Anda di halaman 1dari 13

Nama: Berlian Dina Mardiana

Npm: 200107031
Prodi : S1 kebidanan
Matakuliah : Bahasa Indonesia
ABSTRAK
1. INDONESIA DAN ANCAMAN KEAMANAN DI ALUR LAUT
KEPULAUAN INDONESIA (ALKI)

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar setelah Amerika


Serikat dengan jumlah 13.465 pulau, luas daratan 1.922.570 km
dan luas perairan 3.257.483 km. sebagai negara yang telah
merativikasi vonvensi hukum laut internasional ada kewajiban
dan tanggung jawab hukum untuk memberikan hak lintas
damai, hak lintas alur laut kepulauan dan hak lintas transit bagi
kapal-kapal asing dan pesawat udara asing untuk berlayar di
wilayah kedaulatan Indonesia.

Metoda yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah


kuantitatif. sebagaimana diatur dalam pasal 51 Konvensi
Hukum Laut Internasional 1982. Kapal-kapal dan pesawat asing
dapat melintasi wilayah teritorial dan perairan kepulauan
Indonesia melalui bagian dan rute tertentu yang dilakukan
dengan cara menentukan alur laut kepulauan. Pada tahun 2002
melalui proses yang panjang konsep ALKI yang diusulkan
Indonesia akhirnya mendapat persetujuan dari negara-negara
Malaysia, Singapura,Filipina termasuk Organization Maritime
International.
Karena situasi LTS berdampak lebih luas ke masa depan
kawasan dan ALKI, ia diletakkan sebagai bentuk ancaman
keamanan yang lebih serius dan berbahaya, yang harus
diperhatikan lebih dulu. Sementara, beberapa bentuk kejahatan
transnasional yang datang dari terorisme, pencurian dan
pembajakan kapal, serta illegal fishing, bersama-sama dengan
ancaman keamanan yang datang dari intervensi asing dibahas
sesudahnya, mengingat wilayah yang terkena dampak bersifat
lebih terbatas. Namun, masing-masing bentuk ancaman
keamanan di luar konflik LTS itu dibuat dalam subbagian
pembahasan tersendiri, dengan pertimbangan, ia merupakan
ancaman keamanan yang cukup sering terjadi di wilayah sekitar
ALKI, dan juga kian potensial merusak stabilitas keamanan
(perairan) Indonesia.

Kondisi keamanan di sekitar ALKI telah ditandai perkembangan


dinamis dan, meningkatnya ancaman instabilitas kawasan.
Temuan penelitian ini memperlihatkan kecenderungan
meningkatnya eskalasi konflik di LTS, serangan terorisme
global, intervensi asing, dan illegal fishing, yang memberi
ancaman keamanan terhadap Indonesia dewasa ini. Berbagai
bentuk ancaman keamanan itu bermunculan dari wilayah-
wilayah sekitar ALKI, di luar kejahatan transnasional lain, yang
datang. Dari illegal fishing, perompakan, dan pembajakan kapal.
Eskalasi ketegangan dan konflik antar negara besar dan perilaku
claimants yang agresif, terutama Tiongkok dan Filipina, di LTS,
dan aksi-aksi terorisme global yang dilancarkan para aktor non
negara sangat rawan memicu instabilitas wilayah di Indonesia,
terutama di wilayah terdekat ALKI. Demikian halnya, dengan
intervensi asing yang dapat muncul tiba-tiba akibat
perkembangan yang sangat dinamis di kawasan, termasuk di
perairan Indonesia. Sementara, berbagai bentuk kejahatan
transnasional, selain menciptakan instabilitas, juga dapat
memberi kerugian secara ekonomi yang semakin besar bagi
Indonesia di masa depan.
2. PENEGAKAN HUKUM TERHADAP UNDANG-UNDANG
NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN: TANTANGAN DAN PROSPEK

penegakan hukum yang maksimal terhadap pelanggaran


lalu lintas penting dilakukan, karena pelanggaran lalu lintas
menimbulkan kerugian baik secara materiil maupun
imateriil. Selain itu, perlu juga dilakukan upaya
penanggulangan pelanggaran lalu lintas dengan cara
preventif maupun represif. Para pihak yang
berkepentingan dalam penanggulangan pelanggaran lalu
lintas, sebagai konsekuensinya, harus melakukan
sinkronisasi terhadap tugas dan fungsi masing-masing
lembaga atau kementerian.

Metoda yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah


kuantitatif.

Metoda yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah


kuantitatif. mengetahui tentang apa saja yang menjadi
faktor-faktor penyebab penegakan hukum terhadap
pelanggaran lalu lintas dan bagaimana upaya penegak
hukum dalam menanggulangi pelanggaran alu lintas.
Tulisan ini juga dapat digunakan sebagai masukan kepada
Anggota DPR RI dalam merubah peraturan perundang-
undangan khususnya UU LLAJ.
Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa lalu lintas di jalan merupakan salah satu
hal yang menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Banyaknya kecelakaan lalu lintas dan
juga kemacetan yang sudah tidak dapat dihindari oleh para
pengendara.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, maka dapat


dikatakan bahwa lalu lintas di jalan merupakan salah satu
hal yang menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Banyaknya kecelakaan lalu lintas dan
juga kemacetan yang sudah tidak dapat dihindari oleh para
pengendara kendaraan bermotor sudah menjadi salah
satu agenda yang harus diperoleh solusinya secara cepat
dan akurat. Hal ini bertujuan untuk memberikan kemanan
dan kenyamanan bagi masyarakat dalam menggunakan
jalanan. Perbaikan demi perbaikan dilakukan oleh
Pemerintah maupun oleh para penegak hukum agar
terciptanya lalu lintas yang aman dan nyaman bagi
masyarakat. Upaya-upaya penanggulangan terhadap
pelanggaran lalu lintas harus segera dilaksanakan.
Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor
tersebut yaitu faktor peraturan perundang-undangannya,
faktor penegak hukumnya, faktor sarana atau fasilitas,
factor masyarakat, dan faktor kebudayaan. Faktor
peraturan perundangundangannya dimana UU LLAJ masih
memiliki kelemahan terkait dengan sanksi. Lemahnya
sanksi yang diatur dan diberikan kepada pelanggar lalu
lintas menjadikan belum adanya efek jera. Selain itu belum
adanya aturan terkait dengan ganti rugi yang diderita oleh
korban yang ditimbulkan dari pelanggaran lalu lintas dan
menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Faktor penegak
hukumnya yaitu terkait dengan kedisiplinan dari penegak
hukum itu sendiri dalam berkendara di jalan dan juga
taatnya para penegak hukum ini terhadap peraturan
perundangundangan yang berlaku khususnya tentan
korupsi. Faktor sarana atau fasilitas yaitu terkait dengan
rambu atau perlengkapan lain yang menunjang
keselamatan dalam berlalu lintas. Selain itu juga sarana
atau fasilitas ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan oleh
para penegak hukum itu sendiri. Fasilitas atau sarana ini
masih kurang memadai, hal ini yang kemudian
menyebabkan penegakan hukum belum terlaksana dengan
baik dan benar. Faktor masyarakat merupakan faktor
cukup penting, dimana faktor masyarakat tidak terlepas
dari faktor penegak hukum dan sarana atau fasilitas.
Perilaku masyarakat dipengaruhi oleh kedua faktor
tersebut, oleh karena itu faktor penegak hukum dan faktor
sarana fasilitas harus diperbaiki terlebih dahulu, kemudian
faktor masyarakat akan mengikuti. Faktor terakhir yaitu
terkait dengan kebudayaan. Perubahan perilaku
masyarakat dalam melihat dan memandang peraturan
perundang-undangan perlu dilakukan. Hal ini untuk
merubah cara pandang masyarakat terhadap peraturan
perundang-undangan yang ditujukkan untuk memberikan
rasa aman dan nyaman kepada para pengguna jalan.
Selain itu juga untuk memberikan kepastian hukum
kepada pengguna jalan.
3. KEBIJAKAN KONEKTIVITAS MARITIM DI INDONESIA

Sebuah kajian yang berupaya memahami rencana tol laut yang


akan dilakukan pada pemerintahan periode ini, kendala yang
dihadapi, dan kebijakan yang diperlukan guna mewujudkan
rencana tersebut. Permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan konektivitas maritim dapat dibagi dua, yaitu:
aspek internal kepelabuhanan, dan aspek eksternal. Agar
tujuan dari pengembangan konektivitas maritim, maka
diperlukan sejumlah perbaikan yang terdiri dari peningkatan
fasilitas infrastruktur, ketersediaan energi, inovasi teknologi
dan informasi, kualitas sumber daya manusia, pendanaan, dan
kapasitas eksisting.

Metoda yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah


kuantitatif. apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab
penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dan
bagaimana upaya penegak hukum dalam menanggulangi
pelanggaran alu lintas. Tulisan ini juga dapat digunakan sebagai
masukan kepada Anggota DPR RI dalam merubah peraturan
perundang-undangan khususnya UU LLAJ.

Berdasarkan Instruksi Presiden tersebut, maka dapat dikatakan


bahwa lalu lintas di jalan merupakan salah satu hal yang
menjadi perhatian Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah. Banyaknya kecelakaan lalu lintas dan juga kemacetan
yang sudah tidak dapat dihindari oleh para pengendara
kendaraan bermotor sudah menjadi salah satu agenda yang
harus diperoleh solusinya secara cepat dan akurat. Hal ini
bertujuan untuk memberikan kemanan dan kenyamanan bagi
masyarakat dalam menggunakan jalanan. Perbaikan demi
perbaikan dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh para
penegak hukum agar terciptanya lalu lintas yang aman dan
nyaman bagi masyarakat. Upaya-upaya penanggulangan
terhadap pelanggaran lalu lintas harus segera dilaksanakan.

Penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas dipengaruhi


oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut yaitu
faktor peraturan perundang-undangannya, faktor penegak
hukumnya, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat, dan
faktor kebudayaan. Faktor peraturan perundangundangannya
dimana UU LLAJ masih memiliki kelemahan terkait dengan
sanksi. Lemahnya sanksi yang diatur dan diberikan kepada
pelanggar lalu lintas menjadikan belum adanya efek jera. Selain
itu belum adanya aturan terkait dengan ganti rugi yang diderita
oleh korban yang ditimbulkan dari pelanggaran lalu lintas dan
menimbulkan kecelakaan lalu lintas. Faktor penegak hukumnya
yaitu terkait dengan kedisiplinan dari penegak hukum itu
sendiri dalam berkendara di jalan dan juga taatnya para
penegak hukum ini terhadap peraturan perundangundangan
yang berlaku khususnya tentan korupsi. Faktor sarana atau
fasilitas yaitu terkait dengan rambu atau perlengkapan lain
yang menunjang keselamatan dalam berlalu lintas. Selain itu
juga sarana atau fasilitas ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan
oleh para penegak hukum itu sendiri. Fasilitas atau sarana ini
masih kurang memadai, hal ini yang kemudian menyebabkan
penegakan hukum belum terlaksana dengan baik dan benar.
Faktor masyarakat merupakan faktor cukup penting, dimana
faktor masyarakat tidak terlepas dari faktor penegak hukum
dan sarana atau fasilitas. Perilaku masyarakat dipengaruhi oleh
kedua faktor tersebut, oleh karena itu faktor penegak hukum
dan faktor sarana fasilitas harus diperbaiki terlebih dahulu,
kemudian faktor masyarakat akan mengikuti. Faktor terakhir
yaitu terkait dengan kebudayaan. Perubahan perilaku
masyarakat dalam melihat dan memandang peraturan
perundang-undangan perlu dilakukan. Hal ini untuk merubah
cara pandang masyarakat terhadap peraturan perundang-
undangan yang ditujukkan untuk memberikan rasa aman dan
nyaman kepada para pengguna jalan. Selain itu juga untuk
memberikan kepastian hukum kepada pengguna jalan.
4. KEBIJAKAN KONEKTIVITAS MARITIM DI INDONESIA
Sebuah kajian yang berupaya memahami rencana tol laut
yang akan dilakukan pada pemerintahan periode ini,
kendala yang dihadapi, dan kebijakan yang diperlukan guna
mewujudkan rencana tersebut. Permasalahan yang
dihadapi dalam pengembangan konektivitas maritim dapat
dibagi dua, yaitu: aspek internal kepelabuhanan, dan aspek
eksternal. Agar tujuan dari pengembangan konektivitas
maritim, maka diperlukan sejumlah perbaikan yang terdiri
dari peningkatan fasilitas infrastruktur, ketersediaan
energi, inovasi teknologi dan informasi, kualitas sumber
daya manusia, pendanaan, dan kapasitas eksisting.

Metoda yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah


kuantitatif. rencana konektivitas maritim yang akan
dilakukan pada pemerintahan periode ini, kendala yang
dihadapi, serta kebijakan yang diperlukan guna
mewujudkan rencana tersebut. Pemahaman terhadap
deskripsi rencana konektivitas maritim diperlukan agar
diperoleh gambaran yang utuh sehingga dukungan
kebijakan optimal dapat dilakukan.
Kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar
wilayahnya terdiri dari laut, menyebabkan perlunya
penguatan sarana dan prasarana kemaritiman untuk
melakukan kegiatan pengiriman barang. Sampai saat ini
terindikasi bahwa masih banyak inefisiensi dalam
transportasi laut domestik. Dengan jarak yang relatif tidak
berbeda jauh, pengiriman barang dari Tanjung Priok
menuju Singapura jauh lebih murah daripada pengiriman
menuju Padang dan Banjarmasin. Biaya pengiriman menuju
Jayapura 2.5 kali biaya pengiriman menuju Guangzhou,
Tiongkok. Perbandingan biaya per kilometer untuk jarak
pelayaran pun menunjukkan bahwa pengiriman ke
Singapura dan Tiongkok lebih murah daripada pengiriman
domestik via laut.

Kebijakan konektivitas maritim dilakukan oleh Pemerintah


agar dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas distribusi
barang, aliran masyarakat antar wilayah, dan
meningkatkan daya saing nasional. Kendala yang dihadapi
dalam pengembangan kebijakan konektivitas maritim
dapat dibagi dua, yaitu: aspek internal kepelabuhanan, dan
aspek eksternal. Aspek internal terdiri dari waktu bongkar-
muat, birokrasi perizinan, kapasitas eksisting, dan sumber
daya manusia. Aspek eksternal terdiri dari permasalahan
ketersediaan infrastruktur, energi, teknologi dan informasi,
pendanaan, serta kemauan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai