Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Plaza Millenium Medan merupakan salah satu pusat perbelanjaan masyarakat kota

Medan, dimana tempat terjadinya aktivitas ekonomi. Meningkatnya kegiatan ekonomi akan

membawa dampak pada permintaan akan fasilitas yang menunjang kegiatan tersebut.

Meskipun plaza Millenium Medan ini sudah beroperasi, aktivitasnya telah terlihat adanya

bangkitan parkir yang cukup tinggi. Sehingga dalam aktivitasnya tidak terlepas dari masalah

transportasi. Dalam kaitannya dengan masalah transportasi, parkir adalah salah satu bagian

yang apabila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak negatif bagi kelancaran

arus lalu lintas, sehingga perlu adanya perencanaan yang matang dalam penyediaan fasilitas

parkir. Dengan adanya keadaan ini maka pihak pengelola Plaza Millenium Medan berusaha

memberikan pelayanan dengan menyediakan ruang pelataran parkir guna mendukung

aktivitas bisnis dalam gedung dan disekitar gedung dan juga untuk memperlancar arus lalu

lintas di depan plaza Millenium Medan. Kebutuhan akan lahan parkir pengunjung serta

sarana dan prasarana, berimplikasi pada besarnya permintaan masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan parkir yang aman dan nyaman.

Sistem transportasi merupakan salah satu hal penting bagi suatu kota, terutama di kota

besar seperti Kota Medan. Hal ini menyebabkan sistem transportasi menjadi hal yang penting

dalam menjaga keefektifan kota tersebut. Oleh karena itu, pemerintah telah melakukan

berbagai cara untuk mengatur sistem transportasi, salah satunya dengan menyusun peraturan

perundang-undangan yang memuat aturan mengenai lalu lintas, angkutan jalan dan

kendaraan, yaitu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU LLAJ). Selain itu, pemerintah Kota Medan juga
telah memberikan wewenang kepada Perusahaan Daerah Parkir Kota Medan (selanjutnya

disebut PD-Parkir Kota Medan). Pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota Medan yang memuat

aturan bahwa Direksi berwenang menetapkan pembagian titik tempat parkir, jenis kendaraan

pengguna tempat dan jasa parkir, tarif jasa penggunaan fasilitas parkir serta perbaikan sarana

dan prasarana parkir. Adanya tukang parkir yang telah terdaftar pada PD-Parkir Kota Medan

juga berperan dalam mengurangi permasalahan lalu lintas di Kota Makassar dengan

melaksanakan kewajibannya berdasarkan pada Pasal 10 Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun

2006 tentang Pengelolaan Parkir Jalan Umum Dalam Daerah Kota Medan yang memuat

aturan bahwa Pengguna tempat parkir dan juru parkir diwajibkan :

 Menjaga keamanan, ketertiban, dan kebersihan tempat parkir;

 Menempatkan kendaraan dengan teratur sehingga tidak menggangu lalulintas orang,

barang dan kendaraan;

 Menataati ketentuan jasa dan tarif parkir yang berlaku;

 Juru parkir wajib memberi karcis parkir kepada pengguna tempat parkir;

 Juru parkir wajib menggunakan seragam dan atau tanda pengenal yang ditetapkan

oleh Direksi.

Untuk mendaftar menjadi juru parkir, seseorang harus mendatangi dan mendaftar di

PD-Parkir Kota Medan dan akan diberikan binaan sesuai Pasal 11 Peraturan Daerah Nomor

17 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Parkir Tepi Jalan Umum Dalam Daerah Kota Medan.

Namun, permasalahan lalu lintas seperti kemacetan dan pelanggaran lalu lintas masih sering

terjadi di Kota Medan. Kondisi ini diperparah dengan rendahnya kesadaran masyarakat yang

memarkirkan kendaraannya pada bahu jalan. Selain itu, banyak juga tukang parkir ilegal yang

ditangkap polisi karena melakukan kejahatan kekerasan terhadap pemilik kendaraan.


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) . pada Pasal 89

memuat aturan bahwa “kekerasan ialah membuat orang jadi pingsan atau tidak berdaya lagi

(lemah)”. KUHP juga mengategorikan kekerasan yang dilakukan oleh tukang parkir ilegal

terhadap pemilik sebagai tindak pidana penganiayaan. Selain itu, undang-undang tidak

memberi ketentuan terkait pengertian dari penganiayaan, namun menurut yurisprudensi,

penganiayaan dapat diartikan sebagai perbuatan sengaja menyebabkan perasaan tidak enak

(penderitaaan), rasa sakit atau luka. Akibat dari melakukan perbuatan tersebut, pada Pasal

351 KUHP memuat aturan bahwa pelaku penganiayaan akan menerima hukuman penjara

selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp.4.000. Para

ahli juga telah menjelaskan yang dimaksud dengan kekerasan yaitu antara lain kekerasan

yang dilakukan sedemikian rupa yang mengakibatkan kerusakan fisik dan psikis yang

bertentangan dengan undang-undang.

Selain kekerasan fisik, tukang parkir ilegal juga kerap kali melakukan cacian, ucapan

tidak pantas, dan merendahkan harkat dan martabat pemilik kendaraan. Adapun undang-

undang yang memuat aturan mengenai kekerasan psikis terdapat pada Pasal 7 Undang-

Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang

memuat äturan bahwa:

“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 huruf b adalah perbuatan

yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri hilangnya kemapuan untuk

bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang

Permasalahan Lalu lintas terdapat beberapa aspek yang saling berkaitan. Lalu lintas

yang baik adalah yang mampu mewujudkan arus yang lancar, kecepatan yang cukup, aman,

nyaman dan murah. Lalu lintas juga tidak terlepas dari adanya kendaraan yang berjalan atau

berhenti. Untuk kendaraan-kendaraan yang berhenti atau parkir, dapat menimbulkan suatu

masalah yang sangat penting. Kendaraan yang tidak bergerak akan memerlukan tempat parkir
pada tempat pribadi namun selebihnya di parkir di tempat-tempat parkir di luar parkir pribadi.

(Jurnal Ilmiah Berkala Universitas Kadiri, 2014: 2)

Kemacetan lalu lintas pada ruas jalan telah menjadi masalah, terutama di negara

berkembang seperti Indonesia. Secara umum ada tiga faktor yang menyebabkan masalah

kemacetan yang semakin lama semakin parah, yaitu terus bertambahnya kepemilikan

kendaraan (demand), terbatasnya sumber daya untuk melaksanakan pembangunan jalan raya

dan fasilitas trasnportasi lainya (supply), serta belum optimalnya pengoperasian fasilitas

transportasi yang ada (sistem operasi). (Jurnal Ilmiah Berkala Universitas Kadiri, 2014: 2)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dalam

penelitian ini penulis mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan fisik dan psikis kepada

pemilik kendaraan?

2. Bagaimanakah pencegahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam

mengatasi tindak kejahatan kekerasan fisik dan psikis kepada pemilik kendaraan?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk menganalisis faktor penyebab terjadinya kejahatan kekerasan fisik dan psikis

kepada pemilik kendaraan.

2. Untuk menganalisis pencegahan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam

mengatasi tindak kejahatan kekerasan fisik dan psikis kepada pemilik kendaraan.
1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama dalam bidang hukum

baik secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

 Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, terutama hal yang berkaitan dengan

pengaturan mengenai kejahatan kekerasan fisik dan psikis

2. Manfaat Praktis

 Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dalam upaya memberikan

perlindungan Perlindungan kepada pemilik kendaraan atas kejahatan kekerasan fisik

dan psikis

 Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat undang- undang terkait

isu kejahatan kekerasan fisik dan psikis

 Diharapkan dapat menjadi sarana informasi bagi pemilik kendaraan terkait peraturan

kejahatan kekerasan fisik dan psikis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.

Secara etimologi kriminologi berasal dari kata “Crime” yang berarti kejahatan dan “logos”

yang berarti pengetahuan atau ilmu pengetahuan, sehingga kriminologi adalah ilmu tentang

kejahatan atau penjahat. Istilah kriminologi pertama kali digunakan oleh P. Topinard yang

secara umum mengategorikan kriminologi sebagai suatu kejahatan atau suatu tindakan yang

dilakukan oleh orang dan atau instansi yang dilarang oleh undang- undang. Selain itu terdapat

juga istilah pengertian kriminologi menurut beberapa ahli, antara lain:

A. W.A.Bonger

W.A. Bonger menjelaskan kriminologi sebagai ilmu yang bertujuan menyelidiki

gejala kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teroritis atau kriminologi murni). Kriminologis

teroritis adalah ilmu pengetahuan yang berdasarkan pengalaman, seperti ilmu pengetahuan

dan sejenisnya, memperhatikan gejala dan mencoba menyelidiki sebab dari gejala tersebut

dengan cara yang ada padanya. Menyelidiki sebab-sebab dari gejala-gejala kejahatan-

kejahatan itu dinamakan etiologi. Di luar kriminologi murni atau kriminologi teoritis tersebut,

terdapat kriminologi praktis atau terapan. Melalui definisi ini, Bonger lalu membagi

kriminologi ini menjadi kriminologi murni yang mencakup:

 Antropologi Kriminal. Merupakan Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang

manusia yang jahat (somatis). Ilmu pengetahuan ini memberikan jawaban atas

pertanyaan tentang orang jahat dalam tubuhnya mempunyai tanda-tanda seperti apa

dan apakah memiliki suatu hubungan antara suku bangsa dengan kejahatan.
 Sosiologi Kriminal. Ilmu pengetahuan ini merupakan suatu kenyataan di masyarakat.

Dimana ilmu ini menjelaskan tentang keadaan faktor-faktor kejahatan di masyarakat.

 Psikologi Kriminal. Ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang penjahat yang dapat

di amati dari faktor jiwa seseorang.

 Psikopatologi dan Neuropatologi Kriminal. Ilmu pengetahuan yang mempelajari

tentang penjahat yang memiliki gangguan kejiwaan.

 Penologi. Ilmu pengetahuan tentang yang mempelajari tentang tumbuh dan

meningkatnya suatu hukuman.

B. W.E.Noach

W.E. Noach mendefinisikan kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang faktor-faktor kejahatan dan tingkah laku yang tidak pantas, sebab-

sebabnya dan akibatnya.

C. Hermann Mannheim

“Kriminologi, dalam pengertian sempit adalah kajian tentang kejahatan. Dalam

pengertian luas juga termasuk di dalamnya adalah penology, kajian tentang penghukuman

dan metode-metode serupa dalam menanggulangi kejahatan, dan masalah pencegahan

kejahatan dengan cara-cara non-penghukuman”. Berdasarkan uraian tersebut, kejahatan dapat

didefinisikan dalam pengertian hukum sebagai tingkah laku yang dapat dihukum menurut

hukum pidana.
D. Wood

Wood berpendapat kriminologi adalah keseluruhan pengetahuan yang diperoleh dari

teori atau pengalaman, yang berlandaskan dengan suatu perbuatan jahat dan para penjahat,

termasuk reaksi masyarakat terhadap perbuatan jahat dan para penjahat

E. Micheal dan Adler

Micheal dan Adler merumuskan kriminologi ialah keseluruhan keterangan mengenai

sifat dan perbuatan seorang penjahat, lingkungan, dan cara mereka di perlakukan oleh

lembaga penerbit masyarakat dan masyarakat.

F. S. Seelig

S. Seelig mendefinisikan kriminologi sebagai ajaran tentang gejala yang nyata, atau

gejala yang mengenai badaniah dan rohaniah.

G. Frank E. Hagen

Menurut Frank E. Hagen, kriminologi ialah ilmu yang mempelajari tentang kriminal

dan perilaku kejahatan.

H. Muljatno

Muljatno menjelaskan definisi kriminologi sebagai ilmu pengetahuan yang

mempelajari tentang kejahatan dan tindakan jelek seseorang.


I. Soedjono Dirdjosisworo

Soedjono Dirdjosisworo menjelaskan kriminologi sebagai ilmu yang mempelajari

sebab-akibat, perbaikan dan pencegahan kejahatan dengan mempelajari beberapa ilmu

pengetahuan

J. R. Soesilo

R. Soesilo menjelaskan kriminologi ialah sebagai ilmu pengetahuan yang dibantu

oleh berbagai ilmu pengetahuan agar mendapatkan hasil yang dapat di gunakan sebagai suatu

tempat untuk mencegah terjadinya suatu kejahatan dan memberantas kejahatan.

Berdasarkan penjelasan kriminologi para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

kriminologi sebagai ilmu untuk memahami dan menganalisis suatu faktor-faktor kejahatan,

dan mencari tahu yang melatar belakangi suatu tindakan kejahatan. Kriminologi modern

dikenal 3 (tiga) aliran pemikiran untuk menjelaskan fenomena kejahatan, yaitu kriminologi

klasik, positivis, dan kritis;

A. Kriminologi klasik.

Pada pemikiran klasik pada umumnya yang menyatakan bahwa intelegensi dan

rasionalitas merupakan ciri-ciri fundamental manusia dan menjadi dasar untuk memberikan

penjelasan perilaku manusia, baik yang bersifat perseorangan maupun kelompok, maka

masyarakat dibentuk sebagaimana adanya sesuai dengan pola yang dikehendakinya. Hal ini

berarti manusia mengontrol nasibnya sendiri, baik sebagai individu maupun masyarakat.

Begitu pula kejahatan dan penjahat pada umumnya dipandang dari sudut hukum, yaitu

perbuatan yang dilarang oleh undang- undang pidana, sedangkan penjahat adalah orang yang

melakukan kejahatan. Kejahatan dipandang sebagai hasil pilihan


bebas dari individu yang menilai untung ruginya melakukan kejahatan. Dalam

hubungan ini, maka tugas kriminologi adalah membuat pola dan menguji sistem hukuman

yang akan meminimalkan tindak kejahatan.

B. Kriminologi positivis.

Aliran pemikiran ini menolak pandangan bahwa perilaku manusia ditentukan oleh

faktor-faktor di luar kontrolnya, baik yang berupa faktor biologis maupun kultural yang

berarti manusia bukan makhluk yang bebas untuk berbuat menuruti dorongan kehendaknya

dan pemikirannya, tetapi merupakan makhluk yang dibatasi atau ditentukan oleh situasi

biologis atau kulturalnya. Aliran pemikiran ini telah menghasilkan 2 (dua) pandangan yang

berbeda, yaitu “determinis biologis” aliran pemikiran yang mengajarkan bahwa tingkah laku

manusia yang terkait pada genetik di turunkan oleh generasi sebelumnya, fsedangkan

“determinis kultural” merupakan aliran pemikiran yang mengajarkan tingkah laku manusia

berkaitan dengan pengaruh sosial dan budaya dari lingkungan sekitarnya. Aliran positivis

dalam kriminologi mengarahkan pada usaha untuk menganalisis sebab-sebab perilaku

kejahatan melalui studi ilmiah ciri-ciri penjahat dari aspek fisik, sosial, dan kultural. Oleh

karena kriminologi positivis ini dalam hal-hal tertentu menghadapi kesulitan untuk

menggunakan batasan undang-undang, akibatnya mereka cenderung untuk memberikan

batasan kejahatan secara alamiah, yaitu lebih mengarahkan pada batasan terhadap ciri-ciri

perilaku itu sendiri daripada perilaku yang didefenisikan oleh undang-undang.

C. Kriminologi kritis.

Aliran pemikiran ini mulai berkembang pada beberapa dasawarsa terakhir ini,

khususnya setelah Tahun 1960-an, yaitu sebagai pengaruh dari semakin populernya perspektif

labelling. Aliran pemikiran ini tidak berusaha menjawab persoalan-persoalan apakah perilaku
manusia itu “bebas” ataukah ditentukan, akan tetapi lebih mengarahkan pada proses-proses

yang dilakukan oleh manusia dalam membangun dunianya di mana dia hidup. Dengan

demikian akan mempelajari proses-proses dan kondisi-kondisi yang mempengaruhi

pemberian batasan kejahatan kepada orangorang dan tindakan-tindakan tertentu pada waktu

dan tempat tertentu. Pendekatan dalam aliran pemikiran ini dapat dibedakan antara

pendekatan interaksionis dan pendekatan konflik.

Adapun fungsi kriminologi yang dijelaskan oleh Paul Moedikdo, yaitu untuk

memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap penyimpangan norma dan nilai, yang di

atur dalam hukum pidana maupun yang tidak di atur dalam hukum pidana, khususnya

terhadap perilaku yang sangat merugikan masyarakat dan manusia dan juga terhadap reaksi

sosial terhadap penyimpangan itu sendiri. Selain itu, Sudarto menjelaskan fungsi kriminologi

terhadap hukum pidana yaitu untuk melihat secara kritis hukum pidana yang berlaku dan

menyarankan untuk melakukan perbaikan. Mengenai peranan kriminologi dalam politik

hukum pidana, Sudarto juga menjelaskan kriminologi sebagai “bukan ilmu yang

melaksanakan kebajikan, akan tetapi hasilnya dapat digunakan untuk melaksanakan

kebijakan”. Tujuan lain dari kriminologi ialah mengungkapkan suatu konsep sebuah

kejahatan serta prosesnya yang bertolak belakang dengan pikiran akal sehat yang dianggap

suatu hal biasa.

2.2 Ruang Lingkup Kriminologi

Ruang lingkup kriminologi terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu:21

A. Proses pembuatan hukum pidana dan acara pidana (making laws). Dalam proses

pembuatan hukum pidana (process of making laws), terdapat pembahasan yang

membahas mengenai:

1. Definisi kejahatan.
2. Unsur-unsur kejahatan.

3. Relativitas pengertian kejahatan.

4. Penggolongan pengertian kejahatan.

5. Statistik kejahatan.

B. Etiologicriminal,membahastentangteori-teoriyangmenyebabkan terjadinya kejahatan

(breaking of laws), antara lain:

1. Aliran-aliran (mazhab-mazhab) kriminologi.

2. Teori-teorikriminologi.

3. Berbagai prespektif kriminologi.

C. Reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the breaking of laws), dimana

reaksi ini bukan hanya bagi yang melanggar hukum yaitu tindakan represif tetapi juga

terhadap calon yang melanggar hukum berupa tindakan upaya pencegahan kejahatan

(criminal prevention), dalam reaksi terhadap pelanggaran hukum (reacting toward the

breaking of laws) membahas mengenai:

1. Teori-teori penghukuman.

2. Upaya-upaya pencegahan tindak kejahatan, baik dalam bentuk tindakan pre-entif,

preventif, represif dan rehabilitatif.

Adapun penjelasan ruang lingkup kriminologi menurut beberapa ahli, diantaranya:

 Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cresey menjelaskan ruang lingkup kriminologi

meliputi proses pelanggaran pembuatan hukum, reaksi atas pelanggaran hukum dan

pelanggaran hukum.

 Ruang lingkup kriminologi menurut Martin L. Haskell dan Lewis Yablonsky ialah

sebagai studi ilmiah tentang kejahatan dan penjahat yang meliputi: Sifat dan luas
kejahatan; Pembinaanpenjahat; Perkembangan hukum pidana dan pelaksanaan

peradilan pidana; Ciri ciri penjahat; Sebab-sebab kejahatan.

2.3 Kebijakan Terhadap Perparikiran

Perparkiran merupakan bagian penting dalam manajemen lalu lintas, untuk itu

dibutuhkan dukungan kebijakan perparkiran yang harus dilaksanakan secara konsisten dan

teratur. Sasaran utama kebijakan itu adalah pengendalian wilayah, meningkatkan fungsi dan

peranan jalan serta keselamatan lalu lintas. Bila permintaan terhadap parkir meningkat dan

tidak mungkin untuk memenuhinya, maka sudah tentu mempertimbangkan penerapan suatu

kebijaksanaan cara lain untuk mengendalikannya. Adapun kebijakan parkir tersebut antara

lain

 Kebijakan larangan parkir

Ada dua macam larangan parkir yaitu larangan berdasarkan tempat dan larangan

berdasarkan waktu. Larangan berdasarkan tempat biasanya berlaku di tempat-tempat yang

rawan kecelakaan. Sedangkan untuk larangan berdasarkan waktu diterapkan pada daerah-

daerah yang terjadi kemacetan hanya pada jam- jam tertentu, sehingga pada jam-jam tersebut

larangan parkir diberlakukan untuk mengurangi kemacetan arus lalu lintas. Adapun tempat-

tempat tertentu tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sepanjang 6 meter, sebelum dan sesudah tempat penyeberangan pejalan kaki atau

tempat penyeberangan sepeda yang telah ditentukan.

2. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius kurang dari

500 m.

3. Sepanjang 50 meter dan sesudah jembatan.

4. Sepanjang 100 meter sebelum dan sesudah perlintasan sebidang diagonal

5. Sepanjang 100 meter sebelum dan sesudah perlintasan sebidang tegak lurus.
6. Sepanjang 25 meter sebelum dan sesudah persimpangan.

7. Sepanjang 6 meter dan sesudah akses bangunan gedung.

8. Sepanjang 6 meter sebelum dan sesudah keran pemadam kebakaran atau sumber air

sejenis.

 Kebijakan membatasi parkir

Salah satu kebijakan parkir adalah menerapkan pembatasan wilayah parkir.

Pembatasan wilayah parkir tidak hanya berlaku untuk parkir di badan jalan tetapi juga

berlaku untuk parkir di luar badan jalan terutama di jalan-jalan utama dan di pusat-pusat kota.

Kebijakan ini akan sangat efektif untuk meningkatkan tingkat pelayanan jalan. Wilayah-

wilayah yang dilayani dengan jalan utama perlu dipikirkan untuk suatu penerapan kebijakan

parkir dengan pembatasan wilayah. Kebijakan parkir dengan pembatasan wilayah memiliki

keuntungan-keuntungan sebagai berikut:

1. Mampu mendistribusikan volume lalu lintas secara merata

2. Pemakai jalan cenderung akan menggunakan angkutan umum

3. Meningkatkan tingkat pelayanan jaringan jalan

4. Mengurangi tingkat penggunaan angkutan pribadi

 Manajemen parkir

Kebijakan ini diberlakukan pada parkir di badan jalan dan parkir di luar badan jalan.

Manajemen parkir dilakukan dengan menerapkan kebijakan tarif parkir. Penerapan kebijakan

ini dimaksudkan untuk menentukan tarif parkir yang tepat, sehingga retribusi parkir

merupakan alat untuk pengendalian pemakaian kendaraan pribadi serta mengurangi

kemacetan lalu lintas, misalnya dengan menerapkan kebijakan sebagai berikut:


1. Level tarif parkir pada jaringan jalan yang rawan macet lebih tinggi dari jaringan jalan

lain yang tidak rawan macet.

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini jenis penelitian yang digunakan berdasarkan rumusan

masalah adalah jenis penelitian deskriptif dan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala

yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Effendi

dan Singarimbun, 1989:4), sedangkan metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode

penelitian yang memandang realita/gejala/fenomena itu dapat diklasifikasikan, relatif tetap,

konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Penelitian kuantitatif

merupakan jenis penelitian dengan mengunakan data-data tabulasi, data angka sebagai bahan

pembanding maupun bahan rujukan dan menganalisis secara deskriptif.

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun batasan lokasi penelitian di lakukan di sekitar Plaza Millenium, yaitu dimulai dari:

 Sepanjang koridor jalan Pengayoman yang berbatasan dengan jalan Adhyaksa Baru

sampai depan jalan Bougenville.

 Sepanjang jalan Bougenville.

 Sepanjang koridor jalan Boulevard yang berbatasan dengan jalan Adhyaksa Lama

sampai jalan Bougenville.

Penetapan lokasi penelitian didasarkan pada beberapa timbangan, yaitu:


 Tingkat kepadatan lalu lintas cukup tinggi yang diakibatkan oleh zona tarikan yang

besar dari pertumbuhan pusat-pusat komersiil perdagangan di Koridor Jalan

Pengayoman.

 Koridor Jalan Pengayoman dan Jalan Boulevard merupakan tipe jalan kolektor

primer, dimana kedua jalan tersebut menghubungkan antara Jalan A.P. Pettarani yang

merupakan kawasan perkantoran, dan perdagangan dengan kedua jalan ini yang juga

merupakan kawasan perdagangan dan komersiil.

 Koridor Jalan Bougenville merupakan jalan yang biasa mengalami kemacetan akibat

aktivitas parkir ilegal di badan jalan, dimana jalan ini terdapat perkantoran,

permukiman dan komersiil.

 Kurangnya areal parkir di lokasi tersebut sehingga masyarakat cenderung parkir

secara ilegal yaitu memarkir di badan jalan (on street parking).

 Tidak diambilnya Jalan Adhyaksa Baru karena penggunaan lahan yang tidak

memunginkan untuk melakukan kegiatan parkir.

3.3 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 3 bulan. Yang dimulai pada bulan Februari

hingga April 2023

3.4 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah seluruh unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti.

Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah:

 Semua kendaraan roda empat maupun roda dua yang memberhentikan kendaraannya

atau parkir di sekitar Plaza Millenium.


 Semua kendaraan umum maupun pribadi yang melakukan pergerakan di lokasi

penelitian.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang akan diteliti. Berdasarkan metode

analisis yang digunakan, maka sampel penelitian yang akan dikumpulkan adalah sebagai

berikut :

 Pengguna kendaraan yang melakukan parkir di sekitar Plaza Millenium.

 Sampel waktu (hari) yang diambil dapat mewakili kondisi (hari kerja dan hari

libur/akhir pekan) dalam 1 minggu.

Pengambilan data survey kendaraan lalu lintas dan pengguna parkir di sekitar Plaza

Millenium yang dilakukan di lokasi penelitian pada hari sabtu, minggu, dan senin selama 6

jam dengan 3 titik pengamatan selama 2 hari yaitu hari kerja dan hari libur/akhir pekan.

Pengambilan data dilakukan secara bertahap dan hanya pada saat cuaca cerah dan dicatat

pada arus normal.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan di lokasi

penelitian, maka dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Observasi lapangan, yaitu teknik pengumpulan data untuk memperoleh data yang

lebih akurat dan sekaligus mencocokkan data dari instansi terkait dengan data yang

sebenarnya di lapangan, yaitu data ruas jalan dan lalu lintas, serta data parkir di lokasi

penelitian
2. Pendataan instansi-instansi terkait, yaitu metode pengumpulan data melalui instansi

terkait guna mengetahui data kualitatif dan kuantitatif baik dalam bentuk data statistik

maupun dalam bentuk peta yang dikumpulkan dari berbagai dinas dan instansi.

3. Telaah pustaka, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sumber- sumber

dokumenter berupa literatur/referensi, laporan penelitian serupa, bahan seminar

ataupun jurnal. Konsep-konsep teoritis dan operasional tentang ketentuan penelitian

dan lain sebagainya, akan kita dapat peroleh dari kepustakaan tanpa mempelajari

bahan-bahan ini kita tidak dapat mencapai hasil yang memuaskan pada penelitian.

4. Studi Dokumentasi, untuk melengkapi data maka kita memerlukan informasi dari

dokumentasi yang ada hubungannya dengan obyek yang menjadi studi. Caranya yaitu

dengan dokumentasi foto.

3.6 Variabel Penelitian

Variabel dapat diartikan ciri dari individu, objek, gejala, peristiwa yang dapat diukur

secara kuantitatif ataupun kualitatif. Variabel dipakai dalam proses identifikasi, ditentukan

berdasarkan kajian teori yang dipakai. Semakin sederhana suatu rancangan penelitian

semakin sedikit variabel penelitian yang digunakan. Adapun variabel yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Aktifitas parkir

2. Hambatan samping

3. Volume lalu lintas

4. Kapasitas jalan (C)

5. Tingkat Pelayanan Jalan H. Teknik Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai