Anda di halaman 1dari 45

MODUL 5

SUBJEK-SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL &

NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

Modul ini akan memberikan pemahaman awal kepada peserta kuliah

mengenai subjek-subjek hukum internasional. Subjek Hukum Internasional adalah

pemegang (segala) hak dan kewajiban yang telah ditentukan di dalam Hukum

Internasional itu sendiri.Subjek Hukum Internasional dapat pula diartikan sebagai

pengemban hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang diatur di dalam suatu kaidah

Hukum Internasional.

Peserta kuliah sangat diharapkan untuk memahami antara perbedaan ini,

sehingga untuk mendapatkan capaian belajar yang optimal, maka peserta kuliah

diharapkan mengikuti tahapan berikut dalam mempelajari modul ini:

a. Bacalah bagaian uraian dari setiap Kegiatan Belajar, tahapan diperlukan

agar peserta kuliah mendapatkan informasu atau akhir dari setiap tahapan.

b. Setelah itu, peserta kuliah membaca kembali bagian uraian sambil

mempraktikkan setiap langkah.

c. Kerjakanlah sesuai instruksi yang telah disediakan.

d. Bacalah rangkuman yang disediakan untuk memberikan ringkasan tentang

aspek-aspek esensial dari setiap kegiatan belajar, namun ada juga akan

diminta untuk membuat poster yang mendemonstrasikansubjek hukum

internasional dan negara sebagai subjek Hukum Internasional.


e. Kebijakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa jauh

anda mencapai tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar tanpa melihat

rambu-rambu jawaban yang disediakan.

f. Bila Anda merasa telah menjawab Tes Formatif dengan baik,

bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban

yang disediakan. Bila nilai Anda ternyata telah mencapai tingkat

penguasaan sama atau lebih besar dari 80% setelah dihitung, Anda

dipersilakan meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya.


KEGIATAN PEMBELAJARAN 9

SUBJEK – SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL (STATE AND NON

STATE ACTORS)

A. Deskripsi Singkat

Dalam Kegiatan pembelajaran 9, peserta kuliah diberikan pemahaman

mengenai subjek hukum internasional, konsep subjek hukum internasional,

serta jenis-jenis subjek hukum internasional, dalam hal ini adalah state and

non state ( negara dan bukan negara).

B. Relevansi

Kegiatan pembelajaran ini akan menjadi dasar bagi peserta kuliah untuk

memahami hukum internasional, sebab subjek-subjek hukum internasional

merupakan bagian terpenting dalam hukum internasional. Subjek hukum

internasional ini merupakan aktor yang menjalankan keberlakuan hukum

internasional sehingga hukum internasional mempunyai kekuatan dalam

masyarakat internasional.

C. Capaian Pembelajaran

1. Uraian

Hak dan kewajiban para subjek Hukum Internasional merupakan

salah satu persoalan yang cukup penting, dikarenakan hal ini dalam rangka

upaya pencegahan terjadinya suatu sengketa/konflik internasional diantara


para subjek Hukum Internasional. Konflik yang bersifat internasional

tersebut dapat terjadi kapanpun dan dimanapun, baik antara negara yang

satu dengan negara yang lain, antara negara dengan subjek Hukum

Internasional selain negara, maupun antar subjek Hukum Internasional

selain negara.

Subjek hukum merupakan pemegang hak dan kewajiban, serta

memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan – hubungan hukum

dengan sesama pemegang hak dan kewajiban hukum lainnya. Pada

dasarnya semua cabang ilmu hukum memilki subyek hukum masing-

masing, seperti dalam subyek hukum perdata, dimana individu berperan

sebagai subyek hukum dan menjalin kontrak atau kerjasama dengan

individu lainnya atau dengan badan hukum lain. Sehingga dengan kata

lain, secara terbatas, subjek hukum diartikan sebagai pemegang hak dan

kewajiban dalam hukum yang hanya terbatas pada orang (individu).

Sedangkan dalam arti luas, subyek hukum diartikan sebagai pemegang hak

dan kewajiban dalam hukum yang tidak hanya terbatas pada orang

(individu). Untuk mempermudah pengertian subjek hukum, dapat dilihat

bagan di bawah ini: 1

1
Alma Manuputy, dkk, 2008, Hukum Internasional, Penerbit Rechta, Jakarta, hlm. 73.
Arti Subyek hukum

Klasik/ Penuh Luas/ Luwes

Pemegang segala hak dan Mencakup keadaan-keadaan


kewajiban menurut Hukum dimana yang dimiikinya itu hak-
Internasional hak dan kewajiban-kewajiban
D yang terbatas
Hanya terbatas pada negara yang Tidak terbatas pada negara yang
D
berdaulat penuh saja berdaulat, tetapi juga negara
bagian, individu, organisasi, dan
a sebagainya
Dalam hukum internasional pun, penggunaan istilah subjek hukum

internasional akan mewakili para pihak, aktor, pelaku di dalam hukum

internasional. Istilah subyek hukum internasional pertama kali

diperkenalkan dalam putusan Mahkamah Internasional pada Reparation

for injuries case (1949), yang menyatakan (a) subject of the law is an

entity capable of possessing international rights and duties and having the

capacity to maintain its rights by bringing international claims.2

F. Sugeng Istanto mengatakan bahwa yang dianggap sebagai subjek

hukum bagi hukum internasional adalah negara, organisasi internasional

dan individu. Subjek hukum tersebut masing-masing mempunyai hak dan

kewajiban sendiri yang berbeda satu sama lain. Subjek Hukum

Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan kewajiban hukum

dalam pergaulan internasional.

2
Ibid., hlm. 74.
Martin Dixon, memberikan batasan sebagai berikut. “A subject of

international law is a body or entity that is capable of possessing and

exercising rights and duties under international Berdasarkan pengertian di

atas, dapat dipahami bahwa tidak semua badan/lembaga atau entitas dapat

dikategorikan/dikualifikasikan sebagai subyek hukum internasional karena

ada penekanan pada frasa berikut : “…..memiliki kemampuan untuk

menguasai hak dan kewajiban di dalam hukum internasional.” Dengan

kata lain hanya pihak; aktor; pelaku yang memiliki hak-hak dan

kewajiban-kewajiban di mata hukum internasional saja yang dapat

dikategorikan sebagai subyek hukum internasional. Apa sajakah yang

termasuk hak dan kewajiban dalam hukum internasional? Menurut Ian

Brownlie, terdapat 3 (tiga) hak dan kewajiban dasar dalam hukum

internasional, yakni:

a) Capacity to make claims in respect of breaches of international

law (kemampuan untuk mengajukan klaim jika terjadi

pelanggaran hukum internasional);

b) Capacity to make treaties and agreements valid on the

international law (kemampuan untuk membuat perjanjian

internasional)

c) The enjoyment of privileges and immunities from national

jurisdictions (memiliki keistimewaan dan kekebalan dari

yurisdiksi nasional sebuah negara).


Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, subyek hukum

internasional adalah sebuah badan/lembaga atau entitas yang

memiliki kemampuan untuk menguasai hak dan melaksanakan

kewajiban di dalam hukum internasional. Dari pengertian tersebut

dapat ditarik beberapa konsep subyek hukum internasional, yaitu:

a) Entitas sebagai pemegang, pengemban, pengampu hak dan

kewajiban;

b) Adanya kemampuan hukum (legal capacity) dari entitas

terkait;

c) Hak dan kewajiban dalam hukum internasional.

Pada awal mula lahirnya dan tumbuhnya Hukum Internasional, hanya

negara yang dipandang sebagai subjek Hukum Internasional. Hal ini dapat

dimengerti karena pada masa awal tersebut dapat dikatakan tidak ada atau

bahkan jarang sekali adanya pribadi-pribadi Hukum Internasional selain

negara yang melakukan hubungan-hubungan Internasional. 3

Kemudian sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional telah

mengalami perubahan yang mendalam dimana terjadi transformasi yang

bersifat horizontal dan yang bersifat vertikal.Transformasi yang bersifat

horizontal dapat diartikan sebagai menjamurnya aktor-aktor baru sehingga

komposisi masyarakat internasional sekarang tidak lagi bersifat homogen

seperti di masa lalu. Sedangkan, transformasi yang bersifat vertikal yaitu

tampilnya bidang-bidang baru yang beraneka ragam dengan jumlah yang

3
I Wayan Phartiana,2003, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, hlm.85.
banyak, sehingga memperluas ruang lingkup Hukum Internasional itu

sendiri. Jadi, dapat disimpulkan dari kedua transformasi ini telah

menyebabkan arti dan peranan dari Hukum Internasional semakin lebih

kompleks. 4

Munculnya berbagai organisasi dan pribadi Hukum Internasional lain

yang secara aktif terlibat dalam hubungan-hubungan internasional,

menjadikan hubungan internasional tersebut mengalami pergeseran yang

cukup fundamental sehingga secara otomatis membutuhkan prinsip-prinsip

serta kaidah-kaidah hukum Internasional baru untuk mengaturnya. Dengan

demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan hukum internasional semakin

lama semakin luas dan kompleks sehingga pandangan yang mengatakan

bahwa negara sebagai satu-satunya subjek Hukum Internasional harus

sudah ditinggalkan. 5

Macam-macam subjek Hukum Internasional selain Negara antara lain:

a) Organisasi Internasional

Malcolm Shaw mengatakan bahwa, “International

organisations have played a crucial role in the sphere of

international personality” 6yang dapat diartikan sebagai,

“Organisasi-organisasi internasional memiliki peran penting

terhadap subjek Hukum Internasional”. Munculnya gagasan untuk

membentuk organisasi internasional adalah dikarenakan adanya

4
Boer Mauna, 2001, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, PT Alumni, Bandung, hlm. 49-50.
5
Ibid.,hlm. 87.
6
Malcolm N. Shaw, 2008, International Law, Cambridge University Press, New York, hlm. 259.
pendapat Hugo Grotius yang mengatakan, ketika penyelesaian

masalah dalam pengadilan gagal, maka perang akan terjadi. Jika

negara-negara ingin tetap bertahan dalam keadaan alami dunia yang

anarki/dibawah kekuasaan diktator, maka alternatifnya yaitu dengan

menciptakan suatu komunitas internasional. Ide ini yang kemudian

mengilhami munculnya organisasi-organisasi internasional.

Pasca Perang Dunia I yang banyak menghancurkan Dunia

Eropa, ide tentang organisasi dunia dirasakan semakin perlu

diwujudkan demi menjaga perdamaian dan kebaikan bersama

masyarakat dunia. Pada tahun 1899 hingga 1907 diadakan

Konferensi Internasional untuk Perdamaian dan 44 negara berdaulat

mengirimkan wakilnya untuk menghadiri konferensi tersebut,

sehingga terbentuklah Liga Bangsa-Bangsa (LBB). Namun,

dikarenakan gagalnya LBB dalam menjaga keamanan dan mencegah

terjadinya Perang Dunia II, maka diperlukan revisi ide organisasi

internasional. Kemudian setelah terjadinya PD II, dibentuklah

organisasi internasional yang menggantikan LBB, yaitu Perserikatan

Bangsa-Bangsa (PBB)7 yang bermaksud untuk menyelamatkan

manusia-manusia dari siksaan perang, serta8:

7
Wildan Al-Fringgi. “Sejarah Singkat Organisasi Internasional: Resume International
Organization and Democracy karya Thomas D. Zeifel”. <
https://www.academia.edu/8242470/Sejarah_Singkat_Organisasi_Internasional_Sebuah_Resume_
>. [26/03/2016].
8
R. Abdoel Djamali, 2013, Pengantar Hukum Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm.
220-221.
(a) Memperkuat keyakinan hak-hak dasar manusia, kemuliaan

dan derajat tinggi manusia, hak-hak yang sama dari pria

dan wanita segala bangsa;

(b) Menciptakan suasana keadilan dan penghargaan terhadap

kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian

internasional dan lainnya, sehingga sumber Hukum

Internasional dapat dipelihara;

(c) Memajukan masyarakat dan meningkatkan hidup yang

baik dalam suasana kemerdekaan yang lebih luas;

(d) Mempersatukan kekuatan supaya perdamaian dan

keamanan internasional tetap terpelihara;

Sejak pada tahun 1960-an, sebanyak 80 negara menjadi independen

dan dekolonisasi semakin banyak.Pada tahun 1991 sebanyak 113 negara

telah meratifikasi Perjanjian Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.Hal ini

menunjukkan kemajuan besar partisipasi dalam organisasi internasional

termasuk negara-negara yang baru merdeka. Selanjutnya pada dekade

akhir abad ke-20, banyak munculnya organisasi yang bersifat regional

seperti Uni Eropa, institusi kerjasama multilateral seperti IMF

(International Monetary Fund), World Bank, dan WTO (World Trade

Organization), serta institusi untuk menjalin kerjasama dalam keamanan

seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization).9

9
Wildan Al-Fringgi, loc.cit.
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek Hukum

Internasional kini tidak diragukan lagi.Organisasi internasional seperti

PBB dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan

kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang

merupakan semacam anggaran dasarnya. 10

b) Palang Merah Internasional (International Committee for the Red Cross /

ICRC).

Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa

mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah Hukum Internasional. Boleh

dikatakan bahwa organisasi ini sebagai suatu subjek hukum yang lahir

karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam

perjanjian dan Konvensi-konvensi Palang Merah (sekarang Konvensi

Jenewa Tahun 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang).11

ICRC merupakan produk dari inisiatif pribadi, yaitu

pembentukannya tidak berdasarkan inisiatif/perjanjian internasional antar

beberapa negara sebagaimana organisasi internasional pada umumnya,

melainkan atas inisiatif pribadi Henry Dunant dan rekan-rekannya.ICRC

pun dibentuk berdasarkan hukum perdata Swiss, namun melalui berbagai

tugas yang dibebankan kepadanya oleh Konvensi Jenewa dan protokol

tambahannya. ICRC memperoleh status internasionalnya yang mana status

tersebut memberikan hak ICRC untuk melaksanakan misinya di seluruh

10
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, PT
Alumni, Bandung, hlm. 101.
11
Ibid.
dunia serta memungkinkan untuk melakukan hubungan dengan negara lain

dengan membuka perwakilan dan menyebarkan delegasinya.

ICRC memperoleh mandat untuk melaksanakan fungsinya sebagai

penengah netral dalam konflik bersenjata.ICRC bertanggung jawab

menyebarluaskan hukum dan prinsip-prinsip humaniter dan mengamati

perkembangan serta pelaksanaannya di dalam dan di luar Gerakan Palang

Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa ICRC memiliki kewenangan terbatas yaitu hanya dalam

bidang hukum humaniter, khususnya perlindungan korban perang. ICRC

untuk dapat menjalankan tugasnya memiliki dasar hukum yang terdiri dari

dua jenis, yaitu 12:

(a) Perjanjian Internasional (Konvensi Jenewa 1949 dan

protokolnya); selama konflik bersenjata internasional,

kegiatan ICRC diatur dalam Konvensi Jenewa dan Protokol

I yang mengakui hak ICRC untuk melakukan kegiatan

tertentu seperti membantu korban luka, sakit, karam,

mengunjungi tawanan perang, dan menolong penduduk

sipil. Sedangkan selama konflik intern, ICRC bekerja

berdasarkan Pasal 3 Bagian Umum Konvensi Jenewa dan

Protokol II dimana ICRC berhak untuk menawarkan

operasi bantuan dan kunjungan kepada tahanan.

12
Status ICRC dalam Hukum
Internasional.<http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37049/5/Chapter%20III-V.pdf>.
[26/03/2016].
(b) Statuta Gerakan Palang Merah Internasional; dalam situasi

yang bukan berupa konflik bersenjata, misalnya gangguan

keamanan dalam negeri, ICRC mendasarkan kegiatannya

pada Statuta Gerakan yang memberi hak ICRC untuk

bertindak dalam masalah-masalah kemanusiaan sebagai

lembaga penengah yang netral dan mandiri.

c. Takhta Suci (Vatikan)

Takhta Suci merupakan contoh suatu subjek Hukum

Internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Hal ini

merupakan peninggalan-peninggalan sejarah sejak zaman dahulu,

ketika Paus bukan hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi

memiliki pula kekuasaan duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci

mempunyai perwakilan diplomatik di banyak ibukota terpenting di

dunia yang sejajar kedudukannya dengan wakil diplomatik negara

lain. Hal tersebut terjadi setelah diadakannya perjanjian antara Italia

dengan Takhta Suci pada tanggal 11 Februari 1929 (Lateran Treaty)

yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada Takhta Suci

dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan

perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui. 13

Perjanjian Lateran dapat dipandang sebagai pengakuan

Italia atas eksistensi Takhta Suci sebagai subjek Hukum

Internasional yang berdiri sendiri.Tugas dan kewenangan Takhta

13
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit.,hlm. 100.
Suci hanya terbatas dalam bidang kerohanian dan kemanusiaan. 14

Hal ini dipertegas oleh Malcolm Shaw yang mengatakan bahwa,

“The Holy See as a sovereign subject of international law, it has a

mission of an essentially religious and moral order, universal in

scope, which is based on minimal territorial dimensions

guaranteeing a basis of autonomy for the pastoral ministry of the

Sovereign Pontiff”.15

d. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Insurgent and Belligerent)

Kaum pemberontak (insurgent) pada awalnya muncul sebagai

akibat dari masalah dalam negeri suatu negara yang berdaulat. Sebagai

contoh dari kaum ini yaitu pemberontakan bersenjata yang terjadi

dalam suatu negara yang dilakukan oleh sekelompok orang melawan

pemerintah yang sedang berkuasa.Dengan demikian, hukum yang

berlaku terhadap peristiwa pemberontakan tersebut adalah Hukum

Nasional dari negara yang bersangkutan. Hukum Internasional pada

hakikatnya tidak mengaturnya karena hal itu merupakan masalah

dalam negeri suatu negara, kecuali melarang negara lain untuk

mencampurinya tanpa persetujuan negara tempat terjadinya

pemberontakan tersebut.16

Hingorani berpendapat bahwa tidak ada yang dinamakan dengan

pengakuan pemberontak, yang ada hanyalah pengakuan kepada pihak

yang bersengketa (belligerent). Apabila kaum pemberontak

14
I Wayan Phartiana, op.cit.,hlm. 125.
15
Malcolm N. Shaw, op.cit.,hlm. 244.
16
I Wayan Phartiana, op.cit.,hlm. 127-128.
menguasai wilayah tertentu, membentuk pemerintahan sendiri dan

bersedia menaati hukum perang, maka pengakuan yang diberikan

kepadanya adalah pengakuan beligerensi. Kaum beligerensi dapat

diakui negara lain yang dilatarbelakangi untuk mengakui keberadaan

mereka dan melindungi kepentingan wilayah yang diduduki kaum

beligerensi.

Slomansohn berpendapat bahwa kaum beligerensi memperoleh

hak-hak tertentu, antara lain hak memblokade, hak mengunjungi, hak

mencari, dan hak merampas barang-barang yang diduga milik musuh

di laut lepas. Terkait dengan pemberian pengakuan beligerensi, negara

yang hendak mengakuinya harus menyatakan sikap netral karena jika

tidak, negara tersebut dapat dianggap telah campur tangan terhadap

urusan dalam negeri suatu negara. 17

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, kelompok beligerensi dapat

digolongkan sebagai subjek Hukum Internasional apabila memenuhi

syarat sebagai berikut 18:

(a) Adanya perang saudara disertai dengan pernyataan hubungan

permusuhan antara negara yang bersangkutan dengan kaum

pemberontak;

(b) Kaum pemberontakan itu harus menguasai/menduduki sebagian

dari wilayah negara yang bersangkutan;

17
Huala Adolf, 2011, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Keni Media, Bandung,
hlm. 97-100.
18
I Wayan Phartiana, op.cit.,hlm. 131.
(c) Adanya penghormatan atas peraturan-peraturan hukum perang oleh

kedua pihak (negara yang bersangkutan dengan kaum

pemberontak);

(d) Adanya kebutuhan praktis bagi pihak/negara-negara ketiga untuk

menentukan sikapnya terhadap perang saudara tersebut.

e. Individu (Orang-perorangan)

Individu dalam arti yang terbatas sudah agak lama dapat dianggap

sebagai subjek Hukum Internasional. Dalam perjanjian Perdamaian

Versailles tahun 1919 yang mengakhiri PD I antara Jerman dengan Inggris

dan Perancis, dengan masing-masing sekutunya sudah terdapat pasal-pasal

yang memungkinkan individu dapat mengajukan perkara ke hadapan

Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sudah ditinggalkan

dalil lama yang mengatakan bahwa hanya negara yang dapat menjadi

pihak di hadapan peradilan internasional.Satu hal yang pasti adalah

seseorang dapat dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu

bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap perikemanusiaan. 19

Pertumbuhan dan perkembangan kaidah-kaidah Hukum

Internasional yang memberikan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab

langsung kepada individu semakin bertambah pesat setelah PD II.

Lahirnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10

Desember 1948 diikuti lahirnya beberapa konvensi Hak Asasi Manusia

(HAM) pada berbagai kawasan seperti di Eropa, Amerika, dan Afrika,

19
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, op.cit.,hlm. 103-106.
Hak-hak yang tercantum dalam Universal Declaration of Human

Rights antara lain, hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai

individu, berhak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak disiksa, hak

untuk diakui di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia

berada20, serta hak-hak asasi lainnya wajib ditaati dan dihormati oleh para

subjek Hukum Internasional lainnya.

2. Latihan

Contoh latihan yang dapat diberikan kepada peserta kuliah adalah:

1) Sebutkan macam-macam subjek hukum internasional!

2) Jelaskan tiga hak dan kewajiban hukum internasional!

3) Jabarkan mengenai konsep subjek hukum internasiona!

Jawaban:

1) Subjek hukum Internasional adalah: Negara, Organisasi Internasional

ICRC, Tahta Suci Vatikan, Belligerency, Perusahaan Multinasional

dan Individu.

2) Tiga hak dan kewajiban dasar dalam hukum internasional

a) capacity to make claims in respect of breaches of international law

(kemampuan untuk mengajukan klaim jika terjadi pelanggaran

hukum internasional);

b) Capacity to make treaties and agreements valid on the

international law (kemampuan untuk membuat perjanjian

internasional)

20
I Wayan Phartiana, Op.Cit.,hlm. 141-142.
c) The enjoyment of privileges and immunities from national

jurisdictions (memiliki keistimewaan dan kekebalan dari yurisdiksi

nasional sebuah negara).

3) Konsep Subjek Hukum Internasional adalah: (1) Entitas sebagai

pemegang, pengemban, dan pengampu hak dan kewajiban; (2) adanya

kemampuan hukum (legal capaity) dari entitas terkait; (3) Hak dan

Kewajiban dalam Hukum internasional.

3. Rangkuman

Subjek Hukum Internasional adalah pihak-pihak pembawa hak dan

kewajiban hukum dalam pergaulan internasional. Adapun subjek hukum

internasional adalah sebagai berikut: (1) Negara; (2) Organisasi

Internasional; (3) Tahta Suci Vatikan; (4) ICRC/ Palang Merah

Internasional; (5) Belligerency; (6) Perusahaan Multi Nasional; (7)

Individu.

Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan Hukum

Internasional, hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum

internasional. Namun, seiring perkembangan zaman telah terjadi

perubahan pelaku-pelaku subyek hukum internasional itu sendiri

4. Pustaka

a. Boer Mauna. (2005). Pengantar Hukum Internasional, Pengertian,


Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. PT Alumni:
Bandung.
b. Derta Sri Widowatie, Imam Baehaqi, dkk diterjemahkan dari karya
M.N.Shaw, International Law, Cambrige University Press,
2008).Hukum InternasionalCetakan I, (2013). Nusa Media: Bandung.
c. F. SugengIstanto. (2014). Hukum Internasional (EdisiRevisi).
CahayaAtma Pustaka: Yogyakarta.

D. Tugas dan Lembar Kerja

Pada tugas ini, peserta kuliah diharapkan membaca minimal 2 referensi.

E. Tes Formatif

1. Konsep Subjek Hukum Internasional adalah:

a. Memiliki keistimewaan

b. Memiliki Kekebalan

c. Adanya kemampuan Hukum (Legal Capacity) dari entitas terkait

d. Mengajukan klaim

2. kelompok beligerensi dapat digolongkan sebagai subjek Hukum

Internasional apabila memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Adanya perang saudara disertai dengan pernyataan hubungan

permusuhan antara negara yang bersangkutan dengan kaum

pemberontak

b. kemampuan untuk mengajukan klaim jika terjadi pelanggaran hukum

internasional

c. Hak dan Kewajiban dalam Hukum internasional

d. Entitas sebagai pemegang, pengemban, dan pengampu hak dan

kewajiban

-------------Kunci Jawaban---------------

1. C

2. A
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Bila Anda merasa telah menjawab tes formatif dengan baik,

bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban yang

disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah mencapai tingkat

penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, Anda dipersilakan untuk

meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya.

Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada kegiatan belajar

ini, anda cukup menghitung menggunakan rumus berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 x 100 = %

𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙 (𝑎𝑡𝑎𝑢 9)


KEGIATAN PEMBELAJARAN 10

NEGARA SEBAGAI SUBYEK HUKUM INTERNASIONAL

A. Deskripsi Singkat

Negara merupakan subyek hukum internasional yang utama dan pertama.

Diawal perkembangan hukum internasional, negara memainkan peranan

penting dalam hal ini. Sehingga penting untuk diketahui oleh peserta kuliah

memahami kedudukan negara sebagai suyek hukum internasional.

B. Relevansi

.Dalam kegiatan pembalajaran ini akan mengantarkan peserta kuliah

untuk memahami pentingnya negara sebagai subyek hukum yang pertama

dan utama dalam menjalankan hukum internasional. Hal ini disebabkan

karena pada awal perkembangannya negara memainkan peranan penting

dalam interaksi hubungan dan hukum internasional.

C. Capaian Pembelajaran

1. Uraian

a. Definisi Negara

Negara merupakan subjek utama Hukum Internasional, baik

ditinjau secara historis maupun faktual. Peninjauan secara historis,

negara merupakan subjek Hukum Internasional yang pada awal mula

lahir dan bertumbuh. Peran negara semakin lama semakin dominan

dikarenakan bagian terbesar dari hubungan-hubungan internasional yang


dapat melahirkan prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah Hukum Internasional

itu dilakukan oleh negara-negara.

Kelebihan negara sebagai subjek Hukum Internasional

dibandingkan dengan subjek yang lain adalah negara memiliki

“kedaulatan” (sovereignity). Kedaulatan dapat diartikan sebagai

kekuasaan tertinggi yang utuh dan tidak dapat dibagi-bagi, serta tidak

dapat ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Akan tetapi, arti dan makna

kedaulatan mengalami perubahan karena kedaulatan saat ini terdapat

pembatasan-pembatasan yaitu Hukum Internasional dan kedaulatan dari

negara lain.

Berbicara mengenai kedudukan negara sebagai subjek Hukum

Internasional, maka tidak terlepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban

dasar negara-negara. Berdasarkan American Institue of International Law

tahun 1916, Konvensi Montevideo 1933 mengenai Hak-hak dan

Kewajiban-kewajiban Negara dan dalam Draft Declaration on the Right

and Duties of State yang disusun oleh Komisi Hukum Internasional PBB

tahun 1949 menyatakan bahwa:

a) Hak-hak dasar yang paling sering ditekankan:

(1) Hak kemerdekaan;

(2)Hak persamaan negara-negara/persamaan derajat;

(3)Hak yurisdiksi teritorial;

(4)Hak membela diri/mempertahankan diri.

b) Kewajiban-kewajiban dasar yang ditekankan:


(1) kewajiban tidak mengambil jalan kekerasan/perang;

(2) Kewajiban melaksanakan kewajiban-kewajiban traktat dengan itikad

baik;

(3) Tidak mencampuri urusan negara lain. 21

Pengertian negara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat

diartikan sebagai suatu organisasi tertinggi dalam suatu wilayah yang

mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat. Negara

juga dapat diartikan sebagai kelompok sosial yang menduduki wilayah

atau daerah tertentu yang diorganisasikan dibawah lembaga politik dan

pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, dan berdaulat

sehingga berhak untuk menentukan tujuan nasionalnya.

Agar dapat mengetahui lebih mendalam mengenai definisi

negara,berikut ini terdapat beberapa pengertian negara menurut

pandangan beberapa ahli:

a) Prof. R. Djokosoetono: negara adalah suatu organisasi manusia atau

kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang

sama.

b) Prof. Miriam Budiarjo: negara adalah suatu daerah teritorial yang

rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil

menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-

21
Budi Mulyan. “Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional”.
elib.unikom.ac.id/download.php?id=103880>. [15/03/2016].
undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolist dari kekuasaan

yang sah.

c) Aristoteles: perpaduan beberapa keluarga yang mencakup beberapa

desa, sehingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya dengan

tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.

d) Plato: negara adalah persekutuan manusia yang muncul karena adanya

keinginan manusia dalam memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam.

e) Georg Jellinek: negara adalah organisasi yang dilengkapi dengan

suatu kekuatan yang asli dan diperoleh bukan dari suatu kekuatan

yang lebih tinggi derajatnya. 22

Berdasarkan beberapa definisi negara yang telah diberikan

beberapa ahli tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa negara

adalah suatu masyarakat yang mendiami suatu wilayah tertentu dan

memiliki pemerintahan untuk mengatur masyarakat tersebut dalam

rangka berinteraksi antara masyarakat yang satu dengan masyarakat

lainnya.

b. Terjadinya Negara

Terdapat 2 (dua) teori mengenai terjadinya negara, yaitu sebagai

berikut23:

1) Terjadinya Negara secara Primer (Primaire Staats Wording), yaitu

membahas tentang terjadinya negara tidak dihubungkan dengan

22
Ilmu Hukum. “Pengertian Negara Menurut Para Ahli”. <http://ilmuhukum.net/pengertian-
negara-menurut-para-ahli/>. [15/03/2016].
23
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011, hlm. 44-47.
negara yang telah ada sebelumnya. Menurut teori ini,

perkembangan negara secara primer melalui 4 (empat) fase, yaitu:

(a) Fase Genootshap: fase ini merupakan pengelompokkan dari

orang-orang yang menggabungkan dirinya untuk kepentingan

bersama dan didasarkan pada persamaan. Kepemimpinan disini

dipilih secara primus inter pares (terkemuka diantara yang

sama).

(b) Fase Reich: pada fase ini sekelompok orang tersebut telah sadar

akan hak milik atas tanah sehingga muncul Tuan yang berkuasa

atas tanah dan penyewa tanah. Sehingga timbul sistem

feodalisme.

(c) Fase Staat: masyarakat telah sadar dari tidak bernegara menjadi

bernegara dan telah sadar bahwa mereka berada pada satu

kelompok.

(d) Fase Democratische Natie: merupakan perkembangan dari fase

Staat dimana pada fase ini terbentuk berdasarkan kesadaran

Demokrasi Nasional, yaitu kesadaran adanya kedaulatan di

tangan rakyat.

(e) Fase Dictatuur: Menurut Sarjana Jerman: Diktatur merupakan

perkembangan daripada Democratische Natie.

Menurut Sarjana lainnya: Dictatuur bukan perkembangan lebih

lanjut dari Democratische Natie, tetapi merupakan

variasi/penyelewengan Democratische Natie.


2) Terjadinya Negara secara Sekunder (Scundaire Staats Wording),

teori ini membahas terjadinya negara yang dihubungkan dengan

negara-negara yang telah ada sebelumnya. Jadi, dalam teori ini

membahas masalah pengakuan (erkening).

(a) Pengakuan De Facto: pengakuan sementara terhadap

munculnya/terbentuknya negara baru, karena kenyataannya

negara baru itu memang ada namun apakah prosedurnya melalui

hukum, hal ini masih dalam penelitian sehingga pengakuan yang

diberikan terhadap negara tersebut bersifat sementara.

(b) Pengakuan De Jure: pengakuan yang seluas-luasnya dan bersifat

tetap terhadap munculnya/terbentuknya negara, dikarenakan

terbentuknya negara baru berdasarkan yuridis/hukum.

(c) Pengakuan atas Pemerintahan De Facto: pengakuan hanya

terhadap pemerintahan suatu negara. Jadi, yang diakui hanya

pemerintahannya, sedangkan wilayah negara tersebut tidak

diakui.

Selain teori-teori diatas, terdapat empat cara untuk memperoleh

wilayah berdasarkan Hukum Internasional, yaitu: (1) Prescription; (2)

Conquest (anexation); (3) Cessie; (4) Acretion.

(a) Prescription; adalah istilah yang menunjukkan perolehan wilayah

melalui pendudukan dalam jangka waktu lama secara damai, tanpa

digugat oleh pihak manapun, dan di wilayah yang bersangkutan

diselenggarakan administrasi pemerintah atas masyarakatnya.


(b) Conquest; perolehan wilayah melalui cara penaklukan secara paksa,

sehingga dengan cara ini perolehan wilayahnya dengan penggabungan

secara paksa, biasanya dengan kekuatan.

(c) Cessie; perolehan wilayah berdasarkan perjanjian antar negara, dimana

dalam klausul perjanjian tersebut diatur mengenai penyerahan wilayah.

(d) Acretion; peralihan wilayah dikarenakan proses-proses alam.

c. Unsur-Unsur Negara

Unsur-unsur negara adalah segala sesuatu yang harus ada atau yang

diperlukan untuk membentuk suatu negara. Unsur-unsur tersebut antara

lain24:

1) Harus ada rakyat yang tetap: rakyat adalah sekumpulan manusia yang

hidup bersama di suatu tempat tertentu, sehingga merupakan kesatuan

masyarakat yang diatur oleh suatu tertib hukum nasional. Syarat penting

dalam unsur ini, yaitu bahwa rakyat/masyarakat ini harus terorganisasikan

dengan baik.

2) Harus ada wilayah/daerah yang tetap: adanya wilayah sangat penting bagi

negara untuk mewujudkan kedaulatan dan menerapkan jurisdiksinya di

dalam wilayah itu.

3) Harus ada Pemerintah: Pemerintah adalah seorang/beberapa orang yang

mewakili rakyat dan memerintah menurut hukum negaranya. Unsur ini

harus ada minimal pada waktu/setelah negara yang bersangkutan

menyatakan kemerdekaannya.

24
Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Bandung: Keni Media, 2011,
hlm. 3-11.
4) Kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain: Menurut

Oppenheim dan Lauterpacht, menggunakan kalimat “pemerintah harus

berdaulat”, yaitu kekuasaan tertinggi yang merdeka dari pengaruh

kekuasaan lain di muka bumi. Unsur ini lah yang dipandang paling penting

dari segi Hukum Internasional.

5) International capacities: negara harus dapat mempertanggungjawabkan

tindakan-tindakan para pejabatnya terhadap pihak/negara lain.

6) Merdeka: negara harus merdeka. Tanpa merdeka, suatu negara bukanlah

negara sebagai subjek Hukum Internasional.

7) Keberlangsungan negara: unsur ini cukup penting untuk membuktikan

keberadaan negara tersebut baik menurut Hukum Internasional maupun

menurut hubungan internasional.

8) Efektivitas: negara harus memiliki kemampuan untuk secara efektif

mengatur urusan dalam negerinya dan mampu menjalankan hubungan luar

negerinya.

Selain 8 (delapan) unsur tersebut di atas dalam Hukum Internasional, para

sarjana lainnya mengemukakan unsur-unsur lain yang cukup penting pula

meskipun tidak terlalu menonjol. Unsur tersebut antara lain derajat/tingkat

kelanggengan negara, kesediaan dan kemampuan menaati Hukum

Internasional, tingkat peradaban negara, pengakuan dari negara lain, tertib

hukum negara tersebut, keabsahan berdirinya negara dalam Hukum

Internasional, serta masalah penentuan nasib sendiri suatu negara.


Sedangkan menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, unsur-unsur

suatu negara atau karakteristik suatu negara adalah memiliki wilayah yang

pasti/ tetap (a defined territory); Memiliki Penduduk yang tetap (a permanent

population); memiliki pemerintahan (government); dan memiliki kemampuan

untuk melakukan hubungan internasional dengan negara lain.

1) Memiliki a defined teritory

Wilayah suatu negara yang pasti merupakan persyaratan mutlak

adanya suatu negara. Namun, tidak ada persyaratan dalam hukum

internasional bahwa semua perbatasan sudah final dan tidak lagi

memiliki sengketa perbatasan dengan negara-negara tetangga baik

pada waktu memproklamirkan diri sebagai negara baru ataupun

setelahnya.25 Perubahan-perubahan tapal batas, baik yang

mengakibatkan berkurangnya atau bertambahnya suatu wilayah negar

Penduduk yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain (nomade)

tidaklah dipandang sebagai negara.26

2) Memiliki a permanent population

Penduduk merupakan kumpula individu-individu yang terdiri dari dua

kelamin, tanpa memandang suku, bahasa, agama dan kebudayaan,

yang hidup dalam suatu masyarakat dan yang terikat dalam suatu

negara melalui hubungan yuridik dan politik yang diwujudkan dalam

25
Sefriani, 2016,Hukum Internasional Suatu Pengantar Edisi Kedua, pT Raja grafindo persada,
jakarta, hlm. 95.
26
Alma Manuputty dkk, op.cit., hlm 77.
bentuk kewarganegaraan. Penduduk merupakan unsur pokok

pembentukan suatu negara. 27

Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu

berkelana (nomad) tidak dapat dinamakan penduduk sebagai undur

konstitutif pembentukan suatu negara.28 Pada umumnya ada tiga cara

penetapan kewarganegaraan sesuai hukum nasional, yaitu:

(a) Jus Sanguinis

Yang dimaksud jus sanguinis adalah penentuan kewarganegaraan

berdasarkan garis keturunan orang tua. Cara ini disesuaikan dengan

sistem yang dianut apakan garis keturunan bapak (patrineal)

ataukah garis keturunan ibu (matrineal).

(b) Jus Soli

Penetapan kewarganegaraan berdasarkan Jus Soli adalan

berdasarkan tepat kelahiran dan bukan dikarenakan

kewarganegaraan orang tuanya.

(c) Naturalisasi

Cara Naturalisasi ini dimaksudkan memberikan kearganegaraan

bagi warga negara asing yang ingin pindah kewarganegaraan

dengan memenuhi ketentuan maupun syarat-syarat yang berikan

oleh negara tersebut.

3) Memiliki pemerintahan (government)

27
Boermauna, 2005, Hukum Internasional: pengertian peranan fungsi dalam era dinamika global,
PT. Alumni, Bandung, hlm. 8.
28
Ibid.
Pemerintah yang dimaksud adalah pemerintah yang berdaulat, mampu

menguasai organ-organ pemerintahan secara efektif dan memelihara

ketertiban dan stabilitas dalam negeri yanng bersangkutan. 29

4) Memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan internasional

dengan negara lain (capacity to enter into relations with other states).

Kemampuan melakukan hubungan dengan negara lain merupakan

manifestasi dari kedaulatan,30 sebab penggunaan istilah capacity to

enter into relations with other states dalam Pasal 1 Konvensi

Montevideo memiliki peranan yang sagat penting. 31 Konsep yang

diberikan oleh Konvensi montevideo ini merupakan suatu kemajuan

bila dibandingkan dengan konsepsi klasik pembentukan suatu negara

yang hanya mencakup tiga unsur, yaitu penduduk, wilayah dan

pemerintah. Kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara

lain adalah kemampuan dalam pengertian yuridis, baik berdasarkan

hukum nasional maupun hukum internasional, bukan kemampuan

secara fisik. 32

d. Teori-Teori Pengakuan Negara serta Dampak Hukumnya dalam

Hubungan dengan Negara Lain

Oppenheim berpendapat bahwa pengakuan merupakan suatu

pernyataan terhadap kemampuan suatu negara baru. Negara-negara dalam

29
Sefriani, op.cit., hlm. 96.
30
Ibid.
31
Alma Manupputty, op.cit., hlm. 79.
32
I wayan Parthiana, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, hlm. 65.
memberikan atau tidak memberikan pengakuan ini semata-mata hanya

didasarkan pada alasan politis, bukan alasan hukum. Meskipun pengakuan ini

bersifat politis, namun dengan diakuinya suatu negara/pemerintah baru

konsekuensi yang ditimbulkan dapat bersifat politis dan yuridis antara negara

yang diakui dengan negara yang mengakui.

Konsekuensi politis yang dimaksud misalnya, antara negara yang

mengakui dengan yang diakui dapat dengan leluasa mengadakan hubungan

diplomatik, hubungan-hubungan formal kenegaraan lainnya, bahkan

hubungan dagang. Sedangkan konsekuensi yuridis dapat berupa:

1) Pengakuan merupakan pembuktian atas keadaan yang sebenarnya dari

lahirnya suatu negara/pemerintah baru;

2) Pengakuan menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu dalam

mengembalikan tingkat hubungan diplomatik antara negara yang

mengakui dengan negara yang diakui;

3) Pengakuan memperkukuh status hukum negara yang diakui dimuka

pengadilan negara yang mengakui.

Terkait dengan apakah pengakuan ini merupakan suatu keharusan atau

bukan, nampaknya tepat apa yang dikemukakan oleh salah satu ahli yaitu

Podesta Costa. Beliau berpendapat bahwa, tindakan pengakuan ini merupakan

tindakan yang bersifat fakultatif. Artinya, suatu negara bebas untuk mengakui

lahirnya suatu negara/pemerintah baru tanpa adanya keharusan untuk

melakukannya atau larangan untuk tidak melakukannya.

Terdapat dua teori pengakuan, yaitu:


1) Teori Konstitutif : teori yang berpendapat bahwa suatu negara menjadi

subjek Hukum Internasional hanya melalui pengakuan. Ada dua alasan

yang melatarbelakangi teori ini. Pertama, mereka berpendapat bahwa

Hukum Internasional lahir karena kesepakatan antar negara. Oleh karena

itu, jika kata sepakat yang menjadi dasar berlakunya Hukum Internasional,

maka tidak ada negara/pemerintah yang diperlakukan sebagai subjek

Hukum Internasional tanpa ada kesepakatan dari negara yang telah ada

terlebih dahulu. Kedua, negara/pemerintah yang tidak diakui tidak

mempunyai status hukum sepanjang negara/pemerintah itu berhubungan

dengan negara-negara yang tidak mengakui.

2) Teori Deklaratif: menurut teori ini, pengakuan hanya merupakan

penerimaan negara baru oleh negara lainnya. Suatu negara baru

mendapatkan kemampuannya dalam Hukum Internasional bukan

berdasarkan kesepakatan dari negara yang telah ada terlebih dahulu,

namun berdasarkan situasi-situasi nyata tertentu. Hal yang

melatarbelakangi teori ini yaitu, negara memiliki kemampuan dalam

Hukum Internasional segera setelah negara itu ada berdasarkan faktanya.

Adapun hak-hak yang lahir dari adanya pengakuan antara lain:

1) Negara yang diakui dapat mengadakan hubungan diplomatik dengan

negara yang mengakui.

2) Negara yang diakui menikmati kekebalan diplomatik di negara yang

mengakui.
3) Negara yang diakui dapat memperoleh harta benda yang berasal dari

penguasa terdahulu yang berada di wilayah negara yang mengakui.

4) Tindakan-tindakan negara yang diakui berlaku secara sah dan

keabsahannya tidak dapat diuji.

5) Perjanjian-perjanjian yang telah diadakan oleh pemerintah terdahulu dapat

berlaku kembali. 33

e. Hak dan Kewajiban Dasar Negara

Hak-hak dasar suatu negara adalah:

(1) Hak atas kemerdekaan dan self determination

(2) Hak untuk melaksanakan yurisdiksi terhadap wilayah, orang dan benda

yang berada dalam wilayahnya.

(3) Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara-

negara lain

(4) Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (self defence)

Kewajiban-Kewajiban dasar negara:

(1) Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah

yang terjadi negara lain;

(2) Kewajiban untuk tidak menggerakkan pergolakan sipil di negara lain;

(3) Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yanga berada di wilayahnya

dengan memperhatikan HAM

33
Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 63-101.
(4) Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan

perdamaian dan keamanan internasional;

(5) Kewajiban untuk menyelesaikan sengketa secara damai

(6) Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman senjata;

(7) Kewajiban untuk tidak membantu terlaksananya penggunaan kekuatan atau

ancaman senjata;

(8) Kewajiban untuk tidak mengakui wilayah-wilayah yang diperoleh melalui

cara-cara kekerasan;

(9) Kewajiban untuk melaksanakan kewajiban internasional dengan itikad

baik;

(10) Kewajiban untuk mengadakan hubungan dengan negara-negara lain

sesuai hukum internasional.

f. Bentuk-Bentuk Khusus Negara34

1) Negara Kesatuan

Negara Kesatuan akan memberikan kekuasaan yang penuh pada

pemerintah pusat untuk melaksanakan kegiatan hubugan luar negeri.

Betapa pun luasnya otonomi daerah yang diberikan pada provinsi-

provinsinya, masalah hubungan luar negeri tetap menjadi kewenangan

penuh pemerintah pusat.

2) Negara federasi

34
Sefriani, op. cit., hlm. 97-101.
Negara federasi merupakan gabungan dari sejumlah negara yang

dinamakan negara bagian yang sepakat untuk membagi wewenangnya

antara pemerintah federal dengan negara bagiannya, namun tidak semua

negara federal menggunakan istilah negara bagian.

Meskipun memiliki konstitusi dan pemeintahan sendiri-sendiri, tetapi yang

dianggap sebagai subjek hukum internasional hanya pemerintah federalnya

saja, karena haya pemerintah federal yang mempunyai wewenang

melakukan hubugan luar negeri.

3) Negara Konfederasi

Dalam negara konfederasi, dua atau lebih negara merdeka memutuskan

bersatu untuk meningkkatkan kesejahteraan dan kepentingan bersama

mereka. Pemerintah pusat hanya memiliki kewenangan tertentu saja saja

khususnya yang berkaitan dengan external affairs sementara negara

anggota (component state) tetap memiliki kedaulatan untuk masalah

domestik. Masing-masing negara anggota memiliki kedaulatan penuh,

kemerdekaan, dan kepribadian hukum internasional. Contohnya CIS

(Confederation of independent states) yang terdiri dari angkatan bersenjata

anggota CIS dan senjata nuklir mereka merupakan satu kesatuann. Berada

dalam satu komando 11 negara merdeka antara lain Lithuania,, Latvia,

Estonia, dan terbentuk setelah jatuhnya Uni Sovyet merupakan contoh lebih

mutakhir dari bentuk Konfederasi.

4) Negara-negara Persemakmuran
Commonwealt Nation sebelumnya bernama (The British Commonwealt of

Nation) merupakan persatuan negara-negara yag memutuskan untuk

memelihara persahabatan dan kerjasama dengan Inggris serta mengakui

Kerajaan Inggris sebagai simbol kepemimpinan dari Asosiasi mereka.

Asosiasi ini dibentuk dengan Statuta Westminister 1932 yang menyatakan

bahwa koloni-koloni Inggris akan memiliki pemerintahan sendiri dan

memiliki status khusus dengan Inggris. Setelah dekolonisasi

Commonwealth mengubah tujuannya dan mengizinkan anggotanya untuk

mengevaluasi lagi keanggotaannya dalam commonwealt.

Menurut Sefriani, 35 Commonwealth bukanlah subjek Hukum Internasional.

Ia tidak memiliki personalitas hukum internasional. Commonwealth tidak

lebih dari forum diskusi dan pertemuan untuk meningkatkan kerjasama dan

persahabatan antara negara-negara yang memiliki sejarah yang sama, sama-

sama bekas jajahan inggris.

5) Negara Mikro

Negara Mikro adalah suatu negara yang merdeka dan memiliki kedaulatan

penuh. Namun demikian, negara ini,, wilayah, penduduk, dan sumberdaya

manusia serta sumber daya ekonominya sangat kecil. Mengingat

keterbatasan yang dimilikinya, negara-negara ini dapat menjadi anggota

PBB dengan fasilitas-fasilitas tertentu tanpa memikul kewajiban yang

umunya dibebankan kepada negara anggota yang lain, seperti mengirimkan

pasukan perdamaian. Adapun fasilitas atau keuntungan yang dapat

35
Ibid., hlm. 99
diperoleh oleh negara mikro antara lain; hak akses ke Mahkamah

Internasional, ikut serta dalam komisi ekonomi regional. Contoh negara

mikro adalah: Tongga, Nauru, Fiji, New Hibride (Sekarang menjadi

Republik Vanuatu), Palau di Samudera Pasifik, kepulauan Maladewa di

Samudera Hindia, dll.

6) Negara netral

Negara netral adalah negara yang kemerdekaan dan intergritas politik dan

wilayahnya dijamin secara permanen dengan perjanjian kolektif negara-

negara besar dengan syarat negara yang dijamin tersebut tidak akan pernah

menyerang negara lain kecuali untuk membela diri, tidak akan pernah

membuat traktat aliansi dan sebagainya yang dapat merusak sikap

ketidaknetralan atau ketidakmemihakannya atau menjerumuskannya dalam

perang.

7) Negara Protektorat

Negara prokterorat adalah negara merdeka dan memiliki kedaulatan penuh.

Namun demikian, negara ini berada di bawah perlindungan negara lain

yang lebih kuat berdasarkan suatu perjanjian internasional. Dalam

perjanjian pada umumnya disebutkan kekuasaan-kekuasaan yang akan

ditangani sendiri oleh negara protektorat. Contohnya adalah Tunisia dan

Maroko yang pernah menjadi protektorat Perancis. Puerto Rico protektorat

AS.

8) Condominium
Suatu condominium timbul bila terhadap suatu wilayah tertentu

dilaksanakan penguasaan bersama oleh dua atau tiga negara. Contoh New

Hybrida yang sekarang dikenal sebagai Republik Vanuatu, sampai dengan

30 Juli 1980 dikuasai oleh Inggris dan Perancis. Wilayah Antartika

dikuasai oleh 12 Negara di antaranya Inggris, AS, Australia dan Italia.

9) Wilayah Perwalian (trust)

Wilayah Perwalian adalah wilayah yang pemerintahannya diawasi oleh

Dewan Perwalia PBB (Trusteesship Council) karena dipandang belum

mampu memerintah sendiri. Dewan Perwalian membantu membantu

wilayah ini supaya siap menjadi negara merdeka dan mampu berdiri

sendiri. Wilayah perwalian yang dibentuk berdasarkan Perjanjian San

Fransisco setelah PD II meliputi:

(a) Daerah-daerah mandat peninggalan LBB

(b) Daerah-daerah yang dipisahkan dari negara-negara yang kalah perang

dalam PD II

(c) Daerah dari suatu negara yang memang dengan sukarela diserahkan

sendiri kepada Dewan Perwalian.

2. Latihan

Kerjakanlah latihan berikut untuk memperdalam pemahaman!

a. Sebutkan mengenai bentuk-bentuk negara!

b. Apa saja yang menjadi hak dasar suatu negara

c. Bagaimana cara memperoleh wilayah negara!


d. Sebutkan mengenai unsur-unsur berdirinya negara berdasakan

Konvensi Montevidieo!

Jawaban:

a. Bentuk-bentuk suatu negara adalah Negara Kesatuan, Negara

Federasi, Negara konfederasi, negara Persemakmuran, negara Mikro,

negara netral, negara Protektorat, Condominium, negara Perwalian.

b. Yang menjadi hak-hak dasar suatu negara adalah:

- Hak atas kemerdekaan dan self determination

- Hak untuk melaksanakan yurisdiksi terhadap wilayah, orang

dan benda yang berada dalam wilayahnya.

- Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan

negara-negara lain

- Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif

(self defence)

c. empat cara untuk memperoleh wilayah berdasarkan Hukum

Internasional, yaitu:

1) Prescription; adalah istilah yang menunjukkan perolehan

wilayah melalui pendudukan dalam jangka waktu lama secara

damai, tanpa digugat oleh pihak manapun, dan di wilayah yang

bersangkutan diselenggarakan administrasi pemerintah atas

masyarakatnya.
2) Conquest; perolehan wilayah melalui cara penaklukan secara

paksa, sehingga dengan cara ini perolehan wilayahnya dengan

penggabungan secara paksa, biasanya dengan kekuatan.

3) Cessie; perolehan wilayah berdasarkan perjanjian antar negara,

dimana dalam klausul perjanjian tersebut diatur mengenai

penyerahan wilayah.

4) Acretion; peralihan wilayah dikarenakan proses-proses alam.

d. menurut Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933, unsur-unsur suatu

negara atau karakteristik suatu negara adalah memiliki wilayah yang

pasti/ tetap (a defined territory); Memiliki Penduduk yang tetap (a

permanent population); memiliki pemerintahan (government); dan

memiliki kemampuan untuk melakukan hubungan internasional

dengan negara lain.

3. Rangkuman

Negara merupakan subjek hukum yang paling utama, terpenting dan

memiliki kewenangan terbesar sebagai subjek hukum internasional. Pasal

1 Konvensi Montevideo menyebutan bahwa unsur-unsur suatu negara

adalah memiliki wilayah (a defined territory), memiliki penduduk yang

tetap, memiliki pemerintahan dan memiliki kemampuan untuk melakukan

hubuggan internasional dengan negara lain. terdapat empat cara untuk

memperoleh wilayah berdasarkan Hukum Internasional, yaitu: (1)

Prescription; adalah istilah yang menunjukkan perolehan wilayah melalui

pendudukan dalam jangka waktu lama secara damai, tanpa digugat oleh
pihak manapun, dan di wilayah yang bersangkutan diselenggarakan

administrasi pemerintah atas masyarakatnya. (2) Conquest; perolehan

wilayah melalui cara penaklukan secara paksa, sehingga dengan cara ini

perolehan wilayahnya dengan penggabungan secara paksa, biasanya

dengan kekuatan. (3) Cessie; perolehan wilayah berdasarkan perjanjian

antar negara, dimana dalam klausul perjanjian tersebut diatur mengenai

penyerahan wilayah. (4) Acretion; peralihan wilayah dikarenakan proses-

proses alam.

4. Referensi

a. Boer Mauna. (2005). Pengantar Hukum Internasional, Pengertian,


Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global. PT Alumni:
Bandung.
b. Derta Sri Widowatie, Imam Baehaqi, dkk
(diterjemahkandarikaryaM.N.Shaw, International Law, Cambrige
University Press, 2008).Hukum InternasionalCetakan I, (2013).
Nusa Media: Bandung.
c. F. SugengIstanto. (2014). Hukum Internasional (EdisiRevisi).
CahayaAtma Pustaka: Yogyakarta.
d. MochtarKusumatmadja dan EttyR.Agoes. (2003). Pengantar Hukum
Internasional (EdisiKeduaCetakan ke-1). PT.Alumni: Bandung.
e. Yudha Bhakti Ardhiwisastra.(2003).Hukum Internasional Bunga
Rampai, Cet-1. PT. Alumni: Bandung.
f. I WayanParthiana. (1990). Pengantar Hukum Internasional. Mandar
Maju: Bandung.
D. Tugas dan Lembar Kerja

Pada tugas ini, peserta kuliah diharapkan membaca minimal 2 referensi

dan Poster yang menunjukkan negara sebagai subyek hukum internasional.

E. Tes Formatif

1. Negara berdaulat yang memiliki wilayah, penduduk dan sumber daya

yang kecil disebut;

a. Negara Makro

b. Negara Mikro

c. Negara Kecil

d. Negara Konfederasi

2. Penduduk, wilayah, pemerintah dan kemampuan untuk melakukan

hubungan dengan negara lain merupakan ketetapan dalam:

a. Konvensi Chicago

b. Konvensi San Fransisco

c. Konvensi Montevideo

d. Statuta Mahkamah Internasional

3. Self determination merupakan salah satu:

a. Hak atas kemerdekaan

b. Hak dasar negara

c. Hak dalam hukum internasional

d. Hak dalam PBB

4. Condominium merupakan

a. Negara berdaulat yang merdeka


b. Negara yang diwalikan oleh Dewan Perwalian

c. Wilayah tertentu yang dilaksanakan penguasaan bersama

d. Negara yang tidak akan pernah menyerang negara lain

5. Di bawah ini merupakan kewajiban negara, kecuali

a. Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi

b. Kewajiban untuk melakukan sengketa secara damai

c. Kewajiban untuk melakukan propaganda

d. Kewajiban untuk tidak menggunakan kekuatan atau ancaman

kekerasan

--------------------------K U N C I J A W A B A N---------------------------

1. B

2. C

3. B

4. C

5. C

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Bila Anda merasa telah menjawab tes formatif dengan baik,

bandingkanlah jawaban Anda tersebut dengan rambu-rambu jawaban yang

disediakan. Jika hasil perhitungan menunjukkan anda telah mencapai tingkat

penguasaan sama atau lebih besar dari 80%, Anda dipersilakan untuk

meneruskan ke kegiatan belajar berikutnya.


Untuk mengetahui persentase penguasaan materi pada kegaitan belajar

1 ini, anda cukup menghitung menggunakan rumus berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑗𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟 x 100 = %

𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑆𝑜𝑎𝑙 (𝑎𝑡𝑎𝑢 9)

Anda mungkin juga menyukai