Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HUKUM INTERNASIONAL

“SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL”

OLEH

SHINTIA MODIKA

1910112027

KELAS 2.3

DOSEN PENGAMPU : Dr. DELFIYANTI,S.H.,M,H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan dan persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang

bukan bersifat perdata.1 Analisis terminologi Hukum Internasional dapat dilihat pada

uraian berikut. Hukum Internasional merupakan seperangkat aturan yang ditujukan

dan dibuat oleh negara-negara berdaulat secara eksklusif yang dapat didefinisikan

sebagai Sekumpulan peraturan hukum yang sebagian besar mengatur tentang prinsip-

prinsip dan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh negara-negara (subjek hukum

internasional), dan hubungannya satu sama lain. Saat ini, Hukum Internasional telah

mengalami proses humanisasi dan internalisasi, yakni perkembangan makna dan

fungsi hukum internasional yang lebih mengedepankan perlindungan manusia, baik

secara individu maupun kolektif.

Ketika membahas tentang hukum, tentu saja kita tidak bisa terlepas dari subjek

hukum nya. Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan

sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai

pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk mengadakan

hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara umum yang

dipandang sebagai subjek hukum adalah : (a) individu atau orang perorangan atau

disebut pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk suatu

maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan coraknya yang sedemikian

rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek hukum.2 Subjek hukum

1
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal.2
2
I Wayan Parthiana, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 58.
Internasional dapat diartikan sebagai pemegang hak-hak dan kewajiban menurut

hukum internasional, namun lebih dari itu, subjek hukum internasional juga memiliki

arti berupa pemegang hak istimewa procedural untuk mengajukan tuntutan dimuka

pengadilan internasional, dan Pemilik kepentingan-kepentingan yang telah ditetapkan

oleh ketentuan hukum internasional. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

subjek hukum internasional adalah pemegang atau pendukung hak dan kewajiban

menurut hukum internasional; dan setiap pemegang atau pendukung hak dan

kewajiban menurut hukum internasional adalah Subjek Hukum Internasional.

Pada awal mula, dari kelahiran dan pertumbuhan Hukum Internasional, hanya

negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Namun, seiring

perkembangan zaman telah terjadi perubahan pelaku-pelaku subyek hukum

internasional itu sendiri. Selain negara, yang termasuk subjek hukum internasional

antara lain: tahta suci (vatikan), Palang Merah Internasional. Organissi internasional,

perusahaan internasional/Multinasional, Perorangan (individu), serta Pemberontak

dan pihak dalam sengketa (belligerent). Pada makalah ini, penulis akan membahas

tentang subjek-subjek hukum internasional tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Negara sebagai subjek hukum internasional

2. Tahta suci (vatikan) sebagai subjek hukum internasional

3. Palang Merah Internasional sebagai subjek hukum internasional

4. Organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional

5. Perusahaan internasional sebagai subjek hukum internasional

6. Orang perorangan (individu) sebagai subjek hukum internasional

7. Pemberontak dan pihak dalam sengketa sebagai subjek hukum internasional


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum subyek hukum diartikan sebagai pendukung / pemilik hak dan

kewajiban. Pada awal mula dari kelahiran dan pertumbuhan hukum internasional,

hanya negaralah yang dipandang sebagai subjek hukum internasional. Akan tetapi

karena perkembangannya, pendukung hak dan kewajiban dalam hukum internasional

pada saat ini ternyata tidak terbatas pada Negara saja tetapi juga meliputi subyek

hukum internasional lainnya. Hal ini dikarenakan terdapat perkembangan ataupun

kemajuan di bidang teknologi, telekomunikasi dan transportasi dimana kebutuhan

manusia semakin meningkat cepat sehingga menimbulkan interaksi yang semakin

kompleks.3

Jadi subyek hukum internasional dapat diartikan sebagai negara atau kesatuan-

kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki kemampuan untuk

menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum Internasional. Munculnya

organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat bilateral, regional maupun

multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang yang mendasari pada

akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek hukum internasional. Begitu juga

dengan keberadaan individu atau kelompok individu (belligerent) yang pada akhirnya

dapat pula diakui sebagai subyek hukum Internasional.

Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya diartikan sebagai

pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan sebagai

pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk mengadakan

hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Secara umum yang

dipandang sebagai subjek hukum adalah : (a) individu atau orang perorangan atau

disebut pribadi alam dan (b) badan atau lembaga yang sengaja didirikan untuk suatu
3
Haryomataram, KGPH, Pengantar Hukum Internasional, RajaGrafindo Persada,Jakarta, 2005, hal 78
maksud dan tujuan tertentu yang karena sifat, ciri, dan coraknya yang sedemikian

rupa dipandang mampu berkedudukan sebagai subjek hukum. Dengan kata lain dapat

disimpulkan bahwa subjek hukum internasional adalah pemegang atau pendukung

hak dan kewajiban menurut hukum internasional; dan setiap pemegang atau

pendukung hak dan kewajiban menurut hukum internasional adalah Subjek Hukum

Internasional.4

1. Negara

Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah

demikian halnya sejak hukum internasional. Bahkan, hingga sekarangpun masih ada

anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah hukum antar

negara.5 Negara adalah merupakan subjek utama dari hukum internasional, baik

ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis, yang pertama-tama

merupakan subjek hukum internasional pada awewal mula lahir dan tumbuh hukum

internasional adalah negara. Suatu negara sebagai pribadi subjek hukum internasional

harus memiliki kuakifikasi sebagai berikut:

a. Penduduk yang tetap

b. Wilayah yang pasti

c. Pemerintah

d. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

2. Tahta Suci (Vatikan)

Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan

Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci

Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut

pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci

4
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 58.
5
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal.95
sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan

kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas

pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral

saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik

sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia. 6

3. Palang Merah Internasional

Palang Merah Internasional berkendudukan di Jenewa (austria) memiliki tempat

tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Bahkan dapat dikatakan bahwa Palang

Merah Internasional sebagi subjek hukum (dalam arti terbatas) lahir karena sejarah;

walaupun pada akhirnya badan ini keberadaannya dan statusnya dikukuhkan dengan

suatu perjanjian Internasional (konvensi), yang sekarang adalah konvensi-konvensi

Jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang.7

4. Organisasi Internasional

Kedudukan organisasi Internasional sebagai subjek hukum internasional sudah

tidak diragukan lagi. Organisasi internasional sudah mendapatkan hak dan kewajiban

yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi Internasional yang merupakan semacam

anggaran dasarnya. Berdasarkan kenyataan ini sebenarnya sudah dapat dikatakan

bahwa Organisasi Internasional merupakan sebagai subjek hukum internasional,

setidak-tidaknya menurut hukum internasional khusus yang bersumberkan konvensi-

konvensi tadi. 8

5. Perusahaan Internasional

6
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 100

7
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 101

8
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 101
Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa

disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional

mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian

melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh

terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu

sendiri.

6. Orang Perorangan (individu)

Dalam arti yang terbatas, orang perorangan sudah lama dapat dianggap sebagai

subjek hukum internasional. Dalam Perjanjian Perdamaian Versailles tahun 1919

yang mengakhiri perang dunia I antara Jerman dengan Inggris dan Perancis, dengan

masing-masing sekutunya, sudah terdapat Pasal-Pasal yang memungkinkan orang

perorangan mengajukan perkara ke Mahkamah Arbitrase Internasional, sehingga

dengan demikian sudah ditinggalkan dahlil lama bahwa hanya negara yang bisa

menjadi pihak yang dihadapkan suatu Peradilan Internasional. 9

7. Pemberontakan dan Pihak dalam Sengketa

Menurut hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai
10
pihak yang bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu. akhir-akhir ini timbul

perkembangan baru yang mrip dengan pengakuan status pihak yang bersengketa

dalam perang, memiliki ciri lain yang khas, yakni pengakuan terhadap gerakan

pembebasan seperti, Gerakan Pembebasan Palestina (PLO). Kelainan itu karena

gerakan pembebasan demikian merupakan penjelmaan dari suatu konsepsi baru yang

terutama dianut oleh negara-negara duni ketiga yang didasarkan atas penegtian bahwa

bangsa-bangsa dianggap mempunyai beberapa hak asasi sepeti (1) hak menetukan
9
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 104

10
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 110
nasib sendiri, (2) hak secara bebas memilih sistem ekonomi, politi, dan sosial sendiri

dan (3) hak menguasai sumber kekakyaan alam dari wilayah yang didudukinya.

BAB III

PEMBAHASAN
A. Negara Sebagai Subjek Hukum Internasional

Negara adalah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik, dan telah

demikian halnya sejak hukum internasional. Bahkan, hingga sekarangpun masih ada

anggapan bahwa hukum internasional itu pada hakekatnya adalah hukum antar

negara. Negara adalah merupakan subjek utama dari hukum internasional, baik

ditinjau secara historis maupun secara faktual. Secara historis, yang pertama-tama

merupakan subjek hukum internasional pada awewal mula lahir dan tumbuh hukum

internasional adalah negara.

Peranan negara sebagai subjek hukum internasional lama kelamaan juga semakin

dominan oleh karena bagian terbesar dari hubungan-hubungan internasional dapat

melahirkan prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum internasional dilakukan oleh

negara-negara. Bahkan hukum internasional itu sendiri boleh dikatakan bagian

terbesar terdiri atas hubungan hukum antar negara dengan negara.

Kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional dibanding dengan subjek

hukum internasional lainnya adalah negara mempunyai apa yang disebut dengan

kedaulatan yang artinya kekuasaan tertinggi. Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi

yang dimiliki oleh suatu negara mempunyai dua sisi, yaitu sisi intern dan ekstern. Sisi

intern dari kedaulatan sebuah negara untuk mengatur masalah intern atau masalah

dalam negaranya sendiri. Sedangkan sisi ekstern berupa kekuasaan tertinggi untuk

berhubungan dengan negara lain atau dengan subjek-subjek hukum internasional

lainnya.

Suatu negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki klasifikasi

sebagai berikut:

1. Penduduk yang Tetap


Penduduk atau rakyat suatu negara adalah sekelompok orang yang secara tetap

atau permanen mendiami atau bermukim dalam suatu wilayah yang sudah pasti

luasnya. Soal penduduk atau rakyat, pada zaman sekaran ini tidak dikaitkan dengan

soal agama, ras, etnik atau sub etnik, waran kulit dan lain-lain faktor yang secara fisik

mengandung perbedaan-perbedaan.

Dalam hukum internasional, tidak ada pembatasan tentang jumlah penduduk

untuk dapat mendirikan suatu negara. Karena itu, di dunia sekarang ini kkita dapat

menjumpai negara-negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar seperti: RRC,

India, Uni Soviet, Amerika Serikat, dan lai-lain. Sebaliknya, ada pula negara-negara

yang jumlah penduduknya sangat kecil bahkan ada yang dibawah seratus ribu orang.

Negara-negara semacam itu disebut sebagai micro-states, seperti : Fiji, New Hebrides

dan Kepulauan Maladewa. 11

2. Wilayah yang Pasti

Wilayah yang pasti maksudnya adalah suatu wilayah yang dimaklumi oleh

penduduk atau rakyat dari negara itu. Agara wilayah itu dapat dikatan tetap atau pasti

sudah tentu harus jelas batas-batasnya. Pada umumnya, wilayah yang di maklumi oleh

penduduk adalah wilayah daratan, tetapi wilayah negara tidak hanya terdiri dari

daratan. Sebagian dari laut yang dihadapkan pantainya disebut Laut Teritorial. Selain

itu juga ada sungai, danau, dan terusan disebut sebagai wilayah perairan. Selain itu

adalagi macam wilayah negara jenis yang ketiga yaitu ruang udara. Ruang udara

diatas wilayah daratan dan wilayah perairan. 12

3. Pemerintah

Sebagai subjek hukum, negara membutuhkan sejumlah organ ataupun lembaga

untuk menyalurkan dan mewakili kehendaknya. Bagi Hukum Internasional, suatu

11
I Wayan Parthiana, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal 63
12
I Wayan Parthiana, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal 64
wilayah yang tidak mempunyai pemerintahan tidak dapat disebut sebagai negara

dalam arti yang sesungguhnya. Walaupun Hukum Internasional mensyaratkan adanya

pemerintahan di dalam suatu negara, namun tidak ditentukan mengenai bentuk dari

pemerintahan tersebut. Bentuk pemerintahan diserahkan kepada masing-masing

negara dan hukum nasionalnya.Yang dimaksud dengan pemerintah biasanya adalah

badan eksekutif di dalam suatu negarayang dibentuk melalui prosedur konstitusional

untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya, yang

stabil dan efektif untuk mempermudah hubungandengan negara tersebut

4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain

Unsur ini sebgai unsur non-physic, merupakan penentu terakhir dari keberadaan suatu

negara. Artinya, apakah rakyat yang berada atau bermukim dalam suatu wilayah

mengorganisasikan dirnya dibawah suatu pemerintahan itu dapat disebut sebgai

negara atau tidak adanya unsur kemampuan untuk mengadakan hubungan ini.

Kemampuan itu dalam pengertian yang faktual yakni secara nyata dan secara physic

mampu, ataukah dalam pengertian yuridis bagaimanakah kriteria tau ukuran untuk

memastikan sudah ada atau tidaknya kemampuan mengadakan hubungan dengan

negara lain. 13

B. Tahta suci (Vatikan) Sebagai Subjek Hukum Internasional

Tahta Suci Vatikan di akui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan

Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci

Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian Lateran tersebut

pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta Suci

sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun tugas dan

kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas

pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral
13
I Wayan Parthiana, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Penerbit Mandar Maju, Bandung, hal. 65
saja, namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik

sedunia, sudah diakui secara luas di seluruh dunia.14

Tahta Suci (Vatican) merupakan suatu contoh dari suatu subjek hukum

internasional yang telah ada disamping negara. Hal ini merupakan

peninggalan/kelanjutan sejarah sejak jaman dahulu, ketika Paus bukan hanya

bertindak sebagai kepala gereja Roma tetapi memiliki pula kekuasaan duniawi.

Walaupun hanya berkaitan dengan persoalan keagamaan (katolik), Tahta Suci

merupakan subjek hukum dalam arti penuh dan kedudukan sejajar dengan negara.

Hal ini terjadi terutama setelah dibuatnya perjanjian antar Italia dan Tahta Suci

pada di Roma kepada Tahta Suci yang selanjutnya dengan perjanjian ini dibentuk

negara Vatikan, sekaligus di akui oleh Italia. Hingga sekarang Tahta Suci memiliki

perwakilan diplomatic yang kedudukannya sejajar dengan perwakilan diplomatic

suatu negara di berbagai negara penting didunia, termasuk di Indonesia.

C. Palang Merah Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional

Palang Merah Internasional berkendudukan di Jenewa (austria) memiliki tempat

tersendiri dalam sejarah hukum internasional. Bahkan dapat dikatakan bahwa Palang

Merah Internasional sebagi subjek hukum (dalam arti terbatas) lahir karena sejarah;

walaupun pada akhirnya badan ini keberadaannya dan statusnya dikukuhkan dengan

suatu perjanjian Internasional (konvensi), yang sekarang adalah konvensi-konvensi

Jenewa 1949 tentang perlindungan korban perang. Berdasarkan pada konvensi-

konvensi Jenewa 1949 ini Palang Merah Internasioanl memiliki kedudukan sebgai

subjek hukum internasional, sekalipun dengan ruang lingkup terbatas.

D. Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional

14
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 100
Organisasi internasional adalah organisasi yang dibuat atas perjanjian-perjanjian

anggota yang bersifat lintas batas negara, baik itu diikuti oleh negara-negara maupun

subjek lain selain negara.15

Suatu organisasi internasional baru lahir apabila negara-negara menghendakinya

dan kehendak itu kemudian dirumuskan di dalam suatu perjanjianinternasional.

Ketika telah lahir suatu organisasi internasional, maka saat itu juga dia telah menjadi

subjekHukum Internasional. Bila negara sepakat untuk mendirikan suatu organisasi

internasional, maka dirumuskanlah suatu instrumen yuridik yang diberi nama akte

konstitutif.

Untuk menjadi anggota dalam suatu organisasi internasional, maka keanggotaan

itu harus merupakan wakil dari suatu negara. Artinya hanya negaralah yang berhak

untuk menjadi anggota organisasi internasional. Namun, tidak tertutup kemungkinan

untuk menerima suatu bentuk lain selain negara, seperti yang terjadi kepada PLO,

yang merupakan gerakan-gerakan pembebasan nasional.

Sebagai subjek Hukum Internasional yang ditugaskan untuk melakukan berbagai

kegiatan negara, organisasi internasional dilengkapi dengan hak-hak istimewa dan

kekebalan-kekebalan, yang diberikan kepada organisasi beserta para pegawainya.

Hak-hak istimewa dan kekebalan ini diatur didalam KonvensiMajelis Umum PBB

tanggal 13 Februari 1946 dan Konvensi Majelis Umum PBB tanggal 21 November

1947. Kedua konvensiini merupakan sumber hukum positif bagi organisasi

internasional, terutama PBB dan lembaga-lembaga yang berada di bawahnya.Adapun

hak-hak istimewa yang dimiliki oleh organisasi internasional adalah tidak boleh

diganggu gugat kantor-kantor organisasi, yang secara umum diakui dalam

persetujuan-persetujuan kantor pusat organisasi.

15
Mukhsan, 2015, Tinjauan umum tentang organisasi internasional sebagai subjek hukum internasional dan
penyelesaian sengketa internasional, hal.18
Kekebalan yurisdiksi yang dimiliki memungkinkan organisasi internasional bebas

dari tuntutan hukum peradilan nasional negarasetempat, yang berlaku untuk semua

perbuatan organisasi tersebut.Hak-hak istimewa dan kekebalan yang dimiliki oleh

pegawai organisasi pada dasarnya sama dengan yang diberikan kepada organisasi itu

sendiri, termasuk kekebalan fiskal. Tujuannya adalah untuk menjamin kelancaran

kegiatan pegawai-pegawai tersebut untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh

organisasi mereka. Namun kekebalan ini dapat dicabut oleh organisasi itu sendiri.

E. Perusahaan Internasional Sebagai Subjek Hukum Internasional

Eksistensi MNC dewasa ini, memang merupakan suatu fakta yang tidak bisa

disangkal lagi. Di beberapa tempat, negara-negara dan organisasi internasional

mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian

melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh

terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu

sendiri. Subyek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang

dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh Hukum Internasional atau setiap

negara, badan hokum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan kewajiban

dalam hubungan internasional.

F. Orang Perorangan (Individu) Sebagai Subjek Hukum Internasional

Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration

of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa

konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu

adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.16

Orang perorangan ataupun individupada dasarnya sudah cukup lama dapat

dijadikan subjekHukum Internasional, walaupun hanya dalam pengertian yang

16
Kusumaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., Pengantar Hukum Internasional, P.T.ALUMNI, 2018, hal. 102
terbatas. Hal ini dapat dilihat dari Keputusan Mahkamah Internasional Permanen

mengenai Kasus Danzig Railway Official’s Case. Dalam kasus ini diputuskan bahwa

apabila suatu perjanjianinternasional memberikan hak tertentu kepada perorangan,

maka hak itu harus diakui dan mempunyai kekuatan hukum dalam Hukum

Internasional, atau harus diakui oleh suatu badan peradilan internasional.

Penerapan yang lain terhadap individuyang dianggap sebagai subjek Hukum

Internasional adalah dalam kasus penuntutan penjahat-penjahat perang di mahkamah

internasional yang khusus diadakan oleh negara-negara sekutu yang menang dalam

peperangan. Hal ini diputuskan oleh Mahkamah Penjahat Perang yang dilakukan di

Nurnberg dan Tokyo. Dan selanjutnya diikuti dalam Mahkamah Eropa tentang Hak

Asasi Manusia yang menjamin hak individu yang diberikan oleh Konvensi Eropa

tersebut. Dalam konvensi ini disebutkan bahwa individu dapat mengajukan negaranya

sendiri kepada Mahkamah Eropa, melalui negaranya ataupun Komisi Eropa

G. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa Sebagai Subjek Hukum

Internasional

Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam

negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya merupakan

urusan negara yang bersangkutan.

Namun apabila pemberontakan tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti

perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-

negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah mengakui eksistensi

atau menerima kaum pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun

sikap ini akan dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara

tempat pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut
pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai

pribadi atau subyek hukum internasional.

Berperang tidak semata-semata karena pernyataan suatu pihak untuk melakukan

perang, namun lebih identik dengan suatu “pemberontakan” terhadap Negara tertentu.

Dalam lingkung hukum Internasional kata “pemberontakan” dalam bahasa Inggris

terdapat tiga istilah, yaitu insurrection,rebellion dan revolution. Schuman memberikan

definisi mengenai ketiga istilah sebagai berikut ;

In general an Uprising directed toward a radical modification of the existing political

or social order throughout the whole teritority of a state is reffered to as a revolution,

while the word rebellion is more frequently confined to efforts on the part of portion

of a state to throw off the authority of the remainder. Insurrection usually refers to

movements smaller in scope and purpose than those described by the other terms.

Secara umum dapat diterjemahkan, revolusi bertujuan untuk merombak secara

radikal suatu susunan politik atau sosial diseluruh wilayah negara, rebeli adalah

perjuangan sebagian wilayah negara untuk menggulingkan kekuasaan di wilayah

lainnya dan insurreksi adalah kegiatan-kegiatan yang luas dan tujuannya lebih sempit

dari revolusi dan rebellion.

          Berdasarkan uraian Schuman tersebut diatas, dapat diambil suatu kesimpulan

bahwa timbulnya suatu pihak berperang (belligerent) dalam suatu negara didahului

dengan adanya insurrection (pemberontakan dengan scoup yang kecil) , yang

kemudian meluas menjadi rebellion (rebelli) selanjutnya rebelli ini untuk dapat

berubah statusnya menjadi pihak berperang harus memenuhi syarat-syarat (obyektif).


Apabila para pemberontak itu belum dapat memenuhi syarat-syarat obyektif di

atas, maka para pemberontak baru berada pada taraf rebelli (rebellion). Apabila pada

taraf ini ada negara ketiga yang memberikan dukungan atau pengakuan, maka

tindakan tersebut dianggap tergesa-gesa dan dapat dipandang sebagai mencampuri

urusan dalam negeri negara lain.

Sebab dalam keadaan demikian, pemerintah yang memulihkan keadaan dan

keamanan di wilayah seperti semula. Sebaliknya apabila para pemberontak

berdasarkan penilaian objektif telah memeuhi syarat-syarat sebagai pihak berperang,

maka negara ketiga berdasarkan pertimbangan subjektif (biasanya bersifat politis)

akan memberikan pengakuan terhadap kelompok rebelli, yang selanjutnya dengan

tindakan pengakuan in rebelli tersebut berubah statusnya menjadi belligerent.

Pemberian pengakuan bellegerensi kepada rebelli membawa akibat hukum bagi

rebelli maupun negara yang memberikan pengakuan, yaitu :

1. Kapal-kapal belligerent diijinkan untuk memasuki pelabuhan negara-negara

yang memberikan pengakuan.

2. Belligerent dapat meminjam dana (keuangan) kepada negara-negara yang

memberikan pengakuan, yang akan dikembalikan apabila tujuan belligerent

tercapai (terbentuk negara baru).

3. Belligerent memiliki hak untuk melakukan penggeledahan diatas kapal-kapal

di lautan, menyita barang-barang kontrabande dan untuk melakukan blackade.

Dalam belligerent, terdapat contoh suatu konlfik non internasional yang

kemudian dianggap sebagai suatu konlifk internasional seperti “Internationalized

internal armed conflict” yang merupakan suatu konflik non international armed
conflict yang dianggap telah diinternasionalkan karena Negara yang diberontak

mengakui pemberontakan sebagai belligerent.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur

hubungan dan persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang

bukan bersifat perdata. Menurut I Wayan Parthiana subjek hukum pada umumnya

diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dengan kemampuan

sebagai pemegang hak dan kewajiban tersebut, berarti adanya kemampuan untuk

mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-hak dan kewajiban. Selain

negara, yang termasuk subjek hukum internasional antara lain: tahta suci (vatikan),

Palang Merah Internasional. Organissi internasional, perusahaan

internasional/Multinasional, Perorangan (individu), serta Pemberontak dan pihak

dalam sengketa (belligerent).

B. SARAN

Pada penulisan makalah ini, penulis memiliki saran kepada pembaca bahwa kita,

sebagai masyarakat atau rakyat dalam sebuah negara, terutama negara Indonesia yang

merupakan negara hukum. Hal ini berarti bahwa segala seuatu yang dilakukan, baik

oleh Pemerintah maupun rakyat harus berdasarkan dengan hukum yang berlaku di

negara Indonesia. Tidak hanya Hukum Nasional tetapi juga Hukum Internasional.

Yang mana subjek-subjek nya sudah dipaparkan dalam makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kusmuaatmadja Mochtar, Agoes Etty R., 2018, Pengantar Hukum Internasional,

Bandung: P.T.ALUMNI

2. Parthiana, Wayan., 1990, Pengantar Hukum Internasional, Bndung: Binacipta

3. J.G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Jakarta:PT Aksara Persada

Indonesia

4. Mauna Boer, Hukum Internasional, 2018, Hukum Internasional, Bandung:

P.T.ALUMNI

5. Yulianingsih, Winwin dan Moch. Firdaus Sholihin, 2014, Hukum Organisasi

Internasional, Yogyakarta : Penerbit Andi

6. Sinta, BAB II Tinjauan Pustaka, diakses melalui:

https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/fd0f8611f3e985d2c51369e56c3c1332.p

df pada Sabtu, 10 Oktober 2020 pukul 17:30.

7. Al Rasyid Machmud, Subjek Hukum Internasional, 2008, diakses melalui:

https://www.gurupendidikan.co.id/subjek-hukum-internasional/ pada Sabtu, 10

Oktober 2020 pukul 18:05

8. Unimal Repository, Subjek Hukum Internasional, diakses melalui:

http://repository.unimal.ac.id/2104/1/Bab%205.pdf pada Sabtu, 10 Oktober 2020

pukul 18:11

9. Mukhsan,2015, Tinjauan umum tentang organisasi internasional sebagai subjek

hukum internasional dan penyelesaian sengketa internasional, diakses melalui:

http://repository.unisba.ac.id/bitstream/handle/123456789/12152/06bab2_Mukhsan_1

0040012187_skr_2015.pdf?sequence=6&isAllowed=y pada Sabtu, 10 Oktober 2020

pukul 20:02
10. Mulyana Budi, Subjek Hukum Internasional, diakses melalui :

https://repository.unikom.ac.id/52333/1/Materi%206%20-%20Subjek%20Hukum

%20Internasional.pdf pada Sabtu, 10 Oktober 2020 pukul 21:06

Anda mungkin juga menyukai