,
M.HUM HILMAN SYAHRIAL HAQ,
S.H., LLM
Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum. & Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM
Hukum Pengangkutan Indonesia; Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum. &
Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM; Editor: Farkhani, S.HI., S.H. M.H; Solo:
Navida; 2019
160 hlm.; 20,5 cm
ISBN: 978-602-18321-7-2
Penulis:
Sigit Sapto Nugroho, S.H., M.Hum.
Hilman Syahrial Haq, S.H., LLM
Editor:
Farkhani, S.HI. S.H, M.H
Tata Letak:
Taufiqurrohman
Cover:
naka_abee
Cetakan I : April 2019
Diterbitkan Oleh :
4 Hukum Pengangkutan
Indonesia
satu bidang hukum yang berkembang dengan sangat dinamis dan
sangat cepat. Perkembangan hukum yang dinamis tersebut juga
terus mendorong penulis untuk melakukan penelitian dan pe-
nulisan buku yang berkesinambungan, sehingga penulis mampu
menyajikan karya yang terus up-date dan segar kepada
mahasiswa dan pembaca lainnya peminat masalah-masalah
Hukum Dagang khususnya Hukum Pengangkutan..
KATA PENGANTAR............................................................................3
DAFTAR ISI..........................................................................................5
BAB I PENDAHULUAN..................................................................7
A. Ruang Lingkup Pengangkutan Pada Umumnya..............7
B. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan........................13
C. Sejarah Angkutan Umum..............................................15
D. Fungsi dan Kegunaan Pengangkutan atau Transportasi 19
E. Asas-Asas Hukum Pengangkutan.................................21
F. Prinsip-Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum
Pengangkutan..................................................................25
G. Sumber Hukum Pengangkutan......................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................149
TENTANG PENULIS.......................................................................156
BAB I
PENDAHULUAN
1 https://hukumtransportasi2015.wordpress.com/2015/05/08/sistematika-buku-ajar-hukum-pen-
gangkutan-karya-melkianus-e-n-benu-s-h-m-hum-ongoing/. Diakses tanggal 7 Maret 2019.
2 Rustian Kamaluddin, 2003, Ekonomi Transportasi: Karekteristik, Teori Dan Kebijakan, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal. 14.
sampai kepada taraf kehidupan manusia yang modern senantiasa
didukung oleh kegiatan pengangkutan. Bahkan salah satu barome-
ter penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat
adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan informasi maupun
teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan
pengangkutan.
Istilah ”Pengangkutan” berasal dari kata ”angkut” yang berarti
”mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah ”pengangkutan”
dapat diartikan sebagai ”pembawaan barang-barang atau orang-
orang (penumpang)”.
Menurut H.M.N Purwosutjipto menyatakan bahwa “pengang-
kutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan
pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyeleng-
garakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat
ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim
mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan”.3
Selanjutnya Abdulkadir Muhammad menguraikan istilah
”pengangkutan” dengan mengatakan bahwa pengangkutan meli-
puti tiga dimensi pokok yaitu: ”pengangkutan sebagai usaha
(busi- ness); pengangkutan sebagai perjanjian (agreement); dan
pengang- kutan sebagai proses (process)”.4
Sedangkan pengangkutan sebagai perjanjian (agreement),
pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung
oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga
dibuat tertulis yang disebut carter (charterparty). Jadi perjanjian
pengang-
3 Purwosutjipto, HMN. 2003, Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia 3: Hukum
Pen- gangkutan, Jakarta, Penerbit Djambatan, hal 5.
4 Abdulkadir Muhammad, 2007, Arti Penting dan Strategis Multimoda Pengangkutan Niaga
di Indonesia dalam Perspektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi Ekonomi, Penerbit Genta
Press, Yogyakarta, hal.1.
kutan pada umumnya diadakan secara lisan, yang didukung oleh
dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian itu sudah terjadi.
Menurut Hasim Purba di dalam bukunya Hukum Pengang-
kutan di Laut, pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang
dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui an-
gkutan darat, angkutan perairan maupun angkutan udara dengan
menggunakan alat angkutan. Jadi pengangkutan itu berupa suatu
wujud kegiatan dengan maksud memindahkan barang-barang
atau penumpang (orang) dari tempat asal ke suatu tempat tujuan
tertentu”.5
5 Purba, Hasim. 2005, Hukum Pengangkutan di Laut. Pustaka Bangsa Press, Medan, hal. 5.
dimensi pokok, yaitu pengangkutan sebagai usaha, pengangkutan
sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses. 6
Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Berdasarkan suatu perjanjian;
2. Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3. Berbentuk perusahaan;
4. Menggunakan alat angkut mekanik.
Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat
lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen angku-
tan.Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis yang
disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk
pengangkutan jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan
barang dagang per- janjian pengangkutan dapat juga dibuat
tertulis yang disebut per- janjian carter, seperti carter pesawat
udara untuk pengangkutan je- maah haji, carter kapal untuk
pengangkutan barang dagangan.
6 Abdulkadir Muhammad, 1998, Hukum Pengangkutan Niaga, Penerbit Citra Aditya Bhakti,
Bandung, hal. 12.
7 Lestari Ningrum, 2004, Usaha Perjalanan Wisata dalam Perspektif Hukum Bisnis, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hal. 134.
Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut meliputi :
1. Dalam arti luas, terdiri dari:
a. memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat
pengangkut
b. membawa penumpang dan/atau barang ke tempat
tu- juan
c. menurunkan penumpang atau membongkar
barang- barang di tempat tujuan.
2. Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penump-
ang dan/atau barang dari stasiun/terminal/pelabuhan/
bandar udara tempat tujuan.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengang-
kut dan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk
me- nyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang dari
suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan
pen- girim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. 8
Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisi sebelumnya,
dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek
fungsi dari kegiatan pengangkutan, yaitu memindahkan orang
atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud
untuk meningkatkan daya guna atau nilai.
8 Ibid.
9 Sution Usman Adji, Dkk, 1991, Hukum Pengangkutan di Indonesia, PT Rineka Cipta,
Jakarta, hal. 1.
Menurut Ridwan Khairandy,10 pengangkutan merupakan pe-
mindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan.
Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai berikut:
1. adanya sesuatu yang diangkut;
2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
3. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Proses pengangkutan merupakan gerak dari tempat asal dari
mana kegiatan angkutan dimulai ke tempat tujuan di mana angku-
tan itu diakhiri11.
Menurut Soegijatna Tjakranegara, pengangkutan adalah
memindahkan barang atau commodity of goods dan penumpang
dari suatu tempat ketempat lain, sehingga pengangkut menghasil-
kan jasa angkutan atau produksi jasa bagi masyarakat yang
membu- tuhkan untuk pemindahan atau pengiriman barang-
barangnya12.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada
umumnya tidak ditemukan dalam peraturan perundang-undan-
gan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu
menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan
sebagai suatu per- janjian timbal balik antara pihak
pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang
atau pengirim, dengan memungut biaya pengangkutan.
10 Ridwan Khairandy et. al., 1999, Pengantar Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, Gama
Media,Yogyakarta, hal. 195.
11 Muchtarudin Siregar, 1978, Beberapa Masalah Ekonomi dan Managemen Pengangkutan, Lem-
baga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 5.
12 Soegijatna Tjakranegara, 1995, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta,
Jakarta, hal. 1.
B. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan
Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menu-
rut macam atau moda atau jenisnya (modes of transportation)
yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi
geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari
sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi
sebagai beri- kut 13:
Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:
a. angkutan penumpang (passanger);
b. angkutan barang (goods);
c. angkutan pos (mail).
1. Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transpor-
tasi dapat dibagi menjadi;
a. Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;
b. Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke
Swiss dan diseterusnya sampai ke Timur Tengah;
c. Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke
Pulau Sumatera;
d. Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;
e. Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke
Jawa Timur;
f. Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan,
Surabaya dan lain-lain.
Hukum Pengangkutan 23
Indonesia
e. Asas kepentingan umum yaitu, bahwa penyelenggaraan
pengangkutan harus mengutamakan kepentingan pelay-
anan umum bagi masyarakat luas;
f. Asas keterpaduan yaitu, bahwa pengangkutan harus
merupakan kesatuan yang bulat dan utuh, terpadu, saling
menunjang, dan saling mengisi baik intra maupun antar
modal transportasi;
g. Asas kesadaran hukum yaitu, bahwa mewajibkan kepada
pemerintah untuk menegakkan dan menjamin kepastian
hukum serta mewajibkan kepada setiap warga negara In-
donesia untuk selalu sadar dan taat kepada hukum dalam
penyelenggaraan penerbangan;
h. Asas percaya pada diri sendiri yaitu, bahwa
pengangkutan harus berlandaskan pada kepercayaan
akan kemampuan dan kekuatan sendiri, serta
bersendikan kepada kepriba- dian bangsa.
i. Asas keselamatan Penumpang, yaitu bahwa setiap pe-
nyelenggaraan pengangkutan penumpang harus disertai
dengan asuransi kecelakaan.
2. Asas Hukum Pengangkutan Bersifat Perdata
Kegiatan pengangkutan terdapat hubungan hukum antara
pihak pengangkut dan penumpang, hubungan hukum
tersebut harus di dasarkan pada asas-asas hukum.
Asas-asas hukum pengangkutan bersifat perdata terdiri
dari :
a. Asas konsensual yaitu, perjanjian pengangkutan tidak
diharuskan dalam bentuk tertulis, sudah cukup dengan
kesepakatan pihak-pihak. Akan tetapi, untuk menya-
takan bahwa perjanjian itu sudah terjadi atau sudah
ada harus dibuktikan dengan atau didukung dengan
doku- men pengangkutan;
b. Asas Koordinatif yaitu, pihak-pihak dalam pengangkutan
mempunyai kedudukan yang setara atau sejajar, tidak ada
pihak yang mengatasi atau membawahi yang lain.
Meski- pun pengangkut menyediakan jasa dan
melaksanakan perintah penumpang atau pengirim
barang, pengangkut bukan bawahan penumpang atau
pengirim barang. Pen- gangkut merupakan salah satu
bentuk pemberian kuasa.
c. Asas campuran yaitu, pengangkutan merupakan cam-
puran dari 3 (tiga) jenis perjanjian yakni, pemberian
kuasa, peyimpanan barang dan melakukan pekerjaan dari
pengirim kepada pengangkut. Ketentuan ketiga jenis per-
janjian ini berlaku pada pengangkutan, kecuali jika
diten- tukan lain dalam perjanjian pengangkutan.
d. Asas pembuktian dengan dokumen yaitu, setiap pen-
gangkutan selalu dibuktikan dengan dokumen angku-
tan, tidak ada dokumen pengangkutan berarti tidak
ada perjanjian pengangkutan, kecuali jika kebiasaan
yang sudah berlaku umum, misalnya pengangkutan un-
tuk jarak dekat biasanya tidak ada dokumen atau tiket
penumpang,contohnya angkutan dalam kota.
26 Hukum Pengangkutan
Indonesia
1. Prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan (the based
on fault atau liability based on fault principle);
2. Prinsip tanggungjawab atas dasar praduga (rebuttable
pre- sumption of liability principle);
3. Prinsip tanggungjawab mutlak (no fault, atau strict
liabil- ity, absolute liability principle).
Berikut dipaparkan mengenai ketiga prinsip
pertanggungjawa- ban pengangkut tersebut di atas. Pertama,
prinsip tanggungjawab atas dasar kesalahan (the based on fault
atau liability based on fault principle), dalam ajaran ini bahwa
dalam menentukan tanggung jawab pengangkutan di dasarkan
pada pandangan bahwa yang membuktikan kesalahan pengangkut
adalah pihak yang dirugikan atau penggugat. Dalam hukum
positif Indonesia, prinsip ini dapat menggunakan pasal 1365 KUH
Perdata, yang sangat terkenal den- gan pasal perbuatan melawan
hukum (onrecht matigedaad). Menu- rut konsepsi pasal ini
mengharuskan pemenuhan unsur-unsur un- tuk menjadikan suatu
perbuatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara
lain:
1. adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat;
2. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya;
3. adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut.
Makna dari “perbuatan melawan hukum,” tidak hanya per-
buatan aktif tetapi juga perbuatan pasif, yaitu meliputi tidak ber-
buat sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang
yang harus berbuat. Penetapan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata
memberi kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan
dalam Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Raja Grafindo Per-
sada, Bandung, hal.146.
untuk membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan
melanggar hukum dari tergugat. Sedangkan aturan khusus menge-
nai tanggung jawab pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan bi-
asanya ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-
masing jenis pengangkutan.
Prinsip yang kedua, yaitu prinsip tanggungjawab atas dasar
praduga (rebuttable presumption of liability principle), menurut
prinsip ini tergugat dianggap selalu bersalah kecuali tergugat
dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah atau dapat
mengemu- kakan hal-hal yang dapat membebaskan dari
kesalahan. Jadi dalam prinsip ini hampir sama dengan prinsip
yang pertama, hanya saja beban pembuktian menjadi terbalik
yaitu pada tergugat un- tuk membuktikan bahwa tergugat tidak
bersalah.
42 Hukum Pengangkutan
Indonesia
a. perusahaan pengantara pencari pengangkut barang;
b. bertindak untuk dan atas nama pengirim; dan
c. menerima provisi dari pengirim.
6. Agen Perjalanan (Travel Agent)
Agen perjalanan (travel agent) dikenal dalam perjan-
jian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolong-
kan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusa-
haan pengangkutan penumpang.
Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam
perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak
untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah
perusa- haan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang
bagi perusahaan pengangkutan kereta api, kendaraan umum,
ka- pal, atau pesawat udara.
33 Abdulkadir Muhammad, 1994, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, Citra
Aditya Bakti, Bandung, hal. 61.
d. barang rongga (barang-barang elektronik)
Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan menjadi 3
golongan, yaitu :
a. general cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan
cara membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-
unit kecil.
b. bulk cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara
mencurahkannya ke dalam kapal atau tanki.
c. homogeneous cargo, adalah barang dalam jumlah besar
yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepakn-
ya.
2. Alat pengangkut (Carrier)
Pengangkut adalah pengusaha yang menjalankan peru-
sahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau
menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan per-
janjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta
api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat
disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat
pengang- kut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh
nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut
pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir,
nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan
perusahaan pen- gangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang
bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut.
3. Biaya pengangkutan (Charge/Expense)
Pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada
kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan ber-
pedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusa-
haan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusa-
haan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif
berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha
badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pe-
layanan serta perluasan jaringan angkutan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of services atau
ongkos menghasilkan jasa yaitu:34
a. jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat
tu- juannya;
b. volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;
c. resiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung ka-
rena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan
alat- alat service yang spesial; dan
d. ongkos-onkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung
karena berat dan ukuran barang yang diangkut yang
”luar biasa” sifatnya.
Biaya pengangkutan dan biaya yang bersangkutan oleh
undang-undang, yaitu dalam Pasal 1139 sub 7 bsd. Pasal
1147 KUH Perdata dimasukkan dalam hak istimewa
(privilege) atas barang-barang tertentu, yaitu atas pendapatan
dari barang-ba- rang yang diangkut. Hak istimewa bersifat
perikatan (obliga- tor) terbawa karena sifatnya hutang. Hak
istimewa menurut Pasal 1134 ayat 1 KUH Perdata adalah
suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada
seorang berpiutang sehing- ga tingkatnya lebih tinggi
daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan
sifat piutangnya.
34 Tri Margono, Aspek-Aspek Biaya dalam Jasa Informasi, Jurnal Akuntansi & Keuangan
Hukum Pengangkutan 47
Indonesia
Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 95 – 103.
48 Hukum Pengangkutan
Indonesia
C. Pengangkutan dalam Perspektif Ekonomi
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa pengangkutan pada
pokoknya berisikan perpindahan tempat, baik mengenai benda-
benda, maupun mengenai orang-orang, karena perpindahan itu
mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat ser-
ta efisiensi. Dengan pesat kemajuannya diperluaslah
pengangkutan benda-benda atau orang-orang itu, tidak saja di
darat, melainkan juga menyeberang di samudra dan di udara.
50 Hukum Pengangkutan
Indonesia
1. Bila terjadi peningkatan produksi, maka semakin besar-
lah volume bahan yang diangkut untuk memenuhi bahan
baku produksi dan semakin besar pula hasil produksi di-
angkut ke konsumen;
2. Peningkatan volume mungkin sekali mengandung arti
perluasan wilayah sumber bahan baku dan wilayah pe-
masaran;
3. Peningkatan jumlah barang yang dijual akan melipat-
gandakan pertumbuhan kekhususan, dan peningkatan
pendapatan akan menambah keragaman barang yang di-
minta. Dengan kata lain, peningkatan kegiatan ekonomi
mengikutsertakan peningkatan mobilitas. Di pihak lain,
pendapatan nasional bergantung pada kemampuan pen-
gangkutan yang memadai, dan peningkatan kegiatan
ekonomi membutuhkan sarana gerak atau angkutan.
Pada awalnya infrastrukur seperti transportasi berperan
dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia. Berbagai aktifitas
terkait dengan pemenuhan kebutuhan dasar memerlukan
ketersediaan infrastruktur yang baik, sekarang transportasi
berperan penting dalam mengoakomodasi aktifitas sosial dan
ekonomi masyarakat.
Peran lain pada tahap ini adalah sebagai fasilitas bagi sistem
produksi dan investasi sehingga memberikan dampak positif pada
kondisi ekonomi baik pada tingkat nasional maupun daerah.
Disisi lain, pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat
mem- buka aksesibilitas sehingga meningkatkan produksi
masyarakat yang berujung pada peningkatan daya beli
masyarakat.
Penanggulangan kemiskinan membutuhkan pertumbuhan
ekonomi yang cukup, dengan mengupayakan kombinasi yang
optimum antara pertumbuhan ekonomi dengan upah minimum
pekerja. Penanggulangan kemiskinan memerlukan penguatan
koordinasi dalam pelaksanaan program – programnya yang dide-
sain melalui partisipasi aktif masyarakat serta pembedayaan lang-
sung.
E. Perjanjian Pengangkutan
Perjanjian itu menimbulkan perikatan diantara dua orang
yang membuatnya. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan,
karena kedua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.
Mengenai definisi atau pengertian perikatan, tidak ada keten-
tuannya dalam buku III KUH Perdata. Menurut Ilmu Pengetahuan
Hukum, perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua
orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, di-
mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib memenuhi prestasi itu.
Perikatan menurut J. Satrio adalah hubungan hukum dalam
lapangan hukum kekayaan antara dua pihak, dimana pihak yang
satu ada hak dan pihak yang lain ada kewajiban. 37
Saat terjadinya perjanjian antara para pihak, ada beberapa
teo- ri yaitu :38
1. Teori kehendak (wilstheorie)
Mengajarkan bahwa kesepakatan terjadi pada saat
kehendak pihak penerima dinyatakan, misalnya dengan
menuliskan surat.
2. Teori pengiriman (verzentheorie)
Bahwa kesepakatan terjadi pada saat kehendak yang
dinyatakan itu dikirim oleh pihak yang menerima pena-
waran.
3. Teori Pengetahuan(Vernemingtlieone)
Bahwa pihak yang menawarkan seharusnya sudah
mengetahui bahwa tawarannya diterima.
37 J Satrio, 1993, Hukum Perikatan, Perikatan yang Lahir dari Undang-Undang, Bagian Pertama,
PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993 (cetakan pertama), 2001 (cetakan kedua), hal.
45.
38 Glenn Biondi, Analisis Yuridis Keabsahan Kesepakatan Melalui Surat Elektronik (E-Mail)
Berdasarkan Hukum Indonesia, Jurnal Hukum dalam https://media.neliti.com/media/
52 Hukum Pengangkutan
Indonesia
publications/164959-ID-none.pdf
Hukum Pengangkutan 53
Indonesia
4. Teori Kepercayaan (vertrournenttheorie)
Bahwa kesepakat itu terjadi pada saat pernyataan
ke- hendak dianggap layak diterima oleh pihak yang
mena- warkan.
54 Hukum Pengangkutan
Indonesia
berlaku dalam praktek pengangkutan.
Menurut Abdul Kadir Muhammad, kebiasaan yang hidup
dalam praktik pengangkutan adalah kebiasaan yang berderajat hu-
kum keperdataan yaitu berupa perilaku atau perbuatan yang me-
menuhi ciri-ciri:42
a. Tidak tertuIis yang hidup dalam praktik pengangkutan;
b. Berisi kewajjban bagaimana seharusnya pihak-pihak ber-
buat;
c. Tidak bertentangan dengan UU atau kepatutan;
d. Diterima oleh pihak2 karena adil dan masuk akal/logis;
e. menuju kepada akibat hukum yang dikehendaki pihak-
pihak.
58 Hukum Pengangkutan
Indonesia
45 H.M.N Purwosutjipto,2003,Op-cit. hal. 60.
Hukum Pengangkutan 59
Indonesia
dibuatnya atau disuruh membuatnya suatu daftar
perin- cian dihadapan dua orang penumpang, daftar
mana harus ditandatangani oleh dua orang penumpang
oleh dua orang penumpang itu
3. Pemberian kuasa
Terbukti dengan adanya ketetapan dalam Pasal 371
ayat (1) dan(3) KUHD. Pasa 371 ayat (1) KUHD menen-
tukan, nakhoda diwajibkan selama perjalanan menjaga
kepentingan para pemilik muatan, mengambil tindakan
yang diperlukan untuk itu dan jika perlu untuk itu meng-
hadap di muka Hakim. jika terjadi peristiwa sedangkan
Pasal 371 ayat (3) menentukan, “dalam keadaan yang
mendesak ia diperbolehkan menjual barang muatan
atau sebagian dari itu, atau guna membiayai pengeluran-
pengeluaran yang telah dilakukan guna kepentingan
mua- tan tersebut, meminjam uang dengan
mempertaruh-
kan muatan itu sebagai jaminan”.
60 Hukum Pengangkutan
Indonesia
2. Tanggung jawab pengirim
Biasanya ongkos pengangkutan dibayar oleh si pengirim
barang, tetapi ada kalanya juga dibayar oleh orang yang di-
alamatkan. Bagaimanapun juga, si pengangkut selalu berhak
menuntut pembayaran ongkos pengangkutan itu kepada ked-
ua-duanya, yaitu kepada si pengirim atau si penerima barang.
Dengan adanya tanggung jawab dari pengirim yaitu
membayar uang angkutan, maka hal tersebut merupakan
pembatasan dan pengurangan tanggungjawab pengangkut.
Se- hingga undang-undang memperkenankan kepada
pengang- kut untuk membuktikan bahwa kurangnya
kesempurnaan pr- estasi (barang-barang berkurang pada
saat penyerahan) atau prestasinya yang tidak wajar atau
tidak sesuai dengan keten- tuan-ketentuan waktu
penyelesaian pengangkutan (barang ternyata rusak atau
bercacat yang terlihat dari luar, terlambat sampainya
ditempat tujuan, atau sama sekali tidak, tak dapat
dipergunakan sama sekali) semuanya itu disebabkan :
a. Cacat yang lekat pada barang atau barang-barangnya
sendiri
Pembawaan dari barang-barang tertentu yang me-
nyebabkan kerusakan pada benda atau ini jadi terbakar
dalam perjaianan.
b. Kesalahan dan/atau kelalaian sendiri pada pen-
girim/ekspeditur.
Misalnya seperti peti-peti berisikan benda-benda
pengiriman yang ternyata kurang kokoh/atau peti-peti
yang ternyata kurang rapat dan mudah dimasuki air dan
sebagainya..
c. Keadaan Memaksa (Overmacht)
Terdapat dalam Pasal 91, 92 KUHD dan 1245 KUH
Perdata Pasal 92 KUHD menentukan, pengangkut atau
juragan perahu tak bertanggung jawab atas terlambatnya
pengangkutan, jika hal ini disebabkan karena keadaan
yang memaksa.
Pasal 1245 KUH Perdata menentukan, tidaklah
biaya rugi dan bungan harus digantinya, apabila lantaran
kead- aan memaksa atau lantaran suatu kejadian tak
disengaja si berhutang beralangan memberikan atau
berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau lantaran hal-hal
yang sama telah melakukan perbuatan yang terlarang.
BAB III
PENGANGKUTAN TRANSPORTASI
LAUT
1. Ekspeditur
Yaitu orang yang pekerjaannya menyuruh orang lain un-
tuk menyelenggarakan dagangan dan barang-barang lainnya
melalui daratan atau pengairan. Hal ini diatur dalam KUHD
Buku I, Bab V, Bagian Pasal 85 – 90, Perjanjian Ekspedisi
adalah perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dengan pen-
girim. Perjanjian Pengangkutan: perjanjian antara ekspedi-
tur atas nama pengirim dengan pengangkut. Jadi ekspeditur
menurut Undang-undang (Pasal 86 ayat (1) KUHD), hanya
seorang perantara yang bersedia mencarikan pengangkut bagi
pengirim dan tidak mengangkut sendiri barang-barang yang
telah diserahkan kepadanya.
2. Pengusaha Transportasi
Orang yang bersedia menyelenggarakan seluruh pen-
gangkutan dengan satu jumlah uang angkutan yang ditetap-
kan sekaligus untuk semuanya, tanpa mengikatkan diri untuk
melakukan pengangkutan itu sendiri.Jadi apabila dibedakan
dengan Pengangkut (Pasal 466 KUHD), orang yang mengi-
47 http://nugrahaningtyasputriutami.blogspot.com/2015/04/resume-buku-ajaran-hukum-pengangkutan .
html. Diakses tanggal 7 Maret 2019, Pukul 23.38 WIB.
katkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan. Sedang-
kan Ekspeditur (Pasal 86 KUHD) adalah orang yang bersedia
mencarikan pengangkut bagi pengirim.
3. Makelar Kapal
Yaitu perantara di bidang jual beli kapal atau carter men-
carter kapal. Untuk fungsi yang terakhir ini makelar kapal
bertindak atas nama pengusaha kapal, Makelar kapal mengu-
sahakan seIanjutnya agar kapal dimuati, dibongkar dan dis-
erahkan kembali kepada pengusaha kapal. Menurut Purwo-
sutjipto48, makelar tidak berwenang mengurus ganti kerugian,
sebab dia bukan pihak dalam perjanjian carter kapal, paling
banter dia dapat menjadi saksi.
4. Agen Duane
Yaitu perantara perkapalan/ yang dulu tugasnya mengu-
sahakan sebuah kapal masuk dalam rombongan kapal/konvoi
tertentu. Sekarang tugasnya adalah mengusahakan dokumen
kapal, menyelesaikan dan membayar bea-cukai dan lain-lain
pekerjaan kepelabuhan.
Hukum Pengangkutan 65
Indonesia
49 Ibid.
66 Hukum Pengangkutan
Indonesia
perbuatan lainnya yang tercela dan melanggar hukum
yang akan merugikan pemilik kapal maupun pemilik
muatan yang lazim disebut “Barratry”.
c. Penyimpangan tujuan pelayaran tanpa sebab yang me-
maksa, yang dapat merugikan dan merusak muatan, mis-
alnya karena menjadi lebih lama dalam perjalanan,
mutan seperti buah-buahan menjadi membusuk dan
binatang ternak yang diangkut lebih banyak mati, lazim
disebut “Deviation”.
d. Bencana yang ditimbulkan oleh pihak ketiga, misalnya
bajak laut, penyamun, pencuri, pencoleng, perampok,
pemberontakan, perampasan, penawanan, pemogokan,
kerusuhan, dan lain-lain. termasuk dalam hal ini kerusa-
kan yang disebabkan oleh tikus, kutu, binatang
penggerek dan hama lainnya.
e. Bencana yang ditimbulkan oleh pemilik barang sendiri,
antara lain kelalaian pemilik dalam menyelenggarakan
pengepakan yang tidak layakk laut (“unseaworthy pack-
ing”), ataupun karena perbuatan lain yang sengaja
dilaku- kan dengan itikad buruk.
3. Sifat-sifat dari muatan sendiri. Lazimnya dikenal dengan is-
tilah “inherent vice”. Pada umumnya barang yang diangkut
melalui laut akan selalu mengalami kerusakan kecil maupun
penyusutan bagaimanapun baiknya pengepakan. Misalnya
buah, sayur dan pada binatang, serta barang besi akan sedikit
berkarat karena oksidasi ataupun udara laut yang yang men-
gandung garam.
C. Jenis Kerusakan Atau Kerugian dalam
Pengangkutan Laut
Dalam proses pengangkutan setiap saat kapal beserta isinya
dihadapkan pada kemungkinan-kemungkinan adanya bahaya
yang akhirnya dapat menimbulkan kerugian baik kerugian pada
kapal maupun barang. Kerugian yang timbul selama
pengangkutan di laut lazim disebut kerugian laut atau ”averij”
atau ”average”.50
Pasal 696 KUHD menentukan tentang averij ini. Pasal ini
me- nentukan segala biaya luar biasa yang dikeluarkan guna
kepentin- gan sebuah kapal dan barang-barang yang dimuatnya,
baik biaya tadi dikeluarkan bersama-sama atau sendiri-sendiri,
segala keru- gian yang menimpa kapal dan barang-barang
tersebut, selama waktu yang di dalam bagian ketiga dari bab
kesembilan ditetapkan mengenai saat mulai berlakunya dan
berakhirnya bahaya, segala sesuatu tadi harus dianggap sebagai
kerugian laut (avary).
A. Pendahuluan
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengeta-
huan menyebabkan manusia terus mendayagunakan sumberdaya
alam di udara untuk memenuhi kebutuhan kehidupan dan peng-
hidupan manusia yang salah satunya adalah kegiatan jasa
angkutan udara.54
Transportasi udara niaga dewasa ini mengalami perkemban-
gan pesat, hal tersebut dapat dilihat dari banyak perusahaan atau
maskapai penerbangan yang melayani jasa penerbangan ke berba-
gai rute penerbangan baik domestik maupun internasional, sampai
dengan tahun 2012 terdapat 19 perusahaan atau maskapai pener-
bangan yang beroperasi dengan menggunakan pesawat terbang
sebanyak lebih dari 340.55 Perusahaan-perusahaan yang melayani
jasa penerbangan niaga diantaranya Garuda Indonesia, Sriwijaya
Air, Batik Air, Lion Air dan lain-lain. Perkembangan dan pertum-
buhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari peningka-
tan jumlah pengguna jasa transportasi udara.
56 Ibid.
menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance)
pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan penerbangan dan
akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan
dan perlindungan konsumen57.
Menjamurnya maskapai penerbangan dalam kurun waktu
10 tahun terakhir di satu sisi memberikan implikasi positif bagi
masyarakat pengguna jasa penerbangan, yaitu banyak pilihan
atas operator penerbangan dengan berbagai ragam pelayanannya.
Di samping itu, banyaknya maskapai penerbangan telah mencip-
takan iklim yang kompetitif antara satu maskapai penerbangan
dengan maskapai penerbangan lainnya yang pada ujungnya mela-
hirkan tiket murah yang diburu masyarakat secara antusias. Na-
mun, kompetisi ini pada sisi lain juga menimbulkan kekhawatiran
bahwa harga tiket murah akan berdampak pada kualitas layanan,
khususnya layanan atas perawatan pesawat. Kekhawatiran
tersebut muncul akibatnya sering terjadinya kecelakaan pesawat
terbang58.
Hukum Pengangkutan 81
Indonesia
,Jur- nal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 13.
82 Hukum Pengangkutan
Indonesia
Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara
lain mengangkut penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh
dan selamat sampai di tempat tujuan, memberikan pelayanan
yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya
kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan
penumpang sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan dan lain-
lain. Sedangkan ke- wajiban penumpang adalah membayar
ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga
barang-barang yang berada di bawah pengawasannya,
melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-
barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan
pengangkutan.Hak dan kewajiban para pihak tersebut bi- asanya
dituangkan dalam suatu dokumen perjanjian pengangku- tan.
84 Hukum Pengangkutan
Indonesia
Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan apabila
terjadi peristiwa atau keadaan yang menimbulkan kerugian bagi
penumpang maka pengangkut bertanggung jawab untuk meng-
ganti kerugian yang dialami penumpang, akan tetapi dalam pelak-
sanaannya konsumen atau penumpang mengalami kesulitan untuk
memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen.
Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya upaya
pemberdayaan konsumen yang menggunakan jasa transportasi
udara oleh berbagai pihak yang kompeten. Pada prinsipnya kegia-
tan pengangkutan udara merupakan hubungan hukum yang bersi-
fat perdata akan tetapi mengingat transportasi udara telah menjadi
kebutuhan masyarakat secara luas maka diperlukan campur
tangan pemerintah dalam kegiatan pangangkutan udara yaitu
menentu- kan kebijakan-kebijakan atau regulasi yang
berhubungan dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga
kepentingan konsumen pengguna jasa transportasi udara
terlindungi.
strumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta,
hal. 20-21.
62 R. Subekti, Op-cit., hal. 71.
63 Sri Redjeki Hartono,2007, Hukum Ekonomi Indonesia, Bayu Media, Malang, hal. 132.
kepentingan yang berhadapan harus dapat dipertemukan dalam
keselarasan dan harmonisasi yang ideal. Untuk itu, negara mem-
punyai kewenangan untuk mengatur dan campur tangan dalam
memprediksi kemungkinan pelanggaran yang terjadi dengan me-
nyediakan rangkaian perangkat peraturan yang mengatur
sekaligus memberikan ancaman berupa sanksi apabila terjadi
pelanggaran oleh siapapun pelaku ekonomi. Perangkat peraturan
dapat meliputi pengaturan yang mempunyai tujuan sebagai
berikut:
1. Menjaga keseimbangan semua pihak yang kepentingan-
nya berhadapan
2. Memberikan sanksi apabila memang sudah terjadi seng-
keta dengan cara menegakkan hukum yang berlaku
3. Menyiapkan lembaga penyelesaian sengketa dan hukum
acaranya.
Selama ini dikenal ada beberapa model hukum perlindun-
gan konsumen, Pertama adalah memformulasikan perlindungan
konsumen melalui proses legislasi (undang-undang); kedua mel-
akukan pendekatan secara holistik, yaitu bahwa secara khusus ada
undang-undang yang mengatur masalah perlindungan konsumen,
sekaligus menjadi “payung” undang-undang sektoral yang berdi-
mensi konsumen; selanjutnya bahwa undang-undang perlindun-
gan konsumen adalah undang-undang tersendiri yang dipertegas
lagi dalam undang-undang sektoral.64
Hukum Pengangkutan 85
Indonesia
dia Pustaka Utama, Jakarta, hal. Ix.
86 Hukum Pengangkutan
Indonesia
sumen, di dalam undang-undang ini diatur banyak hal diantaranya
hak dan kewajiban konsumen, juga hak dan kewajiban produsen.
Kehadiran undang-undang perlindungan konsumen diharapkan
dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang fair tidak
hanya bagi kalangan pelaku usaha, melainkan secara langsung
untuk kepentingan konsumen, baik selaku pengguna, peman-
faat maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh
pelaku usaha65.
66 Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Penerbit Mandar Maju,
Bandung, hal. 81.
67 E. Suherman, 1984, Wilayah Udara dan Wilayah Dirgantara, Penerbit Alumni, Bandung,
hal. 163.
Hukum Pengangkutan 87
Indonesia
Suatu sistem perlindungan hukum bagi konsumen jasa ang-
kutan udara adalah suatu sistem yang terdiri dari peraturan pe-
rundang-undangan dan prosedur yang mengatur semua aspek,
baik langsung maupun tidak langsung mengenai kepentingan dari
konsumen jasa angkutan udara, perlindungan konsumen merupa-
kan perlindungan hukum total akan memberikan perlindungan
pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara sam-
pai pada saat ia telah selamat sampai di tempat tujuan, atau kalau
mengalami kecelakaan, sampai ia atau ahli warisnya yang berhak
memperoleh ganti rugi dengan cara yang mudah, murah dan
cepat. Unsur-unsur perlindungan konsumen jasa angkutan udara
secara lengkap meliputi berbagai aspek antara lain aspek
keselamatan; aspek keamanan; aspek kenyamanan; aspek
pelayanan; aspek per- tarifan dan aspek perjanjian angkutan
udara. Dalam menentukan pertanggungjawaban perusahaan
penerbangan tentunya harus mengacu pada ketentuan-ketentuan
yang berlaku, sehingga dapat ditentukan pihak-pihak yang
bertanggung jawab, hal-hal yang da- pat dipertanggungjawabkan,
bentuk-bentuk pertanggungjawaban, besar ganti kerugian dan
lain-lain.
Hukum Pengangkutan 97
Indonesia
b) Pasal 9, Bila ada beberapa barang, pengangkut
berhak meminta kepada pengirim untuk membuat
beberapa surat muatan udara.
c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia
menolak untuk menerima barang-barang atau untuk
membayar apa yang harus dibayarnya, atau bila ba-
rang-barang tersebut disita, pengangkut wajib meny-
impan barang-barang itu di tempat yang cocok atas
beban dan kerugian yang berhak.
Dan pada ayat (2) Pengangkut wajib memberitahu-
kan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga
kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau
telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan
itu dan sebab-sebabnya. Di samping hak-hak yang diatur
dalam OPU tersebut di atas, masih ada hak-hak yang lain
dari pengangkut seperti hak untuk menolak pelaksanaan
atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasn-
ya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat
yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyer-
ahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian ang-
kutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta men-
gubah tempat-tempat pemberhentian yang telah
disetujui.
2) Kewajiban Pengangkut pada Pengangkutan Udara
Secara umum kewajiban pengangkut adalah me-
nyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang
beserta bagasinya dan menjaganya dengan sebaik-baikn-
ya hingga sampai di tempat tujuan. Akan tetapi di dalam
OPU 1939 ditegaskan kewajiban pengangkut pada trans-
portasi udara, yaitu sebagai berikut:
a) Pasal 8 ayat (3), Pengangkut harus menandatan-
gani surat muatan udara segera setelah barang-
barang diterimanya.
b) Pasal 16 ayat(2), Bila barang sudah tiba di
pelabuhan udara tujuan, pengangkut berkewa-
jiban untuk memberitahu kepada penerima ba-
rang, kecuali bila ada Perjanjian sebaliknya.
c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang,
bila ia menolak untuk menerima barang-barang
atau untuk membayar apa yang harus dibayarn-
ya atau bila barang-barang tersebut disita, pen-
gangkut wajib menyimpan barang-barang itu di
tempat yang cocok atas beban dan kerugian
yang berhak.
d) Pasal 17 ayat (2), Pengangkut wajib memberita-
hukan kepada pengirim, dan dalam hal ada pe-
nyitaan, juga kepada penerima, secepat-
cepatnya dengan telegram atau telepon, atas
beban yang berhak tentang penyimpanan itu
dan sebab- sebabnya.
Menurut Lestari Ningrum72 ada beberapa kewajiban
pokok pengangkut udara, yaitu sebagai berikut:
a) Mengangkut penumpang dan/atau barang serta
menerbitkan dokumen angkutan sebagai imba-
lan haknya memperoleh pembayaran biaya ang-
kutan;
b) Mengembalikan biaya angkutan yang telah
diba- yar oleh penumpang dan/atau pengirim
barang
72 Lestari Ningrum, 2004, Op-cit., hal. 151.
jika terjadi pembatalan pemberangkatan pe-
sawat udara niaga;
c) Dapat menjual kiriman yang telah disimpan
(bu- kan karena sitaan) yang karena sifat dari
barang tersebut mudah busuk, yang lebih dari
12 (dua belas) jam setelah pemberitahuan tidak
diambil oleh penerima kiriman barang;
d) Bertanggung jawab atas kematian atau lukanya
penumpang yang diangkut, musnah, hilang atau
rusaknya barang yang diangkut, keterlambatan
angkutan penumpang dan/atau barang apabila
terbukti hal tersebut merupakan kesalahan pen-
gangkut.
3) Hak Penumpang Pada Angkutan Udara
Seorang penumpang dalam perjanjian angkutan
udara tentunya mempunyai hak untuk diangkut ke tem-
pat tujuan dengan pesawat udara yang telah ditunjuk
atau dimaksudkan dalam perjanjian angkutan udara yang
bersangkutan73.Di samping itu juga penumpang atau ahli
warisnya berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian
yang dideritanya sebagai akibat adanya kecelakaan
pener- bangan atas pesawat udara yang bersangkutan.
Selain itu hak-hak penumpang lainnya adalah menerima
dokumen yang menyatakannya sebagai penumpang,
mendapatkan pelayanan yang baik, memperoleh
keamanan dan kese- lamatan selama dalam proses
pengangkutan dan lain-lain.
73 Ibid, hal. 26.
4) Kewajiban Penumpang pada Angkutan Udara
Sebagai salah satu pihak dalam perjanjian angkutan
udara maka penumpang memiliki kewajiban-kewajiban
sebagai berikut:
a) Membayar uang angkutan, kecuali ditentukan
sebaliknya;
b) Mengindahkan petunjuk-petunjuk dari pen-
gangkut udara atau dari pegawai-pegawainya
yang berwenang untuk itu;
c) Menunjukkan tiketnya kepada pegawai-
pegawai pengakut udara setiap saat apabila
diminta;
d) Tunduk kepada peraturan-peraturan pengang-
kutan udara mengenai syarat-syarat umum
per- janjian angkutan muatan udara yang
disetujuin- ya;
e) Memberitahukan kepada pengangkut udara ten-
tang barang-barang berbahaya atau barang- ba-
rang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi
tercatat atau sebagai bagasi tangan, termasuk
pula barang-barang terlarang yang ada pada di-
rinya.
Apabila penumpang tidak melaksanakan kewajiban-
nya itu, maka sebagai konsekuensinya pengangkut udara
berhak untuk membatalkan perjanjian angkutan udara
itu. Disamping itu juga apabila penumpang yang
melalai- kan kewajibannya itu kemudian menimbulkan
kerugian sebagai akibat perbuatannya itu, maka ia
sebagai penump- ang harus bertanggung jawab atas
Hukum Pengangkutan 10
Indonesia
kerugian tersebut.
10 Hukum Pengangkutan
Indonesia
C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Penum-
pang Transportasi Udara
4. Aspek Pelayanan
Bisnis angkutan udara merupakan salah satu bentuk per-
dagangan jasa, sehingga pelayanan merupakan salah satu
indi- kator sering dijadikan pilihan para calon konsumen,
sehubun- gan dengan hal tersebut aspek pelayanan dalam
transportasi udara berkaitan erat dengan prosedur pembelian
tiket pesawat dan prosedur penentuan tempat duduk
(boarding pass). Dalam konteks ini perusahaan penerbangan
harus mengatur dengan baik masalah penentuan tempat
duduk bagi penumpang se- hingga tidak terjadi tempat duduk
yang double yang tentunya sangat merugikan konsumen.
78 K. Martono, 2007, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Raja Grafindo
Persada,
Jakarta, hal. 46.
1365 BW, yang sangat terkenal dengan pasal perbuatan melawan
hukum (onrecht matigedaad). Menurut konsepsi pasal ini meng-
haruskan pemenuhan unsur-unsur untuk menjadikan suatu per-
buatan melanggar hukum dapat dituntut ganti rugi, yaitu antara
lain:
a. adanya perbuatan melawan hukum dari tergugat;
b. perbuatan tersebut dapat dipersalahkan kepadanya;
c. adanya kerugian yang diderita akibat kesalahan tersebut.
Makna dari “perbuatan melawan hukum,” tidak hanya
perbua-
tan aktif tetapi juga perbuatan pasif, yaitu meliputi tidak berbuat
sesuatu dalam hal yang seharusnya menurut hukum orang yang
harus berbuat. Penetapan ketentuan pasal 1365 BW ini memberi
kebebasan kepada penggugat atau pihak yang dirugikan untuk
membuktikan bahwa kerugian itu timbul akibat perbuatan mel-
anggar hukum dari tergugat. Sedangkan aturan khusus mengenai
tanggung jawab pengangkut berdasarkan prinsip kesalahan bi-
asanya ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-
masing jenis pengangkutan.
11 Hukum Pengangkutan
Indonesia
79 Abdulkadir Muhammad, 2007, Op-cit., hal. 41.
Hukum Pengangkutan 11
Indonesia
mungkinan kerugian yang mungkin dialami oleh pengguna
jasa transportasi udara antara lain: kematian atau cacad atau
luka-luka, kehilangan, musnah, rusaknya barang, serta keter-
lambatan penerbangan.
Titik sentral dalam pembahasan mengenai tanggung
jawab pengangkut adalah menyangkut prinsip tanggung
jawab yang diterapkan. Ada beberapa bentuk prinsip
tanggung jawab pengangkut yang dikenal dalam kegiatan
pengangkutan, yang masing-masing berbeda satu dengan
lainnya, baik itu cara pembebanan pembuktian, besarnya
ganti kerugian dan lain- lain. Penggunaan prinsip tanggung
jawab pengangkut sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.
80 http://www.dephub.go.id.
6) Hanya calon penumpang yang mempunyai tiket dan
para pemegang izin yang syah diizinkan masuk dae-
rah check-in dimana tiket dan izin masuk
dicocokkan dengan orang yang bersangkutan
7) Pemeriksaan secara fisik dan atau menggunakan alat
bantu, pemeriksaan dengan alat bantu harus
diselingi pemeriksaan fisik secara acak
8) Setiap yang dicurigai harus diperiksa secara fisik
9) Penumpang transfer harus diperiksa ulang sebelum
memasuki ruang tunggu, penumpang transit yang
keluar dan kembali ke ruang tunggu harus diperiksa
10) Penumpang pesawat udara yang mendarat karena
kerusakan teknis atau alasan operasional harus di-
periksa
11) Anak dibawah umur 8 tahun harus disertai pengan-
tar atau orang yang bertanggung jawab baik awak
pe- sawat atau orang dewasa lain
12) Wanita hamil tua (8 bulan) harus disertai surat keter-
angan dokter
13) Orang sakit yang tidak dapat berjalan sendiri harus
disertai dengan surat dokter dan pengantar
14) Jenasah harus disertai surat keterangan dari instansi
kesehatan
15) Orang gila harus dikawal
16) Tahanan atau deportee harus dikawal
17) Pengangkut harus menolak calon penumpang yang
tidak memenuhi ketentuan
18) Pengangkut dapat menolak calon penumpang yang
mabuk, buron atau dicurigai berdasarkan informasi
petugas berwenang.
Untuk bagasi:
1) Bagasi harus diperiksa sebelum diserahkan di
tempat check in (KM 14/1989 Ps. 3)
2) Bagasi harus dilengkapi identitas
pemilik(KM14/1989 Ps.4)
3) Bagasi yang ditolak dengan alasan keamanan pen-
erbangan tidak dibenarkan untuk diangkut(KM
14/1989 Ps.5)
4) Senjata api, senjata tajam serta benda lain yang
dapat dipakai sebagai alat untuk mengancam atau
memak- sakan kehendak dilarang dimasukkan atau
ditempat- kan di dalam kabin pesawat udara (KM14
Ps. 6)
5) Kargo dan kiriman pos harus diperiksa sebelum
dimasukkan ke gudang atau pesawat udara (KM
14/1989 Ps.7)
6) Pemeriksaan pos perlu memperhatikan kelancaran
pengirimannya (KM 14/1989 Ps. 7 ayat 2
7) Pemeriksaan pengangkutan barang-barang berba-
haya harus memperhatikan ketentuan yang berlaku
(KM 14/1989 Ps.8)
8) Bagasi yang telah diperiksa harus disegel dengan la-
bel sekuriti
9) Pengangkut harus menolak bagasi yang tidak
disegel atau segel rusak
10) Kondisi bagasi yang kurang baik harus
diberitahukan untuk diperbaiki
11) Pengangkut harus menyediakan blanko identitas ba-
gasi kabin
12) Bagasi dan bagasi kabin yang termasuk jenis barang
berbahaya dapat diangkut sepanjang memenuhi per-
aturan pengangkutan barang berbahaya yang berlaku
13) Barang berbahaya dilarang disimpan dalam bagasi
atau bagasi kabin maupun dipakai pada badan
14) Senjata api, senjata tajam berukuran lebih dari 5 cm
atau benda lain yang dapat dipergunakan sebagai
senjata harus diserahkan kepada pengangkut dengan
bukti tanda terima
15) Pengangkut mencatat jumlah bagasi yang telah di-
periksa
16) Pengangkut harus memberikan bukti tanda terima
bagasi
17) Label bagasi (stiker) harus terbuat dari bahan yang
kuat dan tidak mudah lepas
18) Bagasi milik calon penumpang yang batal berangkat
atau tidak melanjutkan penerbangan dan tidak mem-
beritahukan kepada pengangkut dilarang diangkut
kecuali atas persetujuan penumpang.
19) Bagasi milik penumpang yang batal berangkat di-
larang diangkut kecuali telah diperiksa dan disertai
bukti kenal diri
20) Bagasi yang tidak diangkut bersama dengan pemi-
liknya dapat diangkut apabila telah diperiksa
21) Jumlah bagasi kabin maksimum 2 koli
22) Ukuran, berat bagasi serta kebutuhan penumpang
se- lama penerbangan ditentukan pengangkut
23) Pengawasan bagasi kabin dilakukan pengangkut
24) Bagasi kabin yang melampaui ukuran dan berat
harus diangkut sebagai bagasi
Bagi Awak pesawat :
1) Semua awak pesawat udara harus diperiksa sebelum
memasuki daerah steril dan sisi bandara.
2) Awak pesawat udara diberikan prioritas pemeriksaan
Prosedur dan langkah-langkah di atas merupakan suatu
upaya untuk menciptakan keamanan dan keselamatan pen-
erbangan. Aspek berikutnya yang berkaitan erat dengan kea-
manan dan keselamatan penerbangan adalah menyangkut
personil penerbangan. Personil penerbangan adalah personil
pesawat udara dan personil pelayanan keamanan dan kes-
elamatan penerbangan yang tugasnya secara langsung mem-
pengaruhi keamanan dan keselamatan pesawat udara.
Buku :
Jurnal :
Peraturan perundang-undangan :
Internet :
https://hukumtransportasi2015.wordpress.com/2015/05/08/sis-
tematika-buku-ajar-hukum-pengangkutan-karya-melki-
anus-e-n-benu-s-h-m-hum-ongoing/. Diaksestanggal 7
Maret2019
http://www.majalahkonstan.com, diaksestanggal 7 Maret 2019
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/12/20/penump-
ang-pesawat-penerbangan-domestik-januari-okto- ber-
2018, Diaksestanggal 7 Maret 2019
http://abdulhakimkusumanegara.blogspot.com/2015/05/ruang-
lingkup-pengangkutan-pada-umumnya.html, Diakses
Tanggal 7 Maret 2019, Pukul 22.34 WIB.
http://soegeng-poernomo.blogspot.com/2015/05/perjanjian-pen-
gangkutan.html, DiaksesTanggal 7 Maret 2019, Pukul
23.01 WIB
http://nugrahaningtyasputriutami.blogspot.com/2015/04/resume-
buku-ajaran-hukum-pengangkutan.html. Diakses tanggal
7 Maret 2019, Pukul 23.38 WIB
TENTANG PENULIS