Anda di halaman 1dari 66

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia selalu melakukan aktivitas hukum yang sering dilakukan dalam

kehidupan sehari-hari. Sebuah tindakan disebut perbuatan hukum jika mempunyai

akibat yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau diakui oleh negara.

Indonesia adalah negara hukum, dimana hal tersebut telah tercantum pada pasal 1

ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil

amanden ke-4.1 Banyak sekali dijumpai permasalahanan yang berkaitan dengan

permasalahan pelangaran hukum, misalnya pelanggaran terhadap lalu lintas mulai

dari yang ringan hinga yang berat. Salah satunya adalah memacu kendaraan

dengan kecepatan diatas batas yang diperbolehkan dijalan yang relatif ramai.

Demi meningkatkan keamanan dan kenyamanan pengguna jalan sejumlah

fasilitas pun dibangun salah satunya adalah alat pembatas kecepatan, pemasangan

alat penghambat jalan yang berupa alat pembatas kecepatan berfungsi untuk

membuat pengendara mengurangi kecepatan kendaraannya. Alat pembatas

kecepatan kendaraan merupakan salah satu alat pelengkapan jalan dalam

penyelenggaraan rekayasa lalu lintas yang berfungsi untuk mengendalikan

kecepatan kendaraan yang melintas di suatu ruas jalan, terutama di kawasan

perumahan guna melindungi pejalan kaki, dan pengguna jalan lainnya.

Keberadaan alat pembatas kecepatan yang menghiasi sebagian jalan

pemukiman di kota Cirebon menjadi perdebatan, disatu sisi alat pembatas


1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

1
kecepatan dianggap penting untuk mengurangi laju kendaraan serta mengurangi

suara bising motor yang mengganggu kenyamanan masyarakat disekitar. Disisi

lain, alat pembatas kecepatan juga dianggap mengganggu kenyamanan berkendara

akibat dari pemasangannya yang tidak sesuai dengan spesifikasinya.

Alat pembatas kecepatan memang sangat efektif sebagai solusi masalah

pengendara khususnya pengendara sepeda motor agar mengurangi kecepatan

kendaaraannya demi menjaga kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki dan tak

jarang banyak anak kecil yang melewati jalan tersebut sehingga masyaraat

memasang alat pembatas kecepatan. Namun fakta dilapangan alat pembatas

kecepatan yang dibuat oleh masyarakat tidak sesuai dengan aturannya, tak jarang

ditemui alat pembatas kecepatan yang tingginya benar-benar keterlaluan, atau

sekalipun pendek, tapi jumlahnya banyak dalam satu ruas jalan, serta warna alat

pembatas kecepatan yang serupa dengan warna badan jalan, tentu hal ini bisa

sangat membahayakan. Bahaya alat pembatas kecepatan yang dibuat tidak sesuai

dengan spesifikkasinya bukan hanya merusak kendaraan misalnya shock breaker

atau as roda rusa, dan ban pecah. Tapi juga membahayakan si pengendara, tinggi

dan sudut kemiringan yang tidak sesuai mengakibatkan beban kejut dan

goncangan kendaraan yang terlalu besar.

Alat pembatas kecepatan sejatinya dibuat untuk keselamatan bagi

pengguna jalan, akibat dari pemasangan alat pembatas kecepatan tidak sesuai

aturan justru mengakibatkan kerugian bagi pengendara. Alat pembatas kecepatan

dijamin dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 25 ayat 1 terkait

perlengkapan jalan huruf e perihal alat pengendali dan pengaman pengguna jalan.

Dikatakan selanjutnya pada ayat 2 bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai

2
perlengkapan jalan dan alat pengaman jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan peraturan pemerintah.2 Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor

PM 82 Tahun 2018 tentang alat pengendali dan pengaman pengguna jalan dalam

pasal 2 menyatakan bahwa alat pengendali pengguna jalan terdiri atas alat

pembatas kecepatan dan alat pembatas tinggi dan lebar. Alat pembatas kecepatan

digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian

badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang

terhadap badan jalan.3

Keberadaan alat pembatas kecepatan di jalan-jalan itu sebenarnya hanya

sebuah isyarat bahwa peraturan dijalan tidak lagi bisa ditegakkan melalui rambu

dan marka serta jalan tidak lepas dari kelemahan penegakan hukum sehingga

orang bertindak sendiri membuat rintangan di jalan dengan tujuan agar

pengendara tidak seenaknya memacu kendaraannya melebihi batas kecepatan

yang diperbolehkan. Harus diakui, para pengendara itu sekarang sudah tidak bisa

mematuhi rambu dan marka jalan yang dibuat untuk ketertiban di jalan akibat dari

lemahnya kesadaran hukum masyarakat. Tidak seperti dulu, orang taat dengan

rambu dan marka jalan.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut terkait dengan judul skripsi yaitu “Kajian Hukum

Pemasangan Alat Pembatas Kecepatan Kedaraan di Jalan Umum Dihubungkan

Dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018 Tentang

Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan”.

2
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
3
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan
Pengamaan Pengguna Jalan, hlm 4

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka ada beberapa masalah yang hendak

ditelaah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82

Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan

Dalam Pemasangan Alat pembatas kecepatan Kendaraan Di jalan Umum?

2. Bagaimana Upaya Dinas Perhubungan Kota Cirebon Mengenai

Pemasangan Alat pembatas kecepatan Kendaraan Yang Tidak Sesuai

Dengan Aturan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penerapan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor

PM 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna

Jalan dalam hal pemasangan Alat pembatas kecepatan kendaraan dijalan

umum

2. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan Dinas Perhubungan Kota

Cirebon mengenai pemasangan Alat pembatas kecepatan kendaraan yang

tidak sesuai dengan aturan.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Dari Segi Teoritis

4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan

ilmu Hukum untuk dapat menjadi tambahan referensi dalam memperluas

wawasan yang erat kaitannya dengan pemasangan alat penghambat jalan “alat

pembatas kecepatan” dijalan umum yang sesuai dengan Undang-Undang

yang berlaku.

2. Dari Segi Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran sebagai bahan pelengkap dan penyempurnaan bagi study

selanjutnya serta berguna bagi penerapan suatu ilmu dilapangan khususnya

bagi masyarakat atau pengguna jalan untuk mematuhi rambu-rambu lalu

lintas.

E. Kerangka Pemikiran

Pancasila sebagai dasar filosofis dan filsafah Negara Indonesia menjadi

tonggak dan nafas bagi pembentukan aturan-aturan hukum. Sejalan dengan hal

itu, H.R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto menyatakan bahwa, “memahami

pancasila berarti menunjukan kepada konteks historis yang lebih luas. Namun

demikian ia tidak saja mengantarkannya kebelakang tentang sejarah gagasan,

tetapi lebih jauh mengarah kepada apa yang harus dilakukan pada masa

mendatang”.4

Kutipan diatas jelas bahwa pancasila sebagai pedoman Negara Indonesia

bukan saja untuk masa sekarang tetapi juga masa yang akan datang, termasuk

dalam hal pembentukan dan penegakan hukum. Pancasila sebagai dasar dan

4
Otje Salman dan Anton f. Susanto, Teori Hukum Mengingat Mengumpulkan Dan Membuka
Kembali. PT Refika Aditama: Bandung, 2004, hlm 61

5
ideologi bangsa Indonesia yang di dalamnya mencakup peraturan secara umum

mengenai kehidupan masyarakat Indonesia, sebagaimana diatur dalam sila ke lima

“keadilan sosial bagi seluruh Indonesia”, secara singkat sila ini mengandung

makna adanya suatu tata masyarakat adil dan makmur, sejahtera lahiriah, batiniah,

setiap warga telah mendapatkan sesuatu yang menjadi hak dan kewajiban, sesuai

dengan hakikat manusia. Semua manusia wajib bertindak, bersikap secara adil,

karena keadilan sosial tercapai apabila tiap individu bertindak dan

mengembangkan sikap adil terhadap sesama, pemasangan alat pembatas

kecepatan sebagai bentuk pengendalian terhadap masyarakat yang tidak tertib

hukum dalam tertib lalu lintas harus selaras dengan landasan filosofi pancasila

tersebut. Nilai-nilai makna yang hidup dimasyarakat tersebut, harus menciptakan

itikad baik antar kedua belah pihak atau lebih yang mewujudkan keharmonisan

demi tercapainya kesejahteraan haruslah berlandaskan pada etika kebangsaan

bangsa Indonesia yakni Pancasila.

Keadaan hukum suatu masyarakat akan di pengaruhi oleh perkembangan

dan perubahan-perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dalam

masyarakat, pada semua bidang kehidupan. Dalam hal penegakan hukum, salah

satu faktor di dalam penegakan hukum adalah masyarakat. Masyarakat memiliki

peranan sangat penting di dalam penegakan hukum di Indonesia. Khususnya

penegakan hukum Undang-undang Lalu lintas. Undang-Undang Lalu Lintas

dibuat guna memberi jaminan bagi masyarakat di dalam menggunakan jalan raya.

Selain itu tujuan adanya undang-undang lalu-lintas guna sebagai payung hukum

apabila terjadi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di jalan raya. Masyarakat

6
sebagai pengguna jalan wajib mematuhi hukum sebab hukum dibuat bukan untuk

pribadi seseorang melainkan untuk kepentingan masyarakat pengguna jalan.

Diperlukan kesadaran hukum masyarakat di dalam melaksanakan apa yang

secara tersurat dan tersirat di dalam Undang-Undang Lalu-lintas. Oleh karena

yang dimaksud kesadaran hukum yaitu sebagai kesadaran nilai-nilai yang terdapat

didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan. Sedangkan nilai hukum ialah nilai tentang apa yang adil dan apa yang

tidak adil, jadi nilai tentang keadilan.

Setiap peraturan yang dibuat ditujukan bukan untuk “memaksa” melainkan

untuk menciptakan tatanan kehidupan yang terarah, teratur serta menjamin hak-

hak dari setiap orang yang menjadi subjek dari hukum tersebut. Alat pembatas

kecepatan, polisi tidur atau markah kejut adalah bagian jalan yang ditinggikan

berupa tambahan aspal atau semen yang dipasang melintang di jalan untuk

pertanda memperlambat laju/kecepatan kendaraan.

Alat pembatas kecepatan yang umumnya ada di Indonesia lebih banyak

yang bertentangan dengan desain alat pembatas kecepatan yang diatur

berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang

alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, dan hal yang demikian ini bahkan

dapat membahayakan keamanan dan keselamatan para pemakai jalan tersebut.

Karena kebanyakan masyarakat yang melakukan pembuatan alat pembatas

kecepatan tidak mematuhi aturan dan tata cara pembuatan alat pembatas

kecepatan menurut Undang-Undang yang berlaku, masyarakat dalam pemasang

alat pembatas kecepatan di jalan umum dengan aturan untuk kepentingan pribadi

mereka.

7
Alat pembatas kecepatan dalam banyak kasus keberadaannya dibuat untuk

membatasi kecepatan, khususnya pada jalan-jalan tertentu telah menjadi momok

bagi pengendara kendaraan karena seringkali menyebabkan kecelakaan dan

menimbulkan ketidaknyamanan. Pemasangan alat pembatas kecepatan secara

tidak proporsional dan tidak sesuai aturan menjadi penyebab kondisi tersebut.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang

Pengendali Dan Pengaman Pemakai Jalan yang menyatakan bahwa:

Pasal 2

Alat pengendali pengguna jalan terdiri atas:


a. alat pembatas kecepatan; dan
b. alat pembatas tinggi dan lebar.

Pasal 3

(1) Alat pembatas kecepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a


digunakan untuk memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian
sebagian badan jalan dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya
melintang terhadap badan jalan.
(2) Alat pembatas kecepatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
c. Speed Bump;
d. Speed Hump; dan
e. Speed Table.

Maraknya pembuatan Alat Pembatas Kecepatan di jalan umum Kota

Cirebon contoh kurangnya kesadaran hukum masyarakat. Baik masyarakat

disekitar jalan tersebut maupun para pengendara kendaraan khususnya kendaraan

roda dua yang mamacu kendaraanya dengan kecepatan diatas batas yang

diperbolehkan. Hal inilah yang membuat masyarakat memasang alat pembatas

kecepatan, namun dikarenakan dalam pemasangan alat pembatas kecepatan ini

masih adanya ketidaktahuan masyarakat tentang aturan pemasangan alat pembatas

kecepatan tersebut, sehinga masyarakat memasang alat pembatas kecepatan tidak

8
sebagaimana mestinya bahkan alat pembatas kecepatan tersebut dapat menggangu

kenyamanan dan keamanan pengguna jalan.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan Penelitian ini adalah:

1. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif

yakni penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

pustaka/data sekunder belaka. Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

meneliti bahan sekunder yakni dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas

hukum dan kaedah-kaedah hukum positif yang berasal dari bahan-bahan

kepustakaan dan peraturan perundang-undangan.5 penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan sekunder yakni dengan mempelajari

dan mengkaji asas-asas hukum dan kaedah-kaedah hukum positif yang

berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan peraturan perundang-undanga..

Penelitian ini menitik-beratkan pada ilmu hukum serta menelaah kaidah-

kaidah hukum yang berlaku pada hukum lalu lintas pada umumnya, terutama

terhadap kajian tentang spesifikasi pemasangan alat penghambat jalan alat

pembatas kecepatan dari sisi hukumnya (peraturan perundang-undangan)

yang berlaku, dimana aturan-aturan hukum ditelaah menurut studi

kepustakaan (Law In Book), serta pengumpulan data dilakukan dengan

menginventarisasikan, mengumpulkan, meneliti, dan mengkaji berbagai

bahan kepustakaan (data sekunder), maupun berupa bahan hukum primer.


5
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT
Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2007, hlm 13

9
2. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif analitis

untuk menuliskan fakta dan memperoleh gambaran menyeluruh mengenai

peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan teori-teori hukum dalam

praktik pelaksanaannya yang menyangkut permasalahan yang diteliti.

3. Objek Penelitian

Objek Penelitian ini difokuskan pada pemasangan alat pembatas

kecepatan terkait dengan persyaratan teknis dan spesifikasi pemasangan alat

pembatas kecepatan yang sesuai dengan peraturan guna untuk mewujudkan

kesadaran hukum dalam berlalu lintas.

4. Jenis dan Sumber Data

1) Bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan objek penelitian, diantaranya:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Amandemen

ke-IV Tahun 1945

b) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan

c) Undang-Undang No 38 Tahun 2013 Tentang Jalan

d) Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM

82 Tahun 2018 tentang alat pengendali dan pengaman penggguna

jalan

e) Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 tahun 2009 Tentang

Penyelenggaraan Perhubungan

10
2) Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan bahan hukum

primer berupa hasil penelitian dalam bentuk buku-buku yang ditulis

oleh para ahli, artikel, karya ilmiah maupun pendapat para pakar

hukum.

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan lain yang ada relevansinya

dengan pokok permasalahan yang menjelaskan serta memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,

yang berasal dari situs internet, artikel, dan surat kabar.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti melalui cara :

a. Studi Dokumen

Mengumpulkan data sekunder dengan melakukan studi dokumen /

studi kepustakaan yang dilakukan peneliti terhadap data sekunder

b. Wawancara

Melakukan tanya jawab untuk mendapatkan data lapangan langsung

dari Dinas Perhubungan Kota Cirebon guna mendukung data sekunder

terhadap hal-hal yang erat hubunganya dengan objek penelitian.

6. Alat Pengumpulan Data

a. Data Kepustakaan

Peneliti sebagai penulis tugas akhir ini merupakan instrumen utama

dalam pengumpulan data kepustakaan dengan menggunakan alat tulis

untuk mencatat bahan-bahan yang diperlukan ke dalam buku catatan,

kemudian alat elektronik (computer) untuk mengetik dan menyusun

bahan-bahan yang telah diperoleh.

11
b. Data Lapangan

Melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti dengan menggunakan pedoman

wawancara terstruktur (directive interview) atau pedoman wawancara

bebas (non directive interview) serta menggunakan alat perekam suara

(voice recorder) untuk merekam wawancara terkait dengan permasalahan

yang akan diteliti.

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif,

analisis kualitatif dilakukan dengan cara setiap data yang diperoleh baik dari

data primer atau dari data sekunder kemudian selanjutnya data tersebut

diuraikan secara deskriptif agar dapat memperoleh penjelasan yang dapat

dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan yang penulis

teliti.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Alat pembatas kecepatan Kendaraan

1. Pengertian Alat pembatas kecepatan kendaraan

Istilah alat pembatas kecepatan berasal dari bahasa Inggris Britania,

yaitu sleeping policeman. Ungkapan polisi tidur sendiri sudah ada di

Indonesia sejak tahun 1984. Polisi tidur sudah dicatat Abdul Chaer dalam

Kamus Idiom Bahasa Indonesia pada tahun 1984. Istilah ini diberi makna

“rintangan untuk menghambat kecepatan kendaraan”. Akan tetapi, istilah

polisi tidur sendiri baru diakui dalam KBBI Edisi Ketiga pada tahun 2001.6

Alat pembatas kecepatan atau yang biasa dikenal dengan sebutan

polisi tidur adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang digunakan untuk

memperlambat kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian badan jalan

dengan lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap

badan jalan.7 Alat pembatas kecepatan merupakan salah satu alternatif yang

bisa digunakan untuk keselamatan jalan dengan tujuan agar pengendara dapat

mengurangi kecepatan kendaraannya. Dengan alat pembatas ini, maka

pengendara diharuskan untuk memperlambat laju kendaraan, sehingga

mampu mengurangi risiko kecelakaan. Jika dibandingkan sistem lain, Alat

pembatas kecepatan lebih efektif dan ekonomis, serta tidak diterapkan

6
https://otomotifnet.gridoto.com/read/231149361/asal-mula-istilah-polisi-tidur-ternyata-dari-
bahasa-inggris#!%2F, diakses pada 23 Juni 2019
7
Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang Alat Penendali dan
Pengaman Penguna Jalan

13
disemua jenis jalan, alat pembatas kecepatan hanya boleh diterapkan pada

jalan-jalan tertent saja seperti jalan lingkungan.

Alat pembatas kecepatan ini pertama kali dicetuskan oleh seorang

fisikawan bernama Arthur Holly Campton. Ketika itu, ia merasa terganggu

dengan cepatnya laju kendaraan yang melintas di depan kantornya yang

begitu bising terdengar. Maka keluarlah gagasan untuk membuat sebuah

konsep pembatas kecepatan laju kendaran di tahun 1927, yang hingga kini

sering disebut polisi tidur atau alat pembatas kecepatan.8

2. Spesifikasi alat pembatas kecepatan

Spesifikasi alat pembatas kecepatan diatur dalam Peraturan Menteri

Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang alat pengendali dan

pengaman pengguna jalan, sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai

spesifikasi alat pembatas kecepatan, perlu juga menggetahui tentang alat

pengendali dan pengaman pengguna jalan, dalam UU Nomor 22 Tahun 2009

tentang lalu lintas dan angkutan jalan Pasal 15 yang berisikan:9

(1) “Setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib
dilengkapi dengan perlengkapan Jalan berupa:
a. Rambu Lalu Lintas;
b. Marka Jalan;
c. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
d. alat penerangan Jalan;
e. alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan;
f. alat pengawasan dan pengamanan Jalan;
g. fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki, dan penyandang cacat; dan h.
fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.”
(2) “Ketentuan lebih lanjut mengenai perlengkapan Jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.”

8
https://docplayer.info/67455583-Pendahuluan-speed-bump-speed-bump-atau-disebut-juga-
sebagai-alat-pembatas-kecepatan.html, diakses pada 8 Juni 2019
9
Ibid, hlm 6

14
Alat pembatas kecepatan merupakan jenis dari alat penggendali

pengguna jalan yang mana dalam peraturan menteri perhubungan RI Nomor

PM 82 Tahun 2018 tentang alat pengendali dan pengaman pengguna jalan

disebutkan dalam pasal 2 bahwa alat pengendali pengguna jalan terdiri dari

alat pembatas kecepatan dan alat pembatastinggi dan lebar jalan:

1. Alat pembatas kecepatan

Alat pembatas kecepatan digunakan untuk memperlambat

kecepatan kendaraan berupa peninggian sebagian badan jalan dengan

lebar dan kelandaian tertentu yang posisinya melintang terhadap badan

jalan. alat pembatas kecepatan, meliputi:10

a. Speed Bump

b. Speed Hump

c. Speed Table

2. Alat Pembatas tinggi dan lebar

Alat Pembatas tinggi dan lebar merupakan kelengkapan tambahan

pada jalan yang berfungsi untuk membatasi tinggi dan lebar kendaraan

memasuki suatu ruas jalan tertentu, berupa portal jalan atau sepasang

tiang yang terbuat dari bahan pipa besi dilapisi bahan anti korasi dan

dipasang bahan stiker yang bersifat retrorefleks, yang ditempatkan pada

sisi kiri dan sisi kanan jalur lalu lintas.

10
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 82 Tahun 2018 Tentang Alat
Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan , hlm 4

15
Sedangkan alat pengaman pengguna jalan, terdiri atas:11

a. Pagar pengaman

Adalah alat kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai

pencegah pertama bagi kendaraan bermotor yang tidak dapat

dikendalikan agar tidak keluar dari jalur lalu lintas.

b. Cermin tikungan

Adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi sebagai alat

untuk menambah jarak pandang pengemudi kendaraan bermotor

c. Patok lalu lintas atau Delineator

Adalah suatu unit kontruksi yang diberi tanda yang dapat

memantulkan cahaya (reflektif) berfungsi sebagai pengarah dan

sebagai peringatan bagi pengemudi bahwa di sisi kiri atau sisi kanan

merupakan daerah berbahaya

d. Pulau lalu lintas

Adalah bagian jalan yang tidak dapat dilalui oleh kendaraan bermotor

e. Pita pengaduh

Adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk

membuat pengemudi lebih meningkatkan kewaspadaan

f. Jalur Penghentian darurat

Adalah jalur yang disediakan pada jalan yang memiliki turunan tajam

dana panjang untuk keperluan darurat atau untuk memperlambat laju

kendaraan apabila mengalami kegagalan fungsi sistem pengereman

g. Pembatas lalu lintas


11
Ibid, hlm 6

16
Adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang berfungsi untuk

mengarahkan pengemudi kendaraan agar mengikuti arah lalu lintas

pada jalur atau lajur yang telah ditetapkan dalam kegiatan menejemen

dan rekayasa lalu lintas.

Telah disebutkan sebelumnya bahwa alat pembatas kecepatan meliputi

speed bump, speed jump, dan speed table, spesifikasi dari jenis alat pembatas

kecepatan tersebut adalah:

1) Speed bump

Speed bump adalah jenis alat pembatas kecepatan yang digunakan

hanya pada area parkir, jalan Privat atau jalan lingkungan terbatas

dengan kecepatan operasional dibawah 10 (sepuluh) kilometer per jam.

Speed bump berbentuk melintang dengan spesifikasi sebagai berikut:

a. Terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang

memiliki pengaruh serupa;

b. Memiliki ukuran tinggi antara 8 (delapan) sampai dengan 15

(lima belas) sentimeter, lebar bagian atas antara 30 (tiga puluh)

sampai dengan 90 (sembilan puluh) sentimeter dengan kelandaian

paling banyak 15 (lima belas) persen; dan

c. Memiliki kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 (dua

puluh) sentimeter dan warna hitam berukuran 30 (tiga puluh)

sentimeter.

2) Speed hump

17
Speed hump adalah alat pembatas kecepatan yang digunakan

hanya pada jalan lokal dan jalan lingkungan dengan kecepatan

operasional dibawah 20 (dua pulu) kilometer per jam. Speed hump

berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi:

a. Terbuat dari bahan badan jalan atau bahan lainnya yang memiliki

pengaruh serupa;

b. Ukuran tinggi antara 5 (lima) sampai dengan 9 (sembilan)

sentimeter, lebar total antara 35 (tiga puluh lima) sampai dengan

39 (tiga puluh sembilan) sentimeter dengan kelandaian maksimal

50 (lima puluh) persen;

c. Kombinasi warna kuning atau putih berukuran 20 (dua puluh)

sentimeter dan warna hitam berukuran 30 (tiga puluh) centimeter.

3) Speed Table

Speed Table adalah alat pembatas kecepatan yang digunakan pada

jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan serta tempat

penyeberanan jalan (raised crossing/raised intersection) dengan

kecepatan operasional di bawah 40 (empat puluh) kilometer per jam.

Speed table berbentuk penampang melintang dengan spesifikasi:

a. Terbuat dari bahan badan jalan atau blok terkuncidengan mutu

setara K-300 untuk material permukaan Speed Table;

b. Memiliki ukuran tinggi antara 8 (delapan) sentimeter sampai

dengan 9 cm (sembilan sentimeter), lebar bagian atas 660 cm

(enam ratus enam puluh) sentimeter dengan kelandaian paling

tinggi 15% (lima belas persen); dan

18
c. Memiliki kombinasi warna kuning atau warna putih berukuran 20

cm (dua puluh sentimeter) dan warna hitam berukuran 30 cm (tiga

puluh sentimeter).

Semua jenis dan klasifikasi alat pembatas kecepatan diatas memiliki

tujuan yang sama, yaitu sama-sama melindungi para pengguna jalan dan

pengendara serta memberikan keselamatan dan juga kenyamanan dalam

berlalu-lintas khususnya pada jalan-jalan dan lokasi-lokasi tertentu. Di

Indonesia sendiri lebih banya dipasang alat pembatas kecepatan yang berupa

speed bump.

3. Penempatan alat pembatas kecepatan kendaraan

Pemasangan alat pembatas kecepatan tidak boleh dipasang

disembarang tempat ada kententuan mengenai penempatannya yang mana

alat pembatas kecepatan hanya dipasang di jalan lingkungan, jalan lokal, jalan

kolektor, pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan kontruksi.

Pertama, yaitu pada jalan lingkungan. Jalan dilingkungan pemukiman

adalah jalan yang sangat cocok untuk dipasangkan alat pembatas kecepatan

karena jalan lingkungan tersebut merupakan jalan yang berada pada

lingkungan-lingkungan pemukiman yang berfungsi sebagai penghubung

kawasan dan atau antar pemukiman di dalam suatu desa/kelurahan. Tidak

hanya itu, jalan pemukiman biasanya terdapat banyak anak-anak sehingga

dapat dikatakan bahwa alat pembatas kecepatan sangat diperlukan di jalan

tersebut. Alat pembatas kecepatan di pasangkan pada jalan lingkungan

dengan posisi melintang dengan jalur.

19
Kedua, Jalan lokal kelas III merupakan jalan yang dilalui kendaraan

bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi dari 2.100

milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan

terberat yang diizinkan adalah sebesar 8 ton. Sangat diperlukan di jalan lokal

kelas III karena banyaknya pengendara yang melewati daerah ini.

Ketiga, jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi

melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalan jarak

sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

Keempat, pada jalan-jalan yang sedang dilakukan pekerjaan kontruksi,

yaitu jalan-jalan yang sedang ada perbaikan maupun pekerjaan kontruksi,

yang akan membahayakan bagi pengendara apabila membawa kendaraan

dengan kecepatan diatas minimum, sehingga dipasangkan Alat pembatas

kecepatan guna untuk mengurangi kecepatan pengendara yang melintas di

sekitar jalan tersebut.

Lokasi-lokasi pada jalan diatas menjadi lokasi-lokasi yang sesuai

untuk pemasangan Alat pembatas kecepatan dan sesuai dengan aturan.Tidak

semua jalan yang ada pada suatu daerah dapat dilakukan pemasangan alat

pembatas kecepatan. Hanya lokasi-lokasi atau jalan-jalan yang telah

ditentukan oleh Undang-Undang saja yang dapat dijadikan lokasi dalam

pemasangan alat pembatas kecepatan. Dalam penempatannya, alat pembatas

kecepatan dipasangkan pada posisi melintang tegak lurus dengan jalur lalu

lintas sesuai yang tertera dalam Peraturan Menteri Perhubngan Nomor PM 82

Tahun 2018 tentang alat pengendali dan pengaman pengguna jalan.

20
Penempatan dan pemasangan alat pembatas kecepatan harus pada

ruang manfaaat jalan, kecuali untuk alat pembatas kecepatann berupa jalur

penghentian darurat. Hal itu dilakukan yakni dengan memperhatikan:

a. Desain geometrik jalan

b. Karakteristik lalu lintas

c. Kelengkapan bagian konstruksi jalan

d. Kondisi stuktur tanah

e. Perlengkapan jalan yang sudah terpasang; dan

f. Fungsi dan arti perlengkapan jalan lainnya.

Untuk penempatan dan pemasangan alat pembatas kecepatan pada

jalur lalu lintas dapat didahului dengan pemberian tanda dan pemasangan

rambu lalu lintas.

B. Wewenang Pemasangan Alat Pembatas Kecepatan Kendaraan

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 82 tahun 2018 Pasal

37 Pemasangan alat pembatas kecepatan sebagai penyelenggaraan alat pengendali

dan pengaman pengguna jalan meliputi kegiatan:

a. Penempatan dan pemasangan

b. Pemeliharaan, dan

c. Penghapusan

Dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d UU Lalu lintas dan angkutan jalan jo.

Pasal 38 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 tahun 2018

pada dasarnya tidak ada perizinan untuk masyarakat umum terkait pemasangan

alat pembatas kecepatan karena kewenangan itu diselenggarakkan oleh

21
pemerintah (khusus untuk jalan tol diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol)

penyelenggaraan tersebut dilakukan oleh:

a. Direktur Jendral Perhubungan darat, untuk jalan nasional diluar wilayah

Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)

b. Kepala Badan Perhubungan darat untuk jalan nasional yang berada di

wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek)

c. Gubernur untuk jalan provinsi

d. Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa; dan

e. Walikota untuk jalan kota

f. Badan usaha untuk jalan tol, setelah mendapatkan penetapan dirjen

perhubungan darat

Alat pembatas kecepatan tidak bisa dipasang oleh sembarangan orang, alat

pembatas kecepatan hanya boleh dipasang apabila telah mendapat perizinan dari

pihak yang berwenang, karena apabila di daerah-daerah maupun lokasi-lokasi

tersebut hendak memasang alat pembatas kecepatan, mereka harus mengirimkan

surat permohonan ke pihak yang berwenang agar alat pembatas kecepatan bisa

dipasangkan di daerah tersebut.

C. Batas Kecepatan Kendaraan Bermotor Di Jalan Umum

1. Klasifikasi Jalan

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang jalan,

jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntungkan

bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,

22
di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali

jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 12 Jalan adalah sarana transportasi

yang sangat dibutuhkan manusia untuk menuju suatu wilayah yang

terpisahkan oleh jarak. Jalan sebagai bagian prasarana transportasi

mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, sosial budaya, lingkungan

hidup, politik, pertahaan dan keamanan. Berdasarkan UU diatas, jalan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut;13

1) Jalan umum

Adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, jalan

umum dapat diklasifikasikan menurut:

a. Fungsi jalan

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam:

1. Jalan arteri

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

ankutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan

rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara

berdaya guna.

2. Jalan kolektor

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalan jarak

sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk

dibatasi

3. Jalan lokal
12
Witono Hidayat Yuliadi, Undang-undang Lalu Lintas Dan Aplikasinya. Dunia Cerdas: Jakarta
Timur, 2015, hlm 50
13
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan, hlm 6

23
Merupakan jaln umum yang berfungsi melayani

angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat,

kecepatan rata- rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak

dibatasi

4. Jalan lingkungan

Merupakan jalan umum yang berfungsi melayani

angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan

kecepatan rata-rata rendah

b. Sistem jaringan jalan

1. Sistem jaringan jalan primer

Merupakan sistem jaringan dengan peranan pelayanan

distribusi dan jasa untuk pengembangan semua wilayah

ditingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa

distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan

2. Sistem jaringan jalan sekunder

Merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan

pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat didalam

kawasan perkotaan.

c. Status jalan

1. Jalan nasional

24
Merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem

jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota

provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.

2. Jalan provinsi

Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan

primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota

kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan

strategis provinsi.

3. Jalan kabupaten

Merupakan jalan dalam sistem jaringan jalan primer

yang tidak termasuk pada jalan nasional dan jalan provinsi

yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, antar ibukota kkecamatan, ibukota kabupaten

dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta

jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam

wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten

4. Jalan kota

Adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan

sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam

kota, menghubungkan pusat pelayanan demgan persil,

menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat

permukiman yang ada di dalam kota

5. Jalan desa

25
Merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan

dan/atau antar pemukiman antarpusat pemukiman didalam

desa, serta jalan lingkungan

d. Kelas jalan

Kelas jalan diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, jalan dikelompokkan

dalam beberapa kelas berdasarkan:14

1. Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan

pengguna jalan dan dan kelancaran lalu lintas angkutan

jalan

2. Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan

dimensi kendaraan bermotor

Pengelompokan jalan menurut kelas jalan terdiri dari:

1. Jalan kelas I

Jalan kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat

dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi

2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melibihi 1.800

milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan

sumbu terberat 10 ton

2. Jalan kelas II

Adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan

yang dapat dilaului kendaraan bermotor dengan ukuran lebar

tidak melibihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi

14
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan, hlm 16-17

26
1.200 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan

muatan sumbu terberat 8 ton

3. Jalan kelas III

Adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan

yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar

tidak melibihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi

9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 milimeter, dan

muatan sumbu terberat 8 ton.

Dalam keadaan tertentu daya dukung jalan kelas III

dapat ditetapkan muatan sumbu kurang dari 8 ton.

4. Jalan kelas khusus

Jalan kelas khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui

kendaraan bermotor dengan lebar melebihi 2.500 milimeter,

ukuran panjang melebihi 1.800 milimeter, ukuran paling tinggi

4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.

Penepatan kelas jalan pada setiap ruas jalan yang

dinyatakan dengan rambu lalu lintas dilakukan oleh:15

a) Pemerintah pusat, untuk jalan nasional

b) Pemerintah provinsi, untuk jalan provinsi

c) Pemerintah kabupaten, untuk jalan kabupaten

d) Pemerintah kota, untuk jalan kota

2) Jalan khusus

15
Ibid, 17

27
Jalan khusus merupakan jalan ynag dibangun dan dipelihara oleh

orang atau instansi untuk melayani kepentingan sendiri dan bukan

diperuntukan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan

jasa yang dibutuhkan. Penyelenggaraan jalan khusus dilaksanakan sesuai

dengan pedoman yang ditetapkan Menteri

2. Klasifikasi Kecepatan Kendaraan Bermotor Di Jalan Umum

Batas Kecepatan adalah aturan yang sifatnya umum dan/atau khusus

untuk membatasi kecepatan yang lebih rendah karena alasan keramaian,

disekitar sekolah, banyaknya kegiatan disekitar jalan, penghematan energi

ataupun karena alasan geometrik jalan. Pembatas kecepatan adalah suatu

ketentuan untuk membatasi kecepatan lalu lintas kendaraan dalam rangka

menurunkan angka kecelakaan lalu lintas. Kurang lebih sepertiga kecelakaan

lalu lintas yang meninggal karena pelanggaran kecepatan, sehingga

pembatasan kecepatan merupakan alat yang ampuh untuk mengendalikan

jumlah korban kecelakaan lalu lintas akibat pelanggaran mengemudi

kendaraan dengan kecepatan tinggi.

Untuk membatasi kecepatan maksimal di jalan telah diatur dalam

peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015 mengenai tata cara

penetapan batas kecepatan kendataran bermotor yang mana dalam peraturan

tersebut disebutkan bahwa setiap jalan memiliki batas kecepatan paling tinggi

yang ditetapkan secara nasional dan harus dinyatakan dengan rambu lalu

lintas, batas kecepatan paling tinggi meliputi16;

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015 tentang Tata Cara
16

Penetapan Batas Kecepatan Kendaraan Bermotor

28
a. Batas kecepatan jalan bebas hambatan, merupakan jalan dengan jalur

ganda untuk lalu lintas dengan kontrol akses penuh untuk keamanan

dan efesiensi gerakan lalu lintas dengan volume yang tinggi, pada

kecepatan yang cukup tinggi. (paling rendah 60 (enam puluh)

kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100

(seratus) kilometer per jam)

b. Batas kecepatan jalan antar kota (paling tinggi 80 (delapan puluh)

kilometer per jam)

c. Batas kecepatan jalan pada kawasan perkotaan (paling tinggi 50

(lima puluh) kilometer per jam)

d. Batas kecepatan jalan pada kawasan permukiman (paling tinggi 30

(tiga puluh ) kilometer per jam)

Mengemudi Kendaraan Melebihi Batas Kecepatan Maksimal

merupakan salah satu bentuk pelanggaran lalu lintas yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan;

Pasal 115

Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:


a. Mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling
tinggi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan/atau
b. berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain.

Pasal 116

(1) Pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan


Rambu Lalu Lintas.
(2) Selain sesuai dengan Rambu Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Pengemudi harus memperlambat
kendaraannya jika:

29
a. akan melewati Kendaraan Bermotor Umum yang sedang
menurunkan dan menaikkan Penumpang;
b. akan melewati Kendaraan Tidak Bermotor yang ditarik oleh
hewan, hewan yang ditunggangi, atau hewan yang digiring;
c. cuaca hujan dan/atau genangan air;
d. memasuki pusat kegiatan masyarakat yang belum
dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas;
e. mendekati persimpangan atau perlintasan sebidang kereta
api; dan/atau
f. melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan
menyeberang.

Pasal 117

“Pengemudi yang akan memperlambat kendaraannya harus


mengamati situasi Lalu Lintas di samping dan di belakang
Kendaraan dengan cara yang tidak membahayakan Kendaraan
lain”.

Sementara dalam peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun

2015 mengatur pula mengenai sanksi bagi pengemudi kendaraan yang

melanggar batas kecepatan paling tinggi atau paling rendah yakni kurungan

paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000 (lima ratus

ribu rupiah).

Mengendalikan kecepatan para pengemudi kendaraan bermotor di

jalan, jadi satu cara mencegah angka kecelakaan. Kecepatan yang tinggi

memperbesar resiko terjadinya kecelakaan karena beberapa alasan, seperti

bahwa pengemudi akan kehilangan kontrol kendaraannya, kegagalan dalam

mengantisipasi dalam waktu yang tepat bahaya yang datang tiba-tiba dan juga

mengakibatkan penguna jalan lain mengalami kegagalan dalam menentukan

kecepatan kendaraannnya.

D. Pelanggaran Lalu Lintas

30
1. Pengertiaan Pelanggaran

Arti kata pelanggaran dalam KBBI yakni perbuatan (perkara)

melanggar, tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan. 17 Menurut

sistem Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana

dibedakan antara kejahatan (rechtsdelicten) dan pelanggaran (wetsdelicten).

Mengenai kejahatan itu sendiri di dalam KUHP diatur di dalam Buku II yaitu

tentang Kejahatan. Sedangkan pelanggaran diatur pada Buku III yaitu tentang

Pelanggaran. Dalam hukum pidana terdapat dua pandangan mengenai kriteria

pembagian tindak pidana kejahatan dan pelanggaran, yaitu kualitatif dan

kuantitatif. Menurut pandangan yang bersifat kualitatif didefinisikan bahwa

suatu perbuatan dipandang sebagai tindak pidana setelah adanya undang-

undang yang mengatur sebagai tindak pidana. Sedangkan kejahatan bersifat

recht delicten yang berarti sesuatu yang dipandang sebagai perbuatan yang

bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana

dalam suatu peraturan undang-undang atau tidak. Menurut pandangan yang

bersifat kualitatif bahwa terdapat ancaman pidana pelanggaran lebih ringan

dari kejahatan.

Menurut Wirjono Prodjodikoro pengertian pelanggaran adalah

“overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar

sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada

perbuatan melawan hukum. Jenis pelanggaran itu lebih ringan daripada

kejahatan.18 Hal ini dapat diketahui dari ancaman pidana pada pelanggaran

17
Surayin, Kamus Umum Bahasa Indonedia, 2001, Yrama Widya: Bandung, hlm 280

18
Wirjono Prdjodikoro, 2003,Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hlm.33

31
tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, tetapi berupa pidana

kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman

pidana penjara.19

Dari beberapa pengertian pelanggaran maka dapat disimpulkan

pengertian pelanggaran secara umum adalah perilaku yang menyimpang

untuk melakukan tindakan menurut kehendak sendiri tanpa memperhatikan

peraturan yang telah di buat.

2. Pengertian pelanggaran lalu lintas

Pengertian pelanggaran yang telah dijelaskan dalam halaman

sebelumnya bahwa arti kata pelanggaran dalam KBBI yakni perbuatan

(perkara) melanggar, tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan.

pelanggaran adalah perilaku yang menyimpang untuk melakukan tindakan

menurut kehendak sendiri tanpa memperhatikan peraturan yang telah di buat.

Sedangkan pengertian lalu lintas menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pasal 1 didefinisikan sebagai

gerak kendaraan dan orang diruang lalu lintas jalan, sebagai prasarana yang

diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang yang

berupa jalan dengan fasilitas pendukungnya.20

Berdasarkan dari definisi tentang pelanggaran dan pengertian lalu

lintas diatas, maka dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran

lalu lintas adalah suatu tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang yang mengemudikan kendaraan umum atau kendaraan bermotor

juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

19
Ibid, hlm 123-124
20
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

32
lalu lintas yang berlaku. Pelanggaran lalu lintas merupakan jenis tindak

pidana pelanggaran (wetsdelicten) dimana perbuatan itu dikatakan melawan

hukum (mengandung sifat tercela) karena telah dimuatnya Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai

ketentuan hukum berlalu lintas. Di dalam pengertian umum yang diatur oleh

undang-undang lalu lintas (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009

Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan), tidak ditemukan adanya

pengertian secara umitative tentang apa yang dimaksud dengan pelanggaran

lalu lintas.

3. Jenis pelanggaran lalu lintas

Jenis-jenis pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan berdassarkan

Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 meliputi sebagi berikut:21

1. Menggunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,

membahayakan lalu lintas yang dapat menimbulkan kerusakan jalan

(Pasal 274 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

2. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan fungsi rambu

lalu lintas, marka dan lain-lain (Pasal 275 Undan-Undang Lalu Lintas

Dan Angkutan Jalan);

3. Mengemudikan kendaraan bermotor umum dalam trayek tidak

singgah di terminal (Pasal 276 Undang-undang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan);

4. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi peralatan berupa

ban cadangan, pertolongan pertama pada kecelakaan dan lain-lain

(Pasal 278 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);


21
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

33
5. Mengemudikan kendaran bermotor yang dipasangi perlengkapan yang

dapat mengganggu keselamatan berlalu lintas (Pasal 279 Undang-

undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

6. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dipasangi tanda nomor

ditetapkan Kepolisian Republik Indonesia (Pasal 280 Undang-Undang

Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

7. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menggunakan Surat Izin

Mengemudi (Pasal 281 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan);

8. Pengguna jalan tidak patuhi perintah yang diberikan petugas POLRI

(Pasal 282 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

9. Mengemudikan kendaraan bermotor secara tidak wajar dan

melakukan kegiatan lain, dipengaruhi suatu keadaaan dan dapat

mengakibatkan gangguan konsentrasi dalam mengemudi di jalan

(Pasal 283 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

10. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak mengutamakan

keselamatan pejalan kaki atau pesepeda (Pasal 284 Undang-Undang

Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

11. Mengendarai kendaraan bermotor tidak penuhi persyaratan teknis dan

laik jalan yang meliputi kaca spion, klakson, dll (Pasal 285 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

12. Mengemudikan kendaraan bermotor melanggar rambu lalu lintas dan

marka jalan (Pasal 28 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan);

34
13. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak dilengkapi Surat Tanda

Nomor Kendaraan, tidak dapat menunjukkan Surat Izin Mengemudi,

dan tidak dilengkapi surat keterangan uji berkala dan tanda lulus uji

berkala (Pasal 288 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

14. Mengemudikan kendaraan bermotor penumpang yang duduk

disamping tidak dikenakan sabuk pengaman (Pasal 289 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

15. Mengemudikan dan menumpang kendaraan bermotor tidak

mengenakan sabuk keselamatan dan menggunakan helm (Pasal 290

Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

16. Mengendarai sepeda motor tidak mengenakan helm Standar Nasional

Indonesia (Pasal 291 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan);

17. Mengendarai sepeda motor tanpa kereta samping mengangkut

penumpang lebih dari satu orang (Pasal 292 Undang-Undang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan);

18. Mengemudikan kendaraan bermotor tanpa menyalahkan lampu utama

pada siang dan malam hari dalam kondisi tertentu (Pasal 293 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

19. Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan belok atau balik arah,

tanpa beri isyarat dengan lampu atau tangan (Pasal 294 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

35
20. Mengemudikan kendaraan bermotor yang akan pindah lajur atau

bergerak ke samping tanpa memberi isyarat (Pasal 295 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

21. Mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara Kereta

Api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang

pintu Kereta Api mulai ditutup (Pasal 296 Undang-Undang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan);

22. Mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan (Pasal 297

Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

23. Mengemudikan kendaraan bermotor tidak pasang segitiga pengaman,

lampu isyarat peringatan bahaya atau isyarat lain pada saat berhenti

parkir/darurat (Pasal 298 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan

Jalan);

24. Mengendarai kendaraan tidak bermotor berpegang pada kendaraan

bermotor untuk ditarik, atau menarik benda (Pasal 299 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

25. Tidak menggunakan lajur yang telah ditentukan lajur kiri, tidak

hentikan kendaraan selama menaikkan penumpang, tidak tutup

kendaraan selama berjalan (Pasal 300 Undang-Undang Lalu Lintas

Dan Angkutan Jalan);

26. Mengendarai kendaraan bermotor angkutan barang yang tidak

menggunakan kelas jalan (Pasal 301 pasal 299 Undang-Undang Lalu

Lintas Dan Angkutan Jalan);

36
27. Mengendarai kendaraan bermotor umum berhenti selain di tempat

yang ditentukan, ngerem, turunkan penumpang selain di tempat

pemberhentian (Pasal 302 pasal 299 Undang-Undang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan);

28. Mengemudikan mobil barang untuk angkut orang (Pasal 299 Undang-

Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

29. Mengemudikan kendaraan angkutan orang dengan tujuan tertentu

yang menaikkan, menurunkan penumpang lain di sepanjang jalan

(Pasal 304 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

30. Mengemudikan kendaraan bermotor yang mengangkut barang khusus

yang tidak dipenuhi ketentuan (Pasal 305 Undang-Undang Lalu Lintas

Dan Angkutan Jalan);

31. Mengemudikan kendaraan bermotor angkutan umum barang yang

tidak patuhi tata cara muatan, daya angkut dan dimensi kendaraan

(Pasal 306 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

32. Mengemudikan kendaraan angkutan barang yang tidak dimuati surat

muatan dokumen perjalanan (Pasal 307Undang-Undang Lalu Lintas

Dan Angkutan Jalan);

33. Orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memiliki

izin, angkutan orang dalam trayek, angkutan orang tidak dalam trayek,

angkutan barang khusus dan alat berat, dan menyimpang dari izin

(Pasal 308 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan);

37
34. Tidak asuransikan tanggung jawabnya untuk ganti rugi penumpang,

barang, pihak ketiga (Pasal 309 Undang-Undang Lalu Lintas Dan

Angkutan Jalan);

35. Tidak asuransikan awak kendaraan dan penumpang (Pasal 303

Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan).

Pelanggaran-pelanggaran tersebut diatas merupakan pelanggaran yang

mudah pembuktiannya dan sulit untuk dipungkiri si pelanggar sehingga akan

mudah diselesaikan oleh peradilan yang sederhana dan cepat.

E. Kesadaran Hukum

1. Pengertian Kesadaran Hukum

Sebelum membahas dan merumuskan pengertian dari suatu hal,

terlebih dahulu kita harus mengetahui pengertian kesadaran secara harfiah

kata “kesadaran” berasal dari kata “sadar”, yang berarti insyaf, merasa, tahu

dan mengerti. Jadi, kesadaran adalah keinsyafan atau merasa mengerti atau

memahami segala sesuatu. Berbicara mengenai masalah kesadaran berarti

tidak akan terlepas dari masalah psikis. Berbicara mengenai kesadaran akan

selalu berkaitan dengan manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.

Dengan kesadaran yang dimiliki oleh setiap individu, maka ia dapat

mengendalikan diri atau menyesuaikan diri pada setiap kesempatan serta

dapat menempatkan dirinya sebagai individu dan anggota masyarakat.

Sebagai individu ia akan mengetahui dan memperhatikan dirinya sendiri,

sedangkan sebagai anggota masyarakat, ia akan mengadakan kontak dengan

orang lain sehingga timbul interaksi diantara mereka.22


22
Wirawan, Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm 185

38
Menurut Utrecht hukum adalah himpunan peraturan-peraturan

(perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu

masyarakat dan oleh karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.23 Di dalam

ilmu hukum dikenal adanya beberapa pendapat mengenai kesadaran hukum.

Ada yang merumuskan bahwa kesadaran hukum merupakan satu-

satunya sumber dari hukum dan kekuatan mengikatnya hukum, serta

keyakinan hukum individu dalam  masyarakat yang merupakan kesadaran

hukum individu adalah dasar atau pokok terpenting dari kesadaran hukum

masyarakat. Kesadaran hukum merupakan salah satu unsur penting selain

unsur ketaatan hukum yang sangat menentukan efektif atau tidaknya

pelaksanaan hukum atau perundang-undangan di dalam masyarakat. Menurut

Krabbe, kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat

di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang

diharapkan ada.24

Pengertian lain mengenai kesadaran hukum, dijelaskan oleh Soerjono

Soekanto bahwa kesadaran hukum itu merupakan persoalan nilai-nilai dan

konsepsi-konsepsi abstrak yang terdapat dalam diri manusia, tentang

keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau

sepantasnya.25

Definisi kesadaran Hukum secara umum dari berbagai pendapat di

atas, bisa dikatakan bahwa kesadaran hukum adalah pandangan hidup

masyarakat atas apa sebenarnya hukum itu dimana pandangan-pandangan

23
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Adtya Bakti, 2005, hlm 38
24
Achmad Ali dan Wiwie Heryani. Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap Hukum, Kencana,
Jakarta, 2012, hal 141
25
Marwan Mas. Pengantar Ilmu Hukum. Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal 88

39
tersebut dipengaruhi oleh akal, agama, politik, ekonomi dan lain sebagainya.

Bisa juga dikatakan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran dari diri

seseorang yang tanpa tekanan, perintah atau pun paksaan dari luar agar

tunduk serta patuh terhadap hukum.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Hukum Masyarakat

Kesadaran masyarakat terhadap hukum masih dalam tahap

pemahaman tentang hukum, karena dalam prakteknya masih belum mengenai

tentang peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah. Efektifitas implementasi

hukum secara teoritis membicarakan daya kerja hukum untuk mengatur atau

memaksa masyarakat untuk taat terhadap hukum. Kesenjangan implementasi

hukum antara masyarakat dengan pemerintah sering terjadi, baik itu

kesalahan pemerintah dalam menegakkan hukum atau kurannya pemahaman

dan kesadaran masyarakat mengenai hukum. Terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan masyarakat menaati hukum, faktor-faktor tersebut adalah:26

1. Compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang didasarkan

pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan

diri dari hukum atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila

seseorang melanggar ketentuan hukum. Kepatuhan ini sam sekali

tidak didasarkan pada suatu keuyakinan pada tujuan kaidah hukum

yang bersangkutan dan lebih didasarkan pada pengendalian dari

pemegang kekuasaan. Sebagi akibat kepatuhan hukum akan ada

apabila ada pengawasan yang ketat tehadap pelaksanaan kaidah-

kaidah hukum tersebut.

26
Otje Salman dan Anton f. Susanto, Op. Cit, hlm 153-154

40
2. Identification, terjadi apabila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada

bukan karena anilai instinsikny, akan tetapi agar keanggotaan

kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik denggan mereka

yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum

tersebut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang

diperolehdari hubungan-hubungan tersebut sehinngga kepatuhan

tergantung pada baik buruknya interaksi tadi.

3. Internatization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah

hukum di karenakan secara instrinsik kepatuhan tadi mempunyai

imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nialai

dari pribadi yang bersangkutan atau oleh karena dia mengubah nilai-

nilai yang semula dianutnya.

4. Kepentingan-kepentingan para warga masyarakat terjamin oleh

wadah hukum yang ada.

Selain faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk

mematuhi hukum, terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi hukum

sehingga dapat berfungsi di masyarakat, antara lain:27

1. Kaidah hukum, pada teori-teori ilmu hukum terdapat tiga keberlakuan

hukum sebai suatu kaidah, yaitu kaidah hukum berlaku secara

yuridis, kaidah hukum berlaku secara sosiologis, kaidah hukum

berlaku secara filosofis.

2. Penegak hukum, seorang atau sekelompok orang yang bertugas

menerapakan dan menegakkan hukum. Dalam menerapkan hukum,

27
Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum. Sinar Grafika, Jakarta, 2014, Jakarta, hlm 63

41
seyogianya petugas memiliki pedoman tertulis untuk mengatur ruang

lingkup tugas.

3. Sarana dan fasilitas, berperan penting dalam mengefektifkan suatu

peraturan, seperti saran fisik yang berfungsi sebagai faktor

pendukung.

4. Masyarakat, derajat kepatuhan masyarakat terhadap hukum

merupakan indikator berfungsinya hukum.

Usaha-usaha untuk meningkat kesadaran hukum masyarakat,

karena semakin tinggi tingkat derajat kesadaran hukum masyarakat maka

semakin tinggi pula ketaatan masyarakat terhadap hukum dan hukum

berfungsi dengan efektif. Faktor yang berkaitan tentang peningkatan

kesadaran hukum di masyarakat sebagai berikut:28

1. Pengetahuan hukum

2. Pemahaman hukum kepada masyarakat

3. Ketaatan hukum

4. Pengharapan terhadap hukum

28
Ibid , hlm 66-69

42
BAB III
DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

A. Profil Dinas Perhubungan Kota Cirebon

Dinas Perhubungan merupakan kantor Dinas Perhubungan atau biasa

disingkat Dishub daerah Kota Cirebon, provinsi Jawa Barat. Dinas perhubungan

Kota Cirebon memiliki tugas untuk menyelenggarakan urusan kebijakan

perhubungan atau transportasi untuk daerah Kota Cirebon, Jawa Barat. Adapun

fungsi dari Dinas perhubungan atau biasa disingkat Dishub adalah merumuskan

kebijakan bidang perhubungan dalam wilayah kerjanya, kebijakan teknis bidang

perhubungan, penyelenggaraan administrasi termasuk perizinan angkutan

perhubungan, evaluasi dan laporan terkait bidang perhubungan. Karna fungsinya

yang strategis bidang perhubungan, Dishub juga menyiapkan SDM sedini

mungkin dengan sekolah-sekolah binaan bidang transportasi seperti Sekolah

Tinggi Transportasi Darat (STTD) dan lainnya. Melalui kantor ini juga aturan

terkait transportasi dimusim-musim padat seperti mudik hari raya diatur. Dishub

rutin membuat program mudik gratis baik mudik jalur perhubungan darat, laut dan

udara yang selalu bekerjasama dengan kementerian perhubungan. Untuk

wewenang, Dishub memiliki wewenang untuk memberikan izin persuratan terkait

transportasi dan perhubungan seperti urus izin usaha angkutan, izin angkutan

penumpang umum, izin angkutan barang, penerbitan Izin Trayek dan Kartu

Pengawasan Angkutan Penumpang Umum, Izin Trayek Angkutan Antar Jemput,

izin Operasi Angkutan Sewa, izin Operasi Angkutan Pariwisata, Surat Persetujuan

43
Izin Trayek (SPIT), Izin Operasi (SPIO) Angkutan Taksi Antar Kota Dalam

Provinsi (AKDP) dan lainnya.

Visi

Visi Dinas Perhubungan Kota Cirebon dirumuskan sebagai berikut:

“Terwujudnya Pelayanan Perhubungan Yang Santun Menuju Kota Cirebon

Ramah”.

Pelayanan yang diharapkan adalah pelayanan yang SANTUN merupakan

kepanjangan dari Selamat, Aman, Nyaman, Tertib dan Unggul di bidang

Perhubungan serta pelayananan administrasi.

1) Selamat diindikasikan oleh menurunnya angka kecelakaan transportasi;

2) Aman diindikasikan oleh menurunnya jumlah gangguan keamanan dalam

penyeleng,garaan transportasi;

3) Nyaman diindikasikan oleh tersedianya sarana dan prasarana transportasi

yang nyaman bagi pengguna jasa transportasi;

4) Tertib diindikasikan oleh terselenggaranya kesadaran masyarakat atau

pengguna jasa transportasi dalam menggunakan moda transportasi yang

tertib sebagai bentuk pelayanan transportasi yang tertib berlalu lintas;

5) Unggul diindikasikan oleh meningkatnya aplikasi teknologi informasi dan

skema sistem manajemen trasportasi perkotaan.

Misi

Misi Dinas Perhubungan Kota Cirebon sebagai berikut:

1. Meningkatkan Ketertiban Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

44
2. Peningkatkan ketertiban berlalu lintas dititik beratkan pada penurunan

daerah rawan kemacetan, daerah rawan kecelakaan,

3. Menurunkan angka kecelakaan lalu lintas dan bertambahnya daerah

bebas/tertib becak dalam menyukseskan penyelengaraan perhubungan

yang Selamat, Aman, Nyaman, Tertib dan Unggul.

B. Tugas dan Fungsi Pokok Dinas Perhubungan Kota Cirebon

Berdasarkan Peraturan wali Kota Cirebon Nomor 58 Tahun 2016 tentang

kedudukan, struktur organisasi, tugas dan fungsi, serta tata kerja dinas

perhubungan kota Cirebon merupakan unsur pelaksana otonomi daerah dibidang

perhubungan dipimpin oleh seorang kepala dinas, berada dibawah dan

bertanggung jawab kepada wali kota melalui sekretaris daerah:

1. Tugas pokok

Dinas perhubungan mempunyai tugas pokok membantu wali

kotamelaksanaka urusa pemerintah dan tugas pembantu yang diberikan

kepala daerah dibidang perhubungan.

2. Fungsi

a. `perumusan kebijakan pelaksanaan urusan pemerintahan dan tugas

pembantuan yang dibrikan kepada daerah di bidang perhubungan

b. Pelaksanaan urusan pemerintahaan dan tugas pembantuan yang

diberikan kepada daerah dibidang perhubungan

c. Pelaksanaan evaluasi dna pelaporan urusan pemerintahan dan tugas

pembantuan yang diberikan kepada daerah di bidang perhubungan

45
d. Pelaksaan administrasi dinas dalam pelaksanaan urusan pemerintahan

bidang perhubungan; dan

e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh wali kota terkait dengan

tugas dan fungsi.

C. Wewenang Dinas Perhubungan Kota Cirebon

Dalam penyelenggaraan pengaturan lalu lintas dan angkutan jalan, dinas

perhubungan kota Cirebon memiliki wewenang, meliputi:

1. Penetapa rencana induk jaringan LLAJ Daerah kota Cirebon

2. Penyediaan perlengkapan jalan di jalan daerah kota

3. Pengelolaan terminal penumpang tipe c

4. Penerbitan izin penyelenggaaraan dan pembangunan fasilitas parkir

5. Pengujian berkala kendaraan bermotor

6. Pelaksanaaan Manajemen dan rekayasa lalu lintas untuk jaringan jalan

daerah kota

7. Persetujuan hasil analisis dampak lalu lintas untuk jalan daerah kota

8. Audit dan inspeksi keselamaan LLAJ di jalan daerah kota

9. Penyediaan angkutan umum untuk jasa angkutan orang dan/atau barang

dalam Daerah kota

10. Penetapan kawasan daerah untuk pelayanan angkutan daerah dalam 1

(satu) Daerah Kota

11. Penetapan rencana umum jaringan trayek Daerah dalam 1(satu) Daerah

Kota

46
12. Penetapan wilayah operasi angkutan orang dengan menggunakan taksi

dalam kawasan daerah yang wilayah operasinya berada dalam Daerah

Kota

13. Penerbitan izin penyelenggaraan taksi dan angkutan kawasan tertentu yang

wilayah operasinya berada dalam Daerah Kota

14. Penetapan tarif kelas ekonomi untuk angkutan orang yang melayani

trayek dalam Daerah Kota.

Penyelenggaraan perhubungan dilakukan secara terpadu melalui

keterkaitan antarmoda dan intramoda untuk mengjangkau dan menghubungkan

seluruh wilayah di Daerah Kota dan antara daerah dengan daerah lainnya.

Alat pembatas kecepatan merupakan salah satu perlengkapan jalan yang

mana pemasangannya adalah kewenangan dari dinas perhubungan. Dalam

Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 2009 tentang penyelenggaraan

perhubungan disebutkan mengenai alat pelengkap jalan atau prasarana lalu lintas

yang meliputi:

a. Rambu-rambu terdiri dari golongan, yaitu:

1. Rambu peringatan

2. Rambu larangan

3. Rambu perintah

4. Rambu petunjuk

b. Marka jalan, yang berfungsi untuk mengatur lalu lintas atau

memperingatkan atau menuntun pemakai jalan dalam berlalu lintas, yang

terdiri dari:

47
1. Marka membujur

2. Marka melintang

3. Marka serong

4. Marka lambang, dan;

5. Marka lainnya.

c. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) berfungsi untuk mengatur

kendaraan dan atau pejalan kaki, terdiri dari:

1. Lampu tiga warna, untuk mengatur kendaraan

2. Lampu dua warna, untuk mengatur kendaraan dan pejalan kaki

3. Lampu satu warna, untuk memberikan peringatan bahaya kepada

pemakai jalan

d. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan, terdiri dari:

1. Alat pembatas kecepatan

2. Alat pembatas tinggi dan lebar

e. Alat pengawasan dan pengamanan jalan

f. Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat

g. Fasilitas pendukung kegiatan LLAJ yang berada dijalan dan diluar badan

jalan.

Dalam penyediaan perlengkapan jalan atau prasarana lalu lintas

disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran Daerah Kota. Sementara

itu perlengkapan jalan pada jalan lingkungan tertentu disesuaikan dengan

kapasitas dan volume lalu lintas. Penyelenggaraan pembangunan, pengadaan,

48
pemasangan prasarana lalu lintas jalan dapat dilakukan oleh badan usaha atau

orang-perorangan setelah mendapat pengesahan spesifikasi teknis dari SKPD.29

Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD adalah pelaksana fungsi

eksekutif yang harus berkoordinasi agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan

dengan baik. Yang termasuk ke dalam SKPD yakni Sekretariat Daerah, Staf-staf

Ahli, Sekretariat DPRD, Dinas-dinas, Badan-badan, Inspektorat Daerah, lembaga-

lembaga daerah lain yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Daerah,

Kecamatan-kecamatan (atau satuan lainnya yang setingkat), dan Kelurahan/Desa

(atau satuan lainnya yang setingkat).

Dinas Perhubungan merupakan salah satu bagian dari SKPD yang

memiliki kewenangan yang telah disebutkan diatas salah satunya adalah

penyediaan perlengkapan jalan atau prasarana lalu lintas, karena alat pembatas

jalan merupakan alat pelengkapan jalan jasi yang berwenang memasang alat

pembatas kecepatan adalah Dinas Perhubungan.

29
Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 Tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan Perhubungan,
hlm 17

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun

2018 Tenang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan Dalam

Pemasangan Alat Pembatas Kecepatan Di Jalan Umum Kota Cirebon

Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018

Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan di Kota Cirebon sudah

diterapkan sejak disahkannya Peraturan ini, bahkan dinas perhubungan pun telah

melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang peraturan ini. Namun dalam

penerapannya masih banyak masyarakat yang dalam membuat alat pembatas

kecepatan tidak sesuai dengan aturan yang ada mulai dari tidak memiliki izin

dinas perhubungan kota Cirebon hingga alat pembatas kecepatan atau polisi tidur

tersebut tidak sesuai dengan spesifikasinya.

Dalam penerapannya, alat pembatas kecepatan memiliki bermacam-

macam bentuk dan memiliki ketinggian dan kelandaian yang berbeda. Tentu saja

alat pembatas kecepatan yang dimaksud bukanlah alat pembatas kecepatan yang

dipasang oleh Dinas Perhubungan, melainkan alat pembatas kecepatan yang

dibuat sendiri oleh masyarakat. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang

bagaimana sebenarnya standar alat pembatas kecepatan yang sesuai dengan

aturan. Seperti halnya yang terdapat dalam ruas Jalan kelurahan yang ada di kota

Cirebon, yakni kelurahan Pekiringan Kecamatan Kesambi tersebut memiliki

beraneka ragam bentuk yang membuat pengendara merasa tidak nyaman bila

melewati daerah tersebut. Terlebih warna alat pembatas kecepatan yang terdapat

50
di kelurahan tersebut menyerupai warna dengan badan jalan, hal tentu sangat

berbahaya apabila jalan tersebut dilewati pada malam hari apalagi jika kurangnya

lampu penerangan dijalan tersebut.

Setelah peneliti melakukan kegiatan observasi kelurahan Pekiringan

Kecamatan Kesambi, terdapat jalan yang memiliki alat pembatas kecepatan yang

sama sekali tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82

Tahun 2018 seperti di jalan Menara Kelurahan Pekiringan yang memiliki alat

pembatas kecepatan sebanyak 18 (delapan belas) dalam satu ruas jalan yang

jaraknya berdekatan selain itu alat pembatas kecepatan yang terdapat di jalan

tersebut berbeda-beda ketinggian, kelandaian, ketajaman, serta kerendahan

dengan alat pembatas kecepatan yang ada dijalan lainnya. Kemudian di jalan

terate juga tedapat polisi tidur sebanyak 8 (delapan) yang sangat tajam apabila

pengendara melewati jalan tersebut tidak hati-hati tentu sangat akan

membahayakan. Tidak hanya itu, jalan tersebut juga memiliki polisi tidur yang

warnanya sama dengan warna badan jalan sehingga tidak akan kelihatan jika tidak

diperhatikan dengan baik. Dari segi bahan dalam pembuatan alat pembatas

kecepatan masyarakat kelurahan Pekiringan Kecamatan Kesambi menggunakan

bahan yang serupa dengan bahan badan jalan

Alat pembatas kecepatan dibuat sendiri oleh masyarakat dikarenakan

banyaknya pengendara yang ugal-ugalan dan tidak hanya itu masyarakat juga

merasa kesal dan marah ketika ada pengendara yang membawa kendaraan dengan

kecepatan tinggi ketika melewati daerah mereka, padahal dalam UU Nomor 29

tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dijelaskan dalam Pasal 115 yang

berbunyi:

51
“Pengemudi Kendaraan Bermotor di Jalan dilarang:
a. Mengemudikan Kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang
diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan/atau
b. Berbalapan dengan Kendaran Bermotor lain”.

Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 111 tahun 2015 mengenai

tata cara penetapan batas kecepatan kendaraan bermotor yang mana dalam

peraturan tersebut disebutkan bahwa setiap jalan memiliki batas kecepatan paling

tinggi yang ditetapkan secara nasional, batas kecepatan yakni paling tinggi 30

(tiga puluh) kilometer per jam pada kawasan permukiman. peraturan Menteri

Perhubungan Nomor 111 tahun 2015 mengatur pula mengenai sanksi bagi

pengemudi kendaraan yang melanggar batas kecepatan paling tinggi atau paling

rendah yakni kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp

500.000 (lima ratus ribu rupiah). Pengendara ugal-ugalan atau mengendarai

kendaraaan melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan di jalan tertentu itu

akibat kurangnya kesadaran hukum masyarakat dan penegakan hukum yang

lemah di Indonesia.

Mengemudi kendaaraan melebihi batas kecepatan yang diperbolehkan

merupakan salah sau jenis pelanggaran lalu lintas yakni Mengemudikan

kendaraan bermotor berbalapan di jalan (Pasal 297 Undang-Undang Lalu Lintas

Dan Angkutan Jalan). pelanggaran lalu lintas adalah suatu tindakan atau perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang yang mengemudikan kendaraan umum atau

kendaraan bermotor juga pejalan kaki yang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan lalu lintas yang berlaku.

Hal itulah yang membuat masyarakat melakukan pemasangan alat

pembatas kecepatan guna memberikan peringatan kepada pengendara agar

memperlambat laju kendaraannya apalagi dijalan tersebut banyak anak-anak,

52
namun pemasagan portal alat pembatas kecepatan yang dibuat oleh masyarakat

tersebut tidak sesuai dengan aturan yang ada yang mana telah dijelaskan pada bab

II mengenai spesifikasi alat pembatas kecepatan. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor PM 82 Tahun 2018 tentang alat pengendali dan pengaman

pengguna jalan disebutkan bahwa jalan yang dapat dipasangi alat pembatas

kecepatan hanya pada Jalan kolektor, jalan lokal, area parkir, jalan Privat atau

jalan lingkungan serta tempat penyeberangan jalan (raised crossing/raised

intersection).

Alat pembatas kecepatan terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan

lainnya yang memiliki pengaruh serupa. Pemakaian bahan harus memerhatikan

keselamatan pemakaian jalan.30

Memiliki ukuran tinggi antara 8 (delapan) sampai dengan 15 (lima belas)

sentimeter, lebar bagian atas antara 30 (tiga puluh) sampai dengan 90 (sembilan

puluh) sentimeter dengan kelandaian paling banyak 15 (lima belas) persen untuk

alat pembatas kecepatan yang berupa speed bump. Memiliki ukuran tinggi antara

8 (delapan) sentimeter sampai dengan 9 cm (sembilan sentimeter), lebar bagian

atas 660 cm (enam ratus enam puluh) sentimeter dengan kelandaian paling tinggi

15% (lima belas persen) untuk speed hump, dan untuk speed table memiliki

ukuran tinggi antara 8 (delapan) sentimeter sampai dengan 9 cm (sembilan

sentimeter), lebar bagian atas 660 cm (enam ratus enam puluh) sentimeter dengan

kelandaian paling tinggi 15% (lima belas persen). Selain ukuran yang harus sesuai

standar juga alat pembatas kecepatan yang dibuat harus memiliki kombinasi

warna kuning atau warna putih berukuran 20 cm (dua puluh sentimeter) dan

30
Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018 Tentang Alat Pengendali Dan
Pengaman Pengguna Jalan

53
warna hitam berukuran 30 cm (tiga puluh sentimeter). Semua jenis dan klasifikasi

alat pembatas kecepatan diatas memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama

melindungi para pengguna jalan dan pengendara dan memberikan keselamatan

dan juga kenyamanan dalam berlalu-lintas khususnya pada jalan-jalan dan lokasi-

lokasi tertentu. Di jalan kota Cirebon sendiri lebih banyak masyarakat yang

memasang alat pembatas kecepatan yang berupa speed bump.

Selain tidak sesuai dengan spesifikasinya, polisi tidur yang dibuat oleh

masyarakat juga tidak memiliki izin dari Dinas Perhubungan Kota Cirebon, hal ini

tentu sangat bertentangan dengan peraturan daerah kota Cirebon nomor 9 tahun

2009 tentang penyelenggaraan perhubungan dimana dalam pasal 11 ayat 1 Huruf

(d) yakni;

“Alat pengendali pemakai jalan yang digunakan untuk pengendalian atau


pembatas terhadap kecepatan, ukuran muatan kendaraan pada ruas-ruas
jalan tertentu terdiri dari:
1. Alat pembatas kecepatan, dan
2. Alat pembatas tinggi dan lebar”.

Selanjutnya disebutkan dalam pasal 4, bahwa:

“Penyelenggaraan pembangunan, pengadaan, pemasangan prasarana lalu


lintas jalan dapat dilakukan oleh badan usaha atau orang-perorangan
setelah mendapat pengesahan spesifikasi teknis dari SKPD”

Dari hasil wawancara peneliti dilapangan mengenai polisi tidur atau alat

pembatas kecepatan yang dibuat sendiri oleh masyarakat banyak yang tidak sesuai

aturan. Dinas perhubungan mengatakan bahwa mereka tidak menghalangi

masyarakat yang ingin membuat polisi tidur karena itu merupakan inisiatif dari

masyarakat asal telah mendapat pengesahan dari dinas perhubungan agar tidak

merugikan pengguna jalan lainnya. Berkaitan dengan mekanisme dalam

mengajukan keinginan pemasangan alat pembatas kecepatan, peneliti telah

54
melakukan kegiatan wawancara kepada narasumber tentang bagaimana proses

dalam pemasangan alat pembatas kecepatan atau portal lainnya. Prosedur

mekanisme tersebut telah ditentukan oleh Kemenhub. Prosedur tersebut tentu

harus dengan izin dari Dinas Perhubungan melalui mekanisme antara lain sebagai

berikut:31

1. Masyarakat melaporkan ke Kelurahan setempat dan menjelaskan alasan

ingin dipasang alat pembatas jalan atau polisi tidur didaerah tersebut

2. Kelurahan setempat akan mengirimkan surat permintaan ke Dinas

Perhubungan untuk meminta alat bantuan berupa pemasangan alat

pembatas kecepatan.

3. Setelah menerima surat permintaan, Dinas Perhubungan bersama dengan

Staff lapangan atau Staff LLAJ (Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)

melakukan survei lapangan terlebih dahulu apakah di daerah tersebut

memang sangat diperlukan untuk dipasang Alat pembatas kecepatan atau

tidak. Misalnya daerah tersebut sering terjadi pengendara yang ugal-

ugalan, dan juga survei lapangan untuk mengetahui berapa panjang dari

alat pembatas kecepatan yang dibutuhkan.

4. Setelah melakukan survei, Staff lapangan atau Staff LLAJ (Lalu Lintasdan

Angkutan Jalan) mencatat berapa unit Alat pembatas kecepatan yang

hendak dipasang.

5. Apabila alat pembatas kecepatan telah tersedia maka langsung dipasang

ditempat tersebut, apabila alat pembatas kecepatan belum tersedia, maka

harus menunggu sampai barang tersebut ada.


31
Asep Sudrajat, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas, di Kantor Dinas Perhubungan Kota Cirebon,
wawancara Tanggal 13 Juni 2019

55
Prosedur mekanisme tersebut diatas harus dilakukan agar pemasangan

Alat pembatas kecepatan terdata dan tercatat dikantor Dinas perhubungan Kota

Cirebon.

Dalam kasus pembuatan alat pembatas kecepatan yang belum sesuai

dengan undang-undang yang berlaku bisa diklarifikasikan bahwa titik

kesenjangan berada pada tahap penegakan hukum yang belum efisien dalam

pengawasan yang terjadi dimasyarakat. Kesenjangan terjadi pada tahap sarana

atau fasilitas, karena belum ada pemahaman hukum pada masyarakat, sosialisasi

atau komunikasi tentang peraturan pembuatan alat pembatas kecepatan yang

dilakukan oleh Dinas Perhubungan belum efisien. Kesalahan pada masyarakat

yang tingkat kesadaran tentang hukum masih rendah ini terbukti bahwa tidak ada

upaya yang nyata untuk memahami hukum atau peraturan yang dibuat oleh

pemerintah. Sehingga masyarakat melakukan pemasangan alat pembatas

kecepatan tidak sesuai dengan aturannya. Kesadaran hukum itu sendiri merupakan

pandangan hidup masyarakat atas apa sebenarnya hukum itu dimana pandangan-

pandangan tersebut dipengaruhi oleh akal, agama, politik, ekonomi dan lain

sebagainya. Bisa juga dikatakan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran

dari diri seseorang yang tanpa tekanan, perintah atau pun paksaan dari luar agar

tunduk serta patuh terhadap hukum. Selain kesadaran hukum masyarakat yang

rendah juga akibat dari lemahnya penegakan hukum di Indonesia sehingga

masyarakat berbuat semaunya sendiri.

56
B. Upaya Dinas Perhubungan Kota Cirebon Mengenai Pemasangan Alat

Pembatas Kecepatan Kendaraan Yang Tidak Sesuai Dengan Aturan

Sebagaimana diketahui dalam pembahasan bab II (dua) sebelumnya,

bahwa pengertian alat pembatas kecepatan adalah merupakan salah satu alat

kelengkapan pada jalan yang digunakan untuk menghambat laju kendaraan. Alat

pembatas kecepatan berperan penting dalam lalu lintas di jalan. Pemasangan alat

pembatas kecepatan tidak boleh dipasang asal-asalan karena sudah ada aturan

mengenai pemasangan alat pembatas kecepatan tersebut. Dalam wawancara yang

dilakukan oleh peneliti ke Dinas Perhubungan dibidang Lalu Lintas dan Angkutan

jalan, mereka menjelaskan dan membenarkan bahwasanya dalam penerapan alat

pembatas kecepatan yang sesuai dengan aturan tersebut adalah alat pembatas

kecepatan yang ketinggiannya tidak boleh lebih dari 15 sentimeter. Jikalau polisi

tidur tersebut lebih dari 15 cm, akan dapat membuat pengendara marah dan kesal

dikarenakan alat pembatas kecepatan yang terlalu tinggi, yang mana sudahh diatur

didalam peraturan menteri. Dengan standar yang telah ditetapkan tersebut, akan

lebih mudah bagi pengguna jalan untuk berkendara.32

Alat pembatas kecepatan yang tidak sesuai aturan misalnya alat pembatas

kecepatan yang memiliki bentuk yang besar dan tinggi serta warna yang sama

dengan badan jalan, tentu akan sangat menggangu terutama bagi pengendara.

Ketika alat pembatas kecepatan yang dibangun tidak sesuai maka itu akan

membahayakan pengendara, Polisi tidur itu ada standarnya dari Dinas

Perhubungan. Dinas Perhubungan memang sudah memiliki standar bahwa polisi

32
Asep Sudrajat, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas, di Kantor Dinas Perhubungan Kota Cirebon,
wawancara Tanggal 13 Juni 2019

57
tidur tidak boleh terlalu tinggi dan tidak boleh terlalu tajam karna akan dapat

membahayakan pengendara.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa alat pembatas kecepatan atau polisi

tidur yang ada di kota Cirebon memiliki banyak sekali bentuk yang tidak sesuai

dengan sistem aturan dan bisa dikatakan ilegal. Hal tersebut membuat pengendara

merasa tidak nyaman, bahkan tidak sedikit juga pengendara yang merasa kesal

dengan adanya alat pembatas kecepatan tersebut. Setelah mengetahui adanya alat

pembatas kecepatan yang telah menyalahi aturan, tentu Dinas Perhubungan

melakukan upaya-upaya untuk menanggulangi hal tersebut. Upaya yang dilakukan

Dinas Perhubungan kota Cirebon yakni melakukan sosialisasi kepada masyarakat

tekait aturan pemasangan alat pembatas kecepatan tersebut, bahwa mereka

melakukan suatu informasi sebagai berikut:33

1. Dinas Perhubungan memberikan informasi kepada masyarakat terlebih

dahulu melalui Lurah. Mereka menjelaskan kepada lurah kelurahan

setempat bahwasanya ada sebuah alat yang digunakan untuk mengurangi

kecepatan, sehingga pengendara bisa mengontrol kendaraannya dan tidak

mengendara kendaraannya dalam kecepatan tinggi dan kebut-kebutan,

serta dapat meminimalisir kecelakaan.

2. Setelah Dinas Perhubungan menyatakan hal tersebut dan mendapat

tanggapan yang sangat bagus dan menerima dengan baik dari Lurah

kelurahan tersebut, Dinas Perhubungan juga harus mendapatkan

persetujuan dari Lurah kelurahan setempat

33
Asep Sudrajat, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas, di Kantor Dinas Perhubungan Kota Cirebon,
wawancara Tanggal 13 Juni 2019

58
3. Kemudian setelah mendapatkan persetujuan dari Lurah kelurahan, Dinas

Perhubungan dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang

kegunaan dan fungsi polisi tidur dan diharapkan masyarakat juga dapat

memahami.

4. Setelah sosialisasi tentang alat pembatas kecepatan selesai dilaksanakan,

Dinas Perhubungan dapat membicarakan lagi mengenai pengadaan alat

tersebut di kelurahan setempat dan apabila ada masyarakat yang ingin

memasang alat pembatas kecepatan harus izin dahulu kepada dinas

perhubungan.

Terkait masih banyaknya masyarakat yang melakukan pemasangan alat

pembatas kecepatan yang tidak sesuai aturan. Dinas Perhubungan mengatakan

bahwa mereka melakukan upaya dengan koordinasi terlebih dahulu kepada Lurah

Kelurahan setempat di daerah yang membuat alat pembatas kecepatan asal-asalan

tersebut, mengapa di daerah tersebut dipasang alat pembatas kecepatan yang

bukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang dibuat sendiri oleh masyarakat.

Oleh karena itu mereka harus melakukan upaya koordinasi terlebih dahulu kepada

Lurah setempat. Apabila alasannya tepat, maka mereka dapat memaklumi alasan

tersebut, kalau tidak, maka Dinas Perhubungan berkoordinasi dengan Satuan

Polisi Pamong Praja terpaksa harus membongkar secara paksa alat pembatas

kecepatan tersebut. Karena apabila ketinggiannya melebihi batas yang telah

ditentukan, itu sudah tidak sesuai lagi dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk perihal sanksi, Dinas Perhubungan tidak memberikan sanksi dalam

bentuk apapun kepada masyarakat, karena hal itu dilakukan juga untuk kebaikan

dan keamanan jalan di Kelurahan tersebut. Selanjutnya, Dinas Perhubungan juga

59
menghargai inisiatif dari masyarakat yang membuat alat pembatas kecepatan

sendiri, walaupun alat pembatas kecepatan tersebut tidak sesuai dengan aturan

yang berlaku.

Dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan

sebenarnya telah tertuang terkait sanksi terhadap masyarakat yang membuat alat

pembatas kecepatan yang tidak sesuai dengan aturan, ada dua pasal yang

mengatur mengenai hal ini yakni pasal 274 dan 275.

Pasal 274 menyebutkan setiap orang yang melakukan perbuatan yang

mengakibatkan kerusakan dan atau gangguan fungsi jalan seperti yang dimaksud

dalam pasal 28 ayat 1 dapat dipidana penjara paling lama satu tahun atau denda

paling banyak Rp 24.000.000.

Sedangkan dalam pasal 275 ayat 1, disebutkan bahwa setiap orang yang

melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu

Lintas, Marka Jalan, Alat pemberi isyarat lalu lintas, fasilitas pejalan kaki dan alat

pengaman pengguna jalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat 2 dipidana

kurungan paling lama satu bulan dan denda paling banyak Rp 250.000.

Keberadaan Alat pembatas kecepatan dijalan-jalan itu sebenarnya hanya

sebuah isyarat bahwa peraturan dijalan tidak lagi bisa ditegakkan melalui rambu

dan marka jalan tidak lepas dari kelemahan penegakan hukum sehingga orang

bertindak sendiri membuat rintangan di jalan dengan tujuan agar pengendara tidak

seenaknya memacu kendaraanya. Harus diakui, para pengendara itu sekarang

sudah tidak bisa mematuhi rambu dan marka jalan yang dibuat untuk ketertiban di

jalan akibat dari lemahnya kesadaran hukum masyarakat.

60
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian, maka penulis dapat memberikan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor PM 82 Tahun 2018

Tentang Alat Pengendali dan Pengaman Pengguna Jalan di Kota Cirebon

sudah diterapkan sejak disahkannya Peraturan ini. Namun dalam

penerapannya masih banyak masyarakat yang dalam membuat alat

pembatas kecepatan tidak sesuai dengan aturan yang ada mulai dari tidak

memiliki izin dinas perhubungan kota Cirebon hingga alat pembatas

kecepatan atau polisi tidur tersebut tidak sesuai dengan spesifikasinya.

Seperti yang terdapat dalam ruas Jalan kelurahan yang ada di kota

Cirebon, yakni kelurahan Pekiringan Kecamatan Kesambi tersebut

terdapat banyak sekali jalan-jalan yang memiliki alat pembatas kecepatan

yang sama sekali tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan RI

Nomor PM 82 Tahun 2018 seperti di jalan Menara Kelurahan Pekiringan

yang memiliki alat pembatas kecepatan atau polisi tidur sebanyak 18

(delapan belas) dalam satu ruas jalan yang jaraknya berdekatan selain itu

alat pembatas kecepatan yang terdapat di jalan tersebut berbeda-beda

ketinggian, kelandaian, ketajaman, serta kerendahan dengan alat pembatas

kecepatan yang ada dijalan lainnya. Kemudian di jalan terate juga tedapat

polisi tidur sebanyak 8 (delapan) yang sangat tajam. Dari segi bahan dalam

61
pembuatan alat pembatas kecepatan masyarakat kelurahan Pekiringan

Kecamatan Kesambi menggunakan bahan yang serupa dengan badan jalan.

Tidak hanya itu, jalan tersebut juga memiliki polisi tidur yang warnanya

sama dengan jalan sehingga tidak akan kelihatan jika tidak diperhatikan

dengan baik.

Selain tidak sesuai dengan spesifikasinya, polisi tidur yang dibuat oleh

masyarakat juga tidak memiliki izin dari Dinas Perhubungan Kota

Cirebon, hal ini tentu sangat bertentangan dengan peraturan daerah kota

Cirebon nomor 9 tahun 2009 tentang penyelenggaraan perhubungan

dimana dalam pasal 4 disebutkan bahwa penyelenggaraan pembangunan,

pengadaan, pemasangan prasarana lalu lintas jalan dapat dilakukan oleh

badan usaha atau orang-perorangan setelah mendapat pengesahan

spesifikasi teknis dari SKPD dalam hal ini adalah Dinas Perhubungan.

2. Upaya yang dilakukan dinas perhubungan kota Cirebon yakni melakukan

sosialisasi kepada masyarakat mengenai aturan pemasangan alat pembatas

kecepatan. Terkait masih banyaknya masyarakat yang melakukan

pemasangan alat pembatas kecepatan yang tidak sesuai aturan. Dinas

Perhubungan mengatakan bahwa mereka melakukan upaya dengan

koordinasi terlebih dahulu kepada Lurah Kelurahan setempat di daerah

yang membuat alat pembatas kecepatan asal-asalan tersebut, mengapa di

daerah tersebut dipasang alat pembatas kecepatan yang bukan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku yang dibuat sendiri oleh masyarakat. Oleh

karena itu mereka harus melakukan upaya koordinasi terlebih dahulu

kepada Lurah setempat. Apabila alasannya tepat, maka mereka dapat

62
memaklumi alasan tersebut, kalau tidak, maka mereka terpaksa harus

membongkar secara paksa alat pembatas kecepatan tersebut. Karena

apabila ketinggiannya melebihi batas yang telah ditentukan, itu sudah tidak

sesuai lagi dengan ketentuan yang berlaku.

Untuk perihal sanksi, Dinas Perhubungan tidak memberikan sanksi dalam

bentuk apapun kepada masyarakat, karena hal itu dilakukan juga untuk

kebaikan dan keamanan jalan di Kelurahan tersebut. Selanjutnya, Dinas

Perhubungan juga menghargai inisiatif dari masyarakat yang membuat alat

pembatas kecepatan sendiri, walaupun alat pembatas kecepatan tersebut

tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis uraikan, maka penulis

ingin menyampaikan saran-saran sebagai berikuut:

1. Adanya alat pembatas kecepatan yang dibuat oleh masyarakat tidak sesuai

aturan yang ada, pemasangan alat pembatas kecepatan sebagai bentuk

pengendalian terhadap masyarakat yang tidak tertib hukum dalam tertib

lalu lintas harus selaras dengan landasan filosofi pancasila sila kelima

yakni “keadilan sosial bagi seluruh Indonesia”. Sehingga diharapkan

kepada masyarakat yang membuat alat pembatas kecepatan harus sesuai

dengan aturannya untuk menghidari ketidaknyamanan pengguna jalan

lainnya. Selain itu pengguna jalan yang mengendarai kendaraan secara

ugal-ugalan harus meningkatkan kesadaran hukum karena dalam Undang-

undang telah diatur batas minimal kecepatan kendaraan.

63
2. Dalam memberikan upaya-upaya informasi kepada masyarakat, lembaga

yang berwewenang harus memberikan upaya yang membuat kesadaran

masyarakat lebih bertambah dari sebelumnya. Tidak hanya sekedar

memberikan informasi saja, diharapkan kepada Dinas Perhubungan selaku

Lembaga yang membidangi masalah Lalu Lintas dan Angkutan jalan

untuk lebih memberikan sanksi yang lebih tegas kepada masyarakat yang

membangun atau membuat alat pembatas kecepatan yang tidak sesuai

sistem aturan tersebut agar memberikan efek jera kepada masyarakat.

64
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Achmad Ali dan Wiwie Heryani. 2012, Menjelajahi Kajian Empiris Terhadap
Hukum. Jakarta: Kencana
Marwan Mas, 2014, Pengantar Ilmu Hukum. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia

Otje Salman dan Anton f. Susanto, 2004, Teori Hukum Mengingat Mengumpulkan
dan Membuka Kembali. Bandung: PT Refika Aditama
Satjipto Raharjo, 2005, Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti

Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Surayin, 2001, Kamus Umum Bahasa Indonedia. Bandung: Yrama Widya

Wirawan, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Wirjono Prdjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana. Bandung: Refika Aditama

Witono Hidayat Yuliadi, 2015, Undang-undang Lalu Lintas Dan Aplikasinya.


Jakarta Timur: Dunia Cerdas

Zainuddin Ali, 2014, Sosiologi Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Amandemen ke-IV Tahun


1945
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2013 tentang Jalan

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 82 Tahun 2018


tentang Alat Pengendali dan Pengaman Penggguna Jalan

Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 9 tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan


Perhubungan

65
INTERNET

https://docplayer.info/67455583-Pendahuluan-speed-bump-speed-bump-atau-
disebut-juga-sebagai-alat-pembatas-kecepatan.html, (diakses pada Tanggal 8
Juni 2019)

https://otomotifnet.gridoto.com/read/231149361/asal-mula-istilah-polisi-tidur-
ternyata-dari-bahasa-inggris#!%2F, (diakses pada Tanggal 23 Juni 2019)

WAWANCARA

Asep Sudrajat, Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas, di Kantor Dinas Perhubungan
Kota Cirebon, wawancara Tanggal 13 Juni 2019

66

Anda mungkin juga menyukai