kerugian kepada korban. seperti semula atau paling
tidak menyerupai keadaan semula, termasuk tindak pidana lalu lintas.3
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan,
dalam penjelasan umum mengemukakan antara lain: Bahwa lalu-lintas dan angkutan jalan harus

1
Mohammad Rifki. 2014. Tinjauan Yuridis Proses Perkara Pidana Pelanggaran Lalu Lintas. Jurnal Ilmu Hukum Legal
Opinion. Edisi 5, Volume 2.
2
Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. I. Umum.
3
Junia Rakhma Putri. Penyelesaian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Melalui Pendekatan
Keadilan Restoratif. Soumatera Law Review. Volume 4, Nomor 1, 2021.
http://publikasi.lldikti10.id/index.php/soumlaw diakses pada 23 NOv 2021 Pukul 02.44 WIB

1
dikembangkan potensi dan peranannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban
lalu-lintas untuk mendukung pembangunan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintah lainnya. Pembinaan bidang lalu-
lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara terpadu dalam instansi terkait dan urusan dibidang
registrasi administrasi kendaraan bermotor, pengemudi, penegakkan hukum, pendidikan berlalu-
lintas dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.4
Dalam perkembangannya masih banyak sekali masyarakat kurang kesadaran hukum akan
lalu lintas dan angkutan jalan sehingga masih banyak pelanggaran yang terjadi dan bahkan
mengakibatkan korban jiwa. Berdasarkan berbagai hal diatas, perlu pembahasan lebih lanjut
akan tindak pidana lalu lintas dan angkutan jalan

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimana Regulasi hukum tentang lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia
1.2.2 Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban pelanggaran lalu lintas dan angkutan
jalan
1.2.3. Bagaimana saja upaya sosialisasi yang dilakukan untuk penerapan Undang-undang No 22
Tahun Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta bentuk pelanggaran
yang sering terjadi

4
Mohammad Rifki. Op-Cit

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Regulasi hukum tentang lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda
angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,
terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa dan terwujudnya penegakan hukum serta
kepastian hukum bagi masyarakat. Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan
Angkutan Jalan ini berdasar pada semangat bahwa penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan yang bersifat lintas sektor harus dilaksanakan secara terkoordinasi oleh para pembina
beserta para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya. Guna mengatasi permasalahan yang
sangat kompleks, Undang-Undang ini mengamanatkan dibentuknya forum Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
Untuk mempertahankan kelaikan kondisi jalan dan untuk menekan angka kecelakaan,
dalam Undang-Undang ini telah dicantumkan pula dasar hukum mengenai Dana Preservasi
Jalan. Dana Preservasi Jalan hanya digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi,
dan rekonstruksi jalan, yang pengelolaannya dilaksanakan berdasarkan prinsip berkelanjutan,
akuntabilitas, transparansi, keseimbangan, dan kesesuaian. Dana Preservasi Jalan dikelola oleh
Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Menteri
yang membidangi jalan, yang pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan. Untuk menekan angka Kecelakaan Lalu Lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke
depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan,
pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum.
Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui peningkatan intensitas pendidikan berlalu
lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia. Upaya pencegahan
dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan prasarana jalan, serta
kelaikan Kendaraan, termasuk pengawasan di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang lebih

3
intensif. Upaya pengaturan meliputi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan modernisasi
sarana dan Prasarana Lalu Lintas. Upaya penegakan hukum dilaksanakan lebih efektif melalui
perumusan ketentuan hukum yang lebih jelas serta penerapan sanksi yang lebih tegas.
Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang
memenuhi standar keselamatan dan keamanan, UndangUndang ini mengatur persyaratan teknis
dan uji berkala kendaraan bermotor. Setiap jenis Kendaraan Bermotor yang berpotensi
menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib
dilakukan uji berkala. Mereka yang tidak mengikuti ketentuan uji berkala akan dikenakan sanksi
administratif sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 76 Undang-Undang No 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-Undang ini, pengaturan dan
penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan
sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun, terhadap pelanggaran berat
dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini
dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu
membebani masyarakat. Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai
sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan
izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif
diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan.

A. Sanksi Administratif
Sanksi administratif dapat diartikan sebagai sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran
administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif. Sanksi administratif
dapat berupa denda, peringatan tertulis, pencabutan izin tertentu, dan lain-lain. Dalam Undang-
undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini mengatur berbagai
perbuatan yang dapat dikenai sanksi administratif, antara lain
1. Pasal 76 ayat 1; yang ditujukan bagi mereka yang terkait melanggar pasal 53 ayat (1),
Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3), atau Pasal 60 ayat (3)
2. Pasal 76 ayat 2; ditujukan bagi mereka penyelenggara bengkel yang tidak memenuhi
ketentuan bengkel yang laik
3. Pasal 76 ayat 3; Setiap petugas pengesah swasta yang melanggar ketentuan Pasal 54 ayat
(2) atau ayat (3) dikenai sanksi administrative

4
4. Pasal 76 ayat 4; Setiap petugas penguji atau pengesah uji berkala yang melanggar
ketentuan Pasal 54 ayat (2) atau ayat (3) dikenai sanksi administratif
Dan masih banyak lagi pasal yang mengatur sanksi administrative

B. Sanksi Pidana
Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini juga
mengatur sanksi pidana yang dapat dikenakan pada perbuatan yang mengandung unsur pidana.
Ketentuan pidana diatur mulai dari pasal 273 sampai dengan pasal 316. Ada yang tergolong
perbuatan sebagai pelanggaran dan ada juga perbuatan sebagai kejahatan.
Contoh pasal :
Pasal 273
(1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang
rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau
barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak
Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).
(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain
meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah).
(4) Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum
diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus
ribu rupiah).
Pasal 274
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan
fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta
rupiah).

5
(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi setiap
orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan
jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2), dll.

2.2. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelanggaran Lalu Lintas Dan


Angkutan Jalan

Istilah perlindungan hukum bagi korban dalam hal tindak pidana, hanya dapat kita temui
dalam perspektif Viktimologi yaitu suatu studi atau pengetahuan ilmiah yang mempelajari
masalah pengorbanan kriminal sebagai suatu masalah manusia merupakan suatu kenyataan
sosial. Studi kejahatan dengan menghubungkan faktor korban tersebut kemudian menjadi suatu
kajian atau disiplin sendiri dan dalam perkembangannya diperkenalkan istilah victimology yang
jika di Indonesia diartikan viktimologi sebagai disiplin ilmu sendiri di samping kriminologi.
Di dalam pendekatan viktimologi ada 3 perkembangan dalam mengkaji permasalahan korban
dengan segala aspek. Pertama, viktimologi mempelajari korban kejahatan saja. Kedua,
viktimologi tidak hanya mengkaji korban kejahatan saja, tetapi juga meliputi korban
perdagangan manusia. Pada fase ini disebut sebagai General Victimology. Fase ketiga
viktimologi berkembang luas lagi yaitu mengkaji permasalahan- permasalahan korban karena
penyalahgunaan kekuasaan serta wewenang dan hak asasi manusia. Kemudian fase ini disebut
New Victimology.
Pasal 240 undang- undang lalu lintas juga menerangkan hak korban atas kecelakaan lalu lintas
berhak memperoleh antara lain: 5
 Berhak mendapatkan pertolongan dari pihak yang bertanggung jawab atas kecelakaan
lalu lintas;
 Berhak atas ganti rugi atas terjadinya kecelakaan lalu lintas;
 Berhak atas santunan peristiwa kecelakaan lalu lintas yang diberikan oleh pihak
perusahaan asuransi.
 Berhak memperoleh bantuan pertama berupa perawatan pada rumah sakit terdekat.

5
Dermawan, A. (2020). Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas Menurut Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Doktrina: Journal Of Law, 3(1), 77-86.

6
A. Proses Perolehan Bantuan Korban Kecelakaan Lalu Lintas

Perlindungan pada korban kecelakaan lalu lintas harus melalui beberapa tahapan prosedur
yang diperoleh oleh korban sebagai hak, antara lain:
 Pertolongan dan perawatan, Pasal 240 undang-undang lalu lintas menunjukan hak korban
ini biasa diperoleh korban dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan
lalu lintas dan/atau pemerintah.
 Menghentikan kendaraan yang dikemudikannya.
 Memberikan pertolongan kepada korban.
 Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian terdekat.
 Memberikan informasi terkait dengan kejadian kecelakaan.
Pemberian santunan pelaksanaannya sebagaimana ketentuan Pasal 239 ayat (2) Undang-
Undang Lalu Lintas yang telah menjelaskan bahwa pemerintah membentuk sebuah perusahaan
asuransi yang mempunyai kewenangan pada kecelakaan lalu lintas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yaitu pemerintah. Selain itu PT. Jasa Raharja (Persero) juga merupakan
perpanjangan tangan Pemerintah dalam memberikan pertanggungan dan perlindungan terhadap
rakyatnya sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H ayat (3) UUD 1945 Setiap orang berhak
atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia yang
bermartabat. Pasal 4 ayat (1) UU No. 34 Tahun 1964 Hak atas pembayaran ganti rugi tersebut
dalam pasal 3 dibuktikan semata-mata dengan surat bukti menurut contoh yang telah ditetapkan
oleh menteri.
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 (selanjutnya disebut dengan PP No. 18 Tahun
1965) tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan, sumber
dana untuk pembayaran santunan bagi para korban kecelakaan lalu lintas, berasal dari
Sumbangan Wajib (SW) Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) yang dibayarkan oleh
para pemilik kendaraan bermotor pada waktu pendaftaran/perpanjangan masa berlaku Surat
Tanda Nomor Kendaraan (STNK) di Kantor Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (Samsat)
setiap tahunnya. Selain itu, sumber dana juga berasal dari Iuran Wajib (IW) yang dikutip atau
dikenakan pada penumpang alat angkutan umum seperti bus, kereta api, pesawat terbang dan
sebagainya. Ruang lingkup Jaminan UU No. 34 Tahun 1964 jo. PP No. 18 Tahun 1965:
 Korban yang berhak atas santunan, adalah pihak ketiga yaitu:

7
 Setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu lintass jalan yang
menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari pengguna
alat angkutan lalu lintas jalan tersebut. Contoh pejalan kaki ditabrak kendaraan
bermotor.
 Setiap orang atau mereka yang berada di dalam suatu kendaraan bermotor dan
ditabrak, dimana pengemudi kendaraan bermotor yang ditumpangi dinyatakan
bukan sebagai penyebab kecelakaan, termasuk dalam hal ini para penumpang
kendaraan bermotor dan sepeda motor pribadi.
 Tabrakan dua atau lebih kendaraan bermotor.
 Apabila dalam laporan hasil pemeriksaan Kepolisian dinyatakan bahwa
pengemudi yang mengalami kecelakaan merupakan penyebab terjadinya
kecelakaan, maka baik pengemudi maupun penumpang kendaraan tersebut tidak
terjamin dalam UU No. 34 Tahun 1964 jo. PP No. 18 Tahun 1965.
 Apabila dalam kesimpulan hasil pemeriksaan pihak Kepolisian belum diketahui
pihak-pihak pengemudi yang menjadi penyebab kecelakaan dan atau dapat
disamakan kedua pengemudinya sama-sama sebagai penyebab terjadinya
kecelakaan, pada prinsipnya sesuai dengan ketentuan UU No. 34 Tahun 1964 jo.
PP No. 18 Tahun 1965 santunan belum dapat diserahkan atau ditanggungkan
sambil menunggu Putusan Hakim/Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap.
 Kasus tabrak lari. Terlebih dahulu dilakukan penelitian atas kebenaran kasus
kejadiannya. 4. Kecelakaan lalu lintas jalan kereta api.
 Berjalan kaki di atas rel atau jalannya kereta api dan atau menyeberang sehingga
tertabrak kereta api serta pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang
mengalami kecelakaan akibat lalu lintas perjalanan kereta api, maka korban
mendapatkan jaminan sosial sesuai dengan UU No. 34 Tahun 1964.
 Pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan
sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana
lazimnya kereta api akan lewat, apabila tertabrak kereta api maka korban tidak
terjamin oleh UU No. 34 Tahun 1964.
Pengecualian:

8
 Dalam hal kecelakaan penumpang umum atau lalu lintas jalan.
 Jika korban atau ahli waris korban telah memperoleh jaminan berdasarkan UU
No. 33 Tahun 1964 dan No. 34 Tahun 1964.
 Bunuh diri, atau percobaan bunuh diri atau sesuatu kesengajaan lain pada pihak
korban atau ahli warisnya.
 Kecelakaan-kecelakaan yang tejadi pada waktu korban sedang dalam keadaan
mabuk atau tak sadar, melakukan perbuatan kejahatan; ataupun diakibatkan oleh
atau terjadi karena korban memiliki cacat badan atau keadaan badaniah atau
rohaniah biasa lain.
 Dalam hal kecelakaan yang terjadi tidak mempunyai hubungan dengan resiko
kecelakaan penumpang umum atau lalu lintas jalan.
 Kendaraan bermotor penumpang umum yang bersangkutan sedang dipergunakan
untuk turut serta dalam suatu perlombaan kecakapan atau kecepatan.
 Kecelakaan terjadi pada waktu di dekat kendaraan bermotor penumpang umum
yang bersangkutan ternyata ada akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi,
angina puyuh atau angina pusing beliung, atau suatu gejala geologi atau
meteorologi lain.
 Kecelakaan akibat dari sebab yang langsung atau tidak langsung yang
mempunyai hubungan dengan, bencana perang atau suatu keadaan perang
lainnya, penyerbuan musuh, sekalipun Indonesia termasuk dalam negara-negara
yang turut berperang, pendudukan atau perang saudara, pemberontakan, huru-
hara, pemogokan dan penolakan kaum buruh, perbuatan sabotase, perbuatan
teror, kerusuhan atau kekacauan yang bersifat politik atau bersifat lain.
 Kecelakaan akibat dari senjata-senjata perang.
 Kecelakaan akibat dari suatu perbuatan dalam penyelenggaraan sesuatu perintah,
tindakan atau peraturan dari pihak ABRI atau asing yang diambil berhubung
dengan sesuatu keadaan tersebut di atas, atau kecelakaan yang disebabkan dari
kelalaian sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan tersebut.
 Kecelakaan yang diakibatkan oleh alat angkutan penumpang umum yang dipakai
atau dikodifikasi atau direkuisisi, atau disita untuk tujuan tindakan angkatan
bersenjata seperti tersebut di atas.

9
 Kecelakaan yang diakibatkan oleh angkutan penumpang umum yang khusunya
dipakai oleh atau untuk tujuan-tujuan angkatan bersenjata.
 Kecelakaan yang terjadi sebagai akibat reaksi atom.6

B. Anak Sebagai Korban Kecelakaan Lalu Lintas

Berkaca pada kasus kecelakaan lalu lintas yang melibatkan anak tersebut tentunya tidak
serta merta dapat dipersalahkan sepenuhnya kepada anak-anak semata. Orang tua juga memiliki
peran dalam proses tanggung jawab atas apa yang terjadi pada anak-anaknya. Meskipun
tanggung jawab secara pidana tidak dapat digantikan sehingga anak tetap harus mempertanggung
jawabkan perbuatannya. Terlebih lagi ketika kecelakaan tersebut ternyata memakan korban jiwa
maupun korban dengan luka-luka. Anak yang menjadi pelaku dalam kecelakaan lalu lintas
kemudian dapat disebut sebagai anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang berhadapan
dengan hukum tentu harus mendapatkan konsekuensi atas apa yang terjadi kepadanya. Tidak
hanya anak sebagai pelaku, korban dan saksi juga memiliki porsi konsekuensi yang harus
diperhatikan dan dipertanggungjawabkan.
Undang-undang sistem peradilan pidana anak memberikan ruang bagi pelaku, maupun
korban dan saksi untuk menyelesaikan perkara secara damai sepanjang kesepakatan terjadi
diantara mereka. Kesepakatan tersebutlah yang kemudian menjadi modal awal untuk
diterapkannya diversi. Hanya saja dalam undang-undang ini diversi baru dapat diterapkan
dimana diversi hanya berlaku terhadap tindak pidana dengan ancaman pidana penjara di bawah 7
(tujuh) tahun; dan perbuatan tersebut bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Sejak di berlakukannya Undang-Undang Sistem Peradilan Anak penyelesaian hukum
terhadap anak yang berhadapan dengan hukum semakin mengedepankan nilai-nilai keadilan,
kesejahteraan, dan menjunjung tinggi perlindungan hak asasi manusia terhadap anak. Nuansa
keadilan restoratif sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang tersebut menjadi
muatan yang benar-benar membawa angin segar dalam konteks penyelesaian tindak pidana.
Sehingga penyelesaian tidak lagi bertujuan untuk pembalasan semata tetapi lebih ditekankan
kepada pemulihan kembali dalam keadaan semula.

6
Dewi, R., Jauhari, I., & Rahayu, S. W. 2017. Perlindungan Hukum Terhadap Korban/Ahli Waris Akibat Kecelakaan
Lalu Lintas Jalan. Syiah Kuala Law Journal, 1(2), 123-144.

10
Penyelesaian secara adil yang di kemas dalam bentuk keadilan restoratif tersebut kemudian
diwujudkan dalam bentuk pengalihan penyelesaian perkara yang keluar jalur sistem peradilan
pidana yang kemudian dikenal dengan istilah diversi. Diversi merupakan ide dasar untuk
menghilangkan dampak negatif dari sistem peradilan pidana yang selalu menghasilkan stigma
negatif yang kemudian melabel anak-anak sesuai dengan perbuatan yang terjadi kepadanya.7

2.3. Upaya sosialisasi yang dilakukan untuk penerapan Undang-undang No 22


Tahun Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta bentuk
pelanggaran yang sering terjadi.

A. Preventif
Tugas preventif (mencegah) yaitu melaksanakan segala usaha pekerjaan dan kegiatan dalam
rangka menyelenggarakan perlindungan Negara dan badan Hukum, kesejahteraan, kesentosaan,
keamanan dan ketertiban umum, orang-orang dan harta bendanya terhadap serangan dan bahaya
dengan jalan mencegah terjadinya tindak pidana dan perbuatan-perbuatan lain yang walaupun
tidak diancam tindak pidana, akan tetapi dapat mengakibatkan terganggunya keamanan dan
ketertiban umum. Upaya preventif yang dilakukan oleh POLRI dalam rangka meminimalisir
terjadinya tindak pidana pelanggaran lalu lintas di wilayah Pesawaran yaitu mensosialisasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan cara :
a) Memberikan sosialisasi tentang perundang-undangan yang baru ini kepada semua lapisan
masyarakat tukang ojek, supir angkot, PNS, serta pengguna jalan raya yang lainnya.
Selain itu juga mensosialisasikan kepada kalangan pelajar dari semua jenjang pendidikan
mulai dari SD, SMP, SMA, Mahasiswa.
b) Memberi pengumuman atau spanduk yang ada di pinggir jalan supaya masyarakat
mengetahui tentang adanya aturan yang baru ini.
Dilakukannya sosialisasi kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai pengguna jalan, serta
kalangan pelajar berupa pengenalan tentang aturan yang baru ini, diharapkan masyarakat dapat
mengetahui dan selanjutnya mematuhi peraturan perundangan lalu lintas yang baru ini untuk
mencegah terjadinya masalah-masalah dan bahaya dalam berlalu lintas serta berkendara.

7
Astuti, L. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Anak yang Berhadapan Berhadapan Dengan Hukum Dalam
Kecelakaan Lalu Lintas. Justitia Jurnal Hukum 1.

11
B. Represif
Tugas Represif (memberantas), yaitu kewajiban melakukan segala usaha, pekerjaan dan
kegiatan untuk membantu tugas kehakiman guna memberantas perbuatan-perbuatan yang dapat
dipidana yang telah dilakukan melalui penyidikan, menangkap dan menahan yang berbuat salah,
memeriksa, menggeledah dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) pendahuluan serta
mengajukan kepada jaksa untuk dituntut pidana di muka Hakim. Upaya Represif yang dilakukan
oleh POLRI dalam mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dalam rangka
meminimalisir terjadinya tindak pidana pelanggaran lalu lintas di wilayah Pesawaran yaitu
dengan cara :
 Teguran
Jika ada seseorang yang melakukan pelanggaran maka pengguna jalan yang telah melukan
pelanggaran lalu lintas tersebutdi beri teguran dari petugas yang sedang bertugas di ruas
jalan tersebut. Apabila orang tersebut masih belum mengerti tentang aturan yang baru ini,
khususnya bagi pengendara dari luar kota, bisa saja diberikan simpatik pada pelanggar.
Sehingga petugas tersebut simpatik pada pelangar yang melanggar, dikarenakan keadaan
petugas maupun keadaan pengguna jalan tersebut.
 Penindakan
Jika masih ada yang melakukan pelanggaran lalu lintas dan sudah mendapat teguran dari
aparat yang bertugas, maka pelanggaran tersebut akan dilakukan Langkah penindakan
dengan cara ditilang.
Sebaiknya dalam melakukan sosialisasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut akan lebih baik lagi jika dilakukan dengan metode baru
yang lebih kreatif dan inovatif sehingga lebih tepat dan mengena pada sasaran. Dengan metode
yang lebih kreatif tersebut diharapkan para pelanggar yang melanggar lalu lintas dapat lebih
menurun lagi sehingga kawasan jalan di kota malang dapat menjadi kawasan yang lebih tertib
lalu lintas.
Aturan mengenai sanksi bagi para pelanggar peraturan lalu lintas diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sanksi pidana yang
berat diharapkan para pelaku tindak pidana pelanggaran lalu lintas takut atau jera untuk
melakukan pelanggaran terhadap aturan lalu lintas yang baru. Tetapi tetap saja masih ada pelaku

12
tindak pidana pelanggaran melakukan pelanggaran jika tidak adanya aparat atau Polisi yang
menjaga. Peraturan pelaksanaan yang kurang tegas menyebabkan petugas berada di dalam
keadaan yang serba salah dan yang menjadi korban pada umumnya adalah para pencari keadilan.
Salah satu akibat yang dirasakan adalah bahwa warga masyarakat hanya taat pada peraturan
apabila ada yang mengawasi dari pihak penegak hukum, dalam hal ini polisi.8

C. Bentuk-bentuk pelanggaran dalam berlalu lintas

Pelanggaran lalu lintas adalah bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna alan sesuai
dengan penggolongan dalam undang-undang lalu lintas. Perbuatan-perbuatan dalam bentuk
pelanggaran menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dapat dibagi menjadi tiga yakni:9
a) Pelanggaran terhadap kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor
Kelengkapan dalam menggunakan kendaraan bermotor sangatlah penting, di samping untuk
melindungi pengguna kendaraan, penumpang kendaraan, maupun pengguna jalan dan
kendaraan bermotor lainnya dari bahaya kecelakaan yang tidak diinginkan. Undang-Undang
lalu lintas dan angkutan jalan telah mengatur mengenai kelengkapan bagi pengguna
kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan. Adapun kewajiban-kewajiban dan larangan-
larangan dalam kelengkapan menggunakan kendaraan bermotor diatur dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 diantaranya adalah kewajiban menggunakan helm bagi
pengguna kendaraan roda dua, dan kewajiban kelengkapan bagi kendaraan roda empat.
Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib memiliki Surat Tanda Kendaraan Bermotor
(STNK) dan Surat Izin Mengemudi (SIM).
b) Pelanggaran terhadap tata cara berlalu lintas dan berkendara
Tata cara berlalu lintas lebih ditujukan kepada pengemudi kendaraan bermotor, pengemudi
sebagai subyek hukum tentunya bertanggungjawab apabila terjadi gangguan terhadap
kepentingan yang dilindungi hukum. Pelanggaran yang sering terjadi terhadap tata cara
berlalu lintas dan berkendara antara lain adalah pelanggaaran terhadap kewajiban-kewajiban

8
Satrio Nurhadi dan Tahura Melegano. (2020). Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dalam Mewujudkan kesadaran Hukum Berlalu Lintas”, Jurnal Kepastian Hukum dan
Keadilan” Vol. 2, No. 1. hal 23-26.
9
Ikhsan Reza Pernama Kesuma.2019. , Peran Kepolisisan Lalu Lintas Dalam Pelanggaran Lalu Lintas Medan: Skripsi
UNPAB.hal 23-25.

13
dan larangan-larangan yang harus dijalankan seperti menarik kendaraan tidak bermotor
dengan kecepatan tinggi yang dapat membahayakan keselamatan, menggunakan jalur khusus
kendaraan tidak bermotor.
c) Pelanggaran terhadap fungsi jalan dan rambu lalu lintas
Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan
jalan berupa rambu lalu lintas, marka jalan, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat penerangan
jalan, alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, alat pengawasan dan pengamatan jalan,
fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki dan penyandang cacat dan fasilitas pendukung lainnya
untuk kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan.
d) Perbuatan-perbuatan dalam bentuk kejahatan
Perbuatan yang sering muncul di dalam berlalu lintas yang termasuk dalam bentuk kejahatan
menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 adalah masalah kelalaian dari pengandara
kendaraan bermotor itu sendiri. Pengendara kendaraan bermotor sering abai dan lalai dalam
mengendarai kendaraan sehingga dapat menimbulkan kecelakaan lalu lintas yang dapat
berakibat menghilangkan nyawa baik nyawa sendiri maupun nyawa orang lain.

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda
angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa,
terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa dan terwujudnya penegakan hukum serta
kepastian hukum bagi masyarakat.
Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini jteklah
diatur mengatur sanksi pidana yang dapat dikenakan pada perbuatan yang mengandung unsur
pidana. Dalam penegakannya perlu dilaksanakan berbagai upaya baik preventif berupa sosialisai,
pengumuman atau penyuluhan maupun represif berupa teguran, dan/atau penindakan sesuai
peraturan perundang undangan yang berlaku. Perlindungan korban lalu lintas dan angkutan jalan
juga merupakan hal penting yang tidak boleh dilewatkan, banyak kasus kecelakaan terjadi pada
anak yang dimana hal ini tidak luput dari tanggung jawab orang tua dan telah diatur bagaimana
regulasi penyelesaiannya.

3.2. Saran

Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini telah
mengalami perubahan pasca dikeluarkannya UU No 11 Tahun 2020 atau dikenal dengan
Omnibus law. Perlu sosialisasi dan perbaikan sistem dalam penanganan mengenai penyelesaian
tindak pidana lalu lintas, hal ini juga dapat berhubungan dengan budaya koruptif yang masih
sering terjadi dimasyarakat sehingga butuh sistem pengawasan yang baik.

15
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, L. 2017.Perlindungan Hukum Terhadap Anak Yang Berhadapan Berhadapan Dengan


Hukum Dalam Kecelakaan Lalu Lintas. Justitia Jurnal Hukum, 1(1)

Dermawan, A. 2020. Urgensi Perlindungan Hukum Bagi Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Doktrina: Journal Of Law, 3(1)

Dewi, R., Jauhari, I., & Rahayu, S. W. 2017 Perlindungan Hukum Terhadap Korban/Ahli
Waris Akibat Kecelakaan Lalu Lintas Jalan. Syiah Kuala Law Journal, 1(2).

Ikhsan Reza Pernama Kesuma. 2019. Peran Kepolisisan Lalu Lintas Dalam Pelanggaran Lalu
Lintas. Medan: Skripsi UNPAB.

Junia Rakhma Putri. 2021. Penyelesaian Tindak Pidana Kecelakaan Lalu Lintas Dan Angkutan
Jalan Melalui Pendekatan Keadilan Restoratif. Soumatera Law Review. Volume 4, Nomor 1,
Http://Publikasi.Lldikti10.Id/Index.Php/Soumlaw

Mohammad Rifki. 2014. “Tinjauan Yuridis Proses Perkara Pidana Pelanggaran Lalu Lintas”,
Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion. Edisi 5, Volume 2,

Penjelasan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. I.
Umum.

Satrio Nurhadi Dan Tahura Melegano. 2020. Analisis Penerapan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Dalam Mewujudkan Kesadaran Hukum
Berlalu Lintas. Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan”, Vol. 2, No. 1.

16

Anda mungkin juga menyukai