Anda di halaman 1dari 23

EFEKTIFITAS PASAL 291 UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN

2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP


PENGENDARA SEPEDA MOTOR DALAM MENGENAKAN HELM
(STUDI PENELITIAN WILAYAH POLRES LANGSA)

Proposal Skripsi

Diajukan Oleh:

Frendy Karnes Sitepu


Nim. 16 01 01037

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SAMUDRA
LANGSA
2020
1

A. Latar Belakang

Tindak pidana pelanggaran lalu lintas sangat sering terjadi di

hampir seluruh wilayah Indonesia. Kebanyakan dilakukan oleh

pengendara sepeda motor. Salah satu jenis pelanggaran yang paling

sering dilakukan oleh pengendara sepeda motor adalah mengendarai

sepeda motor tanpa mengenakan helm.

Berdasarkan “Pasal 106 ayat (8) Undang-Undang Nomor 22 Tahun


2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa setiap
orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda
motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional
Indonesia. “

Berdasarkan ketentuan di atas pengendara motor baik pengemudi

maupun penumpang diwajibkan mengenakan helm. Apabila melanggar,

ancaman atas pelanggaran tersebut diatur dalam Pasal 291 undang-

undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

1. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tidak


mengenakan helm standar nasional Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling
banyak Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).
2. Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor yang
membiarkan penumpangnya tidak mengenakan helm
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (8) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau
denda paling banyak Rp.250.000,00 (dua ratus lima puluh
ribu rupiah).

Meskipun telah ada sanksi pidana yang mengancam para

pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm seperti yang telah

diuraikan diatas, pada kenyataannya di Kota Langsa masih sekali

masyarakat yang mengendarai sepeda motor tanpa mengenakan helm .


2

Mulai dari pelajar yang belum memenuhi syarat secara usia untuk

memperoleh surat izin mengemudi sampai orang dewasa pun melakukan

pelanggaran yang sama, yaitu tidak mengenakan helm saat mengendarai

sepeda motor. HUMAS Pengadilan Negeri Langsa menyebutkan bahwa

‘’rata-rata perkara lalu lintas yang masuk ke Pengadilan Negeri Langsa

setiap minggu adalah sejumlah 140 perkara, 10 sampai 15 perkara lalu

lintas dilakukan oleh pengendara roda empat, selebihnya dilakukan oleh

pengendara sepeda motor’’1. hal ini menunjukkan bahwa masih sangat

banyak masyarakat di Kota langsa yang tidak mengenakan helm pada

saat berkendara, padahal mengenakan helm pada saat berkendara

sebenarnya ditujukan untuk kebaikan dan keselamatan pengendara

sepeda motor itu sendiri.

Maka dari itu penulis mengadakan penelitian ini untuk

mengetahui efektivitas UndangUndang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Langsa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai beriku :

1. Bagaimana peraturan tentang penggunaan helm untuk


pengendara sepeda motor ?

1
Kurniawan, HUMAS/Pengadilan Negeri Langsa, Wawancara, 28 Februari 2020 (diolah)
3

2. Apa saja faktor yang memperngaruhi efektifitas Undang-Undang


nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
terhadap pengendara sepeda motor dalam mengenakan helm ?
3. Apa saja upaya dan hambatan penegak hukum dalam
memaksimalkan efektifitas Undang-Undang nomor 22 tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap
pengendara sepeda motor dalam mengenakan helm ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan proposal

ini adalah

1. Untuk mengetahui peraturan tentang penggunaan helm untuk

pengendara sepeda motor.

2. Untuk mengetahui faktor yang memperngaruhi efektifitas Undang-

Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan terhadap pengendara sepeda motor dalam mengenakan helm

di Kota Langsa.

3. Untuk mengetahui hambatan dan upaya penegak hukum dalam

memaksimalkan efektifitas Undang-Undang nomor 22 tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terhadap pengendara

sepeda motor dalam mengenakan helm.

B. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang dapat berguna antara lain

sebagai berikut :
4

1. Secara Teoretis

Kegunaan penulisan ini dapat memberikan manfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana kususnya pada

efektifitas undang-undang dan diharapkan dapat menjadi referensi bagi

mahasiswa fakultas hukum yang akan melakukan penelitian sejenis.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan

kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk masuk ke

dalam instansi penegak hukum maupun untuk praktisi hukum dan

sekaligus memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai

efektifitas Pasal 291 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan terhadap pengendara sepeda motor dalam

mengenakan helm (studi penelitian wilayah polres langsa)

C. Tinjauan Pustaka

Dalam mengartikan makna atau definisi dari pelanggaran banyak

para ahli yang mengemukakan pendapatnya antara lain yaitu :

Menurut Van Bemmelan, “kejahatan adalah tiap kelakuan yang


tidak bersifat susila dan merugikan, yang menimbulkan begitu
banyak ketidak tenangan dalam suatu masyarakat tertentu
sehingga masyarakat itu berhak untuk mencelahnya dan
menyatakan penolakannya atas kelakuan itu dalam bentuk nestapa
dengan sengaja di berikan karena kelakuan tersebut. 2

Berdasarkan pengertian diatas perusakan termasuk dari bagian

kejahatan karena merupakan suatu perbuatan yang merugikan pihak lain.

2
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan
Antara dan Realita, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, halaman 56
5

Perusakan berasal dari kata “rusak yang merupakan sudah tidak

sempurna, sudah tidak utuh, sudah tidak baik lagi, luka-luka, bercalar-

calar”.3

Kejahatan juga merupakan suatu perbuatan pidana sehingga

kejahatan merupakan bagian dari hukum pidana.

“hukum pidana itu ialah hukum yang mengatur pelanggaran-

pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,

perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu

penderitaan atau siksaan”.4

Sedangkan perbutan-perbuatan pidana ini menurut wujud atau sifat

nya adalah bertentangan dengan tata atau ketertiban yang dikehendaki

oleh hukum, mereka adalah perbuatan yang melawan(melanggar)

hukum.5

Hukum menghendaki kerukunan dan perdamaian dalam pergaulan

hidup. Hukum itu mengisi kehidupan yang jujur dan damai dalam seluruh

lapisan masyarakat.6

Menurut Kelsen, Hukum adalah sebuah sistem norma. Norma


adalah pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atas
das sollen , dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa
yang harus dilakukan. Norma-norma adalah produk dan aksi
manusia yang deliberatif. Undang-Undang yang berisi aturan-
aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu
bertingkah laku dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan

3
Windy Novia,Log.Cit, Halaman 522
4
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai
Pustaka,Jakarta, Halaman 257
5
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008, Halaman 3
6
Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada
Jakarta, 2010, halaman 17
6

dengan sesama individu maupun dalam hubungannya dengan


masyarakat.7

Dalam penegakan hukum memerlukan sanksi yang dapat

memberikan efek jera bagi pelanggar hukum yang dapat dikatakan

sebagai pidana.

Jeremay bentham mengatakan bahwa pidana janganlah digunakan

apabila: Groundless (tanpa dasar); Needless (tidak menguntungkan);

Unprofitable (tiada berguna) atau inefficacious.8

Pidana dipandang sebagai nestapa yang dikenakan kepada


pembuatannya, karena melakukan suatu delik. Ini bukan
merupakan tujuan akhir, tetapi tujuan terdekat. Inilah perbedaan
antara pidana dan tindakan , karena tindakan dapat berupa nestapa
juga tetapi bukan tujuan. Tujuan akhir pidana dan tindakan dapat
menjadi satu, yaitu memperbaiki pembuat. 9

Mengenai jenis-jenis atau bagian-bagian pidana yang berlaku di

indonesia diatur di dalam kitab undang-undang hukum pidana yang di

singkat sebagai KUHP.

Berdasarkan Pasal 10 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana, Pidana Pokok terdiri atas :
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3. Pidana Kurungan
4. Pidana Denda
5. Pidana Tutupan

Terhadap pengertian pidana penjara banyak para ahli yang

mengemukakan pendapat salah satunya adalah :

7
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008,
Halaman 158
8
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, PT Grasindo, Jakarta
2008, Halaman 12
9
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan perkembangannya,
PT Sofmedia, Jakarta, 2012, Halaman 23
7

Koesnoen berpendapat ,Pidana penjara adalah pidana pencabutan


kemerdekaan. Asal-usul kata penjara adalah “penjoro” yang berarti
“tobat”. Menurut politik penjara sekarang bertujuan untuk
memperbaiki narapidana menjadi baik, maka istilah itu sudah tidak
sesuai lagi karena tidak bisa seseorang narapidana menjadi baik
karena dibikin tobat, menurut pengalamanpun tidak dapat
seseorang betul-betul tobat.10

Pidana penjara merupakan pidana pokok yang kedua setelah

pidana mati. Pidana penjara tersebut diancam bagi seseorang yang telah

melakukan kejahatan. Pidana penjara itu terdiri dari atas pidana penjara

seumur hidup dan pidana penjara sementara atau pidana penjara selama

waktu tertentu.11

Tahapan penjatuhan pidana dimulai dari proses penetapan pelaku


jadi tersangka berdasarkan alat bukti yang sah oleh penyidik.
Kemudian peningkatan status tersangka menjadi terdakwa dalam
pemeriksaan perkara di pengadilan. Sehingga berdasarkan putusan
pengadilan bahwa terdakwa dapat dijatuhkan pidana karena
terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan
kepadanya, hal tersebut termaktub daalam Pasal 193 ayat (1)
KUHAP. Berdasarkan putusan pengadilan tersebut, sehingga
status terdakwa berubah menjadi terpidana. Kemudian terpidana
yang menjalankan masa pidanaya di Lembaga Pemasyarakatan
disebut Narapidana .12

Narapidana dapat diartikan sebagai terpidana yang menjalankan

pidana hilang kemerdekaan di dalam lapas. 13

Pembinaan narapidana tidak hanya pembinaan mental-spiritual

saja (Pembinaan kemandirian) tetapi juga pemberian pekerjaan selama

10
Koesnoes, Politik Pidana Penjara. Balai Pustaka, Jakarta, 2001, Halaman 9
11
C. Djisman Samosir, Penologi dan Permasyarakatan, Nuansa Aulia, Bandung,
2016, Halaman 38
12
http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/24346/SKRIPSI
%20LENGKAP-PIDANA-UNI%20ANDIRA%20A.pdf?sequence=1, di akses pada tanggal
9 Januari 2020
13
Pasal 1 Angka (3)Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara
8

berada di dalam lembaga permasyarakatan (pembinaan keterampilan).

Pelaksanaan pembinaan dalam sistem permasyarakatan pada prinsipnya

terdiri atas 2 bagian yaitu intramural treatmant dan ekstramural

treatment.14

Pola pedoman narapidana telah ditetapkan dalam keputusan


Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02-PK.04.10 of 1990.
Dalam surat ini dijelaskan bahwa pola pedoman narapidana baik
narapidana anak maupun narapidana dewasa harus disatukan
secara terpadu yaitu pembinaan kepribadian dan pengembangan
kemandirian bagi napi anak. Bimbingan kepribadian yang
mencakup promosi kesadaran agama, pembentukan bangsa,
bimbingan negara, pengembangan kemampuan, intelektual, dan
konseling kesadaran hukum.15

Salah satu tempat pembinaan narapidana yaitu adalah Lapas,

dimana Lembaga Pemasyarakatan atau yang sering disebut LAPAS

adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.16

Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan juga memiliki tujuan

dan harapan yaitu perubahan seorang narapidana yang sedang berada

dalam proses pemasyarakatan.

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka


membentuk warga binaan pemasyarakatan menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan hidup
secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. 17
14
A. Josias Simon R dan Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga
Permasyarakatan Di Indonesia, CV. Lubuk Agung, Bandung, 2011, Halaman 13
15
Wilsa, Mahmutarom, dan Iman Jauhari, The Effectiveness Of Guidance Of
Child Prisoners In Adult Prison,Jurnal Hukum Vol. No. 2017 , Halaman 148-149
16
Pasal 1 Angka (1)Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara
17
Pasal 2 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 1995
tentang Permasyarakatan
9

Sistem pemasyarakatan juga berfungsi sebagai upaya menyiapkan

warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegritas secara sehat

dengan masyarakat , sehingga dapat berperan kembali menjadi anggota

masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab 18.

Tempat menjalankan sistem pemasyarakatan adalah lembaga

pemasyarakatan ( LAPAS) dan rumah tahanan negara ( RUTAN) untuk

menjamin terjalannya sistem sesuai dengan apa yang diingginkan maka

dibentuklah pengamanan LAPAS dan RUTAN yang disebut sebagai

pengamanan.

Pengamanan LAPAS dan RUTAN yang disebut sebagai

pengamanan merupakan segala bentuk kegiatan dalam rangka

melakukan pencegahan, penindakan dan pemulihan terhadap setiap

gangguan keamanan dan ketertiban di LAPAS dan RUTAN. 19

Secara umum, sistem pengamanan penjara diklasifikasikan

menjadi tiga katagori yaitu maximum security, super maximum secirity,

dan minimum security.20

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintahan (PP) No. 27 Tahun


1983 tentang pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dimana Rumah Tahanan Negara atau yang
disingkat RUTAN dan Lembaga Pemasyarakatan atau yang sering
disingkat LAPAS merupakan fasilitas yang digunakan oleh negara
untuk melakukan penahanan bagi tersangka / terdakwa dan
Narapidana dalam Penegakan Hukum.

18
Pasal 3 Undang-Undang Negara Republik Indonesia No 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan
19
Pasal 1 Angka (2)Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia
Nomor 33 tahun 2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara
20
Anonimous, Menunggu Perubahan Dari Balik Jeruji, Jakarta, 2007, Halaman 36
10

Penegakan hukum disebut dalam bahasa Inggris law enforcement,

bahasa Belanda rechtshandhaving. Istilah penegakan hukum dalam

bahasa Indonesia membawa kita kepada pemikiran bahwa penegakan

hukum selalu force sehingga ada yang berpendapat, bahwa penegakan

hukum hanya bersangkutan dengan hukum pidana saja. 21

Penegakan Hukum kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan


untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit
maupun dalam arti materil yang luas, sebagai pedoman perilaku
dalam setiap perbuatan hukum, baik dari segi objek hukum yang
bersangkutan maupun oleh aparatur penegak hukum yang resmi
diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin
berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan
bemasyarakat dan bernegara. 22

“Penegakan hukum bertujuan untuk mencapai tujuan hukum.

Melalui penegakan hukum, diharapkan tujuan hukum dapat tercapai

sehingga hukum dapat berfungsi dengan semestinya”. 23

Penegakan hukum (khususnya hukum pidana) merupakan reaksi

terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Upaya aparat perlengkapan

negara dalam menyikapi suatu perbuatan melawan hukum, dan menyikapi

masalah-masalah penegakan hukum lainnya inilah yang menjadi inti

pembahasan dari penegakan hukum.24

Secara fungsional, sistem penegakan hukum itu merupakan sistem

aksi. Dikatakan sebagai sistem aksi karena didalamnya terdapat sekian

banyak aktivitas yang dilakukan alat perlengkapan negara dalam rangka

21
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005,
halaman 48
22
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, diakses
pada 9 Januari 2020
23
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit, Halaman 12
24
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit, Halaman 17
11

penegakan hukum, diantaranya kepolisian, pembentukan undang-undang,

instansi pemerintah (bestuur), serta aparat eksekusi.25

Penegakan hukum dilakukan sejak tahap pembentukan undang-


undang (guna mencegah onrecht in pontentie) dan juga mencegah
onrecht in actu oleh aparatur penegak hukum. Dengan demikian,
fungsi hukum sebagai sarana untuk tertib, mencapai keadilan, dan
juga sarana pembaruan masyarakat juga merupakan sistem aksi, di
mana sejak tatanan perundang-undang sampai dengan penegakan
hukum, aparat negara memberikan aksi dan reaksi yang diperlukan
untuk tercapainya tujuan-tujuan hukum tersebut.26

Lemahnya penegakan hukum disebabkan oleh kinerja aparat

penegakan hukum yang belum menunjukan sikap yang profesional yang

sangat diperlukan oleh aparatur penegak hukum sehingga mempengaruhi

pelaksanaan penegakan hukum untuk berperan secara optimal dan

sesuai dengan rasa keadilan di dalam masyarakat. 27

Aparatur penegakan hukum merupakan institusi penegak hukum

dan aparat penegak hukum . Aparat penegak hukum yang terlibat dalam

proses tegaknya hukum yaitu Polisi, Pengacara, Jaksa, Hakim dan

Petugas sipir pemasyarakat28.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi data yang ada dan penelusuran

kepustakaan di Fakultas Hukum Universitas Samudra telah banyak yang

melakukan penelitian tentang judul Lembaga Pemasyarakatan oleh:

25
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit, Halaman 17
26
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Op.cit, Halaman 17
27
http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/download/74/226
diakses pada 12 januari 2020
28
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf, di akses
pada 9 januari 2020
12

1. Selamet Nim 13.01.00120 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Samudra dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Remisi Bagi

Terpidana Narkotika Dengan Hukuman Dibawah 5 (Lima) Tahun

(Studi Penelitian di Lembaga pemasyarakatan Kelas II-B Langsa)”

dengan rumusan masalah :

a. Apa faktor penyebab diberikan remisi bagi terpidana narkotika

dengan hukuman di bawah 5 tahun. Hasil dari rumusan masalah

tersebut yaitu faktor diberikannya remisi bagi terpidana narkotika

dengan hukuman di bawah 5 tahun yaitu faktor adanya

persamaan hak yang dilindungi, faktor adanya kerjasama untuk

membantu aparat penegak hukum .

b. Bagaimana proses pelaksanaan pemberian remisi bagi terpidana

narkotika. Hasil rumusan masalah tersebut yaitu proses

pelaksanaan pemberian remisi bagi terpidana narkotika masih

belum berlaku sesuai dengan aturan yang berlaku.

c. Apa hambatan dan upaya pencabutan remisi bagi terpidana

narkotika dengan hukuman di bawah 5 tahun . Hasil dari rumusan

masalah tersebut yaitu hambatan pencabutan remisi bagi

terpidana narkotika dengan hukuman di bawah 5 tahun di

Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa yaitu

ketergantungan informasi bagi aparat penegak hukum, perlunya

mengedepankan tujuan pembinaan.


13

2. Alvida Nim 10.01.00009 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas

Samudra dengan judul “Pembebasan Bersyarat Sebagai Salah Satu

Upaya Pembinaan Narapidana ( Studi Di Lembaga Pemasyarakatan

Kelas II B Langsa” dengan rumusan masalah:

a. Bagaimana pengaturan hukum pembebasan bersyarat bagi

narapidana. Hasil dari rumusan masalah tersebut yaitu

Pengaturan pembebasan bersyarat bagi narapidana diatur di

dalam Pasal 15 dan 16 KUHP dan peraturan Menteri Hukum Dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2013

Tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi , Asimilasi ,

Cuti Mengunjungi Keluarga , Pembebasan Bersyarat , Cuti

Menjelang Bebas , dan Cuti Bersyarat.

b. Bagaimana pelaksanan pembebasan bersyarat bagi narapidana

di lembaga pemasyarakatan kelas II B Kota Langsa.Hasil dari

rumusan masalah tersebut yaitu pelaksanaan pembebasan

bersyarat bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B

Kota Langsa diberikan kepada narapidana yang telah memenuhi

persyaratan dan mendapatkan persetujuan dari balai

pemasyarakatan.

c. Apa hambatan dan upaya dalam pemberian pembebasan

bersyarat bagi narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II B

Kota Langsa. Hasil dari rumusan masalah tersebut yaitu

hambatan dalam pemberian pembebasan bersyarat bagi


14

narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Kota Langsa

terdapat beberapa hambatan yaitu proses pembebasan bersyarat

memakan waktu yang lama serta kurang nya pengetahuan dari

petugas lembaga pemasyarakatan mengenai petunjuk dan tata

cara pembebasan bersyarat , narapidana melanggar disiplin dan

tata tertib lembaga pemasyarakatan serta hambatan dari pihak

keluarga dan masyarakat.

3. Ria Karina S Nim 15.01.01026 mahasiswa Fakultas Hukum

Universitas Samudra dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap

Kerusakan dan Pembakaran Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika

Menurut KHUP (Penelitian Di Lembaga Permasyarakatan Kelas III

Langkat)” dengan rumusan masalah:

a. Apa faktor penyebab terjadinya kerusakan dan pembakaran di

Lembaga pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat yang

dilakukan oleh Narapidana.

b. Bagaimana dampak yang ditimbulkan akibat kerusuhan dan

pembakaran di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas III

Langkat yang dilakukan oleh Narapidana.

c. Bagaimana upaya petugas dalam menanggulangi permasalahan

akibat pembakaran yang terjadi didalam Lembaga

Pemasyarakatan Narkotika Kelas III Langkat.

Bahwa dalam penulisan “Penegakan Hukum Terhadap

Narapidana Yang Melakukan Perusakan Lembaga Pemasyarakatan


15

Kelas II-B (Studi Penelitian Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-B

Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara)” belum ada yang menelitinya

sehingga saya mencoba untuk mengangkatnya dalam sebuah skripsi.

Dengan demikian, penulisan skripsi ini adalah asli dan dapat

dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu

penelitian yuridis empiris, yaitu penelitian melalui serangkaian

wawancara lapangan dengan responden dan informan. Selain itu,

dilakukan juga penelitian melalui studi pustaka.29 Untuk memperoleh

data yang terkait dengan judul skripsi ini sehingga diperoleh data

yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan.

Penelitian Yuridis atau Library Research ialah memanfaatkan

sumber perpustakaan untuk memperoleh data penelitian. 30

Penelitian Empiris atau Field Research ialah penelitian

lapangan, Umtuk membuktikan suatu teori benar atau tidak dan

untuk mencari kemungkinan-kemungkinan dapat atau tidaknya suatu

teori yang baru ditemukan sesudah penelitian lapangan. 31

2. Definisi Operasional Variable Penelitian

29
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka
Cipta, Jakarta, 2012, Halaman 39
30
Mestika Zed , Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Jakarta, 2014, Halaman 1
31
Burgaran Antonius Simanjuntak, Soedjito Sostrodiharjo, Metode Penelitian
Sosial (Edisi Revisi), Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2014, halaman 12.
16

Sesuai dengan rumusan masalah penelitian maka disusunlah

beberapa definisi variable yang digunakan yaitu:

a. Efektifitas hukum adalah suatu kegiatan yang memperlihatkan

suatu strategi perumusan masalah yang bersifat umum,

yaitu suatu perbandingan realitas hukum dengan ideal

hukum.

b. Narapidana adalah terpidana yang mengalami hilang

kemerdekaan di dalam lapas32

c. Perusakan adalah suatu yang berasal dari kata rusak yang

merupakan sudah tidak sempurna, sudah tidak utuh, sudah

tidak baik lagi : luka-luka, bercalar-calar. 33

d. Lembaga Pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan

pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan . 34

e. Lhoksukon adalah salah satu kecamatan yang berada di

wilayah Kabupaten Aceh Utara.

f. Kabupaten Aceh Utara adalah Kabupaten yang terletak di

Provinsi Aceh yang berada di wilayah Aceh bagian utara.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Polres Langsa

4. Populasi dan Sampel Penelitian

32
Pasal 1 Ayat (3)Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia Nomor
33 tahun 2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara.
33
Windy Novia , Op.Cit, Halaman 522
34
Pasal 1 Ayat (1)Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia Nomor
33 tahun 2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara.
17

Berdasarkan permasalahan yang akan diteliti oleh penulis,

populasi dan sampel penelitian ini dilakukan terhadap responden,

sebagai berikut.

Adapun responden yang akan diwawancarai adalah :

a. 10 (sepuluh) orang pengendara sepeda motor yang tidak

mengenakan helm.

b. Kepala Satlantas Polres Langsa

Adapun informan yang akan diwawancarai adalah :

a. 5 (lima) orang masyarakat disekitaran Lembaga

Pemasyarakatan Kelas II-B Lhoksukon Kabupaten Aceh Utara

b. 1 (satu) orang petugas kepolisian Polres Setor Aceh Utara

5. Cara Menganalisis Data

Berdasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode

penelitian empiris, maka cara analisis data yang peneliti gunakan

adalah pendekatan Deskriptif-kualitatif. Kualitatif karena merupakan

analisis terhadap data yang berasal dari perpustakaan dan hasil

wawancara. Data yang diperoleh (dikumpulkan) tersebut kemudian

disusun dan dianalisis agar memperoleh jawaban yang disusun

secara logis.
18

F. Jadwal Penelitian

Untuk melaksanakan penelitian dalam penulisan skripsi ini, akan menggunakan

beberapa tahap, yaitu:

No 2020
Januari Februari Maret April
Minggu Minggu Minggu Minggu
Uraian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan
a. Identifikasi Masalah
b. Penentuan Judul

c. Penyusunan Proposal

d. Pengurusan Data
Pendukung
2 Pengumpulan Data

3 Penelitian

4 Analisa Data

5 Pembimbingan dan
Penulisan skripsi
6 Ujian skripsi

Penulis,

Afrillia
NIM : 160101030

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

A. Josias Simon R dan Thomas Sunaryo, Studi Kebudayaan Lembaga


Permasyarakatan Di Indonesia, CV. Lubuk Agung, Bandung, 2011
Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
perkembangannya, PT Sofmedia, Jakarta, 2012
19

Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta,


2005
Anonimous, Menunggu Perubahan Dari Balik Jeruji, Jakarta, 2007
Burgaran Antonius Simanjuntak, Soedjito Sostrodiharjo, Metode Penelitian
Sosial (Edisi Revisi), Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta,
2014
C. Djisman Samosir, Penologi dan Permasyarakatan, Nuansa Aulia, Bandung,
2016
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, PN
Balai Pustaka,Jakarta, 2013
Koesnoes, Politik Pidana Penjara. Balai Pustaka, Jakarta, 2001
M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban
Kejahatan Antara dan Realita, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2008
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2008
Mestika Zed , Metode Penelitian Kepustakaan, Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, Jakarta, 2014
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008
Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, PT Raja Grafindo Persada
Jakarta, 2010
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, Jakarta, 2012
Windy Novia ,” Kamus Lengkap Bahasa Indonesia “, Kashiko , Surabaya
Yesmil Anwar dan Adang, Kriminologi , PT. Rafika Aditama ,Bandung,
2016.
Yesmil Anwar dan Adang, Pembaruan Hukum Pidana, PT Grasindo,
Jakarta 2008

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


20

Undang-Undang Republik Indonesia No.12 Tahun 1995 Tentang


Pemasyarakatan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Peraturan Mentri Hukum Dan HAM Republik Indonesia Nomor 33 tahun
2015 tentang pengamanan pada lembaga pemasyarakatan dan
Rumah Tahanan Negara

C. Sumber Lain

Jimly Ashiddiqie, Penegakan Hukum., http://www.jimly.com /makalah


/namafile /56/ Penegakan_Hukum .pdf , diakses pada tanggal 9
Januari 2020
Sanyoto,penegakan hukum indonesia, http:// dinamikahukum.fh .unsoed
.ac.id/index.php/JDH/article/download/74/226 , diakses pada 12
Januari 2020
Uni Andira A,Pembinaan Narapidana Di Rumah Tahanan Negara (Studi di
Rumah Tahanan Negara Klas IIB Sidrap )., http://repository. Unhas.
ac.id/bitstream/handle/123456789/24346/SKRIPSI%20LENGKAP-
PIDANA- UNI%20ANDIRA% 20A.pdf?sequence=1, diakses pada
tanggal 9 Januari 2020
Wilsa, Mahmutarom, dan Iman Jauhari, The Effectiveness Of Guidance Of
Child Prisoners In Adult Prison,Jurnal Hukum Vol. No. 2017 ,
Halaman 148-149
21

KERANGKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan penelitian
D. Manfaat penelitian
E. Keaslian penelitian
F. Metode penelitian
G. Sistematika penulisan
BAB II : TATA CARA PENGATURAN TERHADAP PENGAMANAN
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
A. Pengertian Pengamanan
B. Pengertiaan Lembaga Pemasyarakatan
C. Tata Tata cara Pengaturan terhadap Pengamanan
Lembaga Pemasyarakatan

BAB III : PENYEBAB NARAPIDANA LEMBAGA


PEMASYARAKATAN KELAS II-B KABUPATEN ACEH
UTARA MELAKUKAN PERUSAKAN DAN MELARIKAN
DIRI
A. Tindak Pidana Kejahatan Pada Umumnya
B. Pengertian Perusakan
C. Faktor Yang Menyebabkan Narapidana Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II-B Lhoksukon Kabupaten Aceh
Utara Melakukan Perusakan dan Melarikan Diri

Bab IV : HAMBATAN DAN UPAYA PENEGAKAN HUKUM DALAM


PENANGGULANGAN SERTA PENANGKAPAN KEMBALI
NARAPIDANA YANG TELAH MELAKUKAN PERUSAKAN
DAN MELARIKAN DIRI DARI LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KELAS II-B LHOKSUKON
KABUPATEN ACEH UTARA
A. Pengertian dan Problematika Narapidana
B. Penegakan Hukum Terhadap Narapidana Yang
Melakukan Perusakan Lembaga Pemasyarakatan
C. Hambatan dan upaya penegakan hukum dalam
penanggulangan serta penangkapan kembali narapidana
yang melakukan perusakan dan melarikan diri dari
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-B Lhoksukon
Kabupaten Aceh Utara

BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai