Anda di halaman 1dari 89

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGAR LALU

LINTAS OLEH PELAJAR SEKOLAH LANJUTAN TINGAT


ATAS DIWILAYAH HUKUM POLSEK CIAWI KEPOLISIAN
RESORT TASIKMALAYA KOTA DIHUBUNGKAN DENGAN
PASAL 281 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Akhir

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

DISUSUN OLEH :

MOCHAMAD AGUNG PRADANA

430.200.18.3440

SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG


TASIKMALAYA
2022

0
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGAR LALU
LINTAS OLEH PELAJAR SEKOLAH LANJUTAN TINGAT
ATAS DIWILAYAH HUKUM POLSEK CIAWI KEPOLISIAN
RESORT TASIKMALAYA KOTA DIHUBUNGKAN DENGAN
PASAL 281 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

DISUSUN OLEH :

MOCHAMAD AGUNG PRADANA

430.200.18.3440

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Seminar Usulan Penelitian


Program Sarjana Hukum

Disetujui Oleh Pembimbing


Pada tanggal …………………………………………… 2022

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Apip Nur, S.H., M.H. Herdy Mulyana, S.H., M.H.

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada umumnya pemakai jalan menginginkan untuk mengunakan

jalan raya dengan tertib, selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, teratur

dan lancar. Sesuatu saat ada terjadi berbagai gangguan, salah satu

bentuk gangguan pemakai jalan raya secara tertib aman dan lancar

adalah terjadinya pelangaran-pelangaran lalu lintas sebagian

pelanggaran disebabkan oleh pelaku manusia itu sendiri yang

menyimpang dari peraturan yang telah dirumuskan dengan demikian

meningkatnya mobilitas orang atau barang itu menjadi semakin

pentingnya peranan sarana lalu lintas dalam kehidupan masyarakat.

Meningkatnya arus lalu lintas, selain hal ini dapat membawa dampak

positif bagi kehidupan masyarakat juga tidak jarang menimbulkan

dampak negatif, didalam kenyataannya betapa seringnya terjadi

kecelakaan lalu lintas baik yang ringan maupun yang berat dan

berakibat fatal bagi orang atau barang.1

Kejadian ini sebagian besar semula diawali dengan terjadinya

pelangaran terhadap peraturan lalu lintas. Sejalan dengan

meningkatnya mobilitas orang dan atau barang serta arus lalu lintas

ini, pemerintah yang dalam hal ini petugas hukum terutama pihak

kepolisian khususnya polisi lalu lintas telah melalukan bebagai upaya

1
Suryanagara, Panduan Aman Berlalu Lintas Sesuai UU No. 22 Tahun 2009, Degraf
Publishing, Jakarta, 2009, hlm. 71

1
baik bersifat prefentif maupun yang bersifat represif untuk mencegah

atau mengurangi terjadinya pelangaran lalu-lintas. Namum kenyataan,

pelangaran lalu-lintas itu masih saja terus terjadi dan bahkan menurut

data yang ada pelangaran lalu lintas ini menunjukkan peningkatan

baik kualitas maupun kwantitas. Dalam Bab III Pasal 13 Undang-

undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Tugas Pokok Kepolisian

Negara Republik Indonesia memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan,

pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat untuk menunjang

tugasnya Polri telah melakukan perubahan-perubahan yaitu

penyelenggara reformasi yang meliputi aspek struktural, instrumental

dan kultural.

Lalu-lintas dan angkutan jalan saat ini merupakan persoalan

yang sangat komplek dalam kehidupan masyarakat mengingat

pesatnya perkembangan jaman dan arus informasi serta ekonomi

global sehingga memerlukan kerja keras semua kekuatan unsur yang

bertanggung jawab atas lalu lintas tersebut untuk membuat rasa tertib,

aman, lancar dan selamat baik bagi pengguna jalan maupun

pengendara kendaraan bermotor dengan mengedepankan penegakan

hukum. “Pengaturan lalu- lintas merupakan salah satu tugas yang

harus dilakukan oleh anggota Polri dalam rangka menciptakan

keamanan, ketertiban, keselamatan dan kelancaran arus lalu-lintas. 2

2
Ibid, hlm. 89.

2
Aparat penegak hukum dalam hal ini Polisi Lalu Lintas berperan

sebagai pencegah (politie toezicht) dan sebagai penindak (politie

dwang) dalam fungsi politik. Di samping itu polisi lalu lintas juga

melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban

bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga

pengaman) dan fungsi Undang-Undang khususnya dalam hal

perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin

Mengemudi).3

“Peraturan kendaraan di Indonesia diatur pada Peraturan

Pemerintah Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan yang mengacu

pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, selain itu juga

Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1993 tentang Kendaraan dan

Pengemudi, dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1993 tentang

Pemeriksaan Kendaraan Bermotor yang mengacu pada Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 telah ditetapkan. 4 Selain itu di dalam

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 7 sampai dengan Pasal

12 telah diatur secara jelas kewenangan setiap intansi dalam

penyelengaraan lalu-lintas dan angkutan jalan”. Adapun pelayanan

Polri bidang lalu lintas tidak terbatas pada penertiban saja melainkan

tanggung jawab dan fungsi penegakan hukum dimana hasil akhir dari

pada berbagai jenis pelayanan yang dilakukan adalah mewujudkan

3
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-masalah Sosial,
Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, hlm. 58
4
Leksmono Suryo Putranto, Rekayasa Lalu-Lintas, Edisi 3, PT, Indeks, Jakarta, 2016, hlm. 163

3
keamanan, ketertiban kelancaran dan keselamatan, arus lalu lintas

karena lalu lintas merupakan urat nadi dari pada sendi kehidupan.

Meningkatnya volume kendaraan bermotor baik roda empat

maupun roda dua membawa konsekuensi yang cukup memprihatinkan

pada keadaan di masyarakat yaitu dengan semakin banyaknya anak

dibawah umur yang mengendarahi kendaraan bermotor. Anak di

bawah umur yang mengendarai kendaraan bermotor sudah dianggap

sebagai sebuah kewajaran oleh masyarakat, orang tua, guru dan

sebagainya sehingga cenderung adanya pembiaran. Kondisi ini hampir

terjadi dimana-mana di Indonesia. Padahal membiarkan anak dibawah

umur mengendarai kendaraan bermotor sangat beresiko terhadap

keamanan dan keselamatan pengendaranya maupun keselamatan

orang lain.

Di Kecamatan Tasikmalaya khususnya di wilayah Kecamatan

Ciawi, pelanggaran lalu lintas yang banyak terjadi yaitu pelanggaran

terhadap kepatuhan Palanggaran terhadap ketentuan Pasal 281 yaitu

kewajiban memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) yang banyak terjadi

khususnya pada siswa Sekolah Tingkat Lanjut Atas yang mengendarai

kendaraan bermotor kesekolah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka penulis

tertarik mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul :

4
“Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar Lalu Lintas Oleh Pelajar

Sekolah Lanjutan Tingat Atas Diwilayah Hukum Polsek Ciawi

Kepolisian Resort Tasikmalaya Kota Dihubungkan Dengan Pasal 281

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan “

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Di

Hubungkan Dengan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Wilayah Kecamatan Ciawi ?

2. Bagaimana Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Oleh

Pelajar Diwilayah Hukum Polsek Ciawi Kepolisian Resort Tasikmalaya

Kota ?

C. Tujuan Penelitian

Ruang lingkup pembahasan (substansi) dalam penelitian skripsi ini di

batasi pada kajian mengenai Penegakan Hukum Terhadap Pengendara

Kendaraan Bermotor Yang Tidak Memiliki SIM Menurut Pasal 281

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan Di Kecamatan Ciawi Kecamatan Tasikmalaya.

Tujuan Penelitian adalah :

a. Untuk mengetahui penegakan hukum terhadap siswa Lanjutan Tingkat

Atas pengendara kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM di wilayah

5
Kecamatan Ciawi Kecamatan Tasikmalaya Menurut Pasal 281 Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

b. Untuk menjelaskan kendala dalam penegakan hukum terhadap pengendara

kendaraan bermotor siswa Lanjutan Tingkat Atas yang tidak memiliki SIM

Menurut Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan di Wilayah Kecamatan Ciawi Kecamatan

Tasikmalaya

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan bagi perkembangan ilmu hukum yang efektif, khususnya

bidang hukum Pidana dan sejauh mana efektifitas sebuah penegakan

hukum oleh Kepolisian didalam melakukan penegakan hukum di

Masyarakat, Khususnya pada Siswa di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

2. Kegunaan Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

bagi pemerintah daerah, Kepolisian, Sekolah, Orang Tua dan siswa

mengenai peran masing-masing dalam tercipta ketertiban kesadaran

kepemilikan SIM oleh para siswa Lanjutan Tingkat Atas

6
E. Kerangka Pemikiran

a. Penegakan Hukum

Pengertian Penegakan Hukum Penegakan hukum merupakan usaha

untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan

rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses

yang melibatkan banyak hal.5 Penegakan hukum secara konkret adalah

berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut

dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara

berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempertahankan dan

menjamin di taatinya hukum materiil dengan menggunakan cara

prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal.

Menurut Rais Ahmad, pengertian dari penegakan hukum adalah

proses dilakukanya upaya untuk tegaknya dan berfungsinya hukum,

Norma-Norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku seseorang

dalam kehidupan. Ditinjau dari sudut subjeknya, upaya penegakan hukum

itu melibatkan semua subjek hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan

Normatif atau melakukan sesuatu berdasarkan pada aturan Norma aturan

yang berlaku, berarti dia sedang menegakan hukum. Dalam arti sempit,

penegakan hukum itu diartikan sebagai upaya aparatur penegak hukum

tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum, apabila

diperlukan aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk

menggunakan daya paksa.6

5
Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta,1988. hlm 32
6
Rais Ahmad, Peran Manusia dalam Penegakan Hukum, Pustakan Antara, Jakarta, 1996, hlm. 19

7
Munir Fuady merumuskan penegakan hukum sebagai segala daya

dan upaya untuk menjabarkan kaidah-kaidah hukum kedalam kehidupan

masyarakat, sehingga dengan demikian dapat terlaksana tujuan hukum

dalam masyarakat berupa perwujudan nilai-nilai keadilan, kesebandingan,

kepastian hukum, perlindungan hak, ketentraman masyarakat, dan lain-

lain.7

b. Tujuan Penegakan Hukum

Tujuan Penegakan hukum adalah untuk melindungi kepentingan

manusia. Setiap orang mengharapkan supaya hukum dapat diterapkan

ketika terjadi peristiwa hukum. Penegakan hukum adalah untuk

memberikan kepastian hukum, manfaat, dan keadilan pada setiap orang,

dengan harapan sebagai berikut :

a. Harapan penegakan hukum supaya dilaksanakan adalah untuk

memberikan kepastian hukum dalam peristiwa kongkrit yang terjadi dalam

masyarakat. Kepastian hukum merupakan perlindungan yustiable terhadap

tindakan kesewenang-wenangan, sehingga masyarakat memperoleh

sesuatu yang diharapkan ketika berhadapan dengan peristiwa tertentu,

hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan

menciptakan ketertiban dalam kehidupan masyarakat.

b. Hukum untuk manusia, maka pelaksanaan atau penegakan hukum

harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai

7
Munir Fuady, Aliran Hukum Krisis Paradigma Ketidakberdayaan Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2003, hlm. 39-21

8
sebaliknya dengan penegakan hukum justru menimbulkan keresahan bagi

masyarakat.

c. Dengan penegakan hukum, masyarakat yang sedang

berkepentingan mendapatkan keadilan. Karena hukum identik dengan

keadilan serta hukum itu bersifat umum, yang melihat semua orang itu

sama. Karena demi mewujudkan keadilan bagi semua orang hukum tidak

boleh keberpihakan.8

Faktor-Faktor Penegakan Hukum Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum, menurut Soerjono Soekanto antara

lain:9

a. Faktor Hukumnya sendiri;

Kemungkinan terjadi ketidakserasian antara suatu perundang-undangan

dengan undang-undang lainya, atau ketidakserasian antara peraturan

perundang-undangan dengan hukum tidak tertulis atau kebiasaan yang

terjadi dalam masyarakat.

b. Faktor penegak hukum;

Pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum atau biasa

disebut dengan penegak hukum mencakup polisi, jaksa, penasihat hukum,

hakim, dan pertugas lembaga pemasyarakatan. Apabila hukumnya sudah

baik, akan tetapi kualitas atau mental dari para penegak hukum tidak baik

pula, maka tidak akan tercipta kesuksesan atau keberhasilan dalam

penegakan hukum.
8
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta, Yogyakarta,
2005, hlm. 160-161
9
Soerjono Soekanto, Opcit, Hlm. 5

9
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;

Jika hukum atau peraturan perundang-undangan sudah baik, penegak

hukum sudah baik pula, akan tetapi sarana atau fasilitas nya tidak

memadahi, maka penegakan hukum tidak akan berjalan dengan

sebagaimana mestinya.

d. Faktor masyarakat;

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai

kedamaian didalam masyarakat. Oleh karena itu dipandang dari sudut

pandang tertentu, maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan

hukum tersebut. Penegakan hukum dalam masyarakat mempunyai

kecenderungan-kecenderungan sendiri yang disebabkan oleh struktur

masyarakatnya, yang memungkinkan penegakan hukum dapat dijalankan

atau justru dapat memberikan hambatan-hambatan yang mengakibatkan

penegakan hukum tidak dapat dijalankan atau kurang berjalan

sebagaimana mestinya.

e. Faktor kebudayaan;

Sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di

dalam pergaulan hidup. Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup

nilai-nilai yang mendasari berlakunya hukum, yang merupakan konsepsi-

konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dianut) dan

apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari).

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan

bermanfaat bagi masyarakat. Penetapan tentang perilaku yang melanggar

10
hukum senantiasa dilengkapi dengan pembentukan organ organ

penegakanya. Hal ini tergantung pada beberapa faktor, diantaranya:

a. Harapan masyarakat yakni apakah penegakan hukum tersebut sesuai atau

tidak dengan nilai-nilai masyarakat;

b. Adanya motivasi warga masyarakat untuk melaporkan terjadinya

perbuatan melanggar hukum kepada organ-organ penegak hukum tersebut;

c. Kemampuan dan kewibawaan dari pada organisasi penegak hukum.10

c. Tinjauan tentang Pasal 281 jo Pasal 77 ayat (1) Undang-undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan dibuat adalah dengan tujuan:

a. Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat,

tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong

perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh

persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat

bangsa;

b. Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan

c. Terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.11

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan ini berlaku untuk membina dan menyelenggarakan lalu

lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, dan lancar melalui:

10
M. Husen Harun, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta¸ Jakarta,
1990, hlm. 41
11
Suryanagara, Panduan Aman Berlalu Lintas Sesuai UU No. 22 Tahun 2009, Degraf
Publishing, Jakarta, 2009, hlm. 71

11
1. Kegiatan gerak pindah kendaraan, orang danTahun atau barang di jalan;

2. Kegiatan yang menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung

lalu lintas dan angkutan jalan; dan

3. Kegiatan yang berkaitan dengan registrasi dan identifikasi kendaraan

bermotor dan pengemudi, pendidikan berlalu lintas, manajemen dan

rekayasa lalu lintas, serta penegakan hukum.12

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan merupakan suatu aturan yang mengatur para pengendara

kendaraan bermotor dalam berkendara di jalan raya. Salah satu isi dari

Undang-Undang tersebut adalah bahwa setiap pengendara yang

mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya harus dilengkapi dengan

Surat Izin Mengemudi (SIM). SIM menjadi salah satu syarat utama bagi

pengendara kendara bermotor yang akan mengendarai kendaraannya

dijalan raya. Tanpa adanya SIM, maka pengendara akan dianggap belum

cakap dan dilarang untuk mengendari kendaraan bermotor di jalan raya.

Apabila peraturan tersebut dilanggar, maka tentunya akan ada sanksi bagi

para pelanggar.

Sanksi bagi pelanggar lalu lintas yang tidak memiliki Surat Izin

Mengemudi (SIM) diatur dalam Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan yang menentukan

bahwa:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang


tidak memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12
Ibid, hlm. 72.

12
77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan
atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).”

Unsur-Unsur dalam Pasal tersebut adalah :

1. Setiap Orang Yang dimaksud dengan setiap orang adalah, seluruh orang

baik itu Warga Negera Indonesia (WNI) ataupun Warga Negara Asing

(WNA) yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Mengemudikan kendaraan bermotor Yang dimaksud dengan

mengemudikan kendaraan bermotor adalah, dengan mengendarai

kendaraan yang memakai mesin (motor) untuk menjalankanya. Kendaraan

yang dimaksud adalah kendaraan yang digunakan untuk transportasi darat,

contohnya adalah sepeda motor, mobil, bus, truk, dan jenis kendara

bermotor lainya.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 22 tahun 2009 yang dimaksud tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan , mengatur bahwa : “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan

Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan

jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan”. Pasal tersebut merupakan

suatu aturan yang mewajibkan bagi seluruh orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor untuk memiliki SIM, dan selalu membawanya saat

sedang mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya.

SIM merupakan surat keterangan yang dapat membuktikan bahwa

pengendara kendaraan bermotor dianggap telah cakap atau memiliki

kemampuan untuk mengendarai kendaraan bermotor dengan baik di jalan

raya. Kemampuan dari setiap pengendara didasarkan pada usia yang cukup

13
yaitu minimal 17 tahun, serta keterampilan dalam hal menggunakan

kendaraan bermotor. SIM ini dapat diperoleh jika telah lulus ujian teori

dan praktik, tentunya dengan terpenuhinya persyaratan administratif yaitu

fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP), mengisi formulir, tanda tangan,

sidik jari, dan foto serta membuat surat keterangan sehat jasmani dan

rohani. Setelah lulus dari segi administrasi maupun ujian baik teori

maupun praktik, diteruskan dengan membayar Pungutan Negara Bukan

Pajak (PNBP) ke bank yang ditunjuk, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI)

untuk SIM C sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah), SIM A dan SIM

B sebesar Rp.120.000,- (seratus dua puluh ribu rupiah), sedangkan SIM D

yaitu 28 untuk penyandang difable sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu

rupiah). SIM hanya berlaku selama kurun waktu 5 (lima) tahun, setelah

masa berlaku habis, maka harus diperpanjang sesuai dengan ketentuan

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2021

tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi ditempatkan

pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 160.

Ketentuan untuk memperpanjang SIM dengan membayar PNBP ke

bank yang sama yaitu BRI, untuk SIM C sebesar Rp.70.000,- (tujuh puluh

ribu rupiah), untuk SIM A dan B sebesar Rp.80.000,- (delapan puluh ribu

rupiah), dan yang terakhir untuk SIM D sebesar Rp.30.000,- (tiga puluh

ribu rupiah). Berbeda dengan pembuatan SIM, untuk perpanjangan SIM

hanya perlu membayar PNBP saja tetapi tidak perlu ujian teori maupun

ujian praktik.

14
Saat ini Kepolisian Republik Indonesia telah membuat terobosan

didalam proses pembuatan SIM Nasional Sehingga lebih memudahkan

masyarakat didalam proses Pembuatan SIM, adapun Langkah didalam

pembuatan SIM Online sebagai berikut :

1. Buka situs resmi Polri, http://sim.korlantas.polri.go.id, kemudian pilih

menu 'Pendaftaran SIM Online'.

2. Pilih 'Mulai', setelah itu, isi data dengan benar pada menu ‘Data

Permohonan’.

3. Klik 'Lanjut', kemudian isi data pribadi termasuk kewarganegaraan,

Nomor KTP, nama, jenis kelamin, hingga Nomor telepon.

4. Isi Nomor yang dapat dihubungi saat keadaan darurat. Selain itu, tersedia

pula kolom data validasi yang harus mencantumkan nama ibu kandung,

juga data sertifikasi sekolah mengemudi yang bisa diisi ‘ya’ atau ‘tidak’.

5. Isi seluruh data yang dibutuhkan. Pastikan data yang dimasukkan benar.

Jika sudah, klik tombol 'Lanjut', dan konfirmasi data yang telah diinput.

6. Pilih tanggal kedatangan.

7. Isi kode verifikasi kemudian klik tombol 'kirim'.

8. Setelah berhasil melakukan proses registrasi, klik 'Ok'.

9. Usai mendapatkan bukti registrasi online, pemohon akan mendapat e-mail.

Setelah itu, lakukan pembayaran di ATM, EDC, ataupun teller BRI di

seluruh Indonesia sesuai biaya yang tertera.

15
10. Datang ke Satpas SIM atau Kepolisian Resortt dengan membawa KTP dan

surat keterangan kesehatan, sesuai tanggal dan lokasi yang dipilih saat

registrasi online.

11. Ikuti serangkaian tes untuk mendapatkan SIM baru yang terdiri dari ujian

teori, ujian praktik, dan ujian keterampilan melalui simulator.

d. Tinjauan tentang Pidana Denda

Menurut Andi Hamzah, pidana denda merupakan bentuk pidana

tertua, lebih tua dari pidana penjara, pidana kurungan, mungkin setua

pidana mati. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa

pelanggaran atau kejahatan ringan. Dengan pemahaman ini, pidana denda

adalah satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh orang lain selain

terpidana.13 Dalam hukum pidana, denda yang dibayarkan kepada negara

atau masyarakat, sedangkan dalam perkara perdata dapat diganti dengan

pidana kurungan jika tidak dibayar.14

Hukuman denda pada mulanya hanya berkaitan hukum perdata.

Selaras dengan perkembangan masyarakat, denda menjadi sebuah konsep

hukum pidana. Ketika seseorang mengalami kerugian sebagai akibat dari

tindakan orang lain, maka orang yang dirugikan tersebut dapat menuntut

ganti kerugian atas kerusakannya. Jumlah ganti kerugian tersebut

tergantung dari besar kerugian yang diderita. Beberapa pelanggaran

hukum dapat diancam dengan pidana denda. Meskipun sifat hukuman

13
http://prasko17.blogspot.co.id/2012/09/pidana-denda.html diakses terakhir tanggal 13 April
2022, pukul 19.54 WIB
14
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1986, hlm. 43

16
ditujukan kepada orang yang bersalah, namun berlainan dengan hukuman

hukuman lain, hukuman denda boleh tidak dilaksanakan oleh pelaku

pidana dan dibayar oleh pihak ketiga.15

Penerapan pidana denda di Indonesia dengan perkembangan

globalisasi, dan pengaruh para ahli hukum pidana, akan menampakkan

masa kecerahan di masa depan. Kecenderungan itu terbukti dengan

maraknya penggunaan pidana denda yang tinggi dalam perundang-

undangan, yang memuat ketentuan pidana denda, serta perkembangan

Undang-Undang KUHP yang memakai kategori denda.

Pidana denda merupakan jawaban atas sinisme terhadap penerapan

pidana penjara. Walaupun tidak dapat disangkal juga pada sisi lain, pidana

penjara masih diperlukan, namun demikian pidana denda dalam usaha

fungsionalisasinya dalam sistem peradilan pidana, bergantung pada jalinan

temali yang harmonis dari penetapan pidana, dalam perundang-undangan,

penjatuhan pidana oleh pengadilan, dan tahap eksekusi oleh lembaga yang

berwenang.16

Pidana denda merupakan sanksi pidana terpenting yang dikenal

dalam hukum pidana Belanda dan Indonesia. Pidana denda yang

sebenarnya sudah dikenal sejak lama, namun baru pada abad ini dapat

dikatakan dimulai. Sebab itu pula, pidana denda menggeser kedudukan

pidana badan dari peringkat pertama. Salah satu alasan kenaikan peringkat

karena banyaknya keberatan yang cukup berdasar terhadap penjatuhan


15
Ridwan Syah Beruh, Membumikan Hukum Tuhan Perlindungan HAM Perspektif Hukum
Pidana Islam, Pustaka Ilmu, Yogyakarta, hlm. 113
16
Syaiful Bakhri, Pidana Denda dan Korupsi, Total Media, Yogyakarta, hlm. 19

17
pidana badan singkat. Pidana denda tidak menyebabkan stigmatisasi,

terpidana tidak dicerabut dari lingkungan keluarga atau kehidupan

sosialnya, dan pada umunya terpidana tidak akan kehilangan

pekerjaanya.17

Pidana denda diancamkan atau dijatuhkan terhadap delik-delik

ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Oleh karena itu pula,

pidana denda merupakan satu-satunya pidana yang dapat dipikul oleh

orang lain selain terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana

pribadi, tidak ada larangan jika denda itu secara sukarela dibayar oleh

orang atas nama terpidana.18

Meskipun telah diberikan patokan ancaman minimum maupun

maksimum pidana denda, namun masih diperlukan pembahasan tentang

penerapan pidana denda tersebut. Sebab akan sangat berpengaruh besarnya

perbedaan antara ancaman sanksi pidana yang telah ditentukan dengan

besarnya sanksi yang dijatuhkan oleh pengadilan.

Dalam hal yang demikian, bukanlah berarti bahwa pidana berat akan

menjamin efektivitas pidana, akan tetapi diharapkan penjatuhan pidana

juga mempertimbangkan pokokpokok pikiran yang melatarbelakangi

ancaman pidana yang telah ditentukan.

Cara penghukuman denda memberikan banyak segi-segi keadilan di

antaranya adalah :

17
Jan Rammelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal Pasal Terpenting dari KUHP
Belanda dan Padannanya dalam KUHP Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utma, Jakarta, 2003
hlm. 485
18
Niniek Suparni, Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, Ctk. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 24

18
a. Pembayaran denda mudah dilaksanakan dan dapat direvisi apabila ada

kesalahan, dibanding dengan jenis hukuman lainya, seperti penderaan, atau

penjara yang sukar dimaafkan.

b. Pidana denda adalah hukuman yang menguntungkan pemerintah karena

tidak banyak mengeluarkan biaya, bila tanpa disertai dengan penjara untuk

yang tidak sanggup membayar.

c. Pidana denda mudah dilihat, dapat diatur untuk tidak mengejutkan

pelanggar dan keadaan lainya dengan lebih mudah dibanding dengan jenis

hukuman lainya.

d. Pidana denda membawa atau tidak mengakibatkan nama tercela kurang

hormat seperti yang dialami terhukum penjara.

e. Tidak merintangi pelanggar untuk memperbaiki dirinya.

f. Pidana denda akan menjadi penghasilan bagi negara, daerah, dan kota. 19

Untuk mengefektifkan kembali pidana denda serta mengurangi

beban Lembaga Pemasyarakatan yang saat ini telah banyak yang

melampaui kapasitasnya yang telah menimbulkan persoalan baru, sejauh

mungkin para hakim mempertimbangkan sanksi denda sebagai pilihan

pemidanaan yang akan dijatuhkannya, dengan tetap mempertimbangkan

berat ringannya perbuatan serta rasa keadilan masyarakat.

e. Tinjauan tentang Pidana Kurungan Pidana

kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan

kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari pergaulan

hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu dimana sifatnya sama


19
Ibid, hlm. 42

19
dengan hukuman penjara yaitu merupakan perampasan kemerdekaan

seseorang.20

Pidana kurungan ditujukan kepada perbuatan pidana yang

dikualifikasikan sebagai pelanggaran. Kendatipun demikian ada juga

beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana kurungan, jika dilakukan

karena suatu kealpaan dan ancaman kurungan terhadap kejahatankejahatan

tersebut dialternatifkan dengan pidana penjara.21 Pada awalnya, pidana

kurungan sebagai custodia honesta yang diancamkan terhadap delik-delik

terkait kesalahana moril. Menurut A.J. Hoekema, berdasarkan penelitian

sosiologis bahwa seorang yang menjalani pidana kurungan tidak

mengakibatkan stigma buruk sebagaimana narapidana yang menjalani

pidana penjara.22

Pidana kurungan dapat sebagai pengganti dari pidana denda, jika

seorang tersebut tidak dapat atau tidak mampu membayar denda yang

harus dibayarnya, dalam hal perkaranya tidak begitu berat. Berdasarkan

Pasal 18 KUHP, pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama

satu tahun. Jika terjadi pemberatan pidana yang disebabkan karena

perbarengan satau pengulangan, maka pidana kurungan dapat ditambah

menjadi satu tahun empat bulan sebagai batas maksimum dan tidak boleh

20
Ibid, hlm. 23
21
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, 2016
hlm. 399
22
Jan Rammelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal Pasal Terpenting dari KUHP Belanda
dan Padannanya dalam KUHP Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utma, Jakarta, 2003 hlm.
477

20
melewati angka tersebut. Sama dengan pidana penjara, orang dijatuhi

pidana kurungan wajib menjalankan pekerjaan yang dibebankan

kepadanya, meskipun lebih ringan bila dibandingkan dengan orang yang

dijatuhi pidana penjara. Pidana kurungan dijalani dalam daerah hukum di

mana terpidana berdiam ketika putusan hakim dilaksanakan. Pidana

penjara dan pidana kurungan mulai berlaku bagi terpidana yang sudah di

dalam tahanan sementara pada saat ketika putusan hakim berkekuatan

hukum tetap, dan bagi terpidana lainya pada hari ketika putusan hakim

mulai dilaksanakan.

Apabila dalam putusan hakim dijatuhkan pidana penjara dan pidana

kurungan atas beberapa perbuatan pidana, kemudian putusan itu bagi

kedua jenis pidana tersebut berkekuatan hukum tetap pada waktu yang

sama, sedangkan terpidana sudah ada dalam tahanan sementara karena

kedua atau salah satu perbuatan pidana itu, maka pidana penjara mulai

berlaku pada saat ketika putusan hakim menjadi tetap, dan pidana

kurungan mulai berlaku setelah pidana penjara habis.

Meskipun terlihat memiliki kemiripan, namun pidana kurungan dan

pidana penjara memiliki beberapa persamaan dan perbedaan, diantaranya

adalah :

1. Persamaan

a. Sama berupa pidana yaitu sama-sama menghilangkan kemerdekaan

bergerak.

21
b. Mengenal maksimum umum, maksimum khusus dan minimun umum dan

tidak mengenal minimum khusus.

c. Sama-sama diwajibkan untuk bekerja.

d. Sama-sama bertempat dipenjara.

2. Perbedaan

a. Lebih ringan pidana kurungan daripada pidana penjara (Pasal 69 KUHP)

Lihat Pasal 32 KUHP

b. Ancaman maksimum umum dari pidana penjara 15 tahun sedangkan

pidana kurungan hanya 1 tahun.

c. Pelaksanaan pidana penjara dapat dilakukan di lembaga permasyarakatan

di seluruh Indonesia, sedangkan pidana kurungan hanya bisa dilaksanakan

di tempat di mana ia berdiam ketika diadakan keputusan hakim. 23

F. Metode Penelitian

a. Jenis Penelitian

Permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan dijawab atau

dipecahkan dengan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan (hukum dilihat sebagai Norma atau das sollen), karena dalam

membahas permasalahan penelitian ini menggunakan data yang diperoleh

melalui metode kuisioner dan wawancara langsung kepada yang menjadi

objek penelitian.

Pendekatan empiris (hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau

das sein), karena dalam penelitian ini digunakan data primer yang

23
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,
Kencana, Jakarta, 2014 hlm.69

22
diperoleh dari lapangan. Jadi, pendekatan yuridis empiris dalam penelitian

ini maksudnya adalah bahwa dalam menganalisis permasalahan dilakukan

dengan menganalisi data primer yang diperoleh di lapangan yaitu tentang

data dari Siswa Lanjutan Tingkat Atas di 5 Sekolah di Kecamatan

Tasikmalaya Khususnya Sekolah Lanjutan Atas di Kecamatan Ciawi yang

memakai atau mengendarai kendaraan bermotor ke sekolah tanpa memiliki

SIM

b. Data Penelitian

Data yang akan digunakan dalam penelitian hukum ini bersumber

dari data Primer, data primer merupakan suatu data yang telah diperoleh

secara langsung yang dari sumber pertama atau sumber asal dari lapangan

atau data yang diperoleh secara langsung yang melalui wawancara

terhadap narasumber yang berkompeten. Dalam hal ini adalah Para Siswa

dan Pihak Sekolah di wilayah kecamatan ciawi dan Kepolisian Sektor

Ciawi.

c. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu kegiatan merapikan data dari hasil

pengumpulan data dilapangan sehingga siap dipakai untuk dianalisa.24

Pada bagian ini peneliti mendapatkan data yang lebih akurat karena telah

melakukan dengan pengumpulan sumber data primer, Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Teknik Wawancara
24
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta, Sinar Grafika, 2002, Hlm. 72.

23
Wawancara adalah situasi peran antara personal bertemu, ketika seseorang

yang sebagai pewancara yang mengajukan beberapa pertanyaan-

pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban yang relevan

dengan rumusan permasalahan penelitian kepada responden, Untuk

pengumpulan data lapangan yaitu data primer dengan cara mengadakan

wawancara langsung kepada informan dengan contoh siswa dan pihak

sekolah terkait.

2. Observasi

Pengamatan langsung kegiatan yang sedang dilakukan pada penelitian ini.

Sehingga penulis akan mengetahui kejadian yang berlaku.

3. Kuesioner

pengertian kuesioner adalah sebuah teknik menghimpun data dari sejumlah

orang atau responden melalui seperangkat pertanyaan untuk dijawab.

Dengan memberikan daftar pertanyaan tersebut, jawaban-jawaban yang

diperoleh kemudian dikumpulkan sebagai data. Nantinya, data diolah dan

disimpulkan menjadi hasil penelitian.

c. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang akan digunakan yaitu analisis kualitatif,

bahwa analisis kualitatif bersifat deskriptif yakni data yang berupa kata-

kata hasil analisis dari wawancara dan kuesioner yang akan dilakukan oleh

penulis yang secara langsung.

24
BAB II

Pendekatan Teori Efektifitas Hukum Pada Penegakan Hukum

Terhadap Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Pelajar

A. Efektivitas Hukum

25
Pengertian Efektivitas Berbicara tentang efektivitas, maka tidak bisa

dilepaskan dengan keberhasilan atas suatu tugas atau kebijakan.

Efektivitas adalah unsur pokok mencapai tujuan atau sasaran yang telah

ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut

efektif apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah

ditentukan sebelumnya. Demikian juga dalam pelaksanaan kebijakan itu

dikatakan efektif jika kebijakan itu bisa berjalan sesuai dengan harapan

pembuat kebijakan.

Menurut Barda Nawawi Arief, efektivitas mengandung arti

“keefektifa-an” pengaruh atau efek keberhasilan, atau kemanjuran/

kemujaraban.25 Dengan kata lain efektivitas berarti tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya dapat tercapai, atau dengan kata lain sasaran

tercapai karena adanya proses kegiatan.26 Sementara menurut Supriyono

menyatakan efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat

tanggung jawab dengan sasaran semakin besar kontribusi daripada

keluaran yang dihasilkan terhadap nilai pencapaian sasaran tersebut, maka

dapat dikatakan efektif pula unit tersebut.27

Effendy menjelaskan bahwa efektivitas merupakan “Komunikasi

yang prosesnya mencapai tujuan apa yang direncanakan dan sesuai dengan

biaya yang dianggarkan, waktu dan jumlah personil yang ditentukan”. Dari

pengertian diatas bahwa efektivitas adalah tercapainya tujuan atau sasaran

25
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003,hlm. 85
26
Muhammad Ali, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung, Angkasa, 1997,hlm 89
27
Supriyono, Sistem Pengendalian Manajemen, Edisis Pertama, Yogyakarta, BPFE, 2000, hlm. 29

26
yang telah ditentukan yaitu salah satu pengukuran dimana suatu target

telah tercapai sesuai yang direncanakan sebelumnya.28

Richard M Steers mengemuKan efektivitas adalah jangkauan usaha

tertentu suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan

sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa

melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa mencari tekanan yang

wajar terhadap pelaksanaannya.29 Pendapat lain juga dikemuKan oleh

Agung Kurniawan bahwa efektivitas merupakan kemampuan

melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan program atau misi) daripada

suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya tekanan atau

ketegangan diantara pelaksanaanya.30 Berdasarkan pendapat para ahli

diatas, disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu sasaran atau tujuan

yang dikehendaki telah tercapai, maka hal tersebut dapat dikatakan efektif,

begitu pula sebaliknya apabila sasaran tidak tercapai dalam waktu yang

ditentukan, maka pekerjaan itu tidak efektif.

Hal itu menjadi tujuan ukuran untuk menentukan efektif tidaknya

tujuan atau sasaran yang digariskan atau dengan kata lain untuk mengukur

tingkat efektivitas adalah perbandingan antara recana atau target yang

telah ditentukan dengan hasil yang dicapai. Pengertian efektivitas yaitu

berada pada pencapaian tujuan. Ini dapat dikatakan efektif apabila tujuan

atau sasaran yang dikehendaki dapat tercapai sesuai dengan rencana

28
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, Bandung, PT. Mandar Maju, 1989. hlm. 14
29
Richard M Steers, Efektivitas Organisasai Perusahaan, Jakarta, Erlangga, 1985,hlm 87
30
Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta, Pembaharuan, 2005, hlm. 109

27
semula dan menimbulkan efek atau dampak terhadap apa yang diinginkan

atau diharapkan.

Tingkat efektivitas dapat dikukur dengan membandingkan antara

rencana atau target yang telah ditentukan dengan hasil yang dicapai, maka

usaha atau hasil pekerjaan tersebut itulah yang dikatakan efektif, namun

jika usaha atau hasil pekerjaan yang dilakukan tidak tercapai sesuai dengan

apa yang direncanakan, maka hal itu dapat dikatakan tidak efektif.

Efektivitas Hukum Efektivitas Hukum adalah kesesuaian antara apa

yang diatur dalam hukum pelaksanaanya. Bisa juga karena kepatuhan

masyarakat kepada hukum karena adanya unsur memaksa dari hukum.

Hukum dibuat oleh otoritas berwenang adakalanya bukan abstraksi nilai

dalam masyarakat. Jika demikian, maka terjadilah hukum tidak efektif,

tidak bisa dijalankan, atau bahkan atas hal tertentu terbit pembangkangan

sipil. Dalam realita kehidupan masyarakat, seringkali penerapan hukum

tidak efektif, sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk

dibahas dalam prespektif efektivitas hukum.

Persoalan efektivitas hukum mempunyai hubungan sangat erat

dengan persoalan penerapan, pelaksanaan dan penegakan hukum dalam

masyarakat demi tercapainya tujuan hukum. Artinya hukum benar-benar

berlaku secara filosofis, yuridis dan sosiologis. Soerjono Soekanto

mengemuKan bahwa efektivitas hukum berkaitan erat dengan faktor-

faktor sebagai berikut:31

31
Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosial Yuridis Masyarakat, Bandung, Alumni, 1985,hlm.
45

28
a. Usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu penggunaan tenaga

manusia, alat-alat, organisasi, mengakui, dan menaati hukum.

b. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada sistem nilai-nilai yang berlaku.

Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang hukum karena takut

pada petugas atau polisi, menaati suatu hukum hanya karena takut

terhadap sesama teman, menaati hukum karena cocok dengan nilai-nilai

yang dianutnya.

c. Jangka waktu penanaman hukum yaitu panjang atau pendek jangka waktu

dimana usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan

memberikan hasil.

Menurut Achmad Ali, kesadaran hukum, ketaatan hukum dan

efektivitas perundang-undangan, adalah 3 unsur yang saling berhubungan.

Seiring orang mencampuradukkan antara kesadaran hukum dan ketaatan

hukum, padahal kedua hal itu sangat erat hubungannya, namun tidak persis

sama. Kedua unsur itu sangat menentukan atau tidaknya pelaksanaan

perundang-undangan dalam masyarakat.32

Berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan,

bahwa yang dimaksud dengan efektivitas pelaksanaan Undang Undang

adalah ukuran pencapaian tujuan yang ditentukan pengaturannya dalam

Peraturan Perundang Undangan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa

efektivitas suatu Undang-Undang diukur dari suatu target yang diatur

dalam Peraturan Perindang-Undangan, telah tercapai sesuai dengan apa

yang ditentukan lebih awal. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu
32
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia. 2008, Hlm 191

29
diperhatikan hal-hal sebagi berikut: rumusan peraturan perundang-

undangan harus diterima oleh masyarakat, menjadi tujuan bersama

masyarakat yaitu cita-cita kebenaran, cita-cita keadilan, dan cita-cita

kesusilaan.

Undang-Undang juga harus sesuai dengan suatu paham atau

kesadaran hukum masyarakat, harus sesuai dengan hukum yang hidup di

masyarakat, serta harus mempunyai dasar atau tujuan pembentukan yang

telah diatur sebelumnya dan atau ditetapkan pada peraturan yang lebih

tinggi kewenangan berlakunya. Mengukur efektivitas, bukanlah suatu hal

yang sederhana, karena efektivitas dapat dikaji dari berbagai sudut

pandang dan tergantung pada siapa yang menilai serta

menginterprestasikan.

Bila dipandang dari sudut produktivitas, maka seorang manajer

produksi memberikan pemahaman bahwa efektivitas berarti kualitas dan

kuantitas (output) barang dan jasa. Tingkat efektivitas juga dapat diukur

dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil

nyata yang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan dan

tindakan yang telah dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan

tidak tercapai atau yang diharapkan.

Kriteria atau ukuran tentang pencapaian tujuan secara efektif atau

tidak menurut sondang P siagian, antara lain:

30
a. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan agar

kariyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan

tujuan organisasi dapat tercapai.

b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah

jalan yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai

sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak tersesat

dalam pencapaian tujuan organisasi.

c. Kejelasan analisa dan perumusan kebijaksanaan yang mantap, berkaitan

dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan

artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-

usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

d. Perencanaan yang mantap, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang

apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan.

e. Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dalam program pelaksanaan yang tepat sebab apabila tidak,

para pelaksanaan akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.

f. Tersedianya saran dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas

program adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan

prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Pelaksanaan yang secara efektif dan efesien, bagaimana baiknya suatu

program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efesien maka

organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan

pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.

31
h. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik, mengingat

sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas suatu program

menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian agar program

yang dibuat dapat terlaksana dengan baik.33

Ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari hukum,

maka kita pertama-tama harus dapat mengukur sejauh mana hukum itu

ditaati oleh sebagian besar target yang menjadi sasaran ketaatannya, kita

akan mengatakan bahwa aturan hukum yang bersangkutan adalah efektif.

Namun demikian, sekalipun dikatakan aturan yang ditaati itu efektif, tetapi

kita tetap masih dapat mempertanyakan lebih jauh derajat efektivitasnya

karena seorang menaati atu tidak suatu aturan hukum tergantung pada

kepentingannya.34

Dalam bukunya Achmad Ali yang dikutip oleh Marcus Priyo

Guntarto yang mengemuKan, faktor-faktor dalam mengukur ketaatan

terhadap hukum secara umum yaitu:

a. Relevansi aturan hukum secara umum, dengan kebutuhan hukum dari

orang-orang yang menjadi target aturan hukum secara umum itu.

b. Kejelasan rumusan dari substansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh target diberlakukannya aturan hukum.

c. Sosialisasi yang optimal kepada seluruh target aturan hukum itu.

33
Sondang P Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi, Jakarta, Gunung
agung, 1986,hlm. 76
34
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence)
Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Jakarta, Penerbit Kencana, 2009, Hal
376

32
d. Jika hukum yang dimaksud merupakan perundang-undangan, maka

seyogyanya aturannya bersifat melarang, dan jangan bersifat

mengharuskan, sebab hukum yang bersifat melarang lebih mudah

dilaksanakan ketimbang hukum yang bersifat mengharuskan.

e. Sanksi yang diancam oleh aturan hukum itu harus dipadankan dengan sifat

aturan hukum yang dilanggar tersebut.

f. Berat ringannya sanksi yang diancam aturan hukum itu harus proporsional

dan memungkinkan untuk dilaksanakan.

g. Kemungkinan bagi penegak hukum yang memproses jika terjadi

pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut, adalah memang

memungkinkan, karena tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi,

memang tindakan yang diatur dan diancamkan sanksi, memang tindakan

yang konkret, dapat dilihat, diamati, oleh karenanya memungkinkan untuk

diproses dalam setiap tahapan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan

penghukuman).

h. Aturan hukum yang mengandung norma moral berwujud larangan, relatif

akan jauh lebih efektif ketimbang aturan hukum yang bertentangan dengan

nilai moral yang dianut oleh orang-orang yang menjadi target berlakunya

aturan tersebut.

i. Efektif atu tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga tergantung

pada optimal dan profesional tidak aparat penegak hukum untuk

menegakkan aturan hukum tersebut.

33
j. Efektif atau tidaknya suatu aturan hukum secara umum, juga mensyaratkan

adanya standar hidup sosio-ekonomi yang minimal di dalam masyarakat.

Faktor yang banyak mempengaruhi efektifitas suatu perundang-

undangan pada umumnya adalah profesional dan optimal pelaksanaan

peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik di dalam

penjelasan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka maupun dalam

penegakan perundang-undangan tersebut.

Menurut Soerjono Soekanto tolok ukur efektivitas dalam penegakan

hukum ada lima yaitu:35

a. Faktor Hukum Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Dalam praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada

kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan.

Kepastian hukum sifatnya konkret berwujud nyata, sedangkan keadilan

bersifat abstrak.

b. Faktor Penegakan Hukum Berfungsinya hukum, mentalitas atau

kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau

peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah.

c. Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung Faktor sarana atau fasilitas

pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras. Menurut

Soerjono Soekanto bahwa penegak hukum tidak dapat bekerja dengan

baik, apabila tidak dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat yang

profesional. Maka sarana atau fasilitas mempunyai peranan yang sangat

35
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta, Penerbit
PT. Raja Grafindi Persada. 2007, Hal. 5

34
penting di dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas

tersebut, atau mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang

seharusnya dengan peraturan yang aktual.

d. Faktor Masyarakat Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan

untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat

atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum. Persoalan

yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang

tinggi, sedang, atau kurang. Adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat

terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum

yang bersangkutan.

e. Faktor Kebudayaan Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang

mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan

konsepsi-konsepsi yang abstrak mengenai apa yang dianggap baik

sehingga diikuti dan apa yang diangap buruk maka dihindari. Kelima

faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok

dalam penegakan hukum, dan sebagai tolak ukur dari efektivitas

penegakan hukum.

Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegak

hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Menurut Achmad Ali,

bekerjanya perundang-undangan dapat ditinjau daru dua perspektif, yaitu:

a. Perspektif organisatoris Perspektif organisatoris yang memandang

perundang-undangan sebagai institusi yang ditinjau dari ciri-cirinya. Pada

35
perspektif organisatoris, tidak terlalu memperhatikan pribadi-pribadi yang

pergaulan hidupnya diatur oleh hukum atau perundang-undangan.

b. Perspektif individu Perspektif individu lebih banyak berfokus pada segi

individu atau peribadi, dimana pergaulan hidupnya diatur oleh perundang-

undangan. Perspektif individu ini lebih berfokus pada masyarakat sebagai

kumpulan pribadi-pribadi.

Faktor kepentingan yang menyebabkan seseorang menaati atau tidak

menaati hukum. Dengan kata lain, pola-pola prilaku warga masyarakat

yang banyak mempengaruhi efektivitas perundang-undangan. Efektif atau

berfungsi tidaknya suatu hukum dalam arti undangundang ataupun produk

hukum lainnya, maka pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum itu

benar-benar berlaku atau tidak di dalam masyarakat.

Mengenai berlakunya hukum sehingga dapat efektif di dalam

masyarakat termasuk seperti yang ditulis dalam skripsi ini, ada 2

komponen yang dapat diperhatikan, yaitu:

a. Sejauh mana perubahan masyarakat harus mendapatkan penyesuaian dari

hukum atau bagaimana hukum harus menyesuaikan diri dengan perubahan

masyarakat.

b. Sejauh mana hukum berperan dalam menggerakkan masyarakat dalam

menuju suatu perubahan yang terencana, dapat dikatakan hukum berperan

aktif atau dikenal dalam istilah sebagai hukum sebagai anggota alat

rekayasa sosial.

36
Apabila membicarakan masalah efektif atau berfungsi tdaknya suatu

hukum dalam arti undang-undang atau produk hukum lainnya, maka pada

umumnya pikiran diarahkan pada kenyataan apakah hukum tersebut

benarbenar berlaku atau tidak dalam masyarakat. Dalam teori-teori hukum

biasanya dapat dibedakan antara 3 macam hal berlakunya hukum sebagai

kaidah mengenai pemberlakuan kaidah hukum menurut Soerjono Soekanto

dan Mustafa Abdullah, bahwa :36

a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan

pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau bila berbentuk menurut

cara yang telah ditetapkan atau apabila menunjukan hubungan keharusan

antara kondisi dan akibatnya.

b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif

artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa

walaupun tidak terima oleh warga masyarakat atau kaidah tadi berlaku

karena diterima dan diakui oleh masyarakat.

c. Kaidah hukum tersebut berlaku secara filosofis artinya sesuai dengan cita-

cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Apabila ditelaah secara

mendalam, maka untuk berfungsinya atau efektifnya suatu hukum haruslah

memenuhi ketiga unsur tersebut, sejalan denga hal tersebut.

Menurut Mustafa Abdullah agar suatu peraturan atau kaidah hukum

benar-benar berfungsi harus memenuhi beberapa faktor yaitu:37

36
Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum Dalam Masyarakat, Jakarta, Remadja Karya, 1987, hlm.
23
37
Mustafa Abdullah dan Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta, CV.
Rajawali, 1982, hlm. 14

37
a. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri

b. Petugas yang menegakan atau yang menerapkan

c. Fasilitas yang diharapkan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah

hukum atau peraturan tersebut

d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup tersebut.

Persoalan penyesuaian hukum pada perubahan yang terjadi di dalam

masyarakat merupakan bagaimana hukum tertulis dalam arti peraturan

perundang-undangan karena harus diingat bahwa kelemahan dalam

peraturan perundang-undangan itu susah termasuk didalamnya peraturan

daerah yaitu sifatnya statis dan kaku. Dalam keadaan yang mendesak,

peraturan perundang-undangan itu harus disesuaikan dengan perubahan

masyarakat, akan tetapi tidak mesti seperti itu karena sebenarnya hukum

tertulis atau perundang-undangan telah mempunyai senjata ampuh dalam

kesenjangan tersebut, yang dimaksud dalam kesenjangan yaitu dalam

suatu peraturan perundang-undangan termasuk peraturan daerah ditetapkan

adanya sanksi untuk mereka yang melakukan pelanggaran terhadap

peraturan daerah tersebut.

B. Pelanggaran Lalu Lintas

Di dalam KUHP tidak dijelaskan mengenai arti pelanggaran.

Pelanggaran dapat dibedakan dengan kejahatan melalui sanksi yang

diberikan. Sanksi bagi pelaku pelanggaran umumnya lebih ringan dari

pelaku kejahatan. Istilah “pelanggaran” adalah delik undang-undang

(wetsdelicten) yaitu perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru dapat

38
diketahui setelah ada undang-undang yang mengaturnya.38 Maka suatu

tindakan dinyatakan telah melanggar apabila akibat dari perbuatan itu

menimbulkan adanya sifat melawan hukum dan telah ada aturan atau telah

ada undang-undang yang mengaturnya. Walaupun perbuatan itu telah

menimbulkan suatu sifat melawan hukum namun belum dapat dinyatakan

sebagai suatu bentuk pelanggaran sebelum diatur dalam peraturan

perundangundangan.39

Pelanggaran menurut Sudarto,40 “wetsdelict, yakni perbuatan yang

oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana, karena undang-undang

menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang mengancam

dengan pidana, misalnya memparkir motor di sebelah kanan jalanan”.

Pengertian pelanggaran tersebut berbeda dengan pendapat Wirjono

Prodjodikoro,41 yang mengartikan pelanggaran sebagai “perbuatan

melanggar sesuatu dan berhubungan dengan hukum, yang berarti lain dari

pada perbuatan melanggar hukum”.

Adapun pengertian lalu Lintas dan Angkutanjalan di dalam Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

dirumuskan tentang pengertian lalu Lintas dan Angkutanjalan secara

sendiri-sendiri yakni sebagai berikut: Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: “Lalu

38
Rusli Effendy dan Poppy Andi Lolo, Asas-asas Hukum Pidana, Ujung Pandang: Umithohs
Press, 1989, hlm 74
39
Gusti Ngurah Alit Ardiyasa, Kajian Kriminologis Mengenai Pelanggaran Lalu Lintas yang
Dilakukan oleh Anak, https://media.neliti.com/media/publications/149603-ID-kajian-
kriminologismengenai-pelanggaran.pdf
40
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto, 1990, hlm. 57
41
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung, Eresco, 1981, hlm. 28

39
lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas

Lalu Lintas, Angkutan Jalan, jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

Prasana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan, Pengemudi,

Pengguna Jalan, serta pengelolanya”.

Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan: “Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan

orang di ruang Lalu Lintas Jalan”. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan: “Angkutan adalah

perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan

menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan”. Melihat rumusan

Pasal 1 ayat (1), (2) dan (3) tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa lalu

Lintas dan Angkutanjalan adalah gerak pindah orang atau barang dari satu

tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan dan. sarana jalan

yang diperuntukkan bagi umum.

Kendaraan yang dimaksud adalah meliputi baik kendaraan bermotor

maupun kendaraan tidak bermotor. Sementara itu pengertian secara

limitative tentang apa yang dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas tidak

ditemukan di dalam pengertian umum yang diatur Pasal 1 UU No. 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Menurut Awaloedin bahwa pelanggaran lalu lintas adalah perbuatan

atau tindakan seseorang yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan lalu lintas jalan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 32 (1)

40
dan (2), Pasal 33 (1) huruf a dan b, Undang-Undang No. 14 Tahun 2002

atau peraturan perundang-undangan yang lainnya.42

Definisi pelanggaran lalu lintas yang dikemuKan oleh Awaloedin

tersebut di atas ternyata masih menggunakan rujukan atau dasar

perundangundangan yang lama yakni UU No 14 Tahun 1992 yang telah

diganti dengan UU No. 22 Tahun 2009, akan tetapi hal tersebut dapat

dijadikan suatu masukan berharga dalam membahas tentang pengertian

pelanggaran lalu lintas. Ramdlon Naning sendiri menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan pelanggaran lalu lintas jalan adalah perbuatan atau

tindakan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan peraturan

perundang-undangan lalu lintas.43

Pelanggaran yang dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Pasal

105 Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 yang berbunyi: Setiap orang

yang menggunakan Jalan Wajib:

1. Berperilaku tertib; dan/atau

2. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan

kerusakan jalan Jika ketentuan tersebut di atas dilanggar maka akan

dikualifikasikan sebagai suatu pelanggaran yang terlibat dalam kecelakaan.

Untuk memberikan penjelasan tentang pelanggaran lalu lintas yang lebih

terperinci, maka perlu dijelaskan lebih dahulu mengenai pelanggaran itu

sendiri.
42
Naning Rondlon, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum
dan Lalu Lintas, Jakarta: Bina Ilmu, 1983, hlm. 19
43
Ibid. 18

41
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana

dibagi atas kejahatan (misdrijve) dan pelanggaran (overtredingen).

Mengenai kejahatan itu sendiri dalam KUHP diatur pada Buku II yaitu

tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur dalam Buku III yaitu

tentang Pelanggaran.

Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai criteria

pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu bersifat

kualitatif dan kuantitatif. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif

didefinisikan bahwa suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana

setelah adanya undang-undang yang mengatur sebagai tindak pidana.

Sedangkan kejahatan bersifat recht delicten yang berarti suatu yang

dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas

apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau

tidak.

Menurut pandangan yang bersifat kualitatif bahwa terhadap ancaman

pidana pelanggaran lebih ringan dari kejahatan. Menurut JM Van

Bemmelen dalam bukunya “Handen Leer Boek 19 Van Het Nederlandse

Strafrecht” menyatakan bahwa perbedaan antara kedua golongan tindak

pidana ini (kejahatan dan pelanggaran) tidak bersifat kualitatif, tetapi

hanya kuantitatif, yaitu kejahatan pada umumnya diancam dengan

hukuman yang lebih berat dari pada pelanggaran dan nampaknya ini

didasarkan pada sifat lebih berat dari kejahatan.44

44
Bambang Poernomo, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm.40

42
Apabila pernyataan tersebut di atas dihubungkan dengan kenyataan

praktek yang dilakukan sehari-hari dimana pemberian sanksi terhadap

pelaku kejahatan memang pada umumnya lebih berat dari pada sanksi

yang diberikan kepada pelaku pelanggaran. Untuk menguraikan pengertian

pelanggaran, maka diperlukan para pendapat Sarjana Hukum. Menurut

Wirjono Prodjodikoro,45 pengertian pelanggaran adalah “overtredingen”

atau pelanggaran berarti suatu perbutan yang melanggar sesuatu dan

berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada perbuatan

melawan hukum.

Sedangkan menurut Bambang Poernomo,46 mengemuKan bahwa

pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-on

recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati

larangan atau keharusan yang ditentukan oleh penguasa negara. Sedangkan

crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan

hukum. Dari berbagai definisi pelanggaran tersebut diatas maka dapat

disimpulkan bahwa unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai berikut:

1. Adanya perbuatan yang bertentangan dengan perundang-undangan.

2. Menimbulkan akibat hukum Maka dari berbagai pengertian di atas maka

dapat mengambil kesimpulan bahwa pelanggaran adalah suatu perbuatan

atau tindakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

45
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung: Refika Aditama, 2003, hlm.33
46
Bambang Poernomo, Op.cit, hlm.40

43
Berpedoman pada pengertian tentang pelanggaran dan pengertian

lalu lintas diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud

dengan pelanggaran lalu lintas adalah suatu perbuatan atau tindakan yang

dilakukan seseorang yang mengemudi kendaraan umum atau kendaraan

bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peaturan perundang-

undangan lalu lintas yang berlaku.

C. Penerbitan SIM Menurut Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021

Surat Izin Mengemudi (SIM) menjadi sebuah identitas sekaligus

lisensi bagi pengguna kendaraan bermotor dan sebagai pengakuan untuk

keahlian dalam menggunakan alat transportasi motor atau ranmor di

jalanan serta memahami segala bentuk aturan berlalu-lintas. 47 Pengertian

SIM ialah bentuk keabsahan keahlian dari seorang pengendara ranmor

dengan menyesuaikan jenis dan golongan SIM yang ada. Proses tersebut

dapat dilalui dengan syarat dapat lulus ujian kemahiran dalam berkendara

di kantor layanan Satpas.48

Landasan hukum adanya Surat Izin Mengemudi terdapat pada

Peraturan Pemerintah dengan No. 44 Tahun 1993, UU Nomor 2 Tahun

2002, UU Nomor 22 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah dengan No. 76

Tahun 2020, dan Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021. Bentuk

upaya melacak data diri seseorang dapat diketahui melalui fungsi dari

Surat izin mengemudi itu sendiri. Merujuk pada kebijakan Kepolisian

47
Adiba Bahari, Panduan Praktik tes SIM, Mengurus STNK dan BPKB (Yogyakarta: Penerbit
Pustaka Yustisia, 2009), 10.
48
POLRI, Peraturan Kepolisian Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Penerbitan Dan Penandaan SIM,
(Indonesia: Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2021).

44
Nomor 5 tahun 2021 terkait dengan Pembuatan dan Penandaan Surat Izin

Mengemudi, setiap warga masyarakat dalam menggunakan kendaraan

motor untuk dijadikan alat tranportasi maka diwajibkan mempunyai lisensi

sebagai pengendara yang mahir.

a. Dasar Hukum Surat Izin Mengemudi (SIM)

a. Peraturan Pemerintah dengan Nomor 44 Tahun 1993 terkait Kendaraan

dan Pengemudi.

b. Undang-Undang dengan Nomor 2 Tahun 2002 terkait Kepolisian Negara

Republik Indonesia.

c. Undang-Undang dengan Nomor 22 Tahun 2009 terkait lalu-lintas dan

angkutan jalan.

d. Peraturan Pemerintah dengan Nomor 76 Tahun 2020 terkait jenis, dan tarif

atas jenis PNBP pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

e. Peraturan Kepolisian dengan Nomor 5 Tahun 2021 terkait penerbitan dan,

penandaan SIM.

Tujuan diterbitkan SIM sebagai wujud usaha yang dilakukan oleh

pihak kepolisian untuk menata dan mengelola dengan baik dalam aspek

berkendara dengan kendaraan motor. Adapula tujuan selanjutnya yaitu

untuk menumbuhkan kesadaran pengguna jalan atas aturan yang ada di

lalu lintas, dengan harapan masyarakat menjadi patuh dan bijak ketika

berkendara di jalan. Faktor kecelakaan di jalan raya merupakan salah satu

dampak tidak adanya rasa kehati-hatian serta tingkat kepatuhan terhadap

rambu lalu lintas yang ada. Maka dari itu dalam membuat surat izin

45
mengemudi didalamnya memberi pemahaman akan berlalu lintas yang

baik dan juga terdapat ujian teorinya dan praktik lapangannya.49 Dalam

Perpol dengan Nomor 9 Tahun 2012 di pasal 4, telah dijelaskan secara

rinci apa tujuan serta maksud dari SIM tersebut :50

a) Pengakuan Keahlian Pengendara Hal tersebut akan didapatkan oleh

pengendara ranmor setelah dapat menyelesaikan serangkaian ujian baik

teori maupun praktik lapangan yang dilakukan di kantor layanan Satpas.

b) Data diri Pengendara Didalam sebuah kartu SIM terdapat informasi data

diri kita sebagai pengendara yang harus dipertanggungjawabkan ketika

sedang mengendara kendaraan.

c) Alat Pengontrol Kompetensi Pengendara Jika pengendara sudah memiliki

SIM maka mendapatkan pengawasan oleh kepolisian sebagai alat

pertanggungjawaban di hadapan hukum ketika sedang berkendara.

d) Data atau catatan Kepolisian Surat izin mengemudi juga sebagai alat bantu

kepolisian dalam melakukan penelusuran jejak atau penyidikan, ketika

pengendara tersebut melakukan perbuatan hukum yang melanggar, seperti

kecelakaan, melanggar ketertiban lalu lintas, dan perbuatan pidana.

Berdasarkan uraian mengenai tujuan penerbitan SIM tersebut, maka

dapat dikatakan perihal maksud/tujuan penerbitan SIM ialah sebagai

bentuk pengakuan skill pengemudi, data diri pengendara, alat pengontrol

kompetensi pengendara, dan catatan kepolisian.

Dalam hal mendukung operasional Polri, SIM memiliki fungsi :

49
USM, "Kajian Umum Surat Izin Mengemudi (SIM)" (Thesis--Universitas Semarang, 2014), 14.
50
Kapolri, Perkap No. 09 Tahun 2012 Tentang Suratt Izin Mengemudii, (2012), 4.

46
1) Sebagai data diri seseorang Berawal dari sebuah SIM, semua data diri

dapat diketahui karena didalamnya terdapat informasi pengendara mulai

dari nama, foto, alamat tempat tinggal, tanggal lahir, pekerjaan, dan nomor

SIM tersebut.

2) Bentuk perangkat pembuktian Surat Izin Mengemudi disamping untuk

bentuk alat pembuktian tetapi juga berfungsi sebagai penelusuran jejak

atau penyidikan, ketika pengendara tersebut melakukan perbuatan hukum

yang melanggar, seperti kecelakaan, melanggar ketrtiban lalu lintas, dan

perbuatan pidana yang berhubungan dengan alat transportasi kendaraan.

3) Bentuk tanggungjawab pengendara dengan dapat menahan SIM seseorang

ketika terjadi pelanggaraan berlalu lintas maupun accident, kemudian

memaksa pelanggarnya hadir di pengadilan, merupakan bukti nyata betapa

besar fungsi dan peran Surat Izin Mengemudi dalam menjalankan tugas

Polri, karena pada dasarnya tanpa upaya pemaksaan tersebut, sulit untuk

menjamin terlaksananya penegakan hukum akan bekerja dengan baik.

4) Bentuk upaya perlindungan pengendara Setiap pengendara motor memiliki

resiko yang sama yakni dapat terjadinya kecelakaan, maka dari itu

pengendara harus berhati-hati dalam berkendara. Dengan adanya SIM

tersebut diharapkan dapat mengedukasi pengendara untuk patuh dalam

berlalu lintas serta dapat menekan terjadinya laka lantas.

5) Bentuk pelayanan publik Masyarakat berhak mendapatkan hak yang sama

dalam memiliki lisensi mengemudikan kendaraan sesui dengan jenis

47
kendaraannya. Sehingga institusi kepolisian melalui Satpas memberikan

pelayanan terhadap masyarakat untuk bisa mendapatkan sebuah SIM

b. Macam-macam Penggolongan SIM

Berkendara di Indonesia mengenal peraturan berlalu lintas

khususnya perihal lisensi berkendara. Ada pula berbagai penggolongan

kartu SIM yang didasarkan atas jenis kendaraan yang dimiliki pengendara.

Berdasarkan Pasal 3 ayat (2) pada Peraturan Kepolisian Nomor 5

Tahun 2021, dijelaskan bahwa :

a. SIM-A diberikan terhadap pemilik pengendara motor dengan bobot

maksimum yang diperbolehkan 3500kg (terbilang tiga ribu lima ratus kilo

gram) berupa mobil penumpang pribadi dan mobil barang pribadi;

b. SIM-A Umum, berlaku terhadap pemilik pengendara motor dengan bobot

maksimum yang diperbolehkan 3500 kg (terbilang tiga ribu lima ratus kilo

gram) berupa mobil berpenumpang umum dan mobil pengangkut logistik

umum;

c. SIM-BI, diberikan terhadap pemilik pengendara motor dengan bobot yang

diizinkan minimum 3500 kg (terbilang tiga ribu lima ratus kilo gram)

dalam bentuk bus individu dan mobil barang individu;

d. SIM-BI Umum, berlaku terhadap pemilik pengendara motor dengan bobot

yang diizinkan minimum 3500kg (terbilang tiga ribu lima ratus kilo gram)

dalam bentuk bis dan kendaraan barang umum;

e. SIM-BII, berlaku terhadap pengendara kendaraan motor berupa kendaraan

alat-berat, mobil derek, dan kendaraan yang dapat menggunakan

48
gandengan dengan berat yang diizinkan terhadap mobil yang

ditambal/diderek lebih dari 1000 kg (terbilang seribu kilo gram);

f. SIM-BII Umum, berlaku terhadap pengendara kendaraan motor berupa

kendaraan alat-berat, mobil derek, dan mobil derek tempel atau gandengan

dengan bobot yang diizinkan untuk gandengan minimum 1000kg

(terbilang seribu kilo gram);

g. SIM-C, diberikan terhadap pengendara kendaraan motor dengan kapasiti

silinders mesin 250 cc (terbilang dua ratus lima puluh cc);

h. SIM-CI, diberikan terhadap pengendara kendaraan motor dengan kapasitas

silinders mesin lebih dari 250 cc (terbilang dua ratus lima puluh cc) sampai

dengan 500cc (terbilang lima ratus sentimeter kubik) atau Ranmor serupa

dengan ditenagai oleh tenaga listrik;

i. SIM-CII, diberikan terhadap pengendara kendaraan motor dengan

kapasitas silinders mesin lebih dari 500cc (terbilang lima ratus cc) maupun

Ranmor serupa dengan ditenagai oleh tenaga listrik;

j. SIM-D, berlaku terhadap pengendara kendaraan motor khususon pada

Penyandang Difabel yang setaraa seperti kelas SIM C;

k. SIM-DI, diberikan terhadap pengendara motor khususon pada Penyandang

Difabel yang setaraa dengan SIM penggolongan A

c. Persyaratan Pemohon Surat Izin Mengemudi

Tahapan membuat Surat Izin Mengemudi sudah ditentukan dengan

prosedur yang lengkap dan mudah dijangkau. Waktu yang dibutuhkan

sebenarnya tidak terlalu lama asalkan dapat melelaui seangkaian proses

49
serta ujian yang tetapkan, paling tidak 1-2 hari sudah selesai. Informasi

dari divisi hubungan masyarakat dari kepolisian maupun dalam Peraturan

Kepolisian No. 5 Tahun 2021, Pasal 6 ayat (1)a, memberikan informasi

yang lengkap bagaiamana persyaratan yang harus dipersiapkan oleh

pemohon daripada surat izin mengemudi :

a. Usia Berdasarkan Pasal 7a, telah diatur mengenai usia minimal dari para

pemohon SIM, sebagai berikut :

a) Berumur minimal 17 tahun bagi SIM-A, SIM-C,SIM-D, SIM-DI

b) Berumur minimal 18 tahun bagi SIM-CI

c) Berumur minimal 19 tahun bagi SIM-CII

d) Berumur minimal 20 tahun bagi SIM-A umum dan SIM-BI

e) Berumur minimal 21 tahun bagi SIM-BII

f) Berumur minimal 22 tahun bagi SIM-BI umum

g) Berumur minimal 23 tahun bagi SIM-BII umum.

b. Administrasi Kelengkapan berkas keadministrasian yang harus

diperhatikan dan diisi dalam kepengurusan SIM baru, susuai dengan Pasal

7b :

a) Melengkapi data formulir pengajuan SIM baru, lalu memberikan

kepada petugas. Atau juga dapat melengkapi form mendaftar secara

elektronik.

b) Menyiapkan salinan kartu identitas atau KTP, dan bagi warga

negara asing memakai kartu identitas dari keimigrasian.

50
c) Menyertakan salinan bukti tertulis perihal sudah pernah mengikuti

pelatihan mengemudi dengan jangka waktu enam bulan sejak terbit, bila

ada;

d) Untuk warga negara asing harus menyertakan salinan surat atau

bukti tertulis perihal perizinan mendapat pekerjaan di Indonesia;

e) Melakukan medical check-up berupa kondisi kesehatan mata,

kemudian perekaman sidik jari serta dokumentasi penampakan wajah.

f) Melakukan pembiayaan disertai bukti tertulis.

Syarat yang perlu diperhatikan ketika menajalani tes kesehatan telah

termaktub pada Pasaal 7c, sebagai berikut:

a) Kesehatan Jasmani Medical check-up harus dilakukan

berdasarkan Pasal 10a, meliputi pemeriksaann:

1. Pengelihatan

2. Pendengaran

3. Fisik

Proses pengecekan kesehatan dapat dilakukan oleh dokter umum

atau petugas medis dari kepolisian yang berkompeten dibidangnya,

kemudian dengan dapat memberikan surat pembuktian hasil pengecekan

kesehatannya yang dikeluarkan oleh dokter dan surat keterangan sehat

tersebut hanya berlaku empat belas hari pasca terbit.

b) Kesehatan Mental

51
Kesehatan mental merupakan bagian dari pola pikir manusia didalam

menentukan sikap yang diambilnya, hal tersebut diatur pada Pasal 10b,

sebagaimana dapat dilakukan pemeriksaan terhadap :

1. Kemampuan pola berpikir

2. Kemampuan dalam bertindak

3. Kepribadian Proses pengecekan psikologis atau mental dapat

dilakukan kepada klinik psikolog yang disediakan polri maupun dokter

psikolog umum. Dengan dapat dibuktikan dengan keterangan lulus test

psikologi. Surat keterangan tersebut hanya berlaku selama enam bulan

pasca terbit.

4. Lulus Ujian Syarat kelulusan tes pembuatan SIM termaktub pada

Pasal 7d meliputi :

a) Test Teori Persyaratan tersebut wajib dilakukan oleh pemohon

sesuai dengan Pasal13 ayat (1)a, dilakukan dalam kepengurusan, antara

lain :

1) Pengajuan SIM baru

2) Meningkatkan golongan SIM

3) Lisensi SIM dicabut berdasarkan keputusan pengadilan.

Pelaksanaan test teori dilakukan pemohon dengan mengunakan komputer

atau elektronik yang telah disediakan dalam ruang ujian di kantor Satpas.

Test teori dapat dikatakan lolos apabila mendapat nilai minimal 70.

Apabila dalam test teori mendapatkan nilai dibawah batas ambang

atau 70, maka masih terdapat peluang untuk bisa lolos test teori, yaitu

52
mengikuti test ulang sebanyak dua kali selama empat belas hari normal

pasca diumumkan bahwa tidak lolos test teori. Para pemohon dapat

mengetahui nilai test teorinya masingmasing pada layar computer pasca

pelaksanaan pengerjaan test teori rampung. Kemudian jika hasilnya

memuaskan atau lolos, nantinya diarahkan ke tahap selanjutnya yaitu

melakukan test keterampilan simulasi.

b) Test Keterampilan menggunakan simulasi Pelaksanaan test

keterampilan menggunakan simulasi telah sesuai dengan Pasal 13 ayat

(1)b, digunakan dalam kepengurusan, antara lain :

1) Pembuatan SIM yang baru, dengan pengecualian terhadap

golongan SIM-D dan SIM-DI.

2) Melakukan penambahan masa berlaku terhadap SIM-A umum

SIM-BI umum, SIM-BII umum, serta SIM-BI dan SIM-BII.

3) Mengupgrade tingkatan jenis SIM.

4) Lisensi SIM dicabut berdasarkan keputusan pengadilan. Apabila

mampu lolos dari test ketrampilan menggunakan simulasi, nantinya

diberikan tanda bukti bahwa telah lolos test keterampilan dan selanjutnya

diarahkan untuk menjalani test praktik lapangan.

Test keterampilan dapat dikatakan lolos apabila mendapat nilai

minimal 70. Apabila dalam test teori mendapatkan nilai dibawah batas

ambang atau 70, maka masih terdapat peluang untuk bisa lolos test teori,

yaitu mengikuti test ulang sebanyak dua kali selama empat belas hari

normal pasca diumumkan bahwa tidak lolos test keterampilan. c) Test

53
Praktek Pelaksanaan test praktek telah sesuai pada Pasal 13 ayat (1) c,

sebagaimana test praktek yang mana disebutkan pada Pasal 13 ayat (1) c,

dilakukan dalam kepengurusan, antara lain :

1) Pembuatan SIM yang baru

2) Meningkatkan atas golongan SIM

3) Lisensi SIM dicabut berdasarkan keputusan pengadilan.

Ketentuan terhadap test praktek dapat dilakukan secara manual

dan/atau elktronik yang mana test praktek dilakukan dengan bertempat

pada :

a. Tempat test praktek lapangan yang telah disediakan Satpas

b. Jalan raya atau jalan yang sudah ditentukan. Sebelum test praktek

sesungguhnya dimulai, petugas memberikan kesempatan terlebih dahulu

untuk menguji coba tempat test prakteknya, supaya bisa memperhitungan

serta mempersiapkan diri dengan baik agar lolos test praktek tersebut.

Aspek penilaian yang dipakai yaitu tidak diperkenankan kaki

menginjak tanah selama praktek lapangan berjalan dan melewati marka

jalan hingga mengabaikan rambu-rambu yang ada. Hasil test praktek

nantinya diumumkan langsung oleh petugas pasca melaksanakan test

praktek. Jika hasil tersebut menyatakan tidak lolos, nantinya petugas

memberikan waktu untuk mengulangi test praktek tersebut sebanyak dua

kali selama empat belas hari normal pasca diumumkan bahwa tidak lolos

test praktek.

d. Tata-Cara Pelaksanaan Pembuatan Surat Izin Mengemudi

54
Sebelum kita memiliki SIM, terdapat pula tahapan proses dalam

membuat SIM itu sendiri di kantor Satpas, proses yang harus ditempuh,

antara lain :51

1. Registrasi Adalah tahap awal dalam mendapatkan pelayanan

pembuatan SIM. Di dalam meja registrasi terdapat juga syarat-syarat yang

harus dipenuhi. Tugas yang dijalankan oleh petugas Satpas meliputi :

a. Menerima berkas pemohon serta melaksanakan pemeriksaan

terhadap berkas dokumen permohonan penerbitan SIM.

b. Mengentry NIK yang terdapat dalam KTP.

c. Mengumumkan kepada peserta agar dapat mengisi semua

dokumen atau berkas.

d. Menandatangani atau memberi tanda pada form registrasi,

bahwasannya telah mendapat penyetujuan.

e. Mengentry keterangan yang terdapat pada berkas form registrasi.

f. Melakukan persetujuan registrasi para peserta agar dapat menjalani

test teori, test keterampilan, dan test praktek lapangan.

g. Mengumpulkan berkas registrasi dengan pernyataan telah

melengkapi persyarataan registrasi, lalu memberikannya kepada petugas

bagian arsip.

h. Bagi peserta yang belum lolos test atau ingin mengajukan

pembatalan sebelum mengikuti ke tahap ujian, maka dapat melampirkan

bukti pengembalian pembiayaan pembuatan SIM.

51
https://www.digitalkorlantas.id/sim/

55
Identifikasi Tahapan dimana bertugas untuk melakukan konfirmasi

terhadap berkas yang diajukan para pelamar SIM, bertugas antara lain :

a. Menyetujui dan memberikan atas bukti registrasi kepada para

peserta.

b. Melaksanakan pencocokan dokumen atau berkas peserta.

c. Melakukan penandatanganan, pemotretan wajah pemohon untuk

kelengkapan data diri, merekam sidik jari peserta yang seluruhnya

dilakukan dengan sistem elektronik.

Pengarahan dan Pengetesan Memberikan pengarahan dan melakukan

pengujian sebelum pelaksanaan test para peserta yang dilakukan oleh

pokja bagian pengarahan dan pengujian terkait pos test teori, test

ketrampilan, serta test praktek.

a. Tugas dari pokja bagian pengarahan dan pengetesan meliputi:

1) Memberikan lagi pada peserta perihal bukti registrasi.

2) Memaparkan arahan kepada para peserta sebelum melaksanakan

test teori.

3) Manjalani test teori dengan menggunakan komputer yang telah

disediakan.

4) Memberitahukan sekaligus memberikan perolehan nilai test

5) Mengumumkan bagi peserta yang lolos test teori dapat

melanjutkan untuk mengikuti test ketrampilan.

b. Tugas pokja bagian pengarahan dan pengetesan yang berjaga di

pos test ketrampilan menggunakan simulasi, meliputi :

56
1) Memberikan lagi pada peserta perihal bukti registrasi.

2) Memaparkan pelajaran test ketrampilan menggunakan simulasi

pada komputer.

3) Melakukan test ketrampilan menggunakan simulasi.

4) Memberitahukan sekaligus memberikan perolehan nilai test

ketrampilan.

5) Mengumumkan bagi peserta yang lolos test ketrampilan dapat

melanjutkan untuk mengikuti test praktek.

c. Tugas pokja bagian pengarahan dan pengetesan yang berjaga di

pos test praktek, meliputi :

1) Memberikan lagi pada peserta perihal bukti registrasi.

2) Memaparkan pelajaran yang ada dalam test praktek kepada

peserta.

3) Peserta diizinkan untuk latihan sendiri supaya lebih siap nantinya

ketika test dimulai.

4) Melakukan test praktek.

5) Memberitahukan sekaligus memberikan perolehan nilai test

praktek peserta

6) Bagi peserta yang mendapat panggilan bahwa telah lolos test

praktek, diarahkan oleh petugas untuk mengambil SIM yang telah dicetak

kemudian serah terima kartu SIM yang sudah jadi.

57
4. Pencetakan dan Penyerahan Adalah proses pencetakan dan

penyerahan kartu Surat Izin Mengemudi terhadap peserta dibantu bersama

pokja bagian percetakan dan penyerahan, bertugas antara lain :

a. Verifikasi atau konfirmasi berkas peserta.

b. Melakukan tahap pencetakan serta pemberian kartu SIM.

c. Menyetujui berkas regitrasi peserta.

d. Memberikan atau serah terima kartu SIM ke peserta.

5. Pengarsipan Adalah bagian yang paling urgent didalam sebuah

pelayanan publik, karena didalamnya terdapat berkas atau data diri orang

lain yang perlu jaga, dipelihara, ditata agar tidak sampai hilang dan

pekerjaan tersebut merupakan sebuah amanah. Dalam menjaga arsip

tersebut dilaksanakan dengan pokja kearsipan, yang bertugas antara lain :

a. Menerima berkas administrasi dari pokja registrasi.

b. Menyimpan, menata, memelihara serta menghimpun arsip dengan

baik.

c. Melakukan penghimpunan dan pemilihan arsip yang mana yang

harus dihilangkan, dipindahkan, atau yang masih dapat diberikan.

BAB III
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN LALU
LINTAS OLEH PELAJAR DI WILAYAH KEPOLISIAN RESORT
TASIKMALAYA KOTA DI KECAMATAN CIAWI

A. Profil Singkat Kecamatan Ciawi

58
Dalam lembaran peta Kecamatan Tasikmalaya, letak Kecamatan

Ciawi berada di bagian utara dan sekaligus merupakan pintu gerbang ke

Kecamatan Tasikmalaya, yang dilalui oleh jalan negara sepanjang 3 km

yang menghubungkan Ibu Kota Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah,

juga dilalui oleh jalan rel kereta api yang menghubungkan Ibu Kota

Jakarta dan Kota-kota yang ada di Jawa Tengah sampai ke Jawa Timur.

Secara geografis Kecamatan Ciawi terletak sekitar 550 m di atas

permukaan laut dengan luas wilayah 4413,145 m2 dengan jumlah

penduduk 58.928 orang, sedang untuk jarak antara Kecamatan Ciawi ke

Ibu kota Kecamatan Tasikmalaya adalah 40 km dan ke ibu kota propinsi

80 km.

Kecamatan Ciawi memiliki 11 desa, 58 kedusunan, 104 RW dan 363

RT dengan kondisi yang berbeda yakni untuk 6 Desa memiliki daerah

hamparan (datar) yaitu Desa Pasirhuni, Sukamantri, Ciawi, Kurniabakti,

Pakemitan dan Pakemitan Kidul. Sedang untuk 5 desa memiliki daerah

yang berbukit-bukit terdiridari Desa Gombong, Bugel, Kertamukti,

Margasari dan Citamba.Seluruh desa yang ada di Kecamatan Ciawi pada

umumnya dapat dilalui dengan kendaraan baik roda 2 maupun roda 4.

Adapun untuk batas wilayah Kecamatan Ciawi adalah sebagai berikut :

Sebelah Utara : Kecamatan Kadipaten

Sebelah Selatan : Kecamatan Sukahening

Sebelah Timur : Kecamatan Sukaresik dan Kecamatan Jamanis

Sebelah Barat : Kecamatan Garut

59
Kecamatan Ciawi memiliki 6 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, yaitu

SMAN 1 Ciawi, SMK Cijangkar, Madrasah Aliyah Negeri 3 Tasikmalaya,

SMK Islamiyah, SMK Bhakti Kencana dan SMK YADIFA pada tanggal

22 Juli 2022 Kami telah melakukan wawancara kepada beberapa sekolah

untuk sample penelitian, diantaranya SMAN 1 Ciawi, SMK Cijangkar,

MAN 3 Tasikmalaya, SMK Islamiyah dan SMK Bhakti Kencana,

pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode wawancara,

Observasi dan Kuisioner.

Observasi Penulis mengamati bahwa di sekolah masih banyak

parkiran motor yang dipenuhi oleh kendaraan pemotor milik siswa hasil

dari observasi penulis :

Kuisioner yang disebar kepada siswa SEKOLAH LANJUTAN


Foto.02
TINGAT Foto.01
ATAS di Wilayah Ciawi

60
Jawaban
No Pertanyaan Ya Tidak A1 A2 A3 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3
1 Apakah Anda Membawa Kendaraan bermotor 77 26
2 Apakah anda membawa sepeda motor atas izin orang tua 77 26
3 Apakah anda mempunyai SIM 5 98
Apakah anda mengetahui Undang-Undang Republik Indonesia. 22 tahun 7 96
4
2009. Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan
Apakah saudara mengetahui di dalam Undang-Undang Republik Indonesia
5 Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, pengendara 30 73
yang berkendara dijalan raya harus memiliki dan membawa SIM
Jika anda tidak mempunyai SIM kenapa anda tetap berkendara ke sekolah
6 dengan membawa kendaraan bermotor (pilih salah satu jawaban, yang 27 31 19
menjadi alasan kuat saudara)
Apakah anda pernah ditilang oleh polisi ketika berkendara dengan 8 95
7
kendaraan bermotor ?
Apakah yang menjadi alasan anda ditilang oleh polisi ketika berkendara 3 5
8
dengan kendaraan bermotor ?
Bagaiamana penyelesaian oleh kepolisian ketika anda melanggar aturan lalu 8
9
lintas

Opsi Jawaban Kode Jawaban


Karena tidak ada pilihan kendaraan lain A1
Karena selama ini tidak ada yang mempermasalahkan A2
Atas izin dari orang tua A3
Tidak mempunyai SIM B1
Tidak membawa SIM B2
Tidak memakai helm B3
Melanggar rambu lalu lintas B4
Dengan cara membayar tilang langsung C1
Dengan cara dibawa ke proses persidangan C2
Atau dengan penyelesaian diluar kedua penyelesaian di atas C3
Hasil penyebaran kuisioner pada siswa SEKOLAH LANJUTAN

TINGAT ATAS di Wilayah Ciawi mendapatkan sample data dari 103

siswa yang tersebar di lima sekolah di Kecamatan Ciawi, SMAN 1 Ciawi,

SMK Cijangkar, MAN 3 Tasikmalaya, SMK Islamiyah dan SMK Bhakti

Kencana penulis menyebarkan lembar kuisioner kepada para siswa, dan

diisi langsung oleh para siswa

61
No Daftar Pertanyaan Jawaban Pihak Sekolah
1 Berapa jumlah siswa di sekolah Bapak/ibu ? 1100
2 Berapa jumlah kelas di sekolah Bapak/ibu ? 32
3 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan 440
bermotor ?
4 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan
bermotor dan tidak mempunyai SIM ?
5 Apakah sekolah pernah mengecek mengenai Belum pernah mengecek
kepemilikan SIM terhadap siswa yang telah
berumur 17 Tahun
6 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17
tahun tetapi belum memiliki SIM
7 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17
tahun yang sudah memiliki SIM ?
8 Apakah sekolah menyediakan tempat parkir Ada
untuk siswa yang membawa kendaraan
bermotornya ke sekolah ?
9 Apakah sekolah mengetahui bahwa siswa Iya mengetahui
seharusnya harus memiliki SIM Sebelum
membawa kendaraan ?
10 Apakah Sekolah pernah memberikan bimbingan Sering diinformasikan, dan sering
kepada siswa yang membawa motor tentang diberi himbauan
pentingnya kepemilikan SIM bagi pengendara
kendaraan bermotor ?
11 Jika pernah, kapan terakhir kali sekolah Setiap upacara bendera hari senin
memberikan bimbingan tersebut kepada Siswa ?
12 Apakah pernah ada penyuluhan dari polres atau Pernah ketika upacara ada masukan
polsek terhadap Undang-Undang Republik dari polsek
Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang
Lalu lintas dan Angkutan Jalan kepada para
siswa ?
Hasil Wawancara Penulis dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang

Kesiswaan Madrasah Aliyah Negeri 3 Tasikmalaya drs Maman M A M.Pd

62
No Daftar Pertanyaan Jawaban Pihak Sekolah
1 Berapa jumlah siswa di sekolah Bapak/ibu ? 1296
2 Berapa jumlah kelas di sekolah Bapak/ibu ? 36
3 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan 1036
bermotor ?
4 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan 500
bermotor dan tidak mempunyai SIM ?
5 Apakah sekolah pernah mengecek mengenai Tidak Tetapi hanya berupa himbauan
kepemilikan SIM terhadap siswa yang telah
berumur 17 Tahun
6 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17 300
tahun tetapi belum memiliki SIM
7 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17 500
tahun yang sudah memiliki SIM ?
8 Apakah sekolah menyediakan tempat parkir Menyediakan
untuk siswa yang membawa kendaraan
bermotornya ke sekolah ?
9 Apakah sekolah mengetahui bahwa siswa Secara aturan mengetahui
seharusnya harus memiliki SIM Sebelum
membawa kendaraan ?
10 Apakah Sekolah pernah memberikan bimbingan Pernah dan sering memberikan
kepada siswa yang membawa motor tentang himbauan
pentingnya kepemilikan SIM bagi pengendara
kendaraan bermotor ?
11 Jika pernah, kapan terakhir kali sekolah Pada waktu upacara 2 bulan sekali
memberikan bimbingan tersebut kepada Siswa ?
12 Apakah pernah ada penyuluhan dari polres atau Secara eks tidak tetapi ketika MPLS
polsek terhadap Undang-Undang Republik sudah memberikan wawasan dan
Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang himbauan
Lalu lintas dan Angkutan Jalan kepada para
siswa ?
Hasil Wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Ciawi

drs Aang Dohiri M.Ag

63
No Daftar Pertanyaan Jawaban Pihak Sekolah
1 Berapa jumlah siswa di sekolah Bapak/ibu ? 700
2 Berapa jumlah kelas di sekolah Bapak/ibu ? 24
3 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan 400
bermotor ?
4 Berapa jumlah siswa yang membawa kendaraan 150
bermotor dan tidak mempunyai SIM ?
5 Apakah sekolah pernah mengecek mengenai Pernah dan sudah termaktub didalam
kepemilikan SIM terhadap siswa yang telah surat pernyataan siswa kendaraan
berumur 17 Tahun bermotor
6 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17 250
tahun tetapi belum memiliki SIM
7 Berapa jumlah siswa yang sudah berusia 17 150
tahun yang sudah memiliki SIM ?
8 Apakah sekolah menyediakan tempat parkir ada
untuk siswa yang membawa kendaraan
bermotornya ke sekolah ?
9 Apakah sekolah mengetahui bahwa siswa Mengetahui
seharusnya harus memiliki SIM Sebelum
membawa kendaraan ?
10 Apakah Sekolah pernah memberikan bimbingan Pernah dan sering memberikan
kepada siswa yang membawa motor tentang himbauan
pentingnya kepemilikan SIM bagi pengendara
kendaraan bermotor ?
11 Jika pernah, kapan terakhir kali sekolah Tahun 2019 sebelum covid
memberikan bimbingan tersebut kepada Siswa ?
12 Apakah pernah ada penyuluhan dari polres atau Pernah ada penyuluhan dari polsek
polsek terhadap Undang-Undang Republik Ciawi
Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang
Lalu lintas dan Angkutan Jalan kepada para
siswa ?

Hasil Wawancara Penulis dengan Kepala Sekolah SMK Cijangkar Aep

Saepulloh S.T

64
No Daftar Pertanyaan Jawaban Pihak Kepolisian
1 Bagaimana mengenai laporan kecelakaan di Dilayani oleh Unit Lalu Lintas
kecamatan ciawi ?
2 Bagaimana latar belakang dari pelaku Usia antara 15 sampai 35 Tahun
kecelakaan lalu lintas tersebut menurut usia ?
3 Apakah Pihak Kepolisian pernah melaksanakan Pernah, Programnya Dikmas Lantas,
penyuluhan mengenai keselamatan untuk satu tahun 4 Kali giat
berkendara di sekolah-sekolah SMA di ciawi ?
4 Apabila Pernah melakukan penyuluhan kapan Terakhir bulan mei, Dokumentasi ada
terakhir kali kepolisian melaksanakan
penyuluhan tersebut ? dan apakah ada
dokumentasi kegiatannya ?
5 Bagaimana tindakan polisi terhadap fenomena Kebijakan dari Kapolsek sebenarnya
Siswa yang kemungkinan karena faktor tidak memperbolehkan
usia membawa Kendaraan bermotor ke sekolah
namun tidak mempunyai SIM ?
6 Apa kebijakan dari kepolisian terhadap Kebijakan tidak ada, tetapi di beri
fenomena pelajar yang membawa kendaraan himbauan
bermotor ke sekolah tersebut ?
7 Bagaimana tindakan polisi ketika melihat siswa Paling diberi teguran lisan atau
mengendarai kendaraan bermotor teguran tertulis
lengkap dengan Helm, Knalpot Standar, tetapi
siswa tersebut belum memiliki SIM,
apakah akan tetap ditindak atau seperti apa ?
8 Untuk lebih mempermudah Siswa yang telah Memungkinkan, Tahun Kemarin
berumur 17 Tahun memiliki SIM, Apakah sempat dilaksanakan
memungkinkan adanya program SIM Kolektif
di sekolah setingkat SMA?
9 Apabila bisa Pihak sekolah mengajukan kepada
Bagaimana proses tahapan pengajuan dari pihak pihak polisi, untuk diajukan ke Bagian
sekolah ? SIM
Hasil Wawancara Penulis dengan KASIUM Polsek Ciawi Bripka Udin

Wandoyo

65
BAB IV
IMPLEMENTASI PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN
RESORT KOTA TASIKMALAYA TENTANG KEPEMILIKAN
SURAT IZIN MENGEMUDI (SIM) DIKALANGAN PELAJAR DI
WILAYAH CIAWI

Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa

efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :

1. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Penulis akan menganalisis untuk mengenai bagaimana penegakan

hukum terhadap pelanggaran Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas dan AngkutanJalan khusus kepada siswa

Sekolah Lanjutan Tingat Atas di wilayah Ciawi, serta dikaitkan dengan

teori efektifitas hukum dari Soerjono Soekanto.

Sebagaimana hasil wawancara dengan KASIUM Polsek Ciawi

Bripka Udin Wandoyo mengatakan bahwa:

“Remaja merupakan salah satu segmen terbesar penyumbang kecelakaan


lalu lintas. Usia 15 tahun adalah usia remaja, adapun mengenai arahan
Kapolsek Ciawi sebenarnya melarang siswa yang belum memiliki SIM
untuk membawa kendaraan ke sekolah, Polisi sudah seringkali
mengadakan Programnya Dikmas Lantas, untuk satu tahun 4 Kali giat

66
sebagai upaya sosialisasi mengenai keamanan berlalu lintas bagi Pelajar
(Hasil wawancara dengan Bripka Udin Wandoyo, 10 Agustus 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat jelas bahwa

penyumbang kecelakaan lalu lintas adalah remaja usia 17 tahun dimana

untuk pertama kalinya, mereka baru mendapat izin untuk mengandarai

kendaraan. Remaja ingin mengendarai kendaraan ketika berumur 17

tahun. Banyak pengguna jalan yang tidak mematuhi peraturan berlalu

lintas dengan baik. Kebiasaan dan etika dalam berlalu lintas masyarakat

sangat buruk dan memprihatinkan. Tak salah apabila banyak ditemukan

kasus kecelakaan akibat pengguna jalan yang tidak menaati peraturan

dan hal tersebut banyak terjadi di kalangan pelajar/remaja. Remaja

sekarang ini belum memahami etika dan aturan dalam berlalu lintas

dengan baik. Dengan faktor psikologis yang kurang stabil sangat

mempengaruhi etika remaja dalam berkendara. Pada masa remaja ini,

mereka lebih mengedepankan sifat individualisme dan egoisme yang

tinggi dan terkadang tidak memerdulikan hak orang lain di jalan.

Lebih lanjut ditambahkan oleh Bripka Udin Wandoyo selaku Ka

Sium Polsek Ciawi, mengatakan bahwa:

"Komunikasi antara pihak kepolisian dengan pihak sekolah dalam


memberikan pemahaman tentang pentingnya tertib berlalu lintas harus
lebih digiatkan. Untuk itulah, kami memandang perlu mengadakan
sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya keselamatan berkendara
mengingat tingginya tingkat kecelakaan di usia remaja khususnya di
Kecamatan Ciawi. Hal ini ditambah dengan rendahnya kesadaran remaja
terhadap perlunya memiliki SIM, terutama di kalangan anak
SMA/SMK/Madrasah Aliyah di Wilayah Ciawi yang sudah menggunakan
kendaraan tapi belum memiliki SIM”. (Hasil wawancara dengan Bripka
Udin Wandoyo, 10 Agustus 2022)

67
Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat jelas bahwa

antara pihak sekolah dan kepolisian harus lebih digiatkan lagi,

mengingat pemahaman tentang pentingnya tertib berlalu lintas

sangat diperlukan sejak dini. Untuk itulah, kami memandang perlu

mengadakan sosialisasi dan edukasi mengenai pentingnya

keselamatan berkendara mengingat tingginya tingkat kecelakaan di

usia remaja khususnya di Kecamatan Ciawi. Hal ini ditambah

dengan rendahnya kesadaran remaja terhadap perlunya memiliki

SIM, terutama di kalangan anak SMA/SMK/Madrasah Aliyah di

Wilayah Ciawi yang sudah menggunakan kendaraan tapi belum

memiliki SIM. Selain itu tingkat pemahaman dan kematangan

psikologis yang kurang matang di usia remaja sangat beresiko

besar dan mempengaruhi hal-hal kecelakaan remaja saat

berkendara.

Dengan psikologis yang tidak stabil saat ini mereka sedang

berada pada masa pencarian diri mereka sehingga sering kali

mereka menunjukkan sikap ingin menonjolkan diri, semaunya

sendiri, pemahaman yang kurang, dan kurang menghargai orang

lain. Tak jarang apabila remaja ingin menunjukkan diri mereka agar

dianggap hebat yaitu dengan ugal-ugalan, mengendarai sepeda

motor dengan kecepatan tinggi, perlengkapan sepeda motor yang

tidak sesuai standar dll. Perilaku inilah yang menyebabkan

terjadinya kecelakaan lalu lintas di kalangan remaja. Kenyataannya

68
remaja yang kurang matang dalam pola pikir lebih mengutamakan

kepuasan diri sesaat tanpa berpikir resiko berat yang akan ia terima.

Kemudian ditambahkan oleh Bripka Udin Wandoyo selaku

anggota Ka Sium Polsek Ciawi, mengatakan bahwa:

“Kami dari pihak kepolisian lalu lintas biasanya tidak


langsung menilang siswa/siswi tetapi memberikan
peringatan terlebih dahulu berupa teguran Lisan maupun
tulisan dan apabila masih melakukan pelanggaran maka
kami akan kenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku”.
(Hasil wawancara dengan Bripka Udin Wandoyo, 10
Agustus 2022)

Berdasarkan hasil wawancara di atas terlihat jelas bahwa

pihak kepolisian lalu lintas biasanya tidak langsung menilang

siswa/siswi tetapi memberikan peringatan terlebih dahulu dan

apabila masih melakukan pelanggaran maka mereka akan kenakan

sanksi sesuai aturan kemudian memanggil kedua orang tuanya

untuk diberikan pembinaan. Sekarang ini banyak pelajar belum

cukup umur yang mengendarai kendaraan bermotor sendiri dan

mereka belum mengetahui etika belalu luntas. Sehingga banyak

kejadian kecelakaan yang melibatkan pelajar dibawah umur.

Seharusnya dalam Undang-Undang tertulis bahwa usia minimal

untuk mengendarai kendaraan bermotor adalah 17 tahun. Ini

dikarenakan pelajar dibawah usia 17 tahun emosinya masih labil,

lebih mementingkan egoisnya dan tidak mau mengalah. Ini sangat

berbahaya apabila mereka berkendara, pasti akan ugal-ugalan,

balapan dengan kendaraan lain hanya ingin dipuji.

69
Berdasarkan wawancara dengan AD selaku Kepala Sekolah

SMAN 1 Ciawi, mengatakan bahwa:

“dalam mensosialisasikan program yang telah dibuat oleh


polisi, pihak kepolisian hanya melakukan penyuluhan atau
sosialisasi sekali dalam 6
bulan atau 1 semester, bahkan terkadang sekali dalam
setahun. Ditambah lagi waktu penyuluhan atau sosialisasi
hanya kurang lebih 30 menit karena pihak kepolisian hanya
menjadi pembina upacara.” (Hasil wawancara dengan AD, 8
17 Juli 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa polisi

telah membuat suatu program untuk penyuluhan atau sosialisasi

tertib lalu lintas untuk kalangan pelajar. Tetapi, hanya sekali dalam

6 bulan atau bahkan sekali setahun penyuluhan sosialisasi program

Lantas Polsek Ciawi dilaksanakan dalam 1 sekolah. Waktu yang

digunakan dalam penyuluhan tersebut hanya sekitar kurang lebih 30

menit, waktu tersebut sangatlah kurang karena belum sepenuhnya

memberi pengetahuan tentang tertib lalu lintas dan efek yang

ditimbulkan jika kurang banyak mengetahui tata cara dan

pengenalan rambu-rambu lalulintas serta fungsinya yang

merupakan syarat untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi

(SIM).

Berdasarkan wawancara dengan HLZ selaku siswa SMAN 1

Ciawi, mengatakan bahwa:

“sosialisasi tentang tertib berlalulintas di sekolah saya hanya


dilakukan sekali dalam satu semester, belum lagi waktu
yang diberikan untuk penyuluhan hanya sekitar 30 menit,
belum lagi jika siswa/siswi tidak mendengar apa yang
dikatakan oleh polisi sebagai pembina upacara.” (Hasil

70
wawancara dengan HLZ, 8 17 Juli 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas bahwa waktu yang

digunakan untuk bersosialisasi sangatlah minim dan hanya beberapa

kali dilaksanakan dalam 1 tahun. Siswa/siswi tidak semuanya

memahami apa yang dikatakan oleh polisi jadi dapat

mengakibatkan miskomunikasi atau komunikasi tidak terhubung

dengan maksud yang ingin disampaikan oleh polisi hal ini

diakibatkan oleh terkadang para siswa/siswi berbincang-bincang

dengan sesama siswa jadi apa yang dikatakan oleh polisi tidak

didengarkan. Oleh karena itu komunikasi yang disampaikan oleh

polisi harusnya saat berada d dalam ruang kelas atau mengambil

dan meminta izin untuk memberi pengetahuan berlalu lintas dalam

kelas 1 kali seminggu.

Apabila merujuk dari teori Efektifitas Hukum dari Soerjono

Soekanto Tentang Faktor Undang Undang dan juga hasil kuisioner

penelitian disebutkan bahwasanya pengetahuan akan Undang-

Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan dan

Jalan, dikalangan siswa masih sangat minim informasi yang mereka

dapat tentang undang undang tersebut, dari 103 sample siswa

hampir 91% nya siswa belum mengetahui tentang Undang Undang

Lalu Lintas, masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah

dan penegak hukum, untuk lebih giat lagi mensosialisasikan

Undang-Undang No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Agkutan

71
dan Jalan kepada semua elemen masyarakat khususnya pelajar.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bripka Udin

Wandoyo selaku anggota Ka Sium Polsek Ciawi, mengatakan

bahwa:

“Guna mengatasi pelanggaran berlalu lintas yang pada


gilirannya melahirkan kecelakaan lalu lintas, perlu ditegakan
hukum dalam berlalu lintas yaitu salah satu kegiatan dari
fungsi lalu lintas yang memiliki peranan agar per-undang-
undangan serta peraturan-peraturannya di taati oleh setiap
pengguna jalan. Sebagaimana Pasal 77 ayat (1) UU No.22
Tahun 2009, mengatakan bahwa Setiap orang yang
mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib
memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis
Kendaraan Bermotor yang dikemudikan”. (Hasil wawancara
dengan Bripka Udin Wandoyo, 17 Juli 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat jelas bahwa

polisi lalu lintas berusaha semaksimal mungkin untuk menegakkan

hukum dalam berlau lintas yaitu salah satu kegiatan dari fungsi

lalu lintas yang memiliki peranan agar perundang–undangan serta

peraturan–peraturannya di taati oleh setiap pengguna jalan. Namun,

yang menjadi permasalahan kompleks dari pelajar dan sepeda

motor ini adalah banyak dari pelajar sekolah yang tidak menerapkan

peraturan pemerintah tentang lalu lintas yang mewajibkan bagi

seluruh pengendara kendaraan bermotor yang telah berusia 17 tahun

baik sepeda motor, mobil dan lainnya agar memiliki dan selalu

membawa Surat Izin Mengemudi (SIM) saat berkendara

berdasarkan undang-undang yang berbunyi. Apalagi buat pelajar,

hampir 90% dari mereka menggunakan sebuah sepeda motor

72
sebagai alat transportasi menuju sekolahnya.

Faktor Masyarakat juga erat terkait dengan suatu penegakan

dan efektifitas Hukum, di wilayah ciawi tidak jarang orang tua yang

menyiapkan sebuah motor untuk anak-anak mereka bersekolah

dengan tujuan memberi kemudahan bagi anak untuk belajar.

Perilaku dalam memanfaatkan teknologi pada para siswa ini

sebenarnya sudah sangat amat baik. Pemanfaatan maksimal

teknologi untuk efisiensi waktu juga menimbulkan efek yang positif

bagi para pelajar dalam kegiatan belajar mereka.

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat jelas bahwa polisi

lalu lintas tidak hanya sebagai pelaksana tugas harian yaitu mengatur lalu

lintas tetapi juga sebagai penegakan hukum bidang penertiban

meliputi penertiban pelanggaran dan penyidikan kecelakaan lalu

lintas dimana penertiban pelanggaran lalu lintas dapat dilakukan

secara edukatif yaitu memberikan teguran dan peringatan dengan

cara simpatik terhadap para pelanggar lalu lintas, sedangkan secara

yuridis adalah penertiban dengan menggunakan tilang dan atau

menggunakan berita acara singkat/sumir/tipiring atau dengan berita

acara biasa terhadap pelanggaran yang berpotensi atau memiliki

bobot sangat fatal/berat dan dapat merusak fasilitas umum serta

melakukan penyidikan terhadap kecelakaan lalu lintas yang

meliputi sejak penanganan TPTKP (Tindakan Pertama Tempat

Kejadian Perkara), olah TKP (Tempat Kejadian Perkara),

73
pemeriksaan dan pemberkasan serta pengajuan ke sidang

pengadilan rnaupun mengajukan permohonan klaim asuransi.

Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai

konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan

yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu

kebijakan tertentu yang dalam hal ini berarti adanya dukungan,

kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana

yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.

Faktor Penegak Hukum, arena kurangnya penegakan hukum

dari kepolisian, dikhawatirkan setiap pelanggaran lalu lintas, akan

dianggap sebagai budaya wajar terutama oleh anak remaja yang

melakukan tindakan yang menyimpang dari aturan berlalu lintas itu

dikarenakan anak-anak remaja banyak yang mengganggap apabila

berkendara dengan mematuhi tata tertib lalu lintas dianggap kolot

padahal sebenarnya mereka tidak berpikir luas dan kedepan akan

bahaya dan dampak yang akan dialami apabila melanggar lalu

lintas. Karena, sejatinya peraturan dibuat untuk ditaati bukan

dilanggar. Namun, paradigma masyarakat yang salah kaprah

memutar balikkan slogan sehingga menjadi doktrin dan kemudian

membudidaya menjadi watak yang sulit untuk dirubah, yaitu

“Aturan dibuat untuk dilanggar”. Paradigma dan pemikiran

masyarakat sudah sangat salah kaprah, mereka menganggap bahwa

peraturan tidak penting untuk ditaati.

74
Selain itu, lemahnya hukum dan ketidak bijaksanaan aparat

pemerintah sendiri yang membuat masyarakat melunakkan segala

hukum dan peraturan yang sudah ditegakkan. Banyak masyarakat

percaya bahwa aparat polisi bisa disuap dan lain-lain. Karena,

ketidak bijaksannaan polisi sendiri seakan pemerintah membuat

aturan Saat kepercayaan masyarakat pada aparat pemerintah telah

pudar, maka pelanggaran tata tertib mulai merajalela. Banyak

remaja berkendara nekat melanggar peraturan tata tertib berkendara

karena hal tersebut. Sehingga, dalam melestarikan tata tertib

berkendara diperlukan kerjasama antara semua pihak demi

terwujudnya budaya tertib berlalu lintas.

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat jelas bahwa

Kurangnya kesadaran dalam berlalu lintas serta penggunaan alat

kelengkapan kelengkapan kendaraan seperti SIM dapat

menimbulkan beberapa dampak merugikan baik bagi diri sendiri

maupun orang lain. Berdasarkan observasi yang telah kami lakukan

ternyata sebagian pelajar SMA/SMK/Madrasah Aliyah di Wilayah

di Kecamatan Ciawi banyak yang melakukan pelanggaran-

pelanggaran lalu lintas yang menyebabkan kerugian pada dirinya

sendiri maupun orang lain. Pelanggaran-pelanggaran tersebut antara

lain; tidak memiliki SIM, tidak memakai helm SNI, motor di

modifikasi, nomor polisi tidak asli, tidak memakai helm, melanggar

marka jalan, tidak menyalakan lampu, tidak menyalakan riting saat

75
mau membelok, menyalip dari sebelah kiri, telepon saat berkendara,

ugal-ugalan di jalan, menerobos lampu lalu lintas. Hal-hal seperti

itu sangat merugikan bagi pengendara lain dan memicu adanya

kecelakaan lalu lintas. Dampak Pelanggaran Lalu Lintas tentunya

dari permasalahan yang terjadi pada remaja berkendara tercermin

dari perilakunya yang menimbulkan permasalahan lalu lintas.

Permasalahan tersebut, seperti data yang diberikan oleh Bripka

Udin Wandoyo selaku anggota Ka Sium Polsek Ciawi, bahwa:

1) Kecelakaan dan kematian akibat berkendara tidak

beraturan dan disebabkan juga karena kelengkapan

berkendara yang tidak sesuai standar sehingga berakibat

fatal saat kecelakaan.

2) Tindakan kriminalitas oleh remaja yang disebabkan ugal-

ugalan remaja seperti balapan liar dan lain – lain yang

akhirnya menyeret orang tersebut ke ranah hukum dan

menghancurkan masa depannya sebagai anak bangsa.

3) Kebiasaan melanggar lalu lintas yang biasa kemudian

menjadi budaya melanggar peraturan.

4) Moralitas remaja rusak karena tidak adanya kedisiplinan,

keperduliaan dan sikap keteraturan dalam pola hidup

karena terbiasa melanggar peraturan.

5) Tidak hanya merugikan diri sendiri namun keselamatan

pengguna jalan lain juga terancam.

76
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa

sangat disayangkan adalah pemahaman mereka yang kurang pada

etika berlalu lintas di jalan, yang mereka pikirkan adalah cepat

sampai ke sekolah sehingga terkadang kurang mematuhi peraturan

lalu lintas dan seenaknya sendiri di jalan tanpa menghormati hak

orang lain dalam berkendara. Selain itu dari perlengkapan

berkendara mereka saja banyak yang tidak sesuai standar dan hal

tersebut disebabkan oleh rasa ingin tampil berbeda, merasa kolot

apabila sesuai standar, dan pengaruh pergaulan yang kurang baik.

Dengan mempertimbangkan efisiensi transportasi ke sekolah

apabila menggunakan sepeda motor maka banyak orang tua yang

tidak memberikan kontrol pada anaknya akan bahaya nya

berkendara yang tidak sesuai aturan karena usia dibawah tahun atau

perlengkapan berkendara yang tidak sesuai, hal tersebut sangat

disayangkan mengingat keluarga adalah tempat penanaman nilai

moral pertama kali pada perkembangan diri anak dan psikologisnya.

Berdasarkan wawancara dengan NRH selaku siswa SMA N

1 Ciawi, mengatakan bahwa:

“saya sadari bahwa sejak pertama saya keluar dari rumah


mengendarai sepeda motor saya sudah melanggar karena
tidak memiliki SIM dan tidak membawa STNK. Sepeda
motor merupakan alat transportasi yang cepat untuk tiba ke
sekolah. Terkadang juga jika pulang sekolah saya
membonceng teman saya dan tidak memakai helm karena
memang saya tidak berangkat bersama dengan teman saya.
Saya juga pernah kedapatan sama polisi mengendarai sepeda
motor dan membonceng teman saya tidak mengenakan
helm, jadi polisi tersebut menasehati dan memberi

77
peringatan kepada saya, kemudian menyuruh teman saya
untuk naik kendaraan umum balik ke rumahnya” (Hasil
wawancara dengan NRH, 18 Juli 2022)

Berdasarkan wawancara diatas bahwa sejak keluar dari

rumah saat mengendarai kendaraan bermotor bagi yang tidak

memiliki SIM berarti sudah melanggar sebelum mengendarai.

Kelengkapan kendaraan juga perlu diperhatikan sebelum

mengendarai kendaraan bermotor karena dapat membahayakan diri

sendiri maupun pengendara lain, agar saat kecelakaan tidak terjadi

luka parah atau luka yang serius. Jauh dan susahnya kendaraan

umum menuju sekolah menjadi faktor yang membuat siswa/siswi

mengendarai sepeda motor atau mobil pribadi. Penggunaan helm

saat berkendara sangat dianjurkan untuk mengurangi cedera saat

terjadi kecelakaan, tetapi siswa/siswi tidak menghiraukan hal

tersebut jika sudah ada teman yang ingin memboncengnya dan tidak

takut jika kedapatan oleh petugas/polisi lalu lintas.

Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering

bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu

struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta.

Penyebab Terjadinya Pelanggaran Lalu Lintas dimana tingkat

kecelakaan terbesar adalah pada usia remaja. Dimana mereka tidak

memiliki kematangan dan kesiapan untuk berada di jalan raya.

Berikut ini merupakan hal yang mungkin menjawab penyebab

rendahnya kesadaran akan mematuhi peraturan lalu lintas.

78
Berdasarkan wawancara dengan Bripka Udin Wandoyo selaku

anggota Ka Sium Polsek Ciawi, mengatakan bahwa:

“dalam pelaksanaan program tertib lalu lintas di sekolah-


sekolah, pihak kami terlebih dahulu menyurat ke sekolah
bahwa akan dilaksanakan penyuluhan tertib berlalulintas
untuk anak sekolah. Kami melaksanakan program tersebut
pada hari senin saat para siswa/siswi upacara, dan kami
menjadi pembina upacara.” (Hasil wawancara dengan
Bripka Udin Wandoyo, 17 Juli2022)

Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SMK

Cijangkar Ciawi bapak Aep Saepulloh S.T, mengatakan bahwa:

“sebelum pihak kepolisian mengadakan penyuluhan


terhadap siswa/siswi saat menjadi pembina upacara, pihak
kepolisian menyurat ke sekolah untuk meminta izin untuk
melakukan program yang telah dibuat satuan polisi lalu
lintas dalam rangka tertib lalu lintas.” (Hasil wawancara
dengan AS, 17 Juli 2022)

Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa pihak

kepolisian memberi penyuluhan melalui program yang telah dibuat

dan disalurkan dengan cara memberi surat terlebih dahulu ke

sekolah yang akan diberi penyuluhan. Kemudian setelah diterima

oleh pihak sekolah dan diberi kesempatan sebagai pembina upacara

untuk memberi penyuluhan tentang pentingnya tertib berlalu lintas

dan apa dampak yang ditimbulkan saat pengendara melanggar

aturan yang berlaku tanpa ada keahlian dan pengetahuan dalam

mengendarai kendaraan bermotor.

Efektivitas implementasi ditentukan oleh kemampuan untuk

membuat hubungan dan sebab-akibat yang logis antara tindakan

dan tujuan. Dewasa ini ketertiban lalu lintas semakin kendor,

79
terutama pada pengemudi pelajar. Banyak diantara mereka yang

melanggar aturan lalu lintas seperti ugal–ugalan, mengemudi tanpa

SIM dan tidak menggunakan perlengkapan berkendaraan.

Penyimpangan–penyimpangan tersebut yang menjadi dasar

terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini, memang sangat diiperlukan

adanya penanaman pengetahuan tentang displin dan etika dalam

berlalu lintas oleh pemerintah. Saat ini, Kementrian Pendidikan

Nasional dan POLRI berupaya mencanangkan untuk memasukkan

materi lalu lintas dalam kurikulum intrakurikuler berupa nota.

Program kurikulum keselamatan lalu lintas harus ditentukan dengan

prinsip pendidikan dan cerminkan kebutuhan setempat tentang

masalah keselamatan lalu lintas. Efektivitas implementasi

ditentukan oleh kemampuan untuk membuat hubungan dan sebab-

akibat yang logis antara tindakan dan tujuan.

Hal ini disebabkan karena banyak masyarakat yang belum

paham betul dengan rambu-rambu jalan dan fungsi fasilitas jalan

yang telah dibuat. Kemudian ditambahkan oleh Bripka Udin

Wandoyo selaku anggota Ka Sium Polsek Ciawi, mengatakan

bahwa:

“Keselamatan siswa dalam berlalu lintas sangat erat


kaitannya dengan pembinaan di sekolah. Hal ini terlihat
dengan jelas dengan meningkatnya korban kecelakaan lalu
lintas pada tingkat remaja atau peserta didik. Saat ini,
jumlah korban kecelakaan lalu lintas 50% terjadi pada anak
remaja dan anak-anak sekolah.” (Hasil wawancara dengan
Bripka Udin Wandoyo, 17 Juli2022)

80
Berdasarkan hasil wawancara diatas dikaitkan dengan fakta

dilapangan, pada kenyataannya di jalan raya masih sering terlihat

anak SMA yang belum mempunyai SIM mengendarai motor.

Ironisnya lagi, sering dijumpai anak SMA berboncengan lebih dari

1 orang penumpang, tidak mengenakan helm, ugal- ugalan

dijalanan, dan lain sebagainya. Hal ini dapat menyebabkan

kecelakaan yang fatal karena dapat mengganggu pengendara

lainnya jika cara mengendarai ugal-ugalan dan tidak mengetahui

fungsi rambu-rambu lalu lintas jalan dan akan mengakibatkan

cedera yang parah karena tidak menggunakan helm.

Pendidikan pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan

secara sadar untuk mendewasakan peserta didik, yang ditandai oleh

adanya kemandirian dari diri peserta didik. Kemandirian yang

dimaksudkan disini adalah kemampuan mengambil keputusan

untuk hidupnya sendiri tanpa harus selalu tergantung pada orang

lain. Titik tolak atau sentral segala upaya dalam meningkatkan

keselamatan jalan, harus dilakukan melalui proses persekolahan

atau proses pendidikan di sekolah.Memberikan pendidikan berlalu

lintas pada murid-murid sekolah merupakan solusi cerdas dan

langkah yang strategis dalam upaya peningkatan keselamatn jalan,

hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa memberikan pendidikan

berlalu lintas melalui komunitas sekolah ternyata paling efektif

diantara upaya-upaya yang lain, khususnya upaya dalam

81
meningkatan keselamatan jalan.

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Maman selaku

Wakasek Bidang Kesiswaan MAN 3 Tasikmalaya, mengatakan

bahwa:

Sekolah sering melalakukan penyuluhan dan peringatan


kepada siswa mengenai ketertiban berlalu lintas, walaupun masih
bersifat himbauan ketika Upacara Bendera, dan sosialaisasi dari
Polsek Ciawi.
Berdasarkan hasil wawancara diatas terlihat bahwa penyuluhan yang

Faktor penegak hukum juga menjadi krusial dalam penerapan

merupakan hal penting bagi penegakan hukum pasal 281 Undang-Undang

No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan, penegakan

hukum bagi pelajar SLTA yang berkendara tidak memiliki SIM di wilayah

ciawi menurut Bripka Udin Wandoyo adalah dengan teguran lisan maupun

tertulis, dimana hemat penulis adalah kurang tegas, karena selain teguran

lisan dan tulisan, pelajar juga harus dikenakan tindakan langsung atau

tilang, mengapa penulis melihat masih lemahnya Tilang oleh polisi kepada

siswa tersebut, karena dari data hasil wawancara, 90% siswa belum pernah

ditilang oleh polisi meskipun mereka berkendara tanpa mempunyai SIM.

Pihak Sekolah rata rata belum bisa melarang 100% untuk siswa

bawa kendaraan ke Sekolah karena beberapa faktor, selain belum

meratanya akses kendaraan umum, dan jarak yang juga cukup jauh dari

rumah siswa, dan juga faktor budaya masih melazimkan siswa yang belum

mempunyai SIM untuk berkendara kendaraan bermotor. Menurut penulis

kedepannya perlu dibuka akses kendaraan umum yang seluas luasnya oleh

82
pemerintah daerah, atau check point untuk dengan Bus Sekolah sehingga

bisa menekan angka siswa yang membawa kendaraan tanpa mempunyai

SIM ke sekolah, sehingga diharapkan yang membawa kendaraan adalah

yang benar benar telah memenuhi syarat kepemilikan SIM.

Harapannya ketika semua elemen penujang sudah baik, tidak ada

alasan lagi bagi polisi untuk menegakan aturan Pasal 281 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan

sebaik-baiknya.

Menurut Penulis ada kebijakan bagus dari Dinas Pendidikan

Kabupaten Tanggerang yang patut menjadi contoh untuk Sekolah Sekolah

lain di Indonesia, dimana sekolah bisa memainkan peran sebagai pihak

yang ikut juga bertanggung jawab terhadap bagian dari penegakan hukum

di lingkungan sekitar.

Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang melarang pelajar membawa

sepeda motor atau mobil ke sekolah. Selain itu, pihak sekolah juga

disarankan tak menyediakan fasilitas lahan parkir kendaraan bagi pelajar.

"Yang jelas kalau sudah ada larangan siswa membawa kendaraan

ke sekolah, itu tidak ada fasilitas lahan parkir yang disediakan di halaman

sekolah," kata Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang,

Fahrudin, Senin (1/8/2022), dikutip dari Antara.

Fahrudin juga mengatakan, sekolah atau dewan guru yang

mengizinkan pelajar membawa kendaraan ke lingkungan sekolah akan

83
dikenakan sanksi teguran tegas. Dia bilang hal itu sama saja seperti

membiarkan pelajar melanggar lalu lintas.

"Kuncinya kalau sekolah masih ada menyediakan parkir bagi anak-

anak, berarti itu sekolah masih mengizinkan dan nanti itu akan menjadi

bahan evaluasi kita," ucap Fahrudin.

Dindik Kabupaten Tangerang sebelumnya mengungkap bakal

menyebar Surat Edaran ke setiap sekolah di wilayahnya yang isinya

menegaskan pelajar tak boleh membawa kendaraan ke sekolah.

Syarat utama seseorang legal mengendarai kendaraan adalah

memiliki SIM yang bisa didapat dengan syarat usia minimal 17 tahun.

Ini berarti pelajar SD dan SMP tak memenuhi kualifikasi, namun

pelajar yang sudah duduk di kelas 2-3 SMA bisa jadi sesuai

Kasat Lantas Polresta Tangerang, Kompol Fikri Ardiyansyah pada

pekan lalu menjelaskan, pihaknya mengimbau orang tua melarang anaknya

yang belum punya SIM mengendarai motor ke sekolah.

Dia juga meminta pihak sekolah memperketat pemeriksaan dokumen

SIM dan STNK bagi pelajar yang melakukan hal itu.

Kata Fikri, anak belum cukup umur memiliki SIM dapat

membahayakan dirinya sendiri dan orang lain. Kelompok anak seperti ini

belum punya tingkat kematangan berpikir.

"Pihak sekolah harus membantu melakukan pengecekan khususnya

pada anak-anak yang membawa kendaraan. Karena belum tentu mereka

84
mempunyai SIM atau membawa STNK," ucap Fikri. (Source: CNN

Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum


Progresif, Sinar Grafik, Jakarta, 2010
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke
Reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya
Paramita, Jakarta, 1993
Assadulloh Al Faruq, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2009
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,
Jakarta, 2002
Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta,1988
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka,
Yogyakarta, 2016
Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum
Pidana, Kencana, Jakarta, 2022
Jan Rammelink, Hukum Pidana Komentar atas Pasal Pasal Terpenting dari
KUHP Belanda dan Padannanya dalam KUHP Indonesia, PT.
Gramedia Pustaka Utma, Jakarta, 2003
Leksmono Suryo Putranto, Rekayasa Lalu-Lintas, Edisi 3, PT, Indeks,
Jakarta, 2016

85
M. Husen Harun, Kejahatan dan Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka
Cipta¸ Jakarta, 1990
M.Iqbal Hasan, Pokok Pokok Materi Metodologi Penelitian dan
Aplikasinya, Ghalia Indoneia, Jakarta, 2002
Naning Rondlon, Menggairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan
Disiplin Penegak Hukum dan Lalu Lintas, Jakarta: Bina Ilmu, 1983,
Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, Ctk. Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2007
Munir Fuady, Aliran Hukum Krisis (Paradigma Ketidakberdayaan Hukum),
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003
Rais Ahmad, Peran Manusia dalam Penegakan Hukum, Pustakan Antara,
Jakarta, 1996
Ridwan Syah Beruh, Membumikan Hukum Tuhan Perlindungan HAM
Perspektif Hukum Pidana Islam, Pustaka Ilmu, Yogyakarta
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah-
masalah Sosial, Citra Aditya Bakti, Bandung 1989
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty
Yogyakarta, Yogyakarta, 2005
Suhariyono AR, Pembaruan Pidana Denda Indonesia, Papas Sinar Sinanti,
Jakarta, 2012
Suryanagara, Panduan Aman Berlalu Lintas Sesuai UU Nomor. 22 Tahun
2009, Degraf Publishing, Jakarta, 2009
Syaiful Bakhri, Perkembangan Stelsel Pidana Indonesia, Total Media,
Yogyakarta, 2009
Syaiful Bakhri, Pidana Denda dan Korupsi, Total Media, Yogyakarta
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010

86
87

Anda mungkin juga menyukai