Anda di halaman 1dari 23

Makalah Tindak Pidana Lalu Lintas

PUTUSAN PN JAKARTA PUSAT


731/PID.SUS/2021/PN JKT.PST

OLEH

AULIYA RAHMAN 2010012111285


FACHRUR RAZI 2010012111294
ALHAFISH SURYA 2010012111295
RIYAN WIRA WIBOWO 2010012111297
FAHRUR ROZI 2110012111226
DZAKWAN AULIA FAHMI 2210012111268

HUKUM PIDANA KHUSUS

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BUNG HATTA

PADANG

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah

masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanya indikasi angka-angkakecelakaan

lalu lintas yang selalu meningkat. Keadaan ini merupakan salahsatu perwujudan

dari perkembangan teknologi modern. Perkembangan lalu-lintas itu sendiri

dapat memberi pengaruh, baik yang bersifat negative maupunyang bersifat

positif bagi kehidupan masyarakat.Sebagaimana diketahui sejumlah kendaraan

yang beredar dari tahun ketahun semakin meningkat. Hal ini nampak juga

membawa pengaruh terhadapkeamanan lalu lintas yang semakin sering terjadi,

pelanggaran lalu lintas yangmenimbulkan kecelakaan lalu lintas dan kemacetan

lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas disebabkan oleh banyak faktor tidak

sekedar oleh pengemudi kendaraan yang buruk, pejalan kaki yang kurang hati-

hati,kerusakan kendaraan, rancangan kendaraan cacat pengemudi, rancangan

jalan,dan kurang mematuhinya rambu-rambu lalu lintas” ( Suwardjoko :

2005 :135) Lalu lintas dan pemakai jalan memiliki peranan yang sangat

pentingdan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara

dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mewujudkanlalu lintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,
tertib, danteratur. Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek

pengaturan,pengendalian, dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk

keselamatan,keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas jalan.

Dalam rangka pembinaan lalu lintas jalan, sebagaimana tersebut diatas,

diperlukan penetapan suatu aturan umum yang bersifat seragam dan berlaku

secara nasional serta dengan mengingat ketentuan lalu lintas yang berlaku

secara internasional. Salah satu permasalahan yang selalu dihadapi dikota-kota

besar adalah masalah lalu lintas. Hal ini terbukti dari adanyaindikasi angka

kecelakaan lalu lintas yang selalu meningkat. Dewasa ini, perkembangan lalu

lintas yang semakin meningkat sangat pesat, keadaan inimerupakan salah satu

perwujudan dari perkembangan teknologi modern.Perkembangan lalu lintas itu

sendiri dapat memberi pengaruh baik yang bersifat positif maupun bersifat

negatif.Faktor penyebab timbulnya permasalahan dalam lalu lintas

adalahmanusia sebagai pemakai jalan, jumlah kendaraan, keadaan kendaraan,

dan juga kondisi rambu-rambu lalu lintas, merupakan faktor penyebab

timbulnyakecelakaan dan pelanggaran berlalu lintas (Ramdlon naming : 1983 :

23).
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang dengan ini memfokuskan rumusan


masalah sebagai berikut:

1. Definisi atau Pengertiaan Tindak Pidana Lalu Lintas.


2. Peraturan Undang-undang Tindak Pidana Lalu Lintas.
3. Penyimpangan Materiil dan Formil.
4. Pola Pemidanaan Tindak Pidana Lalu Lintas.
5. Sistem Pemidanaan Tindak Pidana Lalu Lintas.
6. Faktor Kesengajaan dan Kelalaian.
7. Contoh Kasus Tindak Pidana Lalu Lintas.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi atau Pengertian Tindak Pidana Lalu Lintas

Pengertian tindak pidana menurut pendapat para ahli yang

menerjemahkan bahwa strafbaar feit dari bahasa Belanda, memberikan definisi

yang berbeda beda namun semua penjelasan tersebut mempunyai pengertian

yang sama sebagai acuan. Feit dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari suatu

kenyataan sedangkan strafbaar mempunyai arti dapat dihukum, sehingga secara

harifah kata strafbarfeit dapat diartikan sebagai suatu kenyataan yang dapat

dihukum. Secara harifah kata strafbaar feit dapat diterjemahkan sebagai

sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum. Dari kata strafbaar feit

kemudian diterjemahkan dalam berbagai bahasa Indonesia oleh para sarjana–

sarjana di Indonesia, antara lain : tindak pidana, delik, dan perbuatan pidana.

Moeljatno merumuskan tentang strafbaar feit adalah: Perbuatan yang dilarang

oleh suatu aturan hukum, larangan tersebuat disertai ancaman berupa pidana

tertentu bagi siapa saja yang melanggar aturan, dapat pula dikatakan bahwa

perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam dengan

pidana dimana larangan ditujukan pada perbuatan (kejadian atau keadaan yang

ditimbulkan oleh kelakuan orang yang menimbulkan kejahatan.). Perbuatan


tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa sapa yang melanggar

perbuatan pidana. Tindak pidana lalu lintas merupakan salah satu perbuatan

pelanggaran terhadap perundang–undangan yang mengatur tentang lalu lintas.

Pelanggaran–pelanggaran yang dilakukan dapat berakibat pada terjadinya

kecelakaan lalu lintas. Perbuatan yang berawal dari pelanggaran dapat berakibat

merugikan orang lain atau diri sendiri. KUHP tidak secara khusus mengatur

tentang tindak pidana lalu lintas akan tetapi tindak pidana lalu lintas di atur

dalam Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Agkutan Jalan. Dalam Undang–Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas dan Angkutan jalan hal–hal mengenai tindak pidana lalu lintas terdapat

sebanyak 44 Pasal, yang diatur dalam Bab XX. Ketentuan pidana mulai dari

Pasal 273 hingga Pasal 317 UULAJ. Definisi kecelakaan lalu lintas menururt

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas

Jalan, pada Pasal 93 ayat (1) dari ketentuan tersebut mendefinisikan kecelakaan

lalu lintas adalah : “ Suatu peristiwa dijalan baik disangka–sangka dan tidak

disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya,

mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda ”

B. Undang Undang Pidana Lalu Lintas


Undang-undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan darat,

berikut beberapa contoh pasal yang terdapat dalam Undang-undang No 22

Tahun 2009:

 Pasal 280 = kendaraan tidak dipasangi Tanda Nomor Kendaraan

Bermotor (TNKB), klo kita sering bilang plat nomor; Sanksi Pidana

Kurungan Paling Lama 2 (dua) bulan atau denda Paling Banyak Rp.

500.000,- (lima ratus ribu rupiah)

 Pasal 281 = tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) ; Sanksi Pidana

Kurungan Paling Lama 4 (empat) bulan atau denda Paling Banyak Rp.

1.000.000,- (satu juta rupiah)

 Pasal 282 = tidak mematuhi perintah yang diberikan oleh petugas

Kepolisian; Sanksi Pidana Kurungan Paling Lama 1 (satu) bulan atau

denda Paling Banyak Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah)

 Pasal 283 = mengemudi secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lain

atau dipengaruhi oleh suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan

konsentrasi ; Sanksi Pidana Kurungan Paling Lama 3 (tiga) bulan atau

denda Paling Banyak 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah)

 Pasal 284 = tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau

pesepeda; Pidana Kurungan Paling Lama 2 (dua) bulan atau denda Paling

Banyak Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah)

C. Sumber hukum Materil


Sumber hukum materiil ialah sumber hukum yang dilihat dari segi isinya,

misalnya : KUHP segi materilnya adalah pidana umum, kejahatan dan

pelanggaran. KUHPerdata mengatur masalah orang sebagai subjek hukum,

benda sebagai objek, perikatan, perjanjian, pembuktian dan daluarsa

sebagaimana fungsi hukum menurut para ahli .

Sumber hukum yang menentukan isi suatu peraturan atau kaidah hukum

yang mengikat setiap orang. Sumber hukum materiil berasal dari perasaan

hukum masyarakat pendapat umum, kondisi sosial-ekonomi,  se!arah, 

sosiologi,  hasil penelitian ilmiah,  filsafat tradisi, agama, moral, perkembangan

internasional, geografis, politik hukum, dan lain-lain. “dalam kata lain sumber

hukum materil adalah faktor faktor masyarakat yang mempengaruhi

pembentukan hukum  pengaruh terhadap pembuat keputusan hakim dan

sebagainya.

Sumber hukum materil ini merupakan faktor yang mempengaruhi materii

si dari aturan-aturan hukum  atau tempat dari mana materi hukum itu diambil

untuk membantu pembentukan hukum sebagai contoh hukum yang mendidik .

& faktor tersebut adalah faktor idiil dan faktor kemasyarakatan.

1. Pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas.

Rambu-rambu lalu lintas merupakan bagian perlengkapan  Jalan yang

berupa  lambang, huruf, angka,  kalimat, dan/atau perpaduan  yang berfungsi


sebagai peringatan,larangan, perintah, atau petunjuk bagi Pengguna Jalan.

Untuk keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi

pemakai jalan, jalan wajib dilengkapi dengan rambu-rambu, marka jalan, alat

pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan alat pengamanan pemakai jalan,

alat pengawasan dan pengaman jalan, fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas

dan angkutan jalan yang berada di dalan dan di luar jalan. rambu-rambu lalu

lintas terdiri dari 4 (empat) golongan, yaitu: (a) rambu peringatan; (b) rambu

larangan; (c) rambu perintah; dan (d) rambu petunjuk. Pelanggaran terhadap

rambu-rambu lalu lintas berupa peringatan (berbentuk belah ketupat dengan

warna dasar kuning) seringkali mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, misalnya

karena pengemudi tidak mengurangi kecepatan padahal ada rambu peringatan

penyeberangan atau awas anak-anak. Sedangkan pelanggaran rambu lalu lintas

berupa larangan atau perintah dapat terjadi misalnya pengemudi memasuki jalan

yang dilarang kendaraan roda empat atau lebih, ataupun berupa pelanggaran

terhadap arah yang diwajibkan.

2. Pelanggaran terhadap ketentuan marka jalan

Marka jalan berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau memperingatkan

atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas di jalan. Selanjutnya pada

ayat (2) disebutkan bahwa marka jalan terdiri dari: (a) marka membujur; (b)

marka melintang; (c) marka serong; (d) marka lambang; dan (e) marka lainnya.

Bentuk pelanggaran terhadap ketentuan marka jalan adalah berpindah jalur


lintas (melambung kendaraan di depan), padahal terdapat garis utuh di tengah

jalan.

3. Pelanggaran terhadap alat pemberi isyarat lalu lintas.

Alat pemberi isyarat lalu lintas yang sehari-hari dikenal dengan lampu

lalu lintas, berfungsi untuk mengatur kendaraan dan atau pejalan kaki. Alat

pemberi isyarat ini biasanya ditempatkan pada perempatan jalan atau pada

lokasi-lokasi yang dianggap rawan kecelakaan lalu lintas, yang terdiri atas

lampu tiga warna untuk mengatur kendaraan, lampu dua warna untuk kendaraan

dan atau pejalan kaki serta lampu satu warna untuk memberikan peringatan

bahaya kepada pemakai jalan. Bentuk pelanggaran terhadap alat pemberi isyarat

lalu lintas yang sering dilakukan pengemudi adalah tidak mengindahkan lampu

merah sehingga mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.

D. Sumber hukum Formil  

Sumber hukum formil adalah dalah sumber hukum yang menentukan

bentuk dan sebab terjadinya suatu peraturan (kaidah hukum). Peraturan

perundang-undangan ini memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai legalisasi dan

legislasi. Yang dimaksud dengan legalisasi adalah mengesahkan fenomena yang

telah ada di dalam masyarakat, sedangkan yang dimaksud dengan legislasi


adalah proses untuk melakukan pembaruan hukum sebagaimana juga tujuan

hukum acara pidana .

Faktor yang dapat memengaruhi proses pembentukan peraturan

perundang-undangan ini dibedakan menjadi dua hal. Pertama, struktur sosial

yang mencakup aspek (unsur sosial baku) sebagai dasar eksistensi masyarakat,

seperti stratifikasi sosial, lembaga sosial, kebudayaan, serta kekuasaan dan

wewenang. Kedua, sistem nilai-nilai mengenai apa yang baik dan yang tidak

baik (buruk) yang merupakan pasangan nilai-nilai yang harus diselaraskan

(diserasikan). Pasangan nilai-nilai inilah yang seharusnya tercermin di dalam

peraturan perundang-undangan agar memiliki makna komprehensip sebagai

asas hukum pidana , antara lain kebebasan dengan ketertiban, umum dan

khusus, perlindungan dengan pembatasan, kebebasan dan ketertiban, dan lain

sebagainya.

Faktor yang menjadi sumber hukum formil merupakan sumber hukum

dalam bentuknya yang tertentu, yang menjadi dasar sah dan berlakunya hukum

secara formal. Ia menjadi dasar kekuatan yang dilihat dari bentuknya, mengikat

baik itu bagi warga masyarakat maupun para pelaksana hukum (penegak

hukum) itu sendiri. Sumber hukum formil yang dikenal di dalam ilmu hukum

berasal dari enam jenis, yaitu Undang-undang, kebiasaan, yurisprudensi,

traktrat, doktrin.

1. Melanggar Batas Kecepatan


Di jalan raya, kita pasti pernah melihat Plang besi yang bertuliskan

kecepatan, entah itu 20 km/jam hingga 100 km/jam. Itu merupakan sebuah

keharusan untuk membuat jalanan yang nyaman. Bukan karena yang lain

lambat, Anda malah asal-asalan.Ini merupakan satu bentuk pelanggaran yang

masih sering terjadi. Plang sudah jelas menuliskan berapa kecepatan

maksimalnya. Jika tidak menaati, maka itu pelanggaran Pasal 106 ayat 4 tentang

berkendara dengan denda hingga 400 ribu.

2. Salah atau Tidak Menyalakan Lampu Sein Saat Berbelok

Lampu sein menjadi pertanda ke arah mana seorang pengendara bakal

berbelok. Pengendara di belakang tentu saja tidak tahu banyak soal pikiran

Anda sehingga dengan lampu sein, mereka bisa tahu ke arah mana Anda akan

berkendara.Lampu sein ini sudah berulang kali menyelamatkan orang dari

kecelakaan. Jika tidak dihidupkan atau salah kode sein, itu dapat

membahayakan pengendara lain. Sehingga ada pasal pelanggaran lalu lintas ini

dengan kurungan paling lama satu bulan.

3. Menggunakan Telepon

Saat berkendara, kita diwajibkan untuk fokus ke jalanan, jangan malah

terinterupsi dengan kegiatan lain. Contoh pelanggaran lainnya yang tidak fokus

ini adalah bermain HP saat di jalanan. Hukumannya bisa sampai penjara 3 bulan

dan denda 750 ribu.


4. Modifikasi Tanpa Uji

Modifikasi secara asal juga semakin marak terjadi, maka dari itu,

kepolisian lalu lintas mulai tegas menghadapi para pelanggar dengan

memberikan pelanggaran yang dinilai cukup berat. Penjara satu tahun, hingga

denda sampai 24 juta rupiah.Modifikasi ini menyangkut soal body kendaraan,

spesifikasi mesin, hingga suara knalpot. Modifikasi tanpa uji resmi

dikhawatirkan dapat membahayakan pengendara dan juga pengguna jalan lain

yang bisa menyebabkan kecelakaan berat.

E. Sistem dan Sanksi Pemidanaan Tindak Pidana Lalu Lintas

Sanksi yang mengatur mengenai kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan

korban luka berat bahkan mati ada 2 peraturan. Peraturan yang pertamana yang

mengatur ada pada KUHP dan yang kedua adalah Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan menjelaskan sanksi-sanksi

pidana bagi pelaku tindak pidana kecelekaan lalulintas. Kedua peraturan

tersebut sama-sama mengatur tindak pidana yang karena kesalahannya

mengakibatkan korban luka bahkan mati. Sanksi yang ada pada KUHP terdapat

pada Pasal 359 dan Pasal 360, sedangkan pada Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diatur pada Pasal 310 dan

Pasal 311. KUHP mengatur tentang karena kealpaannya menyebabkan orang

lain mati atau luka-luka,sedangkan dalam UU LLAJ mengatur tentang karena

kelalaiannya dan kesengajaannya.


Pelanggaran lalu lintas sering kita dengar dengan istilah tilang di

Indonesia, merupakan pelanggaran yang ranah lingkupnya termasuk hukum

pidana, mengingat perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang oleh

peraturan yang berlaku sehingga akibatnya dilakukan pemidanaan dengan

penerapan sanksi pidana. Efektivitas penegakan hukum dapat kita lihat dari

penerapan sanksinya atau system sanksinya sendiri. Sebut saja contohnya

pelanggaran penggunaan helm saat berkendara dan kepemilikan Surat izin

Mengemudi (Soekamto,1983:6).

Adanya perbedaan dalam penerapan terkait sanksi bagi pelanggar lalu lintas di

pengadilan dengan dijalan raya, hal ini dikarenakan adanya penyimpangan

dalam penegakan hukumnya oleh oknum tertentu di lapangan. Dalam

persidangan, keyakinan hakim merupakan dasar untuk menerapkan sanksi

sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku, yang disesuaikan dengan

beratnya pelanggaran yang dilakukan.

Upaya yang dapat dilakukan oleh polantas untuk penanggulangan

pelanggaran lalu lintas di jalan raya yaitu:

1. Melakukan patroli secara berkala dan rutin atau kontinu.


2. Setiap personil dilakukan pengarahan untuk menempati
posisi sesuai simpul jalan yang ada.
3. Melakukan pengaturan jalannya lalu lintas sehingga tetap
lancar dan teratur.
4. Adanya kegiatan sosialisasi terkait berlalu lintas kepada masyarakat
dengan menyasar seperti sekolah, balai desa, dan organisasi lainnya.
5. Melakukan penjagaan yang sama dengan jamnya.
6. Pemberian saran terkait keadaan serta kondisi jalan, dan fasilitasnya jika
dirasa adanya.

F. Faktor Kesengajaan dan Kelalaian

Dalam hukum, ketika ditemukan adanya peristiwa kematian, maka hukum

tidak berhenti pada pertanyaan kenapa orang tersebut mati? Hukum akan

mencari dua jawaban terpenting, yang pertama adalah perbuatan apa yang

menyebabkan orang tersebut mati, dan kedua adalah siapa yang menyebabkan

orang tersebut mati. Perbuatan apa yang menyebabkan orang lain mati ini bisa

disebabkan oleh bermacam-macam perbuatan, dan hukum pidana tidak

menyebutkan secara khusus perbuatan-perbuatan apa yang saja yang menjadi

penyebab kematian tersebut. Contohnya ketika ditemukan seorang mati di

sebuah rumah, dan kematian tersebut disebabkan karena gas yang bocor. Dari

sisi medis, penyebab kematian sudah jelas yaitu karena menghirup gas. Namun

dari sisi hukum akan ada pertanyaan lanjutan, perbuatan apa yang menyebabkan

tabung gas bocor Karena itu hukum pidana, tidak akan merasa puas, jika

perbuatan yang menyebabkan kematian tersebut belum terungkap. Setelah

perbuatan yang menyebabkan kematian itu diketahui, maka langkah kedua

adalah mencari orang yang melakukan perbuatan tersebut untuk menentukan

bentuk pertanggungjawaban pidananya, artinya apakah orang yang


menyebabkan kematian tersebut dapat dimintapertanggungjawaban atau tidak.

Dalam menentukan bentuk pertanggungjawaban ini, maka ada banyak hal yang

harus dipertimbangkan yaitu apakah orang yang melakukan perbuatan ini

sengaja melakukannya atau tidak sengaja.

Kedua hal ini (sengaja dan tidak sengaja) sering disebut dengan elemen

kesalahan. Di dalam elemen kesalahan ini ada aspek kesengajaan atau aspek

ketidaksengajaan (kelalaian). Dengan kata lain kesalahan itu dapat dilakukan

dengan cara sengaja tetapi kesalahan juga dapat dilakukan dengan cara tidak

sengaja. Dalam terminologi hukum di Inggris dan di Amerika Serikat

ketidaksengajaan ini sering juga diartikan sebagai bentuk kecerobohan atau

kesembronoan (recklessness). Dalam hal adanya element kecerobohan ini,

maka bukan berarti si pelaku dibebaskan, si pelaku tetap dinyatakan bersalah,

hanya saja hukuman menjadi lebih ringan.

a. Kesengajaan dalam Kecelakaan Lalu Lintas

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (“UU LLAJ”), yang dimaksud dengan Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan (“LLAJ”) adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas,

angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan

angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

Lalu lintas adalah gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Ruang
lalu lintas jalan adalah prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah

kendaraan, orang, dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung.

Pengguna jalan adalah orang yang menggunakan jalan untuk berlalu

lintas. Termasuk pengemudi yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan, penumpang kendaraan bermotor, dan pejalan kaki.

  Mengenai kecelakaan lalu lintas, Pasal 1 angka 24 UU LLAJ mendefinisikan

sebagai berikut:

 Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan

tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain

yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.

Contoh Pasal Mengenai Kesengajaan Dalam Tindak Pidana Lalu Lintas,

yaitu:

Pasal 311 UU LLAJ:

1. Setiap orang yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor


dengan cara atau keadaan yang membahayakan bagi nyawa atau
barang dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan
dan/ atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta rupiah).
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan
dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 229 ayat (3), pelaku dipidana dengan pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp8.000.000,00 (delapan
juta rupiah).
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka
berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), pelaku dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling
banyak Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah).
5. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan
pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak
Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

b. Kelalaian dalam Kecelakaan Lalu Lintas

  Mengenai kelalaian pada kecelakaan lalu lintas, sanksinya diatur di Pasal

310 UU LLAJ yang mengatakan:

1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang

karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan

kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka

ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1

(satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta

rupiah).
3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena

kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka

berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana

penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

G. Kasus Perkara Tentang Topik

Salah satu contoh tindak pidana lalu lintas yang sumbernya di ambil dari

putusan PN Jakarta Pusat Perkara nomor: 731/PID.SUS/2021/PN JKT.PST.

Menyatakan Terdakwa :KEVIN BENHARD MARCELINO, tersebut diatas

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana :

Lalu Lintas mengakibatkan korban luka berat, sebagaimana didakwakan pada

dakwaan KESATU ;2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa dengan pidana

penjara selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan.;3. Menyatakan lamanya Terdakwa

ditahan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;4. Memerintahkan

Terdakwa tetap ditahan ;5. Menetapkan barang bukti berupa : 1 (satu) unit

sepeda motor No.Polisi B-3819-UEV dikekembalikan kepada pemiliknya ;6.


Membebani Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (Dua ribu

rupiah).

Menurut Kelompok kami dari kasus diatas bahwasanya korban

mengalami luka berat akibat perbuatan dari terdakwa, dan berikut uraian atau

penjelasannya:

Adanyaperistiwa kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami

luka berat, maka hukum tidak berhenti pada pertanyaan kenapa orang tersebut

mengalami luka berat? Hukum akan mencari dua jawaban terpenting, yang

pertama adalah perbuatan apa yang menyebabkan orang tersebut mengalami

luka berat, dan kedua adalah siapa yang menyebabkan orang tersebut

mengalami luka berat. Perbuatan apa yang menyebabkan orang tersebut

mengalami luka berat ini bisa disebabkan oleh bermacam-macam perbuatan.

(Pasal 229 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan, kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau

luka berat tergolong kecelakaan lalu lintas berat).


BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Berikut ini kami merangkum beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya pelanggaran lalin:
Pertama faktor substansinya atau hukum itu sendiri, ini diartikan sebagai
pada peraturan yang ada dan diterapkan di masyarakat, faktor strukturnya yaitu
aparat penegak hukum sebagai orang yang berwenang dalam melakukan
pengawasan serta penertiban terhadap pelanggaranyang terjadi, masih kurang
memadai dan layaknya sarana serta fasilitas dalam penegakkan hukum, begitu
pula kondisi jalan raya yang masih banyak terjadi kerusakan serta kurang
perhatian dari pihak yang berwenang.
Kedua faktor dari Masyarakatnya, dimana rasa atau sikap kepedulian
yang kurang serta kesadaran akan bahaya dalam penyimpangan berkendara
yang sangat minim dan faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan
rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

B. Saran
Diharapkan masyarakat meningkatkan kesadaran hukum akan pentingnya
mematuhi peraturan hukum dalam berkendara atau menggunakan jalan raya.
Hal ini juga harus didukung dengan ditingkatkannya sarana serta prasarana
penunjang dalam berkendara, selain itu pemahaman akan aturan hukum terkait
seperti adanya peran media massa untuk memudahkan masyarakat untuk
mengetahui dan belajar akan aturan yang ada. Selanjutnya mengenai penting
dan perlu diadakan operasi atau razia untuk menertibkan pengendara atau
pengguna jalan yang tak patuh perlu dilakukan secara berkala dan kedepannya.
Penjatuhan sanksi atau pemidanaan oleh Hakim selaku salah saru
penegak hukum diharapkan lebih optimal dan tegas dengan tetap merujuk pada
aturan yang berlaku saat ini sehingga penerapan sanksi dapat memberi efek jera
bagi para pelaku. Dan tak mungkin dapat memberikan rasa keadilan di
dalamnya. Selain itu, meningkatkan wibawa melalui cara menegakkan yang
tegas, guna memberikan rasa kepercayaan kepada masyarakat untuk bersikap
saling menghormati dalam penindakan pelanggar, sehingga pelanggar tidak
mengulangi perbuatannya untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)


Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal.Politeia:Bogor

Artikel Tindak Pidana Lalu Lintas Jalan dilihat dari


http://repository.umy.ac.id (diakses pada Senin, 14 November 2022)
Artikel Kesengajaan dan Kelalaian dalam Kecelakaan Lalu Lintas, dilihat dari
https://www.hukumonline.com/klinik/a/contoh-kesengajaan-dan-
kelalaian-dalam-kecelakaan-lalu-lintas-lt5be8116c61d90 (diakses pada
Senin, 14 November 2022)
Dr. Asep Supriadi, SH., MH. 2014. Kecelakaan Lalu Lintas dan
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Dalam Perspektif Hukum
Pidana Indonesia.

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;


2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.

Anda mungkin juga menyukai