Anda di halaman 1dari 31

Materi Charter Semester 3

Transportation Services

Pihak Terkait Ekspor Impor dan dokumen

1 Produsen - Kontrak Penjualan 5 Administrator - PLAB


Pelabuhan
- Manufactur certificate Laut/Udara

- Instruction manual

- Brosur, dll.

2 Eksportir - Brosur 6 PELINDO, TPKS - Warkat Dana

- Offer Sheet - Job Slip

- Sales contract

- Invoice

- Consular invoice

- Packing list

- Weight note

3 Bank - Letter of Credit 7 EMKL/EMKU - Custom Clearance (Pemberitahuan


- Surat Setoran Pajak Ekspor/Impor Barang)
(SSP)

- Surat Setoran Bea


Cukai (SSBC)

- Nota perhitungan
pembayaran wesel
ekspor

4 Kantor Vetenery certificate 8 Kantor Karantina Phytosanitary certificate


Peternakan

9 Balai - Certificate of 13 Kantor Bea Persetujuan Ekspor / Persetujuan


Pengujian Quality dan Cukai Impor
dan
Sertifikasi - Test certificate
Mutu - Chemical analysis
Barang
/Surveyor

10 Perusahaan - Mate Receipt 14 Dinas - Surat keterangan asal


Pelayaran (resi mualim) Perindustrian (SKA)/COO
dan
- Bill of Lading (BL) - Angka Pengenal Impor (API)
Perdagangan

11 Perusahaan - Cover note 15 Perusahaan Airway Bill (AWB)


Asuransi angkutan
- Insurance policy udara

12 Kantor NPWP 16 Kedutaan Consular Invoice


Pelayanan Negara asing
Pajak
HUBUNGAN ANTARA PIHAK TERKAIT

Logistic & Supply Chain Management


Definisi Charter Kapal
 Charter adalah  pemakaian / pengoperasian kapal milik orang lain yang sudah
dilengkapi awak kapal beserta peralatannya dengan imbalan bayaran.(Bab V Buku II)
Kitab Undang - Undang Hukum Dagang.

 Penyewaan kapal tanpa awak kapal, berasal dari hukum asing, yang dalam hukum
Indonesia dapat disamakan dengan istilah “menyewa” kapal untuk mana
pengaturannya terdapat pada Bab VII Buku III Kitab Undang - Undang Hukum
Perdata.  

 Pasal453 KUHD membagi pencharteran kapal dalam :


-Charter menurut waktu;
- Charter menurut perjalanan;

 Pasal 454 KUHD adalah mengenai akta persetujuan charter yang dinamakan charter -
party, jika dikehendaki masing-masing pihak.

 Pasal 455 KUHD adalah mengenai pihak perantara (broker).

 Pasal 458 KUHD adalah mengenai pemutusan persetujuan (cancelling date) pada
pihak pencharteran. Pasal 459 KUHD mengatur tentang hak pihak pencharteran untuk
mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pemakaian kapal.

 Pasal 460 KUHD membebani pemilik kapal kewajiban untuk menyiapkan kapal
menjadi laik laut dan tanggung-jawabnya atas kerugian pencharteran sebagai akibat
tidak laik lautnya kapal. 

 Pasal 462, 463 dan 464 KUHD mengatur mengenai berakhirnya masa pencharteran
kapal dan sebab-sebabnya.

 Pasal 460 – 465 dan 518h – 520f berisikan ketentuan-ketentuan tentang charter


menurut perjalanan.

 Pasal 518 – 518g KUHD menyangkut charter menurut waktu

Voyage-charter party
1. Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan tertentu, dimana pemilik kapal
atau pengangkut memberikan layanan pengangkutan barang dengan kapal dalam satu
atau beberapa pelayaran yang sudah tertentu. Penyewa berkewajiban untuk
menyampaikan barang dan membayar uang sewa yang biasanya diperhitungkan
berdasarkan jumlah barang yang dimuat atau diangkut atau dapat juga berdasarkan
borongan.Pada setiap perjalanan sesuai jumlah barang yang telah diserahkan, jika
dikehendaki oleh penyewa atau pemilik barang, pengangkut harus mengeluarkan
konosemen atau bill of lading.
2. Time-charter party

perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu, dimana pemilik kapal melaksanakan


dan memberikan jasa pengangkutan barang  bagi kepentingan penyewa untuk jangka
waktu tertentu dengan kapal yang sudah ditentukan , dilaksanakan oleh nakhoda dan
anak buah kapal atas nama pemilk kapal. Kompensasi yang dibayarkan oleh penyewa
yang disebut sewa dihitung berdasarkan waktu secara proposional yang telah
disepakati dalam menyelenggarakan pelayanan pengangkutan barang tersebut yang
menjadi hak si penyewa

3.  Voyage charter

Jenis charter menurut jumlah pelayaran / perjalanan dan tarif sewa dihitung dari
banyaknya muatan yang diangkut sebagai mana dijanjikan, sehingga sewa kapal tidak
berbeda dengan uang tambang (freight). Jenis charter ini juga disebut deadweight
charter. Apakah ruang kapal digunakan seluruhnya atau sebagian, pencharteran wajib
membayar sewa kapal sebagaimana yang dijanjikan

Beberapa pokok dalam pencharteran menurut waktu :

- Pihak pencharter berhak mencharterkan kembali kapal kepada pihak ketiga (bertindak
sebagai disponent owner);
- Penggunaan ruang sisa (oleh pihak pemilik kapal) hanya dibenarkan
seijin pencharteran;
- Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan maka, Nakhoda harus mentaati
perintah-perintah pencharteran;
- Pencharteran tidak boleh melayarkan kapal ke tempat yang, tidak dapat dimasuki
kapal dan berlabuh tidak aman;
- Perhitungan yang diadakan jika terdapat perbedaan daya muat menurut charter party
dengan dengan kenyataannya;
- Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang diadakan di luar negeri), kecuali ada
persetujuan lain.

Latar belakang pengadaan charter party

1. Bareboat charter :
sebagai alternatif bagi mereka yang dapat mengelola kapal, namun tidak memiliki
modal cukup untuk membeli kapal;
2. Time charter:
menguasai kapal tanpa memilikinya atau mengoperasikan kapal yang siap pakai;
3. Voyage charter :
pencharter memerlukan angkutan untuk memenuhi volume tertentu, ketiadaan kapal
pada jurusan tertentu dan freight lebih murah.
Ada perbedaan yang mendasar antara time charter ( 1 ) dan bareboat charter ( 2 ), yaitu, kalau
pada time charter, kapal disewa dalam keadaan laik laut dan siap berlayar, dan kondisi laik
laut ini harus terus dipertahankan oleh shipowner selama masih berada dalam masa
persewaan, sedangkan pada bareboat charter, kapal yang dipersewakan itu, dalam keadaan
tidak laik laut dan tidak siap berlayar. Setelah kedua belah pihak mengerti semua isi
perjanjian / persetujuan sewa menyewa tersebut, barulah Charter Party ditanda tangani.

Standard Perjanjian Penyewaan Kapal:

 Baltime 1039 yang sudah beberapa kali direvisi , terakhir tahun 2001;

 New York Produce Exchange (NYPE 93) yang diterbitkan oleh the Association of
Ship Brokers and Agents (USA) ,Inc., yang telah beberapa kali direvisi ,dan terakhir
tahun 1993;

 Deep Sea Time Charter 1974 yang dikeluarkan oleh BIMCO dengan code name
“Linertime”;

 Fontime yang dipersiapkan oleh the Federation of National Associations of Ship


Brokers and Agents (FONASBA) ;

 BIMCO Standard Bareboat Charter dengan code name:”BARECON 2001”

Ketentuan-ketentuan bagi perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan, antara


lain :

 kewajiban pemilik kapal menyediakan kapal dengan memberitahukan posisi,


kapasitas atau daya angkut kapal yang biasanya ditentukan dalam ukuran deadweight
tonnage (DWT), dan  dimana kapal tersebut dikelaskan;

 penetapan pelabuhan muat pada perjalanan permulaan dan pemilik kapal berjanji
bahwa kapal harus meneruskan perjalanan;

 pemilik kapal memastikan bahwa kapalnya berada dalam keadaan lengkap dan laik-
laut;

 penyewa menyetujui tersedianya barang secara penuh, dan menyetujui membayar


uang tambang yang biasanya dihitung berdasarkan per ton atau per meter/kaki barang
yang diangkut;

 adanya daftar resiko bahaya dilaut yang dikecualikan ;

 ketentuan yang mengatur cara bongkar/muat, khususnya lama waktu bongkar/muat


untuk menentukan adanya laytime dan besaran uang demurrage atau dispatch;
 ketentuan yang memberi hak kepada penyewa untuk membatalkan perjanjian
penyewaan bila kapal tidak sampai pada waktu dan pelabuhan tertentu yang telah
disepakati;

 suatu ketentuan umum yang memungkinkan memasukan ketentuan Hague-Visby


Rules;

 ketentuan penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase dan prosedur beracara;

 suatu ketentuan yang memasukan York-Antwerp Rules 1974/1990, berkaitan dengan


kerugian dilaut (general average) ;

 ketentuan untuk memasukan komisi broker sebagai biaya membantu dalam negoisasi;

 suatu ketentuan berkaitan bila terjadi resiko perang.

 penyediaan kapal oleh pemilik kapal dengan menyebutkan ukuran/daya muat,


kecepatan, pemakaian bahan bakar dan persediaan bahan bakar yang ada di kapal;

 pelabuhan dimana penyerahan kapal akan dilaksanakan dan waktu penyerahan kepada
penyewa;

 mengoperasikan kapal dan melakukan kegiatan perdagangan dengan tidak


melawan hukum, serta memasuki pelabuhan yang aman untuk navigasi agar kapal
dapat sandar dengan aman;

 keharusan membayar gaji awak kapal, premi asuransi kapal, perbekalan, oleh pemilik
kapal dan berjanji untuk memelihara kapal sepenuhnya secara efisien;

 penyewa menyediakan dan membayar bahan bakar, membayar uang labuh dan uang
sandar,  mengatur dan membayar biaya bongkar/muat barang ;

 penyewa menyetujui untuk membayar sejumlah uang sewa kapal yang sudah
disepakati;

 ketentuan mengenai penyerahan kembali kapal;

 nakhoda berada dibawah perintah penyewa;

 daftar resiko yang dikecualikan dari bahaya laut;

 ganti rugi pada pemilik kapal untuk kerugian atau kerusakan kapal karena ketidak
hati-hatian sewaktu memuat atau membongkar barang dari kapal;

 ketentuan York-Antwerp Rules 1974/1990 mengenai kerugian laut (general average);

 pembayaran komisi kepada ship broker sebagai biaya negosiasi dalam pembuatan
perjanjian penyewaan kapal;

 ketentuan penyelesaian melalui arbitrase. 


Biaya-biaya Charter
ISTILAH2

 NOR = NOTICE OF READINESS


 SHIP PARTICULAR
 TIME ARRIVAL
 TIME DEPARTURE
 FREIGHT
Laycan : singkatan dari laydays and cancelling days, yaitu tanggal/hari tercepat dan
terlama untuk kapal dimuat di pelabuhan
LAYDAYS : jumlah hari yang ditentukan oleh pemilik atau penyewa kapal, (dan
disetujui) oleh pihak pemilik kargo untuk waktu tiba kapal dan siap untuk dimuat.
Laytime : waktu yang ditentukan untuk pemuatan kapal atau pembongkaran muatan tanpa
demurragE

ISTILAH

 RESI MUALIM (MATE RECEIPT) Surat tanda terima barang / muatan


diatas kapal sesuai dengan keadaan muatan tersebut yang ditanda tangani oleh mualim – I.
Resi Mualim diberi catatan bila terdapat hal-hal yang tidak sesuai atau perlu keterangan
tambahan. Apa yang tertera dalam Mate receipt akan tertera dalam Konosemen (Bill of
Lading).
 MANIFEST Surat yang merupakan suatu Daftar barang-barang  / muatan yang telah
dikapalkan. Dimana daftar tersebut berisi :  Nama kapal, Pelabuhan Muat dan Pelabuhan
tujuan, Nama Nakhoda, Tanggal, No. B/L, Pengirim (Shipper), Penerima (Consignees),
Tanda (Mark), Jumlah / banyaknya (Quantity), Jenis barang / muatan (Description of
goods),  Isi & Berat (Volume & Weight) dan Keterangan jika ada. Dibuat oleh Perusahaan
Pelayaran.

 SHIPPING ORDER (SO) atau sering di sebut SHIPPING INSTRUCTION (SI)


merupakan Surat yang dibuat oleh Shipper yang ditujukan kepada Carrier / kapal untuk
menerima  dan memuat muatan yang tertera dalam surat tersebut. Shipping Order berisi  : 
Nama shipper, Nama Consignee di pelabuhan bongkar, Notify address, Pelabuhan Muat,
Pelabuhan Tujuan, Nama dan Jenis barang, Jumlah Berat dan Volume, Shipping Mark,
Total Nett Weight, Total Gross weight, Total Measurement, Freight and charge, B/L ,
Dated, Commercial Invoice, No.L/C.

 Shipping Instruyction merupakan sumber pengapalan, oleh karena itu kalau S/I sudah
diterima oleh agen pelayaran (accepeted by the agent0 maka kedua belah pihak yaitu
shipper dan carrier terikat kepada kesepakatan tersebut, yaitu pengapalan muatan. kalau
shipper membatalkan pengapalannya, carrier yang bersangkutan mempunyai hak atas
ganti rugi yang dinamakan dead freight. Sebaliknya kalau carrier membatalkan sailing,
harus mengganti ganti rugi kepada shipper
 LETTER OF INDEMNITY / LETTER OF GUARANTEE adalah Surat Jaminan yang
dibuat oleh Shipper untuk memperoleh Clean B/L, dimana Shipper akan bertanggung
jawab apabila timbul Claim atas barang tersebut.
 STATEMENT OF  FACT Laporan pelaksanaan kegiatan bongkar/ muat mulai dari awal
hingga selesai kegiatan.
 STOWAGE PLAN  merupakan gambaran informasi kondisi muatan yang berada dalam
ruang muat baik mengenai Letak, Jumlah dan Berat muatan sesuai consignment mark bagi
masing-masing pelabuhan tujuannya.
 HATCH LIST Daftar muatan yang berada dalam palka yang bersangkutan.
 DISCHARGING LIST Daftar bongkaran muatan pada suatu pelabuhan tertentu.
 DAMAGE REPORT Merupakan suatu surat Berita acara kerusakan muatan yang terjadi
diatas kapal sehubungan tanggung jawab pihak carrier.
 MARINE NOTE OF SEA PROTEST Merupakan suatu Berita Acara atas kerusakan
muatan diluar kemampuan manusia. Dibuat oleh Nakhoda dan di syahkan oleh Notaris.
 LAYTIME Ditetapkan dalam suatu perjanjian penyewaan kapal, yang tergantung pada
kesepakatan kedua belah pihak dengan memperhitungkan kondisi pelabuhan yang menjadi
tujuan muatan dan besaran uang tambang yang akan diperoleh. Sesuai dengan buku
Carriage of Goods by Sea oleh ER Hardy Ivamy, edisi ketiga belas menetapkan kapan
laytime mulai dihitung, yaitu:
1) kapal dalam posisi sudah sampai (vessel is an arrived ship);
2) kapal dalam posisi siap untuk dimuat atau dibongkar (she is ready  to load or
discharge);
3) pemilik kapal, atau dalam hal ini nakhoda, telah memberitahukan
4) kesiapan kapal untuk dimuat (the ship owner has given notice of  readiness to load);
 Demurrage dan despatch

Demmurage berarti keterlambatan pembebasan kapal oleh penyewa dan untuk itu perlu
diperjanjikan sejumlah uang yang disebut dan dicantumkan dalam perjanjian penyewaan
kapal, untuk dibayarkan kepada pemilik kapal oleh penyewa sebagai kompensasi karena
keterlambatan pembebasan kapal akibat pemuatan atau pembongkaran barang dipelabuhan
melebihi toleransi waktu (laytime atau laydays) yang disediakan dan juga ditentukan dalam
perjanjian.

Dispatch berarti sejumlah uang yang dicantumkan dalam perjanjian penyewaan kapal yang
akan dibayarkan kepada pemilk barang sebagai kompensasi jika pemuatan atau
pembongkaran barang dapat dilakukan kurang

 PENYEWAAN KAPAL BERDASAR WAKTU


 SELURUH RUANGAN KAPAL DISEWA CHARTERER
 OWNER MENYAMPAIKAN DATA2 KAPAL
 JIKA DATA YANG DISAMPAIKAN ADA KETIDAK BENARAN MAKA SAAT ADA
KASUS YANG MENYEBABKAN KERUGIAN BAGI CHARTERER MAKA OWNER
HRS BERTANGGUNGJAWAB
 NAHKODA DAN ABK WAJIB PATUH PADA CHARTERER

TIME CHARTER

 DATA YANG HARUS DITULIS :


 UKURAN DAN KAPASITAS MUAT
 KECEPATAN
 PEMAKAIAN BAHAN BAKAR
 SISA BAHAN BAKAR
 FRESHWATER
 PELABUHAN TEMPAT DELIVERY DAN REDELIVERY
 GAJI CREW ,PREMI ASURANSI,UANG LABUH,UANG SANDAR,BIAYA
BONGKAR MUAT
 DAFTAR RESIKO YANG DIKECUALIKAN DARI PERILS
 GANTI RUGI PADA PEMILIK KAPAL UNTUK KERUGIAN ATAU KERUSAKAN
KARENA KETIDAK HATI2AN SAAT BONGKAR ATAU MUAT
 YORK ANTWERL RULES 1974/1990 TTG GENERAL AVERAGE
 PEMBAYARAN KOMISI PADA BROKER
 ARBITRASE

BIAYA BIAYA TIME CHARTER

 DITANGGUNG OWNER :
 GAJI CREW
 SURVEY
 REPAIR DAN MAINTENACE
 MINYAK PELUMAS
 ASURANSI

DITANGGUNG CHARTERER :

 BAHAN BAKAR (FUEL OIL)


 FRESHWATER (AIR TAWAR)
 BIAYA SANDAR, LABUH, TAMBAT,STEVEDORING/CARGODORING
 AIR KETEL (KAPAL UAP)
 BIAYA EKSPLOITASI
 CHARTER HIRE

UNSUR UNSUR TIME CHARTER

1.  Biaya tetap kapal

2.  overhead

3.  penyusutan (depreciation)

4.  profit

5. Apabila time charter hire yang dihitung oleh pemilik kapal melebihi dari harga pasaran
dari kapal2 sejenis maka time charter hirenya harus disesuaikan dengan pertama-tama
menyesuaikan Profit, kalau perlu bahkan dihilangkan, kemudian penyusutan dan
penghematan pada overhead.

6. Dalam hal resesi yg akan panjang maka mungkin kapalnya bahkan harus diistirahatkan
(laid up) dg demikian pemilik dpt menghemat asuransi, crew cost.

7. Apabila kapal dilabuhkan dibagian terlindung selama 30 hari berturut-turut, sebagian dari
premi asuransi dpt dikembalikan, karena tidak diexpose terhadap resiko2 biasa dan selama di
laid up, awak kapal cukup dengan skeleton crew, sambil menunggu pasaran membaik.

 Ketentuan-ketentuan bagi perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu, antara lain :

 penyediaan kapal oleh pemilik kapal dengan menyebutkan ukuran/daya muat, kecepatan,
pemakaian bahan bakar dan persediaan bahan bakar yang ada di kapal;
 pelabuhan dimana penyerahan kapal akan dilaksanakan dan waktu penyerahan kepada
penyewa mengoperasikan kapal dan melakukan kegiatan perdagangan dengan tidak
melawan hukum, serta memasuki pelabuhan yang aman untuk navigasi agar kapal dapat
sandar dengan aman;;
 keharusan membayar gaji awak kapal, premi asuransi kapal, perbekalan, oleh pemilik
kapal dan berjanji untuk memelihara kapal sepenuhnya secara efisien;
 penyewa menyediakan dan membayar bahan bakar, membayar uang labuh dan uang
sandar,  mengatur dan membayar biaya bongkar/muat barang ;
 penyewa menyetujui untuk membayar sejumlah uang sewa kapal yang sudah disepakati;
 ketentuan mengenai penyerahan kembali kapal;
 nakhoda berada dibawah perintah penyewa
Daftar Resiko Yang Dikecualikan Dari Bahaya Laut;

 ganti rugi pada pemilik kapal untuk kerugian atau kerusakan kapal karena ketidak hati-
hatian sewaktu memuat atau membongkar barang dari kapal;
 ketentuan York-Antwerp Rules 1974/1990 mengenai kerugian laut (general average);
 pembayaran komisi kepada ship broker sebagai biaya negosiasi dalam pembuatan
perjanjian penyewaan kapal;
 ketentuan penyelesaian melalui arbitrase. 
VOYAGE CHARTER
PSM – 3rd
1. LATAR BELAKANG
Voyage charter :
pencharter memerlukan angkutan untuk memenuhi volume tertentu, ketiadaan
kapal pada jurusan tertentu dan freight lebih murah.

2. Definisi
 Sewa menyewa kapal menurut jumlah pelayaran/perjalanan/trip.

 Perjanjian penyewaan kapal berdasarkan perjalanan tertentu, dimana pemilik kapal


atau pengangkut memberikan layanan pengangkutan barang dengan kapal dalam
satu atau beberapa pelayaran yang sudah tertentu. Penyewa berkewajiban untuk
menyampaikan barang dan membayar uang sewa yang biasanya diperhitungkan
berdasarkan jumlah barang yang dimuat atau diangkut atau dapat juga berdasarkan
borongan.Pada setiap perjalanan sesuai jumlah barang yang telah diserahkan, jika
dikehendaki oleh penyewa atau pemilik barang, pengangkut harus mengeluarkan
konosemen atau bill of lading.

 Tarif sewa dihitung dari banyaknya muatan yang diangkut sebagai mana dijanjikan,
sehingga sewa kapal tidak berbeda dengan uang tambang (freight)

 Jenis charter ini juga disebut deadweight charter.

 Apakah ruang kapal digunakan seluruhnya atau sebagian, pencharteran wajib


membayar sewa kapal sebagaimana yang dijanjikan

3. Hal-hal Dalam Voyage Charter


 Pihak pencharter berhak mencharterkan kembali kapal kepada pihak ketiga (bertindak
sebagai disponent owner);

 Penggunaan ruang sisa (oleh pihak pemilik kapal) hanya dibenarkan seijin shipowner

 Dalam hal penerimaan, pengangkutan muatan maka, Nakhoda harus mentaati perintah-
perintah ship owner

 Pencharter tidak boleh melayarkan kapal ke tempat yang, tidak dapat dimasuki kapal
dan berlabuh tidak aman;
 Perhitungan diadakan jika terdapat perbedaan daya muat menurut charter party
dengan dengan kenyataannya;
 Pemberlakuan KUHD (termasuk perjanjian yang diadakan di luar negeri), kecuali ada
persetujuan lain.

4. Mengenai Voyage Charter


 Sebenarnya, Voyage Charter inilah yang “murni” merupakan perjanjian
angkutan.
 Pencharter lebih berkedudukan sebagai pengirim barang dan hanya sedikit
sekali terlibat dalam operasi kapal.
 Kewajiban utamanya adalah membayar utang Tambang (FREIGHT)
kepada pemilik kapal.
 Sedangkan biaya-biaya bahan bakar, pandu, tunda dan biaya-biaya
pelabuhan menjadi beban Pemilik kapal.
 Demikian juga gaji/upah Nahkoda dan resiko-resiko atau bahaya-bahaya
selama perjalanan. 

5. Terkait Kapal
Dalam Voyage C/P Pemilik kapal berjanji untuk menyediakan kapal
dengan spesifikasi tertentu yang disebutkan secara rinci dalam C/P, antara lain:
Posisi saat itu; Kapasitas muat,jumlah palka,derek dan; Kelasnya dalam
Register Kapal ( Catatan: Lajimnya kapal niaga di-klasifikasi – diperiksa dan
diberikan sertipikat yang menetapkan Kelas kapal – oleh suatu Badan atau Biro
Klasifikasi. Klasifikasi ini sangat penting untuk pemasaran maupun penetapan
premi asuransi ).
Disamping itu, Pemilik kapal juga wajib membuat pernyataan tentang
fakta-fakta penting terkait kondisi kapal ( Representation of Certain Facts ).
Contoh kalimatnya:” …that she is tight, staunch, and in every way fitted
for the voyage.” Selanjutnya, apabila saat ditandatangani C/P kapal berada di
tempat lain, maka C/P mewajibkan Pemilik kapal memerintahkan kapal untuk
menuju pelabuhan dimana pemuatan barang akan dilakukan namun berbeda
dengan Time Charter, dalam Voyage Charter Pemilik kapal lebih bebas dalam
melakukan deviasi selama perjalanan

6. Terkait Muatan
 Pencharter juga harus menjanjikan bahwa ia akan memuat seluruh jumlah barang
tersebut ke kapal ( istilahnya Full Cargo )

 Hal ini penting bagi Pemilik kapal karena, berbeda dengan Charter Menurut Waktu,
disini Uang Tambang ( Freight ) dibayar berdasarkan jumlah barang yang dimuat.

 Dengan kewajiban Full Cargo tersebut maka apabila Pencharter memuat barang
kurang dari jumlah yang diperjanjikan maka Pemilik kapal berhak mengklaim Deadfreight).

 Sebaliknya Pemilik kapal menjanjikan untuk mengangkut barang muatan tersebut ke


tempat tujuannya
7. Tanggung Jawab Ship Owner
Sumber Gencon C/P
Pemilik kapal hanya bertanggungjawab atas kekurangan dan kerusakan ( dan keterlambatan )
apabila disebabkan oleh :
 Improper or negligent stowage of the goods;
 Personal want of due diligence to make the vessel seaworthy, properly manned,
equipped and supplied dan
 Personal act or default .
o Diluar ketiga sebab diatas Pemilik kapal tidak dapat dipertanggungjawabkan,
walaupun oleh sebab-sebab tertentu yang apabila diluar pengaturan pasal ini
seharusnya Pemilik kapal bertanggungjawab. Contohnya: Kelalaian
( Neglect ) atau Ketidakmampuan ( Default ) dari Nakhoda, ABK atau orang
lain yang dipekerjakan Pemilik kapal. Juga dipertegas tentang Kelayakan-laut,
diluar karena “want of due diligence” seperti diatur dalam Paragraph
sebelumnya. Terakhir, “improper or negligent stowage pun dibatasi, dimana
kalau hal itu disebabkan persinggungan, kebocoran, bau, uap dari barang lain,
barang yang mudah terbakar / meledak, maka Pengangkut tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

8. Hal-hal Dalam Perjanjian Charter


  Pihak pencharter tidak boleh mengadakan perjanjian charter menurut perjalanan
dengan pihak ketiga, kecuali dalam charter - party kepadanya diberikan hak
untuk itu;

-Penggunaan ruang kapal yang tersisa;


-Tanggung-jawab pemilik kapal atas daya muat yang lebih besar dibandingkan
yang tercatat dalam charter - party;
-Pelabuhan bongkar-muat yang aman;
-Penyerahan barang yang akan dimuat;
-Ketepatan waktu mengerjakan muatan oleh pihak pemilik kapal;
-Cara memberitahukan pihak pencharter tentang kesiapan kapal

9. Ketentuan-ketentuan bagi perjanjian penyewaan kapal berdasarkan


perjalanan, antara lain :
 kewajiban pemilik kapal menyediakan kapal dengan memberitahukan posisi, kapasitas atau
daya angkut kapal yang biasanya ditentukan dalam ukuran deadweight tonnage (DWT), dan
dimana kapal tersebut dikelaskan;

 penetapan pelabuhan muat pada perjalanan permulaan dan pemilik kapal berjanji bahwa kapal
harus meneruskan perjalanan;

 pemilik kapal memastikan bahwa kapalnya berada dalam keadaan lengkap dan laik-laut;

 penyewa menyetujui tersedianya barang secara penuh, dan menyetujui membayar uang
tambang yang biasanya dihitung berdasarkan per ton atau per meter/kaki barang yang diangkut;

 adanya daftar resiko bahaya dilaut yang dikecualikan ;


10. Ketentuan-ketentuan bagi perjanjian penyewaan kapal
berdasarkan perjalanan, antara lain :
 ketentuan yang mengatur cara bongkar/muat, khususnya lama waktu bongkar/muat
untuk menentukan adanya laytime dan besaran uang demurrage atau dispatch;
 ketentuan yang memberi hak kepada penyewa untuk membatalkan perjanjian
penyewaan bila kapal tidak sampai pada waktu dan pelabuhan tertentu yang telah
disepakati;
 ketentuan penyelesaian perselisihan melalui Arbitrase dan prosedur berita acara;
 suatu ketentuan yang memasukan York-Antwerp Rules 1974/1990, berkaitan dengan
kerugian dilaut (general average) ;
 ketentuan untuk memasukan komisi broker sebagai biaya membantu dalam negoisasi;
 suatu ketentuan berkaitan bila terjadi resiko perang

11. Ketentuan umum:

1.Pemilik kapal akan menanggung semua biaya-biaya kapal baik saat kapal berada di
pelabuhan, dalam proses pengangkutan, semua biaya-biaya kebutuhan kapal termaksuk
bahan bakar dan air minum.

2. Penyewa hanya berkewajiban mambayar uang sewa muatan sesuai tariff yang telah di
sepakati bersama untuk satu trayek angkutan ( Voyage Hire Rate)

12. STANDAR PERJANJIAN PENYEWAAN KAPAL

 Baltime 1039 yang sudah beberapa kali direvisi , terakhir tahun 2001;
 New York Produce Exchange (NYPE 93) yang diterbitkan oleh the
Association of Ship Brokers and Agents (USA) ,Inc., yang telah beberapa
kali direvisi ,dan terakhir tahun 1993;
 Deep Sea Time Charter 1974 yang dikeluarkan oleh BIMCO dengan code
name  “Linertime”;
 Fontime yang dipersiapkan oleh the Federation of National Associations of
Ship Brokers and Agents (FONASBA) ;
 BIMCO Standard Bareboat Charter dengan code name:”BARECON 2001”

13. STANDAR PERJANJIAN KAPAL DGN KOMODITI


TERTENTU
 Standard Ore Charter Party, dengan code name:”OREVOY”, khusus untuk
angkutan biji besi;
 Continent Grain Charter Party, dengan code name “SYNACOMEX 90”
yang diadiopsi di Paris 1957, sudah beberapa kali direvisi dan terakhir
tahun 1990, khusus untuk angkutan bahan makanan dalam bentuk padi-
padian (grain atau cereal);
 North American Grain Charter Party 1973, dengan code name
“NORGRAIN 89”, direkomendasikan oleh BIMCO dan FONASBA, telah
direvisi tahun 1989, khusus untuk angkutan bahan makanan dalam bentuk
padi-padian (grain);

14. STANDAR PERJANJIAN KAPAL DGN KOMODITI


TERTENTU
 Australian Wheat Charter 1990, dengan code name
“AUSWHEAT 1990”, telah direvisi tahun 1991, khusus untuk
angkutan gandum dari Australia;
 United Nations World Food Programmed Voyage Charter Party,
dengan code name “WORLDFOOD 99”, khusus untuk angkutan
bantuan makanan dari Perserikatan Bangsa-bangsa ( World Food
Programmed of United Nations);

15. STANDAR PERJANJIAN KAPAL DGN KOMODITI


TERTENTU
 Gas Voyage Charter Party to be used for Liquid Gas Except  LNG, dengan code name
“GASVOY” yang dikeluarkan oleh the Documentary Committee of the Baltic and
International Maritime Conference in July 1972, khusus untuk angkutan gas        cair
selain LNG;
 North American Fertilizer Charter Party 1978/88, dengan code name “FERTIVOY 88”
yang diterbitkan oleh Canpotex Shipping Services Ltd. Vancouver dan direvisi tahun
1988, khusus untuk angkutan pupuk;
 The BIMCO Baltic Wood Charter Party 1973, dengan code name “NUBALTWOOD”
yang direvisi tahun 1997, khusus untuk angkutan kayu dari Baltic and North Sea
dengan pengecualian bagi pelabuhan-pelabuhan Rusia, Inggris dan Irlandia;

16. STANDAR PERJANJIAN KAPAL DGN KOMODITI


TERTENTU
 The Baltic and International Maritime Conference Uniform Time Charter Party for
Vessels Carrying Chemicals in Bulk, dengan code name “BIMCHEMTIME  1984”,
khusus untuk angkutan bahan kimia curah (in bulk);
 Americanized Welsh Coal Charter , dengan code name “AMWELSH 93” yang
diterbitkan oleh the Association of Ship Brokers and Agents {USA), Inc. New York
1953 dan telah direvisi terakhir tahun 1993, khusus untuk angkutan batubara;
 The Baltic and International Maritime Council Coal Voyage Charter 1971 yang direvisi
tahun 1997 dengan code name “POLCOALVOY”, khusus untuk angkutan batubara;
17. STANDAR PERJANJIAN KAPAL DGN KOMODITI
TERTENTU
 The Documentary Committee of the Japan Shipping Exchange ,
Inc. Coal Charter Party, dengan code name “NIPPONCOAL”,
yang diterbitkan di Tokyo 1983, khusus untuk angkutan batubara;
 The Baltic and International Maritime Council (BIMCO) Uniform
Time Charter Party for Container Vessels, yang diterbitkan
Oktober 1990, dengan code name “BOXTIME” , khusus untuk
penyewaan bagi kapal petikemas (container);
 Standard Cruise Voyage Charter Party , dengan code name
“CRUISEVOY”, yang diterbitkan oleh BIMCO , khusus
digunakan untuk angkutan penumpang.

18.KETENTUAN BILL OF LADING


Gambaran umum dari barang dan bila perlumemberikan merek guna menunjukan dan
membedakan barang tersebut terhadap barang lain, suatu pernyataan yang
memungkinkan menerangkan sifat berbahayanya barang, jumlah koli atau lembar, berat
barang atau jumlah, dan semua hal-hal tersebut disampaikan oleh pengirim barang;

• kondisi yang dapat terlihat dari barang;


• nama dan tempat usaha utama dari pengangkut;
• nama pengirim barang;
• penerima barang yang ditentukan oleh pengirim barang;
• pelabuhan muat berdasrkan kontrak pengangkutan dan tanggal sewaktu barang
diambil-alih oleh pengangkut dipelabuhan muat;
• pelabuhan bongkar sesuai kontrak pengangkutan;
• jumlah lembar asli BL, bila diterbitkan lebih dari satu;
• tempat dikeluarkan bill of lading;
• tanda tangan pengangkut atau orang yang bertindak atas namanya;
• uang tambang yang diteruskan kepada penerima barang untuk dapat dibayar atau
petunjuk lainnya bahwa uang tambang dapat diabayar olehnya;
• pernyataan yang merujuk pada ketentuan pasal 23 ayat 3;
• pernyataan, jika mungkin, bahwa barang harus atau dapat dimuat dibawah dek;
• tanggal atau periode penyerahan barang di pelabuhan bongkar bila disetujui diantara
kedua belah pihak; dan

 Kewajiban Owner dan Charterer


Owner : By Operasional kapal termasuk bunker, freshwaterm gaji, makan, dsb.

FIOST : Free In and Out Stowed Trim


Biaya bongkar muat dan shifting muatan menjadi tanggung jawab charterer.
FILO : Free In Liner Out
Pemuatan menjadi tanggungjawab Charterer dan Pembongkaran menjadi tanggungjawab
Ship Owner

LIFO : Liner In Free Out


Pemuatan menjadi tanggungjawab Owner dan Pembongkaran menjadi tanggungjawab
Charterer.

LAYDAYS/LAYTIME
Laytime : Tenggangwaktu yang diberikan kepada kapal untuk memulai
pemuatan/pembongkaran,dimana pencahrter dapat melakukan bongkar/muat.

Laytime dihitung jika:


1.Kapal telah tiba ditempat tujuan
2. NOR sudah diberikan kepada pencharter
3. Kapal telah siap bongkar/muat

Laytime = Jumlah muatan : kapasitas alat bongkar/muat

LAYDAYS disebut juga Waktu labuh/waktu kerja

NOTICE OF READINESS (NOR)


 Keterangan dari nakhoda bahwa kapal telah tiba dan siap untuk muat bongkar
barang. Lay Days biasanya dimulai dengan Notice of Readiness
 SHINC (Sunday & Holiday Included) Hari Minggu dan hari libur termasuk
didalamnya
 SHEX ((Sunday & Holiday Excluded)
 Hari Minggu dan hari libur tidak dihitung sebagai hari-hari kerja
 WWD (Weather Working Days)
Hari kerja dengan cuaca baik
 FAC (Fast As Can)
 Kapal dikerjakan secepat mungkin

NOTICE OF READINESS
Pemberitahuan secara tertulis oleh Nahkoda kepada Charterer bahwa kapal siap untuk
bongkar/muat
NOR telah diserahkan pada jam kerja yang berlaku di pelabuhan setempat

 Saat mulainya Lay Day dapat dihitung dengan memperhatikan penyerahan dan
penerimaan NOR
 Apabila NOR diserahkan dan diterima sebelum pukul 12.00 (NOON) pada hari kerja
maka Lay Day dapat dimulai pukul 13.00 hari yang sama.
 Apabila NOR diserahkan dan diterima sesudah pukul 12.00, maka Lay Day akan
dimulai besok pukul 08.00
 Apabila NOR diserahkan dan diterima pada hari sabtu atau sebelum hari libur maka
Layday dimulai setelah hari libu (Senin) pukul 08.00.

Deadfreight adalah istilah kerugian bagi si penyewa kapal/ruangan, dimana


pemilik kapal berhak menarik seluruh uang tambang meski pencharter gagal
mencari muatan untuk memenuhi kontrak.
   Lay Time yang diperhitungkan untuk pemuatan dan pembongkaran sekaligus
dapat “REVERSIBLE”, yakni dimana waktu yang diperhitungkan bagi tiap
kegiatan (yang memuat dan membongkar) harus dijumlahkan; dapat juga
“AVERAGED”, dimana waktu yang dipergunakan untuk memuat dan
membongkar diperhitungkan sendiri-sendiri. Nanti hasil akhirnya baru
digabungkan. Hasil akhir ini yang diperhitungkan, apakah Demmurage atau
Despatch.

Demurrage : denda keterlambatan


Despatch/ reward

D1/2D : Despatch Rate to Half Demurrage


DDO : Despatch Discharge Only
DLO : Despatch Loading Only
FD : Free of Despatch

Bareboat/demise charter party


 perjanjian penyewaan kapal berdasarkan waktu tanpa nakhoda dan anak buah kapal
kepada penyewa , dimana penguasaan dan pengendalian atas kapal beralih dari pemilk
kepada penyewa kapal. Nakhoda dan anak buah kapal ditunjuk dan diangkat sendiri
oleh penyewa dan dengan demikian nakhoda beserta anak buah kapal merupakan
pegawai dan bertanggung jawab langsung kepada penyewa. Penyewa akan
menggunakan dan mengoperasikan kapal tersebut atas tanggung jawabnya baik untuk
pemilik barang pihak ketiga lainnya, yang ,menggunakan kapal tersebut sebagai pihak
penyedia jasa angkutan

 Bareboat charter :
sebagai alternatif bagi mereka yang dapat mengelola kapal, namun tidak memiliki
modal cukup untuk membeli kapal;

Bareboat Charter
Bareboat charter
Pemilik kapal menyewakan kapal untuk ketentuan, dimana pihak pencharter bukan saja
diberikan hak pengoperasian kapal, melainkan juga diberikan tanggung-jawab
mengawaki dan merawat kapal.
 Sebagai ketentuan umum, berlaku beberapa persyaratan serta
tanggungjawab yang diatur sebagai berikut :\

- Tarif sewa didasarkan pada bobot mati musim panas (sumer deadweight) dan dibayar
tiap bulan dan diselesaikan melalui pembayaran dimuka;

- Pencharteran berhak menunjuk Nakhoda dan awak kapal, namun untuk nakhoda dan
kepala Kamar Mesin dengan persetujuan pihak pemilik kapal;

- Pencharter diberikan penguasaan penuh atas kapal dan segala biaya eksploitasi kapal,
termasuk biaya reparasi survey kapal menjadi bebannya;

-  Asuransi kapal menjadi beban milik kapal jika dicantumkan syaratnya dalam
perjanjian sewa-menyewa kapal;

- Kapal digunakan untuk pelayaran yang sah (lawful trades);

- Tidak dibenarkan, mengadakan perubahan-perubahan pada bangunan kapal oleh pihak


pencharter tanpa persetujuan dari pihak pemilik kapal

- Penyerahan kembali pada akhir masa charter harus dalam keadaan yang sama, dengan
pengecualian keausan (wear and tear) yang wajar

Ada perbedaan yang mendasar antara time charter ( 1 ) dan bareboat charter ( 2 ), yaitu, kalau
pada time charter, kapal disewa dalam keadaan laik laut dan siap berlayar, dan kondisi laik
laut ini harus terus dipertahankan oleh shipowner selama masih berada dalam masa
persewaan, sedangkan pada bareboat charter, kapal yang dipersewakan itu, dalam keadaan
tidak laik laut dan tidak siap berlayar. Setelah kedua belah pihak mengerti semua isi
perjanjian / persetujuan sewa menyewa tersebut, barulah Charter Party ditanda tangani.
INCOTERM

Anda mungkin juga menyukai