Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ikcan Herlambang Setiawan

NPM : 1933000019

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Tidak Rapi

1. Apakah mungkin menerapkan suatu kebiasaan internasional dengan hukum


kebiasaan setempat dari suatu negara? Baca: Right Passage Case [ICJ Reports 1960 p 6,
39-43] (10)

Jawab : Berkenaan dengan penerapan kebiasaan Internasional dengan hukum


kebiasaan setempat dari suatu negara jika terkait dengan Right Passage Case antara
Portugal dan India hal ini tidak di mungkinkan karena hubungan antara dua negara
Inggris dan Portugal sebelum India merdeka tidak dapat dikatan sebagai kebiasaan
Internasional . Klaim Portugal atas Hak lintas sebagaimana dirumuskan atas adat
kebiasaan setempat ditanggapi India dengan keberatan bahwa tidak ada kebiasaan local
yang dapat dibentuk hanya oleh 2 negara . (Jawaban sama dengan Rachmat dll)

2. Bagaimana anda menjelaskan “legal personality” Organisasi Internasional dalam


konteks Hukum Internasional? Kaitkan dengan konsep “Reparation for Injuries”! (10)

Jawab : Legal Personality adalah karakteristik bagi suatu organisasi internasional untuk
mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional dan mengajukan klaim
internasional . Pada umumnya, hukum internasional diidentikkan dengan hukum
internasional publik, sehingga suatu organisasi internasional harus memiliki kriteria
sebagai public international organization dan harus memiliki legal personality dengan
kriteria :

1. Merupakan organisasi internasional publik yang permanen.

Organisasi tersebut dibentuk oleh perjanjian internasional, dilengkapi dengan


organ, dan.diatur menurut hukum internasional.

2. Adanya pembagian kewenangan hukum dan tujuan antara organisasi tersebut dan
negara anggotanya.Organisasi itu mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan
yang mengikat anggotanya, dan bisa mewakili kepentingannya sendiri dalam forum
internasional, misalnya untuk ikut dalam suatu perjanjian internasional.
3. Kewenangan hukum tersebut berlaku tidak hanya di sistem nasional satu atau
beberapa negara, tetapi juga berlaku di lingkup internasional. Organisasi tersebut
mempunyai kapasitas untuk bertindak dalam lingkup internasional.

Jawaban sama dengan Karin dan tidak menjelaskan apa itu Reparation for Injuries

3. Bagaimana kedudukan Antartica menurut Antartic Treaty 1959? (10)

Jawab : Antartic Treaty 1959 mengatur hubungan internasional sehubungan dengan


Antartika, satu-satunya benua di bumi tanpa populasi manusia asli. Antartika
didefinisikan sebagai semua daratan dan es diselatan garis lintang 60•

Tidak menjelaskan kedudukan antartika secara jelas

4. Bagaimana anda menjelaskan masalah kedaulatan (sovereignty) dalam kasus


Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan – Indonesia v Malaysia? (15)

Jawab : Sengketa kedaulatan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ini berawal di Tahun 1967
dimana Indonesia dan Malaysia memasukan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan ke dalam
batas wilayah masing masing . Lalu selanjutnya kedua Negara ini bersepakat bahwa
status kedua pulau tersebut Status quo , namun pihak Malaysia mengartikan kedua
pulau tersebut masih di miliki oleh Malaysia sampai sengketa selesai . Dan di bangun lah
sebuah Resort oleh pihak swasta Malaysia. Melihat hal itu pihak Indonesia yang masih
merasa memiliki juga melayangkan protes terhadap pihak Malaysia dan meminta
pembangunan Resort untuk dihentikan . Dan akhirnya pada tahun 1998 perselisihan ini
sampai ke Mahkamah Internasional lalu pada tahun 2002 tepatnya 17 Desember hari
selasa Mahkamah Internasional mengeluarkan putusan bahwa Pulau Sipadan dan Pulau
Ligitan di menangkan oleh Malaysia yaitu dengan voting 16 Hakim yang memenangkan
Malaysia sementara hanya 1 Hakim yang memihak Indonesia .

Jawaban sama dengan Sri Wahyuni

5. Bagaimana anda menjelaskan Mahkamah Internasional memutuskan ‘ex aquo et


bono’? Jelaskan dasar hukumnya! (15)

Jawab : Ex aquo et bono adalah frasa Latin yang digunakan sebagai istilah hukum seni .
Dalam konteks arbitrase , ini merujuk pada kekuasaan arbiter untuk mengabaikan
pertimbangan hukum tetapi hanya mempertimbangkan apa yang mereka anggap adil
dan pantas dalam kasus yang dihadapi. Akan tetapi, keputusan ex aequo et bono
dibedakan dari keputusan atas dasar ekuitas ( equity infra legem ), “Sedangkan otorisasi
untuk memutuskan suatu pertanyaan ex aequo et bono adalah kewenangan untuk
memutuskan tanpa memperhatikan aturan hukum, suatu Kewenangan untuk
memutuskan atas dasar keadilan tidak membebaskan hakim dari memberikan putusan
berdasarkan hukum, meskipun undang-undang tersebut diubah ”. Dan yang menjadi
dasar hukum nya adalah Pasal 38 (2) Statuta Mahkamah Internasional (ICJ) menyatakan
bahwa pengadilan dapat memutuskan kasus ex aequo et bono hanya jika para pihak
setuju .

Jawaban sama dengan Sri Wahyuni

Anda mungkin juga menyukai