Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 8 :


1. Aubrey Dara N.L - 11000120140707
2. Nabilla Marsha - 11000120140321
3. Alfina Yuriko - 11000120110226
4. Eliezer Patardo Siringoringo - 11000120130624
5. Ian Reinhart Hamonangan - 11000120130644
6. Andreas Kristanto - 11000120140795
7. Ahmad Fahriza Ilun Nufus – 11000117130270

KELAS :
HUKUM INTERNASIONAL N

2022
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hukum pada dasarnya diciptakan untuk mengatur suatu entitas tertentu. Entitas tertentu ini
bernama subyek hukum. Subyek hukum dapat didefinisikan sebagai setiap orang, yang atas dirinya
berlaku suatu peraturan hukum tertentu. Pada tingkat yang paling dasar, penentuan berlakunya
suatu peraturan hukum ditetapkan berdasarkan wilayah kekuasaan suatu negara. Sebagai contoh,
di seluruh wilayah negara Indonesia hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan. Ketika sudah keluar dari batas wilayah negara Indonesia,
misalnya Malaysia, maka hukum Indonesia sudah tak lagi berlaku, melainkan hukum Malaysia lah
yang berlaku. Namun, ada suatu hukum yang berlaku bagi seluruh dunia, tak terbatasi oleh batas-
batas wilayah negara. Hukum tersebut adalah hukum internasional. Hukum internasional pada
dasarnya dapat didefinisikan sebagai peraturan hukum dengan fungsi untuk mengatur dan
menciptakan ketertiban dalam hubungan antar negara yang pada umumnya bersumber dari
perjanjian internasional maupun kebiasaan internasional. Akan tetapi, hukum internasional tidak
hanya berlaku bagi negara saja. Hukum internasional memiliki sedikitnya 6(enam) subyek hukum,
yaitu :
1. Negara
2. Organisasi internasional
3. Palang merah internasional
4. Takhta suci Vatikan
5. Pemberontak
6. Individu
Dalam makalah ini, penulis hendak mengulas lebih dalam terkait 6 subyek hukum internasional
tersebut.

2. Rumusan Masalah
1. Seperti apa kedudukan negara sebagai subjek hukum internasional?
2. Seperti apa kedudukan organisasi internasional sebagai subjek hukum
internasional?
3. Seperti apa kedudukan palang merah internasional sebagai subjek hukum
internasional?
4. Seperti apa kedudukan Vatikan sebagai subjek hukum internasional?
5. Seperti apa kedudukan pemberontak sebagai subjek hukum internasional?
6. Seperti apa kedudukan individu sebagai subjek hukum internasional?
BAB II
PEMBAHASAN

1. Negara

Salah satu subjek hukum internasional klasik dan utama adalah negara. Negara dapat
menjadi subjek hukum internasional karena negara itu sendiri dapat melakukan hubungan di
berbagai bidang dengan negara lainnya bahkan dengan subjek hukum internasional lain. Maka dari
itu, negara memegang peranan paling utama dalam subjek hukum internasional karena negara
dapat mempunyai dan memegang hak dan kewajiban hukum internasional dibandingkan dengan
subjek lainnya. Berbeda dengan subyek hukum internasional lainnya yang memiliki hak dan
kewajiban yang terbatas dalam menyelenggarakan hubungan internasional.
Hal ini terjadi karena negara memiliki keunggulan dibandingkan dengan subyek hukum
internasional lainnya. Sudah pasti bahwa negara memiliki kedaulatan. Kedaulatan adalah
kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang bersifat mutlak, lengkap, serta bulat. Namun, seiring
dengan berjalannya waktu, kedaulatan tersebut memiliki batasan-batasan, salah satunya dengan
adanya hukum internasional. Dengan adanya hukum internasional yang mewajibkan negara
berdaulat untuk tunduk dan menghormati hukum internasional serta menciptakan larangan untuk
melanggar kedaulatan antarnegara.
Selanjutnya, definisi negara tidak disebutkan di dalam Konvensi Montevideo 1933.
Namun, di dalam pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 dijelaskan persyaratan yang perlu dipenuhi
oleh suatu negara agar dapat dikatakan sebagai negara, di antaranya populasi, teritorial,
pemerintahan, dan kemampuan untuk berhubungan dengan negara lain.

2. Organisasi Internasional

Aliansi negara yang dibentuk berdasarkan kesepakatan para anggota, dengan sistem atau
kelompok lembaga yang permanen merupakan definisi dari organisasi internasional. Pendirian
organisasi tersebut harus melalui perjanjian atau instrumen lainnya oleh setidaknya tiga atau lebih
negara sebagai pihak merupakan kesatuan hukum yang dibedakan dengan kesatuan lainnya.
Pasal 2 (1) konvensi Wina 1969 mengenai hukum perjanjian menjelaskan bahwa organisasi
internasional merupakan organisasi diantara para pemerintah. Definisi tersebut terlalu sempit
dikarenakan terbatas pada hubungan antar pemerintah. Organisasi pemerintah atau publik dan
organisasi non pemerintah atau swasta merupakan dua hal yang berbeda, aspek pemerintahan yang
membedakan hal tersebut. Organisasi internasional publik ialah anggota yang berada didalam
organisasi tersebut bukan badan pemerintah, oleh sebab itu dikenal dengan organisasi antar
pemerintah.
Sebagi subyek hukum internasional, kedudukan organisasi internasional tidak diragukan.
Pada dasarnya didorong oleh keinginan untuk memperkuat serta melembagakan kerjasama
internasional guna mencapai tujuan bersama. Organisasi internasional juga mempunyai
personalitas hukum, artinya organisasi internasional tersebut dapat melakukan tindakan hukum.
Dalam yurisprudensi subyek hukum umumnya dianggap memiliki hak serta kewajiban yang dapat
ditegakkan sesuai hukum.
3. Palang Merah Internasional

Palang Merah Internasional adalah organisasi kemanusiaan independen yang bertindak


sebagai fasilitator netral. ICRC berkewajiban untuk meneruskan perlindungan serta
dukungan untuk korban konflik bersenjata internasional dan kerusuhan sipil di bawah
inisiatifnya atau Konvensi Jenewa 1949. Komite Palang Merah Internasional (ICRC)
didirikan sejak tahun 1863 dan berbasis di Swiss. ICRC adalah organisasi manusiawi
independen yang bertindak sebagai arbiter netral. Berdasarkan inisiatifnya atau Konvensi
Jenewa 1949, ICRC bertanggung jawab mewarsikan perlindungan dan dukungan untuk
korban konflik bersenjata internasional dan kerusuhan sipil. Selain mendukung dan
melindungi para korban perang, ICRC juga bertanggung jawab agar memastikan
kepatuhan terhadap hukum humaniter internasional. Perkumpulan Palang Merah atau
Bulan Sabit Merah Nasional telah berdiri di setiap negara di dunia dan saat ini memiliki
176 perhimpunan nasional, termasuk Palang Merah Indonesia (PMI). Kegiatan asosiasi
nasional bervariasi. B. Bantuan darurat, pelayanan medis, bantuan sosial, pelatihan
pertolongan pertama, pelayanan transfusi darah pada saat terjadi bencana. Syarat-syarat
terbentuknya suatu persekutuan nasional adalah sebagai berikut.
• Persetujuan Pemerintah Negara yang telah menandatangani Konvensi Jenewa
• Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Dasar Gerakan
Dalam hal ini, ICRC menyetujui keberadaan asosiasi sebelum menjadi anggota. Federasi
Internasional Perhimpunan Bulan Sabit Merah Palang Merah

4. Tahkta Suci (Vatikan)

Takhta suci atau yang dikenal dengan nama Vatikan merupakan salah satu bentuk dari
adanya subjek hukum internasional yang bersamaan dengan Negara. Vatikan adalah peninggalan
kuno ketika Paus masih memiliki kekuasasaaan duniawi dan tidak hanya sebagai kepala gereja
Roma. Sampai saat ini, Vatikan masi menjadi perwakilan di beberapa ibukota di dunia dan
kedudukannya masih sejajar dengan perwakilan negara lain.

Pada saat perjanjian Lateran pada tanggal 11 Februari 1929 antara Italia dan Vatikan,
pemerintah Italia menyerahkan sebidang tanah di Roma yang merupakan daerah Vatikan saat ini
sebagai kedudukan Takhta Suci. Di sisi lain, Perjanjian ini dapat dilihat sebagai pengakuan Italia
atas keberadaan Takhta Suci sebagai individu yang independen dari hukum internasional.
Kewajiban dan kewenangan Vatikan tidak seluas negara seperti biasanya k

\Karena Vatikan hanya terbatas dalam bidang spiritual dan insani saja, oleh karena itu,
Vatikan terlihat seolah-olah hanya memiliki kekuatan moral, namum tetap kewenangan dan
pengaruh dari Paus sebagai pemimpin tertinggi.
Dalam penerapan hubungan internasional dan diplomasi, Negara memandang Paus sebagai
pemimpin tertinggi Tahkta Suci, sesuai dengan hukum internasional dan norma kesopanan
diplomatik, seperti halnya kepala negara atau kepala pemerintahan.

5. Pemberontak

Pemberontakan merupakan kegiatan yang sangat merugikan karena dapat merusak


persatuan nasional dan efektifitas suatu pemerintahan. Hal tersebut dilatarbelakangi karena
pemberontakan menempatkan negara pada posisi yang sulit untuk melindungi kepentingan warga
negara dan negara. Dalam kasus pemberontak, hukum internasional sendiri dibagi menjadi dua
prosedur yaitu sebagai berikut:

1. Insurgensi

Insurgensi (Insurgent) pada prinsipnya adalah pemberontakan yang terjadi di dalam suatu
negara tetapi belum mampu atau memenuhi syarat oleh tingkat organisasi yang bersatu dan
terorganisir untuk melakukan perlawanan upah. Pemberontak memiliki posisi yang tidak dapat
diakui sebagai unit internasional untuk lebih mendukung hak dan kewajiban di bawah hukum
internasional. Tetapi jika pemberontakan lebih terfokus pada perkembangan yang cepat, seperti
perluasan wilayah yang terkendali, serta menunjukkan tren pertumbuhan penduduk dengan
keteraturan yang terorganisir dan telah menduduki sebagian besar situs di suatu negara secara tepat
dan efektif. Hal ini menunjukkan bahwa pemberontak secara de facto telah menguasai daerah-
daerah tertentu. Situasi ini menunjukkan bahwa pemberontak telah mencapai tahap berperang
(beligerensi).

2. Berperang (agresi)

Untuk dapat diakui sebagai pihak yang berperang dan tunduk pada hukum internasional,
setiap kelompok pemberontak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Pemberontakan menjadi sering terjadi dalam sebuah organisasi yang memiliki kekuatan
yang secara efektif bertanggung jawab atas tindakan para pendukungnya dan memiliki
struktur pemerintahannya sendiri;

b) Pasukan militernya telah menduduki wilayah cakupan tertentu;

c) Para pemberontak melakukan kontrol de facto yang sangat efektif terhadap sebagian besar
wilayah yag dituju;

d) Para pemberontak memiliki seragam dengan tanda khusus dan peralatan militer yang
lengkap; Pemberontak wajib mengikuti hukum dan kebiasaan perang (seperti melindungi
warga sipil dan membedakan diri mereka dari warga sipil).

Di bawah hukum internasional, dalam situasi tertentu, peran yang berperang atau
pemberontak dapat mendapatkan posisi serta wewenang apabilak pihak yang bersengketa. Situasi
ini ditetapkan oleh pihak ketiga. Dengan berjalan nya era, gerakan pembebasan memperoleh
penetapan. Misalnya, pada peristiwa ketika Presiden Organisasi Pembebasan Palestina (PLO)
Almarhum Yasser Arafat hadir dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada
sidang 1974-1975, di mana disana ia ditetapkan sebagai pemimpin gerakan pembebasan dan
sebagai kepala negara. Dahulu, Majelis Umum PBB membahas konflik keberadaan PLO apabila
pihak yang berkepentingan dengan urusan Timur Tengah. Dengan ditetapkannya Resolusi PBB
3120, PLO dipandang sebagai pihak yang berkepentingan terhadap konflik Timur Tengah dan
memiliki status negara meskipun tidak memiliki wilayah dan pemerintahan yang diakui oleh
hukum internasional.
Ketentuan pemberontakan dari sudut hukum humaniter termasuk dalam konflik
bersenjata semu, yaitu konflik antar negara non-negara melalui Pasal 1 ayat 4 Protokol Tambahan
I, dimana konflik yang bersenjata dapat dianggap sebagai konflik internasional. Selanjutnya,
akibat hukum warga negara Indonesia yang bergabung dengan kelompok ekstremis ISIS tidak
mengakibatkan pencabutan kewarganegaraannya karena terlibat dalam tindak pidana terorisme
dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup. Selanjutnya, instrumen HAM internasional juga
mewajibkan setiap negara untuk tidak mencabut kewarganegaraan seseorang karena suatu perkara.
Regulasi terkait radikal seperti ISIS tidak diatur secara jelas sehingga harus ada regulasi yang tegas
dan hukuman yang berat sehingga menimbulkan efek yang tidak menyenangkan bagi yang telah
atau akan melakukan tindak radikal ISIS agar tidak terulang kembali.

6. Individu

Awal mulanya, individu (perorangan) hanyalah sebagai subjek hukum nasional. Tetapi
setelah Perang Dunia II, individu diberikan hak dan kewajiban yang sama dengan subjek hukum
internasional lainnya. Maka dari itu, setiap orang juga harus bertanggung jawab atas tindakannya
yang menyalahi aturan-aturan hukum internasional. Kita dapat mengambil contoh mengenai
perkara dalam pengadilan di hadapan Mahkamah Penjahat Perang yang diselenggarakan di Kota
Nurnberg dan Kota Tokyo yang menggugat mantan pemimpin Jerman dan Jepang sebagai
individu untuk perbuatan yang digolongkan sebagai kejahatan yang mengakibatkan perpecahan
atau permusuhan, kejahatan HAM, dan kejahatan perang (perkara melanggar terhadap hukum
perang) dan perencanaan kejahatan perang atau perkara melanggar terhadap hukum perang.

Adanya Universal Declaration of Human Rights yang dideklarasikan pada tanggal 10


Desember 1948 itu dan dibarengi dengan adanya perjanjian-perjanjian antarnegara mengenai hak-
hak asasi manusia di setiap benua seperti di Amerika, Afrika, juga Eropa, lalu juga dibarengi
dengan pernyataan antarnegara, perjanjian antarnegara, maupun berbagai bentuk aturan hukum
lainnya yang sudah terbagi ke beberapa sektor seperti seperti mengenai HAM, semakin
menguatkan keberadaan individu (perorangan) sebagai subjek hukum internasional yang dapat
berdiri sendiri.
BAB III
KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa macam subjek
hukum internasional selain negara (non-state actor). Subyek hukum internasional selain negara
yang bersangkutan meliputi organisasi internasional, Palang Merah Internasional, dan Tahta Suci
(Vatikan). Tidak hanya individu, tetapi juga pemberontak dan pihak-pihak yang berkonflik.
Munculnya subjek hukum internasional di luar negeri ini antara lain disebabkan oleh perubahan
dan perkembangan zaman yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Penting juga untuk
diketahui bahwa untuk dapat diklasifikasikan sebagai subjek hukum internasional, tentunya
syarat-syarat klasifikasi sebagai subjek hukum internasional harus dipenuhi. Terdapat modifikasi
dan kemajuan zaman di kehidupan masyarakat ini, maka dapat menyebabkan timbulnya
beberapa organisasi dan pribadi Hukum Internasional yang secara aktif terlibat dalam hubungan-
hubungan internasional, lalu menjadikan hubungan internasional mengalami perubahan yang
cukup esensial akibatnya secara otomatis memerlukan prinsip serta kaidah hukum Internasional
baru untuk pengaturan nya. Dengan begitu, dapat disimpulkan bahwa hubungan hukum
internasional semakin lama semakin luas dan elusif dan berakibat pandangan yang
mengutarakan bahwa negara merupakan satu-satunya subjek Hukum Internasional yang harus
nya telah ditinggalkan.

DAFTAR PUSTAKA

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R. Agoes. 2015. Pengantar Hukum Internasional. Bandung :
Alumni.
Sudika Mangku, D. G. (2021). Pengantar Hukum Internasional. Penerbit Lakeisha.

https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=AvIUEAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA1&dq=subj

ek+hukum+internasional&ots=flxWw7qLJh&sig=o8MuzyveFE53eKjoLGv8cSelxIg&redir_esc

=y#v=onepage&q=subjek%20hukum%20internasional&f=false

PMI Kota Serang, Sejarah Palang Merah Internasional. https://pmikotaserang.or.id/sejarah-pmi.

diakses pada 4 juni 2022 pada jam 17.00.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/Kerthanegara/article/download/66107/38316/

Anda mungkin juga menyukai