Anda di halaman 1dari 37

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DALAM


PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU BALAPAN LIAR DI KOTA
GORONTALO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Jurusan Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Oleh:

Shava Clara Ainshabilla


NIM. 192032039

FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
SULTAN AMAI GORONTALO
2023
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan proposal skripsi mahasiswa atas nama Shava
Clara Ainshabilla, NIM 192032039, program studi Hukum Pidana Islam,
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo,
setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi proposal skripsi yang
bersangkutan dengan judul “Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Penegakan Hukum
terhadap Balapan Liar di Kota Gorontalo”, memandang bahwa proposal
skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat disetujui untuk
diajukan ke Seminar Proposal.
Demikian persetujuan ini diberikan untuk proses lebih lanjut.

Gorontalo, September
2023

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Arhjayati Rahim, SH., M.H Nur Aina Ahmad, SPd., M.Pd
NIP: 198411232009012017 NIP: 198411212011012009

Mengetahui:
Ketua Jurusan Hukum Pidana Islam (Jinayah)

Dr. Arhjayati Rahim, SH., M.H

i
NIP: 198411232009012017

ii
1

A. Latar Belakang

Pelanggaran lalu lintas adalah hal yang paling sering terjadi di jalan raya,

yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat baik pengguna jalan roda empat,

roda dua, maupun bus atau truk. Hal ini yang menjadi masalah utama di jalan raya

dan menjadi tugas penting oleh kepolisian.1 Fenomena pelanggaran yang marak

terjadi yaitu pelanggaran lalu lintas seperti balap liar, yang umumnya balap motor

merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang dewasa secara terorganisasi

dalam suatu event menggunakan kendaraan bermotor berdasarkan jenis kapasitas

mesin, kecepatan dan lainnya. Kegiatan ini pada umumnya dilakukan sebagai

ajang olahraga yang berjenis hobi yang nantinya akan mengarah kepada sebuah

profesi sebagai seorang pembalap, bilamana didukung dengan prestasi sebagai

seorang pembalap dan pendukungnya. Balap motor biasanya dilakukan di area

yang sudah dirancang khusus untuk tercapainya tujuan keamanan dalam

berjalannya ajang balap motor tersebut.2

Balap liar termasuk kegiatan yang dikategorikan sebagai sebuah

pelanggaran.selain menimbulkan kegaduhan karena suara bising dari kendaraan

yang sedang berbalapa ataupun menimbulkan kemacetan karena ruas jalan ditutup

oleh penyelenggara balapan, balap liar juga dapat memicu kecelakaan yang dapat

menimbulkan korban jiwa, baik dari para pembalap maupun para penonton balap

liar tersebut. Balap liar ini merupakan kegiatan yang tergolong yang sangat

berbeahaya dikarenakan dilakukan tanpa adanya keamanan khusus untuk diri

pembalap maupun bagi penontonnya. Balapan liar di jalan raya adalah perilaku

tidak bertanggung jawab, dari aspek keamanan dan keselamatan sagat

1
Sasambe, “Kajian Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Oleh
Kepolisian”, (Jurnal Lex Crimen, Vol 5, Nomor 1, 2016), h. 82.
2
Moeljatno, Asas-Asas….., h. 182.
2

membahayakan baik pembalap liar maupun pengguna jalan yang lain. Kemudian

dari aspek yuridis merupakan bentuk pelanggaran lalu lintas.3

Di Indonesia pengaturan tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara

nasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas

dan angkutan jalan. Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi

dasar pedoman dalam penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas. Kepatuhan

hukum masyarakat terhadap etika berlalu lintas dapat dikatakan masih rendah. Hal

ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari, seiring dengan banyaknya

masyarakat yang memanfaatkan sepeda motor sebagai sarana transportasi sehari-

hari tidak diimbangi dengan sikap bertanggung jawab dan patuh atau taat terhadap

etika berlalu lintas atau tata cara berlalu lintas yang baik dan benar menurut

Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, balapan liar di jalan raya itu

merupakan tindakan ilegal.4

Berdasarkan pasal 115, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, menyebutkan bahwa:


Pengemudi kendaraan bermotor di jalan dilarang:
a. Mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan paling tinggi yang
diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21; dan/atau
b. Berbalapan dengan kendaraan bermotor lain.5

Berdasarkan hasil wawancara, aksi balap liar di Kota Gorontalo sering

terjadi di Bundaran Saronde, dan juga di Bundaran Perlimaan Kota Gorontalo.

Pihak kepolisian melakukan patroli pada wilayah tersebut. Adapun aksi balap liar

menurut Supomo, yaitu:


Ada 10 unit motor terlibat balapan liar di Bundaran Saronde. Kami
mengamankan pelaku balap liar yang meresahkan masyarakat tersebut.
Tak hanya itu, balap liar yang kerap terjadi karena membahayakan
3
S. Alam, Pengantar Kriminologi, (Makasar: Pustaka Refleksi, 2010), h. 79.
4
Andrew R Cecil, Penegakan Hukum, (Bandung: Alfabeta, 2017), h. 27.
5
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Pasal 115.
3

pengendara lain serta aksi ugal-ugalan para pelaku balap liar juga rawan
mengakibatkan kecelakan. 6
Adapun balapan liar di Gorontalo Utara menabrak seorang anggota TNI,

di mana motor keduanya rusak parah, dan mengakibatkan anggota TNI tersebut

meninggal.7 Adapun juga kenakalan remaja yang dikeluhkan masyarakat Kota

Gorontalo, yaitu balap liar. Hampir setiap malam minggu hal ini terjadi.

Masyarakat berharap Balap liar di Kota Gorontalo ini agar cepat teratasi, karena

sangat meresahkan masyarakat, diakibatkan kanalpot yang bising dan juga bisa

mengakibatkan kecelakaan.8

Adapun juga perilaku balap liar di Gorontalo sudah sangat meresahkan

masyarakat, sehingga dapat dikategorikan sebagai kondisi patologi sosial,

penyakit masyarakat yang perlu segera diobati. Aksi balap liar dilakukan tanpa

menggunakan standar keamanan yang telah ditentyukan seperti helm sebagai

pelindun kepala pengendara motor sehingga membahayakan, baik nyawa pelaku

balap liar maupun pengguna jalan lainnya. Adanya balap motor yang dilakukan

pada umumnya remaja, sangat meresahkan masyarakat, sehingga masyarakat

berharap dapat diberikan sanksi kepada pembalap liar karena bisa menyebabkan

kecelakaan dan juga mengganggu masyarakat.9

Balapan liar ini merupakan perbuatan yang dilarang dalam Pasal 297,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

yaitu:
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 huruf b dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak RP
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).10

6
Soepomo, Kepala Satuan Lalu Lintas Polresta Kota Gorontalo, Hasil wawancara pada
tanggal 24 Oktober 2023.
7
Liputan6.com/regional/read/45, Di akses pada tanggal 6 November 2023.
8
Https://tribratanews.gorontalo.polri.go.id, Di akses pada tanggal 6 November 2023.
9
https://prosesnews.id, Di akses pada tanggal 6 November 2023.
4

Aksi balap liar ini merupakan sebuah pelanggaran, karena berpotensi

menimbulkan kegaduhan dan rentan menyebabkan kecelakaan yang bisa

merugikan pelaku sendiri, penonton maupun pengguna jalan lainnya. Namun,

pada kenyataannya terdapat banyak pelanggaran terhadap aturan tersebut.

Sehingga diperlukan upaya yang maksimal untuk menanggulangi balapan liar

tersebut. Perlunya peran dari penegak hukum di Kota Gorontalo dalam

menertibkan pengendara sepeda motor yang tidak sesuai fungsinya, untuk

terciptanya keselamatan, keamanan dan ketertiban di jalan raya. Berdasarkan latar

belakang tersebut maka penulis tertarik meneliti tentang “Implementasi Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Balapan Liar di Kota

Gorontalo”`

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang

Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum terhadap pelaku

balapan liar di Kota Gorontalo?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan Kepolisian Kota Gorontalo dalam

penegakan hukum terhadap pelaku balapan liar?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum terhadap

pelaku balapan liar di Kota Gorontalo.


10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Pasal 297.
5

b. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Kepolisian Kota Gorontalo dalam

penegakan hukum terhadap pelaku balapan liar.

2. Kegunaan Penelitian

a. Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan untuk

mengembangkan ilmu hukum khusunya dalam implementasi Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan

hukum terhadap pelaku balapan liar di Kota Gorontalo.

b. Praktis

Penelitian ini secara praktis memiliki kegunaan, yaitu:

1) Membantu dan memberikan masukan serta tambahan pegetahuan bagi para

pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti khususnya implementasi

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan dalam penegakan hukum terhadap pelaku balapan liar di Kota

Gorontalo.

2) Menjadi sumber referensi ilmiah baru dalam meneliti suatu masalah terkait

permasalahan yang ada di dalam penelitian ini dan menjadi referensi peneliti

berikutnya dalam mencari tahu tentang implementasi Undang-Undang Nomor

22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan

hukum terhadap pelaku balapan liar di Kota Gorontalo.


6

D. Definisi Operasional dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Definisi Operasional

Beberapa istilah terkait judul penelitan akan diuraikan dengan maksud

menghindari terjadinya kekeliruan dalam penafisran pembaca dalam memahami

isi dari penelitian tersebut.

a. Implementasi

Implementasi yaitu pelaksanaan atau penerapan. Sedangkan pengertian

umum adalah suatu tindakan atau pelaksanaan rencan yang telah disusun secara

cermat dan rinci (matang).11 Kata implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu

to implement artinya mengimplementasikan. Pada kamus besar Webster, to

implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means for carrying out

(menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to

(untuk menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu).12

Menurut Van Meter dan Van Horn implementasi adalah tindakan-tindakan

yang dilakukan baik oleh individu-individu atau kelompok-kelompok pemerintah

atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan

dalam keputusan kebijakan.13 Jadi implementasi merupakan sebuah proses ide,

kebijakan, inovasi dalam sebuah tindakan aplikatif sehingga memberikan dampak

nilai maupun sikap yang terealisasi. Adapun implementasi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009

tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum terhadap pelaku

balapan liar di Kota Gorontalo.

11
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan, 2016), h. 427.
12
Solichin Abdul Wahab, Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan
Negara, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h. 65.
13
Ibid., h. 66.
7

b. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan

Adapun Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pada pasal 297, yaitu:
Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor berbalapan di jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak RP
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).14

c. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan proses dilakukan upaya penegakan atau

berfungsi norma-norma sebagai dasar pelaku hukum yang ada di masyarakat dan

negara. Sistem penegakan hukum adalah terkait adannya keserasian antara nilai-

nilai dan kaidah hukum dengan perilaku nyata manusia.15

Menurut Lawrence M. Friedman, penegakan hukum dalam arti luas

mencakup kegiatan untuk melaksanakan dan menerapkan hukum serta melakukan

tindakan hukum terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan hukum yang

dilakukan oleh subjek hukum, baik melalui prosedur peradilan ataupun melalui

arbitrase dan mekanisme penyelesaian sengketa lainnya (alternative desputes or

conflicts resolution). Sedangkan dalam arti sempit, penegakan hukum itu

menyangkut kegiatan penindakan terhadap setiap pelanggaran atau penyimpangan

terhadap peraturan perundang-undangan, khususnya yang lebih sempit lagi

melalui proses peradilan pidana yang melibatkan peran aparat Kepolisian,

Kejaksaan, Advokat, atau Pengacara, dan badan-badan Peradilan. 16 Adapun

14
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, Pasal 297.
15
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1986), h. 21.
16
Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebajikan Penanggulangan
Kejahatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h. 28.
8

penegakan hukum yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penegakan hukum

terhadap pelaku balap liar di Kota Gorontalo

d. Balapan Liar

Balapan liar adalah sebuah aktivitas ilegal di mana para para pesertanya,

biasanya pengemudi kendaraan bermotor ataupun mobil, bersaing secara tidak

resmi dalam sebuah kompetisi kecepatan di jalan raya atau area umum yang

bukan arena balap resmi. Dalam balapan liar, para peserta berusaha mencapai

kecepatan tertinggi atau menunjukan keahlian mengemudi mereka dalam situasi

yang berbahaya dan tidak terkendali. Balapan liar sering kali melibatkan

kendaraan yang telah dimodifikasi untuk meningkatkan performa, seperti mesin

yang lebih kuat, penggantian suspensi, atau perubahan lainnya. Kegiatan ini sering

kali sangat beresiko, mengancam keselamatan pengemudi, penumpang, dan

masyarakat umum yang ada disekitarnya. Selain itu, balapan liar juga illegal

karena melanggar hokum lalu lintas dan dapat menyebabkan kecelakaan

berbahaya serta merusak property publik. 17 Adapun balap liar yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah balap liar yang berada di Kota Gorontalo.

e. Kota Gorontalo

Kota Gorontalo yang dimaksud adalah Ibu Kota Provinsi Gorontalo yang

di mana Kota Gorontalo adalah pusat dari pemerintahan di Provinsi Gorontalo.

Kota Gorontalo merupakan Kota terbesar dan terpadat penduduknya di wilayah

Teluk Tomini (Teluk Gorontalo), sehingga menjadi Kota Gorontalo sebagai pusat

ekonomi, jasa dan perdagangan, Pendidikan, hingga pusat penyebaran agama

17
Yosep Dwi Rahadyanto, “Upaya dan Kendala Polisi dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Perjudian Balap Liar di Kabupaten Sleman, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Hukum,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014), h. 7.
9

islam.18 Adapun Kota Gorontalo yang dimaksud dalam penelitian ini adalah di

mana masih maraknya para pelaku balapan liar yang berada di Kota Gorontalo.

2. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada implementasi Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum

terhadap pelaku balap liar di Kota Gorontalo.

Adapun ruang lingkup dalam penelitian ini, yaitu:

a. Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan dalam penegakan hukum terhadap pelaku balapan liar di Kota

Gorontalo.

b. Upaya yang dilakukan Kepolisian Kota Gorontalo dalam penegakan hukum

terhadap pelaku balapan liar.

E. Telaah Pustaka

Beberapa temuan kajian teori ataupun pendukung dapat dijadikan sebagai

sumber rujukan dalam penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut

sebagai berikut:

1. Skripsi dari Izhar Mega, dari fakulas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo

yang berjudul “Tinjauan Kriminologi Terhadap Aksi Balap Liar Dikalangan

Remaja di Kecamatan Limboto”. Adapun penelitian dari Izhar Mega

membahas tentang apa yang melatarbelakangi maraknya aksi balap liar di

Kecamatan Limboto dan juga bagaimana upaya Kepolisisan Polres Gorontalo

dalam meminimalisir aksi balap liar di Kecamatan Limboto. Kesimpulan

penelitian dari Izhar Mega adalah ada beberapa faktor penyebab maraknya

18
https://bappeda.gorontaloprov.go.id, di akses tanggal 2 Agustus 2023, pukul 22:33.
10

balapan liar di Kecamatan Limboto, yaitu mudahnya mendapatkan sepeda

motor yang berpotensi untuk melahirkan komunitas-komunitas roda dua yang

mempunyai kesamaan kepentingan yang sama baik itu klub motor maupun

geng motor. Faktor lingkungan seperti kurangnya pengawasan dari orang

membuat anak-anak bebas sehingga memberi kesempatan bagi pelaku

melancarkan aksinya. Pengaruh minuman keras, penggunaan minuman keras

secara berlebihan dan tidak terkendali, akan menimbulkan berbagai masalah,

baik bagi diri sendiri maupun orang lain atau lingkungan masyarakat

sekitarnya. Minimnya pendidikan formal, dalam hal ini pendidikan moral dan

agama yang sangat minim serta tingkat pengetahuan yang di bawah rata-rata.

Kemudian, dalam praktiknya ada beberapa hal yang dilakukan oleh pihak

Kepolisian dalam upaya meminimalisir aksi balap liar di Kecamatan Limboto,

yaitu meningkatkan penanganan terhadap lokasi yang rawan terjadinya balap

liar, melaksanakan kegiatan-kegiatan patrol secara rutin, mengadakan

penggrebekan terhadap para penjual minuman keras, menghimbau kepada

seluruh lapisan masyarakat agar secepatnya melaporkan kepada pihak yang

berwajib, apabila terjadi suatu aski-aksi brutal balapan liar yang dilakukan

oleh geng motor, dan mengadakan penyuluhan disetiap sekolah.19

2. Skripsi dari Ahmad Fauzi, dari Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang

yang berjudul “Upaya Kepolisian dalam Penanggulanan Tindak Pidana Balap

Liar yang Dilakukan oleg Remaja di Wilayah Hukum Polresta Padang”.

Adapun penelitian dari Ahmad Fauzi membahas tentang bagaimanakah upaya

kepolisian dalam menanggulangi balap liar yang dilakukan oleh remaja dan

juga apakah yang menjadi faktor-faktor penghambat bagi Kepolisian dalam

19
Izhar Mega, “Tinjauan Kriminologi terhadap Aksi Balap Liar Dikalangan Remaja di
Kecamatan Limboto”, Skripsi, (Gorontalo: Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo, 2015).
11

penanggulangan tindak pidana balap liar yang dilakukan oleh remaja dan

bagaimana koordinasi Kepolisian dengan pihak terkait dalam penanggulangan

balapan liar. Kesimpulan penelitian dari Ahmad Fauzi adalah Kepolisian

Polresta Padang dalam penanggulangan tindak pidana balap liar sudah

melakukan upaya-upaya yang menekan terjadinya tindak pidana balap liar.

Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh Kepolisian Polresta Padang yaitu

upaya preventif dengan cara melakukan operasi one night service setiap

malam minggu, melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah agar para remaja

tidak melakukan aksi balap liar, serta melakukan sosialisasi kepada

masyarakat agar dapat membubarkan jika terjadi aksi balap liar dan segera

melaporkan kepada kepolisian. Selain itu kepolisian juga melakukan upaya

represif diantaranya adalah memeriksa surat-surat kendaraan bermotor dan

melakukan penangkapan ataupun penilangan terhadap motor ataupun pelaku

serta diberi pembinaan. Kemudian, beberapa kendala yang menghambat

kepolisian dalam penanggulangan balap liar yaitu mencakup faktor internal

dan eksternal diantaranya adalah kurangnya personel kepolisian, bocornya

informasi sehingga ketika ada patrol dan razia para pelaku sudah tidak ada di

tempat dan ketika mereka melihat anggota kepolisian para pelaku kabur dan

hanya sebagian dari mereka yang terjaring operasi. Sedangkan faktor

eksternalnya adalah kurangnya kesadaran hokum masyarakat dan remaja,

bengkel-bengkel masih banyak yang menerima modifikasi kendaraan

bermotor yang tidak sesuai dengan Undang-Undang, kurangnya perhatian dari

kedua orang tua dan tidak adanya sarana dan pra sarana penunjang hobi anak

remaja tersebut.20

20
Ahmad Fauzi, “Upaya Kepolisian dalam Penanggulangan Tindak Pidana Balap Liar
yang dilakukan oleh Remaja di Wilayah Hukum Polresta Padang”, Skripsi, (Padang: Fakultas
12

3. Skripsi dari Mi’Rajziah, dari Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri

Antasari, yang berjudul “Peran Aparat Kepolisian dalam Menanggulangi

Balapan Liar di Kota Banjarbaru”. Adapun penelitian dari Mi’Rajziah

membahas tentang bagaimana peran apparat kepolisian dalam menangani

pelaku balap liar di Kota Banjarbaru dan juga apa saja sanksi hukum yang

sudah diterapkan pada pelaku balapan liar di Kota Banjarbaru. Kesimpulan

penelitian dari Mi’Rajziah, yaitu peran apparat kepolisian Kota Banjarbaru

dalam menanggulangi balap liar di Kota Banjarbaru ini dengan melakukan

kegiatan preventif melalui sosialisasi dan himbauan melalui program Police

Goes to Campus, police goes to campus juga melalui radio dan media social,

serta pendekatan terhadap club-club motor yang ada di wilayah Kota

Banjarbaru untuk melakukan hal-hal yang positif serta memberikan himbauan

akan bahayanya balapan liar yang dapat membahayakan diri sendiri maupun

orang lain. Kemudian, sanksi hukum yang sudah diterapkan apparat kepolisian

Kota Banjarbaru kepada pelaku balapan liar di Kota Banjarbaru ini berupa

tilang, pemanggilan orang tua, serta membuat surat pernyataan untuk tidak

mengulangi lagi, karena sanksi yang diberikan berupa tilang dan pemanggilan

orang tua yang membuat mereka tidak jera. Sanksi bagi yang dewasa berupa

penilangan dan membuat surat pernyataan, sanksi bagi yang dibawah umur

akan dipanggil orang tuanya untuk menjemput dan membawa mereka

pulang.21

Adapun yang menjadi pembeda dari ketiga penelitian tersebut adalah

penelitian peneliti membahas tentang bagaimana Implementasi Undang-Undang

Hukum, Universitas Andalas Padang, 2020).


21
Mi’Rajziah, “Peran Aparat Kepolisian dalam Menanggulangi Balapan Liar di Kota
Banjar Baru”, Skripsi, (Banjarmasin: Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Antasari, 2022).
13

Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan

hukum terhadap pelaku balapan liar di Kota Gorontalo dan bagaimana upaya yang

dilakukan Kepolisian Kota Gorontalo dalam penegakan hukum terhadap pelaku

balapan liar.

F. Kajian Teori

1. Teori Implementasi Hukum

Dasar pijakan skripsi ini berangkat dari prinsip demokrasi tentunya

menjadikan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) bukan negara kekuasaan

(machtstaat). Oleh karena itu, hukum harus dijadikan sebagai prinsip serta pijakan

dalam mengimplementasikan norma hukum yang bermanfaat dan berkeadilan

sesuai dengan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi

hak asasi manusia dan menjamin setiap warga negara mempunyai kedudukan

yang sama di muka hukum, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan

tanpa terkecuali. Oleh karena itu, hukum yang efektif adalah hukum yang sesuai

dengan apa yang tertulis (law in book) dengan apa yang diterapkan dalam

masyarakat (law in action). Dahulu melalui paham legal positivistic semata,

diketahui bahwa efektivitas dibedakan dengan validitas. 22 Karena hukum

berbicara tentang apa yang seharusnya (das sollen) dan bukan apa yang

semestinya (das sein), maka beberapa pakar seperti Hans Kelsen menegasikan

efektivitas hukum. Selama suatu hukum sudah dapat dinyatakan valid, yakni

merupakan norma yang mengatur perbuatan manusia, dibentuk oleh organ negara

22
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum Negara, (Bandung: Nusa Media, 2014), h.
21.
14

yang tepat dan berjenjang sesuai implementasi hierarki perundang-undangan,

maka hukum tersebut adalah sah dan dapat dianggap sebagai hukum.23

Definisi implementasi yaitu pelaksanaan atau penerapan. Hukum

diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum dapay di lihat dari bentuknya melalui

kaidah yang dirumuskan secara eksplisit, di dalamnya terkandung tindakan yang

harus dilaksanakan berupa penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu

proses berlangsungnya pelaksanaan hukum yang melibatkan manusia dan tingkah

lakunya.24

Implementasi merupakan serangkaan aktifitas dalam rangka

menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat

membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Dapat dipahami bahwa

implementasi merupakan salah satu tahap dalam kebijakan publik. Kebijaka

publik dalam bentuk Undang-Undang adalah jenis kebijakan yang memerlukan

kebijakan publik penjelas atau sering disebut peraturan pelaksana.25

Implementasi merupakan bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau

adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi

suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan. 26Menurut

Guntur Setiawan implementasi adalah aktivitas yang saling menyesuaikan proses

interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan

jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.27

23
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif
Sebagai Ilmu Hukum Deskriftif-Empirik, (Jakarta: BEE Media Indonesia, 2007), h. 10.
24
Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 244.
25
Affan Gaffar, Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar
Kedasama, 2009), h. 294.
26
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Bandung: CV Sinar Baru,
2002), h. 65.
27
Guntut Setiawan, Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan, (Jakarta: Balai Pustaka,
2004), h. 40.
15

Sedangkan teori implementasi hokum menurut Edward adalah terdapat

empat variabel kritis dalam implementasi kebijakan public atau program

diantaranya; komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi,

ketersediaan sumber daya dalam jumlah dan mutu tertentu, sikap dan komitmen

dari pelaksana program atau kebijakan birokrat, dan struktur birokrasi atau standar

operasi mengatur tata kerja dan tata laksana.28

Jadi implementasi ialah aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme.

Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar

aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-

sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

Tiga unsur penting dalam proses implementasi, yaitu:

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan.

b. Target grup yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan ditetapkan

akan menerima manfaat dari program, perubahan atau peningkatan.

c. Unsur pelaksaba (implementor) baik organisasi atau perorangan untuk

pertanggungjawaban dalam memperoleh pelaksanaan dan pengawasan dari

proses implementasi tersebut.29

Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak faktor

yang berkesinambungan. Dalam pandangan Edwars III, implementasi dipengaruhi

tiga variabel, yaitu:

a. Komunikasi

28
Ibid., h. 45.
29
Ibid., h. 55.
16

Komunikasi menjadi faktor keberhasilan implementasi hokum. Tujuan

dari implementasi hukum harus disampaikan kepada kelompok sasaran sehingga

akan mengurangi penyimpangan dari tujuan implementasi.

b. Sumber Daya

Sumber daya merupakan faktor penting untuk implementasi. Walaupun

hukum sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, apabila

pengimplementasi kekurangan sumber daya dalam pelaksanaan baik sumber daya

dalam wujud sumber daya manusia, kompetensi pengimplementasi dan sumber

daya finansial.

c. Sikap atau Kecenderungan (Disposisi)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki pengimplementasi.

Apabila pengimplementasi memiliki disposisi yang baik, maka dia akan

menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat

kebijakan. Ketika pengimplementasi memiliki sikap atau perspektif yang berbeda

dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi

tidak efektif. Berbagai pengalaman pembangunan di negara-negara dunia ketiga

menunjukan bahwa tingkat komitmen dan kejujuran aparat rendah.30

Hukum dalam arti luas meliputi keseluruhan aturan normatif yang

mengatur dan menjadi pedoman perilaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

bernegara dengan didukung oleh sistem sanksi tertentu terhadap setiap

penimpangan terhadapnya. Hukum dibagi menjadi empat kelompok pengertian

hukum; pertama, hukum yang dibuat oleh institusi kenegaraan, dapat kita sebut

hukum negara. Misalnya Undang-Undang dan yurisprudensi; kedua, hukum yang

dibuat oleh dinamika kehidupan masyarakat atau yang berkembang dalam

30
Usman, Konteks….., h. 74-75.
17

kesadaran hukum dan budaya hukum, seperti hukum adat; ketiga, hukum yang

dibuat atau terbentuk sebagai bagian dari perkembangan pemikiran di dunia ilmu

hukum, biasanya disebut doktrin. Berbicara implementasi hukum berarti berbicara

mengenai pelaksanaan hukum selalu melibatkan manusia dan tingkah lakunya.

Lembaga Kepolisian diberi tugas untuk menangani pelanggaran hukum,

Kejaksaan disusun dengan tujuan untuk mempersiapkan pemeriksaan perkara di

depan siding pengadilan.31

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan proses untuk menegakan norma-norma

hukum secara nyata sebagai pedoman untuk bernegara. Penegakan hukum

merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang

diharapan rakyat menjadi kenyataan. Penegakan hokum secara konkret yaitu

ketika berlakunya hukum positif dalam praktik sebagaimana seharusnya patut

dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti

memutuskan hukum in concerto dalam mempertahankan dan menjamin untuk

ditaatinya hukum materil dengan menggunakan cara procedural yang ditetapkan

oleh hukum formal.32

Menurut Satjipoto Raharjo, penegakan hukum adalah suatu proses untuk

mewujudkan keinginan-keinginan hukum yaitu pikiran-pikiran badan pembuat

Undang-Undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum menjadi

kenyataan.33

Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyelaraskan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaedah-kaedah

31
Ibid., h. 85.
32
Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1988), h. 32.
33
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung: Sinat Baru, 1983), h. 24.
18

yang baik dan yang terwujud dalam serangkaian nilai untuk menciptakan,

memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Keberhasilan

penegakan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempunya arti netral.

Faktor-faktor tersebut yaitu:

a. Hukum (Undang-Undang)

b. Penegakan Hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan

hukum

c. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

d. Masyarakat, yaitu di mana hukum tersebut diterapkan

e. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya cipta dan rasa yang didasarkan pada

karsa manusia di dalam pergaulan hidup.34

Di dalam suatu negara yang sedang membangun, fungsi hukum tidak

hanya sebagai alat kontrol sosial atau sarana untuk menjaga stabilitas negara

semata, akan tetapi juga sebagai alat untuk melakukan pembaharuan di dalam

masyarakat. Menurut Roscoe pound, politik hukum pidana (kebijakan hukum

pidana) sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi kejahatan dalam

penegakan hukum yang rasional. Penegakan hukum pidana secaea rasional yaitu:

a. Tahap formulasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana in abstracto oleh

badan pembentuk undang-undang. pada tahap ini pembentuk undang-undang

melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan

situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya

dalam bentuk peraturan perundang-undangan pidana untuk mencapai hasil

perundang-undangan pidana yang paling baik, dalam arti memenuhi syarat

keadilan dan daya guna. Tahap ini merupakan tahap kebijakan legislatif.
34
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1983), h. 5
19

b. Tahap aplikasi, yaitu tahap penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum

pidana) oleh aparat penegakan hukum mulai dari Kepolisian, Kejaksaan

hingga Pengadilan. Pada tahap ini penegak hukum menegakan serta

menerapkan peraturan perundang-undang pidana yang telah dibuat oleh badan

pembentuk undang-undang. Dalam melaksanakan tugas, aparat penegak

hukum harus memegang teguh nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap ini

merupakan tahap kebijakan yudikatif.

c. Tahap eksekusi, yaitu tahap penegakan hukum pidana secara konkret oleh

aparat pelaksana hukum pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana

bertugas menegakkan peraturan pidana yang telah dibuat oleh pembentuk

undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan oleh

Pengadilan. Aparata pelaksana dalam menjalankan tugasnya harus

berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat

oleh pembentuk undang-undangan (legislatif) dan nilai-nilai keadilan serta

daya guna.35

Ketiga tahap tersebut, dilihat sebagai suatu usaha atau proses yang rasional

yang sengaja direncanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Cita hukum bangsa

dan negara Indonesia adalah pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, untuk membangun negara yang

merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Cita hukum tersebut yaitu

Pancasila.

Hukum adalah tata aturan sebagai suatu sistem aturan tentang perilaku

manusia, dengan demikian hukum tidak menunjuk pada satu aturan tunggal tetapi

seperangkat aturan yang memiliki satu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai

35
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2014), h. 173
20

sistem. Konsekuensinya adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya

memperhatikan satu aturan saja.36

Secara konseptual, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan

menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dan sikap tindak sebagai

rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.37

Berkaitan dengan pemakaian teknologi yang makin maju, upaya

pemerintah untuk melindungi konsumen dari produk yang merugikan dapat

dilaksanakan dengan cara mengatur, mengawasi, serta mengendalikan produksi,

distribusi, dan peredaran produk sehingga konsumen tidak dirugikan, baik

kesehatannya maupun keuangannya.38

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi teori efektifitas hukum menurut

Soerjono Soekanto adalah:39

a. Faktor Hukum

Hukum menagndung unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Pada

praktek penerapannya tidak jarang terjadi pertentangan antara kepastian hukum

dan keadilan. Kepastian hukum sifatnya konkrit berwujud nyata, sedangkan

keadilan bersifat abstrak sehingga Ketika seorang hakim memutuskan suatu

perkara secara penerapan Undang-Undang saja, maka ada kalanya nilai keadilan

itu tidak tercapai.

b. Faktor Penegak Hukum

36
Jimly Assiddiqie, Teori Hans Kelsen, (Jakarta: Konstitusi Press: 2006), h. 13.
37
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h. 5.
38
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2006), h. 23-24.
39
Soekanto, Faktor-Faktor….., h. 8.
21

Penegakan Hukum berkaitan dengan pihak pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum (law enforcement). Bagian-bagian law enforcement

itu adalah aparatur penegak hukum yang mampu memberikan kepastian, keadilan,

dan kemanfaatan hukum secara prosessional.

c. Faktor Sarana Fasilitas Hukum

Fasilitas pendukung secara sederhana dapat dirumuskan sebagai sarana

untuk mencapai tujuan. Ruang lingkupnya terutama adalah sarana fisik dan

berfungsi sebagai faktor pendukung.

d. Faktor Masyarakat

Penegakan hukum bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat

mempunyai pendapat pendapat tertentu mengenai hukum. Artinya, efektivitas

hukum juga tergantung pada kemauan dan kesadaran hukum masyarakat.

e. Faktor Kebudayaan

Faktor Kebudayaan yang sebenarnya Bersatu padu dengan faktor

masyarakat sengaja dibedakan, karena di dalam pembahasannya diketengahkam

masalah sistem nilai-nilai yang menjadi inti kebudayaan spriritual atau nin

material.

Penegakan Hukum yang dilakukan di Indonesia tentunya memiliki faktor-

faktor yang menghambat dalam menegakan hukum. Faktor-faktor yang

menghambat penegakan hukum, antara lainnya:40

1) Faktor Perundang-undangan (substansi hukum)

40
Ibid., h. 8.
22

Faktor Undang-Undang mempunyai peran yang utama dalam penegakan

hukum berlakunya kaedah hukum di masyarakat ditinjau dari kaedah hukum itu

sendiri.

2) Faktor Penegak Hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah

mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam kerangka

penegakan hukum dan impelementasi penegakan hukum bahwa penegakan

keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebejatan. Penegakan kebenaran tanpa

kejujuran adalah suatu kemunafikan.

3) Faktor Sarana dan Fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang

berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,

keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan

hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegakan hukum tidak mungkin

mejalankan peranan semestinya.

4) Faktor Masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan

penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan

untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan

penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.

5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar (Perundang-undangan) harus

mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan

hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan


23

dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam

menegakannya.
24

3. Teori Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki

gejala kejahatan seluas-luasnya. Menurut Wahju Mulyono, kriminologi sebagai

perbuatan yang disebut sebagai kejahatan, pelaku kejahatan, dan reaksi yang

ditunjukan baik terhadap perbuatan maupun terhadap pelakunya.41

Menurut Moeljatno kriminologi adalah untuk mengerti apa sebab-sebab

sehingga orang berbuat jahat. Apakah memang bakatnya adalah jahat, ataukah

didorong oleh keadaan masyarakat disekitarnya baik keadaan sosiologis maupun

ekonomis. Jika sebab-sebab itu diketahui, maka di samping pemidanaan, dapat

diadakan tindakan-tindakan yang tepat, agar orang lain tidak lagi berbuat

demikian, atau orang lain tidak akan melakukannya. 42 Kriminologi dibagi menjadi

tiga bagian, yaitu:

a. Criminal Biology, yaitu yang menyelidiki dalam diri orang itu sendiri akan

sebab-sebab dari perbuatannya, baik dalam jasmani maupun rohaninya.

b. Criminal Sosiology, yaitu yang mencoba mencari sebab-sebab dalam

lingkungan masyarakat di mana penjahat itu berada.

c. Criminal Policy, yaitu tindakan-tindakan apa yang sekiranya harus

dijalankan supaya orang lain tidak berbuat demikian.43

4. Teori Ketaatan Hukum

Ketaatan hukum tidaklah lepas dari kesadaran hukum, dan kesadaran

hukum yang baik adalah ketaatan hukum, dan ketidak sadaran hukum yang baik

adalah ketidak taatan. Pernyataan ketaatan hukum harus disandingkan sebagai

41
Wahju Muljono, Pengantar Teori Kriminologi, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2012), h.
35.
42
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 10.
43
Ibid., h. 14.
25

sebab akibat dari kesadaran dan ketaatan hukum. 44 Sebagai hubungan yang tidak

dapat dipisahkan antara kesadaran hukum dan ketaatan hukum maka beberapa

literatur yang diungkap oleh beberapa pakar mengenai ketaatan hukum bersumber

pada kesadaran hukum, hal tersebut memiliki dua macam kesadaran, yaitu:

a. Legal consciounes as within the law, kesadaran hukum sebagai ketaatan

hukum, berada dalam hukum, sesuai dengan aturan hukum yang disadari

atau dipahami.

b. Legal consciounes as against the law, kesadaran hukum dalam wujud

menentang hukum atau melanggar hukum.45

Hukum berbeda dengan ilmu yang lain dalam kehidupan manusia, hukum

berbeda dengan seni, ilmu profesionalis lainnya, struktur hukum pada dasarnya

berbasis kepada kewajiban dan tidak di atas komitmen. Kewajiban moral untuk

menaati dan peranan peraturan pembentuk karakteristis masyarakat. Ketaatan

sendiri dapat dibedakan dalam tiga jenis, yaitu teori hukum (legal theory), teori

peradilan (judicial prudence), dan interpretasi Undang-Undang (legisprudence):


a. Ketaatan yang bersifat compliance, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut terkena sanksi. Kelemahan ketaatan jenis ini,
karena membutuhkan pengawasan secara terus-menerus.
b. Ketaatan yang bersifat identification, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, hanya karena takut hubungan baiknya dengan pihak lain menjadi
rusak.
c. Ketaatan yang bersifat internalization, yaitu jika seseorang menaati suatu
aturan, benar-benar karena merasa bahwa aturan itu sesuai dengan nilai-
nilai intrinsik yang dianutnya.46

Jika diurai tentang alasan-alasan mengapa masyarakat tidak menaati

hukum, ini terjadi karena keragaman kultur dalam masyarakat. Konsep

44
Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) termasuk Interprestasi Undang-Undang (Legisprudence), (Jakarta: Kencana, 2009), h.
342.
45
Ibid., h. 510.
46
Ibid., h. 352.
26

hermeneutika menjawabnya bahwa tidak lain, karena hukum secara esensial

bersifat religius atau alami dan karena itu, tidak disangkal membangkitkan

keadilan. Kewajiban moral masyarakat untuk menaati hukum, kewajiban tersebut

meskipun memaksa namun dalam penerapan atau praktiknya kewajiban tersebut

tidak absolut. Kemajemukan budaya yang tumbuh di dalam masyarakat, norma-

norma hidup dan tumbuh berkembang dengan pesat. Kewajiban moral dalam

menyelesaikan masalah-masalah dengan keadaan tertentu.47

Ketaatan hukum pada hakikatnya adalah kesetiaan yang dimiliki seseorang

sebagai subjek hukum terhadap peraturan hukum yang diwujudkan dalam bentuk

perilaku yang nyata. Sementara kesadaran hukum masyarakat merupakan sesuatu

yang masih bersifat abstrak yang belum diwujudkan dalam bentuk perilaku yang

nyata untuk memenuhi kehendak hukum itu sendiri..48

G. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) penelitian yang

dimaksud adalah penelitian yang langsung turun ke lapangan (lokasi penelitian).

Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, di mana peneliti melakukan

penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami gejala sentral. Untuk mengerti

gejala sentral tersebut, maka peneliti mewawancarai peserta penelitian atau

partisipan dengan mengajukan pertanyaan umum dan agak luas. Informasi yang

disampaikan partisipan kemudian dikumpulkan. Informasi tersebut biasanya

berupa kata atau teks. Dari kata-kata tersebut kemudian dianalisis, dan dari hasil

47
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991), h. 112.
48
Ibid., h. 122.
27

analisis tersebut ddapat berupa penggambaran atau deskripsi. Setelah itu, peneliti

kemudian membuat interpretasi untuk menangkap arti yang dalam.49

2. Pendekatan Penelitian

Permasalahan dan tujuan penelitian ini terfokus pada unsur hukum, maka

penelitian hukum itu akan menerapkan pendekatan yuridis empiris. 50 Penelitian ini

mencoba untuk mengembangkan fakta-fakta yang ada di dalam masyarakat dan

badan pemerintahan dengan kesesuaiannya dengan peraturan yang ada. Penelitian

hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau dari beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya, selain

itu juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut

untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atau permasalahan-

permasalahan yang timbul di dalam gejala yang ada untuk meneliti dan mengkaji

terkait dengan implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu

Lintas dan Angkutan Jalan dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Balapan

Liar di Kota Gorontalo.

3. Lokasi Penelitian

Adapun yang menjadi tempat penelitian yaitu di Polres Kota Gorontalo,

lokasi penelitian ini adalah Polres Kota Gorontalo dan Masyarakat Kota

Gorontalo. Peneliti mengambil lokasi penelitian tersebut guna mengumpulkan

data-data yang valid terkait dengan implementasi Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Penegakan Hukum

terhadap Pelaku Balapan Liar di Kota Gorontalo.

49
Conny R Semiawan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana
Indonesia, 2010), h. 7.
50
Ibid., h. 17.
28

4. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini adalah data primer dan

data sekunder, dan data tersier, yaitu:51

a. Data Primer

Data primer pada penelitian ini bersumber pada subjek penelitian, yaitu

informan, narasumber, dan responden. Adapun narasumber itu adalah Aparat

Kepolisian, dan masyarakat Kota Gorontalo. Adapun jumlah Kepolisian dan

masyarakat yang diwawancarai yaitu sebanyak 10 responden.

b. Data sekunder

Data sekunder bersumber pada dokumen-dokumen tertulis yang berupa

jurnal-jurnal ilmiah, dokumen, buku-buku, peraturan perundang-undangan dan

berbagai referensi lainnya yang relevan dengan masalah yang diteliti. Data

sekunder tersebut dirincikan sebagai berikut:

1) Bahan hukum primer, yang menjadi bahan hukum dalam penelitian ini adalah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan.

2) Bahan hukum sekunder, yang menjadi bahan hukum sekunder dalam

penelitian ini adalah penelitian terdahulu yang relevan dan literatur hukum

yang berhubungan dengan implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun

2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Penegakan Hukum

terhadap Pelaku Balapan Liar di Kota Gorontalo.

51
Bambang Sugiono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011),
h. 127.
29

c. Data Tersier

Bahan hukum tersier merupakan data yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini data tersier

yang digunakan ialah hasil wawancara.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan suatu cara yang tepat untuk

melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan dengan teknik dan alat tertentu.

Metode penelitian ini berarti proses pencarian data meliputi penentuan penjelasan

konsep dan pengukurannya, cara-cara pengumpulan data dan Teknik analisisnya. 52

Pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan:

a. Wawancara (Interview)

Metode wawancara merupakan teknik dalam pengumpulan data apabila

peneliti menemukan permasalahan yang harus diteliti. Metode ini untuk

menjawab beberapa pertanyaan sesuai dengan objek yang diteliti. Wawancara

merupakan alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi langsung dari

sumbernya dengan mengajukan pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan

pula melalui instrumen yang telah disediakan. Pelaksanaan menggunakan

berbagai media sebagai sarana diantaranya: gawai sebagai alat rekam dan buku

catatan sebagai media untuk mencatat segala yang disampaikan informan.53

b. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data dokumen dan data-data yang

diperlukan dalam permasalahan yang diteliti, kemudian ditelaah secara intensi

serta dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan membuktikan suatu

52
Cholid Narbuko, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 1
53
Djam’an Satori, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 129.
30

kejadian. Dokumentasi digunakan dengan maksud memperoleh data dari lokasi

penelitian melalui berbagai bukti outentik suatu penelitian. Gawai adalah alat

yang digunakan sebagai media pengambilan gambar-gambar sebagai bukti

pendukung.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam pelaksanaan wawancara, peneliti

menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah tersusun secara sistematis terkait

dengan penelitian yang diperoleh secara langsung oleh beberapa informasi yang

ada di lokasi penelitian. Selain pertanyaan-pertanyaan, instrumen penelitian lain

yang digunakan berupa gawai yang digunakan untuk mengambil gambar dan

merekam hasil wawancara dengan informan, serta alat tulis menulis.

7. Teknik Analisis dan Metode Analisis Data

Proses analisis data menggunakan analisis kualitatif deskriptif, di mana

bahan hukum yang terkumpul dijelaskan dalam bentuk narasi yang disusun secara

sistematis dan logis serta merupakan produk interpretasi peneliti terhadap bahan

hukum yang dibuat.54 Analisis kualitatif deskriptif dalam menganalisis bahan

hukum yang terkumpil dilakukan melalui tahap reduksi data, verifikasi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses berpikir yang memerlukan kecerdasan dan

keluasan serta kedalaman wawasan yang tinggi. Dalam hal ini merangkum,

memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal pokok dari catatan tertulis

yang diperoleh di lapangan. Memilah dan melakukan editing agar meminimalisir

data yang tidak sesuai dengan tema penelitian.


54
Ibid., h. 143.
31

b. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan dengan cara mendengarkan dan mencocokan

Kembali dengan hasil wawancara sebelumnya dalam bentuk rekaman maupun

catatan kecil yang digunakan kemudian menemui narasumber untuk menanggapi

apakah data tersebut telah sesuai atau tidak. Selain itu verifikasi data juga dapat

dilakukan denga cara mencocokan (cross-check) antara hasil wawancara ataupun

antara subjek satu dan yang lainnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan secara

proporsional.

c. Penyajian Data

Selain data direduksi maka Langkah selanjutnya adalah mengelompokan

dan menginterprestasikan data yang telah terkumpul sehingga diperoleh gambaran

umum dan menyeluruh tentang keadaan yang sebenarnya yaitu mengenai

implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan dalam Penegakan Hukum terhadap Pelaku Balapan Liar di Kota

Gorontalo.

d. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan akhir dari suatu proses penelitian.

Langkah terakhir yang dilakukan adalah dengan menyimpulkan analisis data

untuk dapat menyempurnakan suatu penelitian, sehingga suatu penelitian dapat

mencapai tujuannya untuk memperluas keilmuan. Pada tahap kesimpulan dibuat

dari keseluruhan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian yang sudah

dianalisis sebelumnya.
32

OUTLINE PENELITIAN

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
D. Definisi Opetrasional dan Ruang Lingkup Penelitian
E. Telaah Pustaka
BAB II: TINJAUAN TEORITIS
A. Teori Implementasi Hukum
B. Teori Penegakan Hukum
C. Teori Kriminologi
D. Teori Ketaatan Hukum
BAB III: METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
B. Pendekatan Penelitian
C. Lokasi Penelitian
D. Sumber Data
E. Metode Pengumpulan Data
F. Instrumen Pengumpulan Data
G. Teknik Analisis dan Metode Analisis Data
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan dalam penegakan hukum terhadap pelaku
balapan liar di Kota Gorontalo
B. Upaya yang dilakukan kepolisian dalam penegakan hukum terhadap
pelaku balapan liar

BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
33

DAFTAR PUSTAKA
Alam, S. Pengantar Kriminologi. Makasar: Pustaka Refleksi, 2010.
Ali, Achmad. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicial Prudence) termasuk Interprestasi Undang-Undang
(Legisprudence). Jakarta: Kencana, 2009.
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2014.
______. Masalah Penegakan Hukum dan Kebajikan Penanggulangan Kejahatan.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
Assiddiqie, Jimly. Teori Hans Kelsen. Jakarta: Konstitusi Press: 2006.
Cecil, Andrew R. Penegakan Hukum. Bandung: Alfabeta, 2017.
Fauzi, Ahmad. “Upaya Kepolisian dalam Penanggulangan Tindak Pidana Balap
Liar yang dilakukan oleh Remaja di Wilayah Hukum Polresta Padang”.
Skripsi. Padang: Fakultas Hukum, Universitas Andalas Padang, 2020.
Gaffar, Affan. Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka
Belajar Kedasama, 2009.
Ishaq. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Kelsen, Hans. Teori Umum Hukum Dan Negara, Dasar-Dasar Ilmu Hukum
Normatif Sebagai Ilmu Hukum Deskriftif-Empirik. Jakarta: BEE Media
Indonesia, 2007.
______. Teori Umum Tentang Hukum Negara. Bandung: Nusa Media, 2014.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta: Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan,
2016.
Mega, Izhar. “Tinjauan Kriminologi terhadap Aksi Balap Liar Dikalangan Remaja
di Kecamatan Limboto”. Skripsi. Gorontalo: Fakultas Hukum, Universitas
Negeri Gorontalo, 2015.
Mi’Rajziah. “Peran Aparat Kepolisian dalam Menanggulangi Balapan Liar di
Kota Banjar Baru”. Skripsi. Banjarmasin: Fakultas Syariah, Universitas
Islam Negeri Antasari, 2022.
Moeljatno. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Mohamad Rezky Saktiawan Zees. “Peran Kepolisian dalam Menangani
Delinquency terhadap Anak sebagai Pelaku Balap Liar di Kota
Gorontalo”. Skripsi. Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo, 2016.
Muljono, Wahju. Pengantar Teori Kriminologi. Yogyakarta: Pustaka Yustisia,
2012.
Narbuko, Cholid. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Rahadyanto, Yosep Dwi. “Upaya dan Kendala Polisi dalam Menanggulangi
Tindak Pidana Perjudian Balap Liar di Kabupaten Sleman”. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Hukum, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2014.
34

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991.


______. Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinat Baru, 1983.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
Sasambe. “Kajian Terhadap Penyelesaian Pelanggaran Peraturan Lalu Lintas Oleh
Kepolisian”. Jurnal Lex Crimen, Vol 5, Nomor 1, 2016.
Satori, Djam’an. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2013.
Semiawan, Conny R. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Gramedia Widia
Sarana Indonesia, 2010.
Setiawan, Guntut. Implementasi dalam Birokrasi Pembangunan. Jakarta: Balai
Pustaka, 2004.
Shant, Dellyana. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty, 1988.
Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006.
Soekanto, Soerjono. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Sugiono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011.
Usman, Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Bandung: CV Sinar
Baru, 2002.
Wahab, Solichin Abdul. Analisis Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi
Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara, 2005.

Anda mungkin juga menyukai