Anda di halaman 1dari 22

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Subjek Hukum Internasional

Pada dasarnya defenisi hukum internasional adalah bagian hukum yang

mengatur aktivitas entitas mengenai persoalan-persoalan berskala internasional.

Hukum internasional terbagi menjadi 2 (dua), yaitu Hukum Internasional Publik

dan Hukum Perdata Internasional. Selain istilah hukum internasional, masyarakat

juga mempergunakan istilah hukum bangsa-bangsa atau hukum antarbangsa atau

hukum antarnegara.37

Pengertian subjek Hukum Internasional dapat disebutkan sebagai

pemegang segala hak dan kewajiban menurut Hukum Internasional.

Pengertian tersebut dapat diletakkan kepada negara sebagai subjek Hukum

Internasional yang bersifat penuh. Disamping pengertian tersebut di atas, ada

juga pengertian subjek Hukum Internasional dalam arti yang lebih luas,

dimana mencakup enyataan bahwa yang dimiliki oleh subjek hukum tersebut

hanyalah hak dan kewajiban yang terbatas. Contoh subjek Hukum

Internasional dalam arti terbatas ini adalah orang perorangan (individu). Selain

itu ada juga subjek Hukum Internasional yang mendapatkan hak dan

kewajibannya berdasarkan hukum kebiasaan internasional yang berkembang

sesuai dengan perkembangan sejarah Hukum Internasional itu sendiri. Adapun

yang menjadi subyek hukum internasional yang akan dibahas disini adalah:

37
Wagiman, Wahyu, Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia. Bahan Bacaan kursus HAM
untuk Pengacara, Elsam : Jakarta, 2005.hal 85
20

Negara, Palang Merah Internasional, tahta suci, Organisasi Internasional, Orang

perorang (individu), pemberontak dan pihak dalam sengketa (belligerent).

Sedangkan beberapa subyek yang (dianggap) masih baru, seperti perusahaan multi

nasional, Non Government Organization, dan lainnya.

Istilah tersebut sah, mengingat istilah hukum bangsa-bangsa sudah lazim

digunakan masyarakat untuk berbagai hal atau peristiwa yang melintasi batas

wilayah suatu negara. Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara ditujukan pada

kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat

bangsa-bangsa atau negara-negara yang dikenal sejak munculnya negara dalam

bentuk modern sebagai negara nasional. Hukum internasional didasarkan atas

pikiran adanya masyarakat internasional yang terdiri atas sejumlah subjek hukum

yang saling memiliki keterkaitan, dalam arti masing-masing subjek hukum berdiri

sendiri dengan utuh tidak dibawah kekuasaan lain sehingga merupakan suatu

tertib hukum koordinasi antara anggota masyarakat internasional yang sederajat.38

Awal mula dalam pertumbuhan hukum internasional, negara dipandang

sebagai satu-satunya subjek hukum internasional. Sejalan dengan pendekatan dari

segi praktis, masyarakat internasional mengalami peningkatan ditandai dengan

adanya perkembangan sejarah, desakan kebutuhan masyarakat umum

internasional, maupun oleh keadaan hukum itu sendiri. Munculnya subyek

hukum bukan negara sebagai subyek hukum internasional tidak terlepas dari

perkembangan hukum internasional. Semakin berkembangnya keberadaan sebuah

institusi organisasi internasional, serta adanya organisasi-organisasi lain bersifat

38
Ibid, hal 1-3
21

khusus yang keberadaannya secara fungsional kemudian diakui sebagai subyek

hukum internasional yang bukan negara, semakin kompleks subjek hukum

internasional tersebut. Subjek hukum internasional yang memiliki personalitas

hukum adalah39:

1. Negara;

2. Organisasi Internasional;

3. Palang Merah Internasional;

4. Tahta Suci Vatikan;

5. Individu;

6. Kaum Pemberontak.

Negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen menempatisuatu

wilayah yang tetap, diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum (binding by law), yang

melalui pemerintahannya, mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan

mengawasi masyarakat dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu

menyatakan perang dan damai, serta mampu mengadakan hubungan internasional

dengan masyarakat internasional lainnya.40 Negara merupakan konsep hukum

teknis berupa organisasi kekuasaan untuk menyelenggarakan hubungan

internasional dalam mencapai tujuan bersama (common goals) yang dapat dituntut

atau pun melakukan penuntutan, baik alat hubungan dalam negeri maupun luar

negeri.41

39
Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Penerbit Djambatan,
Jakarta, 1989, hal 56
40
Ibid, hal 60
41
Istanto, Sugeng, Perlindungan Penduduk Sipil dalam Perlawanan Rakyat Semesta Dalam
Hukum Internasional, Yogyakarta : Andi Offset, 1992.hal 16
22

Munculnya organisasi internasional baik yang bersifat bilateral, regional

maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar belakang, menjadikan

organisasi internasional dianggap sebagai salah satu subyek hukum internasional.

Theodore A Couloumbis dan James Wolfe mengemukakan untuk dapatmenjadi

subjek hukum internasional, dasar hukum yang menyatakan bahwa organisasi

internasional adalah subjek hukum internasional adalah pasal 104 piagam PBB.

Keberadaan palang merah internasional di dalam hubungan dan hukum

internasional sangat unik dan strategis, dimana pada mulanya pembentukannya

merupakan organisasi dalam lingkup nasional di negara Swiss yang didirikan oleh

Henry Dunant dan bergerak di bidang kemanusiaan.

Kehadiran Palang Merah Internasional menarik simpati dan meluas

diberbagai negara, dan kemudian membentuk palang merah nasional di masing-

masing wilayah negaranya. Organisasi palang merah dari seluruh negara

dihimpun menjadi suatu organisasi internasional dinamakan Palang Merah

Internasional (International Committee of the Red Cross) dan berkedudukan di

Jenewa, Swiss. Palang Merah Internasional selanjutnya menjadi salah satu subjek

hukum internasional yang memiliki dasar hukum International Committee of the

Red Cross (ICRC); dan Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban

Perang.

Tahta Suci Vatikan dipimpin oleh Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta

Suci dan umat Katolik di seluruh dunia. Vatikan menjadi subjek hukum

internasional dengan mendapatkan pengakuan secara luas di seluruh dunia

berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia


23

dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Perjanjian

Lateran disisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas eksistensi Tahta

Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri.42 Pengakuan

vatikan sebagai subjek hukum internasional berbeda dengan negara lain, oleh

karena tugas dan kewenangan kenegaraan yang dimilikinya hanya terbatas pada

urusan bidang kerohanian dan kemanusiaan serta berorientasi penuh pada

kekuatan moral. Wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat

Katolik sedunia telah dipandang secara luas dan mengglobal.43

Individu dalam kajian hukum normatif merupakan subjek hukum

internasional yang utama (Hans Kelsen,1881-1973) didasarkan pada kapasitas

aktif maupun pasif yang dimilikinya. Kapasitas aktif, berarti ilmu hukum

memberikan peran terhadap individu sebagai aktor atau pelaku dari ketentuan

normatif yang dihasilkan dari hukum internasional.44 Individu merupakan satu-

satunya subjek hukum internasional yang memiliki hak dan kewajiban hukum

terhadap aplikasi ketentuan normatif dan prosedural penuntutan kejahatan

internasional. Berkenaan dengan kapasitas aktif tersebut, seorang individu dapat

diminta pertanggungjawabannya atas perbuatan atau tindakannya secara hukum.45

Pada dasarnya yang dimaksud hukum internasional dalam pembahasan ini

adalah hukum internasional publik, karena dalam penerapannya, hukum

internasional terbagi menjadi dua, yaitu: hukum internasional publik dan hukum

perdata internasional. Hukum internasional publik adalah keseluruhan kaidah dan

42
Ibid, hal 80
43
Kusumaatmadja. Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003., hal 113
44
Ibid, hal 119
45
Istanto, Sugeng, 1992. Hal 88
24

asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara,

yang bukan bersifat perdata. Sedangkan hukum perdata internasional adalah

keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang

melintasi batas negara, dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan

hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada

hukum perdata yang berbeda. Awalnya, beberapa sarjana mengemukakan

pendapatnya mengenai definisi dari hukum internasional, antara lain yang

dikemukakan oleh Grotius dalam bukunya De Jure Belli ac Pacis (Perihal Perang

dan Damai). Menurutnya “hukum dan hubungan internasional didasarkan pada

kemauan bebas dan persetujuan beberapa atau semua negara. Ini ditujukan demi

kepentingan bersama dari mereka yang menyatakan diri di dalamnya”. Sedangkan

menurut Akehurst “hukum internasional adalah sistem hukum yang di bentuk dari

hubungan antara negara-negara”

Definisi hukum internasional yang diberikan oleh pakar-pakar hukum

terkenal di masa lalu, termasuk Grotius atau Akehurst, terbatas pada negara

sebagai satu-satunya pelaku hukum dan tidak memasukkan subjek-subjek hukum

lainnya. Munculnya organisasi-organisasi Internasional baik yang bersifat

bilateral, regional maupun multilateral dengan berbagai kepentingan dan latar

belakang yang mendasari pada akhirnya mampu untuk dianggap sebagai subyek

hukum internasional. Begitu juga dengan keberadaan individu atau kelompok

individu (belligerent) yang pada akhirnya dapat pula diakui sebagai subyek

hukum Internasional.
25

Dapat disimpulkan bahwa Subjek Hukum Internasional adalah semua

pihak atau entitas yang dapat dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh

Hukum Internasional. Hak dan kewajiban tersebut berasal dari semua ketentuan

baik yang bersifat formal ataupun non-formal dari perjanjian internasional

ataupun dari kebiasaan internasional.

Subyek Hukum Internasional dapat diartikan sebagai negara atau

kesatuan-kesatuan bukan negara yang dalam keadaan tertentu memiliki

kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban berdasarkan Hukum

Internasional. Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban (Legal

capacity) ini antara lain meliputi:

1) Kemampuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).


2) Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to
make agreements)
3) Kemampuan untuk mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-
kekebalam (To enjoy of privileges and immunities)
Dengan meninjau dua aspek di atas maka legal capacity dari subyek

hukum Internasional dalam bentuknya yang modern dimana subyek hukum

internasional tidak hanya terbatas pada negara sebagai satu-satunya subyek

hukum internasional (pandangan klasik), maka kiranya perlu dikemukakan

beberapa subyek hukum internasional yang merupakan kesatuan-kesatuan bukan

negara khususnya mengenai legal capacitnya.

Kaum belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah

dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaian sepenuhnya

merupakan urusan negara yang bersangkutan. Namun apabila pemberontakan

tersebut bersenjata dan terus berkembang, seperti perang saudara dengan akibat-
26

akibat di luar kemanusiaan, bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu

sikap yang dapat diambil oleh adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum

pemberontak sebagai pribadi yang berdiri sendiri, walaupun sikap ini akan

dipandang sebagai tindakan tidak bersahabat oleh pemerintah negara tempat

pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan tersebut, berarti bahwa dari sudut

pandang negara yang mengakuinya, kaum pemberontak menempati status sebagai

pribadi atau subyek hukum internasional

Kaum pemberontak pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah

dalam negeri suatu negara berdaulat, dan oleh karenanya penyelesaian

sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Apabila

pemberontakan tersebut memiliki persenjataan dan berkembang sehingga

menimbulkan perang saudara dengan akibat-akibat di luar kemanusiaan atau

bahkan meluas ke negara-negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil

adalah mengakui eksistensi atau menerima kaum pemberontak sebaga pribadi

yang berdiri sendiri, walaupun hal ini tidak menutup kemungkinan akan

dipandang sebagai tindakan kurang bersahabat oleh pemerintah negara tempat

pemberontakan terjadi46

B. Organisasi Belligrent Dalam Hukum Internasional

Subjek hukum internasional juga dapat didefinisikan sebagai pihak yang

dapat dibebani hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional atau

setiap negara, badan hukum (internasional) atau manusia yang memiliki hak dan

46
Chairul Anwar, 1989, Loc.cit, hal 127
27

47
kewajiban dalam hubungan internasional. Yang dimaksud dengan belligerent

adalah para pihak yang bersengketa dalam sebuah pertikaian bersenjata, dalam hal

ini pihak yang bersengketa bisa siapa saja termasuk pemberontak (rebels).

Pemberontak merupakan sekelompok orang yang melakukan pemberontakan

(rebellion), dan dalam pengertian umum, pemberontakan adalah penolakan

terhadap otoritas yang sah. Pemberontakan dapat timbul dalam berbagai bentuk,

mulai dari pembangkangan sipil hingga kekerasan terorganisir yang berupaya

meruntuhkan otoritas yang ada. Istilah ini sering pula digunakan untuk merujuk

pada perlawanan bersenjata terhadap pemerintah yang berkuasa, tapi dapat pula

merujuk pada gerakan perlawanan tanpa kekerasan.48

Gagasan untuk mendirikan suatu organisasi internasional yang bersifat

universal dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan dunia telah

lama menjadi pemikiran banyak negarawan. Hal ini diharapkan dapat mengornisir

hubungan-hubungan internasional nantinya dan dapat menghimpun Negara-

negara yang ada di dunia ke dalam suatu sistem intenasional yang saling

berkesinambungan.

Untuk mengkaji lebih jauh, maka secara khusus dikaji mengenai hukum

organisasi internasional. seperti juga dengan Negara, organisasi-organisasi

nternasional berkembang secara cepat yaitu sekitar 40 pada permulaan abad XX

dan lebih dari 350 pada permulaan abad XXI ini. Organisasi-organisasi

internasional ini yang juga merupakan subjek hukum internasional sesudah

47
Ibid, hal 92
48
Bima Putra Ari Wijaya, “Insurgency and Belligerency”, Semarang, 2013, hal 182
28

Negara memainkan peranan sangat penting dalam menggalang kerjasama

anggota-anggota masyarakat internasional di berbagai bidang mulai dari bidang

politik, keamanan, social budaya, ekonomi dan keuangan maupun di bidang

HAM,lingkungan hidup, serta berbagai macam kerjasama teknik lainnya. Tidak

dapat dibantah bahwa peranan dan sumbangan organisasi internasional ini sangat

besar bagi kesejahteraan umat manusia serta pemeliharaan perdamaian dan

keamanan.

Ini membuktikan bahwa tidak ada satu negara pun yang mampu berdiri

sendiri dalam memnuhi kebutuhannya, bahkan bagi negara-negara adikuasa

sekalipun masih memerlukan bentuk kerjasama dalam berbagai bidang demi

mengkondisikan segala kebutuhannya. Ibarat manusia yang merupakan makhluk

zoon politicon, yang terdiri dari kebutuhan individual dan sosial. Kedua hal

tersebut saling terkait erat dan saling berkesinambungan demi keberlangsungan

hidup manusia itu sendiri.

Secara kodrati, manusia adalah sebagai makhluk individu, sosial, dan

ciptaan Tuhan. Manusia sebagai makhluk sosial selalu memerlukan dan

membentuk berbagai persekutuan hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya.

Sifat alamiah manusia adalah hidup berkelompok, saling menghormati,

bergantung, dan saling bekerja sama. Seperti halnya dalam hubungan antarbangsa,

suatu bangsa satu dengan lainnya wajib saling menghormati, bekerja sama secara

adil dan damai untuk mewujudkan kerukunan hidup antarbangsa. Hubungan

antarbangsa di sini disebut sebagai hubungan internasional.


29

Secara umum dapat difahami bahwa dalam mempertahankan eksistensi

Negara di era globalisasi saat ini, mau tidak mau negara-negara dituntut lebih

aktif dalam membaca situasi sehingga tidak tenggelam dalam arus kencang

persaingan dan ekstra kompetitif. Terlebih untuk negara-negara berkembang dan

miskin, jika tidak jelih maka bukan suatu kemustahilan negara itu hanya tinggal

nama tanpa punya kedaulatan lagi. Untuk itulah, diperlukan kerjasama antar

masing-masing Negara dan ini tentu berkaitan erat dengan hubungan internasional

karena lingkup yang ada adalah lintas batas masing-masing negara baik itu

regional maupun internasional.

Di masa sekarang tentu tidak ada negara yang dapat berdiri sendiri. Salah

satu faktor penyebab terjadinya hubungan internasional adalah kekayaan alam dan

perkembangan industri yang tidak merata. Hal tersebut mendorong

kerjasamaantar negara dan antar individu yang tunduk pada hukum yang dianut

negaranya masing-masing. Hubungan internasional merupakan hubungan antar

negara atau antarindividu dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan

politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam. Hubungan internasional menurut buku

Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (RENSTRA) adalah

hubungan antar bangsa dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara

tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan diperlukan kerjasama, karena melalui

kerjasama antar negara akan diperoleh: pencapaian tujuan negara lebih mudah

dilakukan; perdamaian dunia lebih mudah diwujudkan; upaya pemeliharaan

perdamaian dunia, diantaranya membuat perjanjian damai penyelesaian konflik

secara damai juga dapat terwujud.


30

Manfaat hubungan internasional antara lain adalah :

1) Manfaat ideologi, yakni untuk menjaga dan mempertahankan

kelangsungan hidup bangsa dan Negara

2) Manfaat politik, yakni untuk menunjang pelaksanaan kebijakan politik dan

hubungan luar negeri yang di abdikan untuk kepentingan nasional,

terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang

3) Manfaat ekonomi, yakni untuk menunjang upaya meningkatkan

pembangunan ekonomi nasional.

4) Manfaat sosial-budaya, yakni untuk menunjang upaya pembinaan dan

pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa dalam upaya

penanggulangan terhadap setiap bentuk ancaman, tantangan, hambatan,

gangguan dan kejahatan internasional, dalam rangka pelaksanaan

pembangunan nasional

5) Manfaat perdamaian dan keamanan internasional, yakni untuk menunjang

upaya pemeliharaan dan pemulihan perdamaian, keamanan dan stabilitas

internasional

6) Manfaat kemanusiaan, yakni untuk menunjang upaya pencegahan dan

penanggulangan setiap bentuk bencana serta rehabilitasi akibat-akibatnya

7) Manfaat lainnya, yakni untuk meningkatkan peranan dan citra Negara itu

sendiri di forum internasional dan hubungan antar negara serta

kepercayaan masyarakat
31

Konvensi Wina tahun 1975 membuat perbedaan antara misi-misi tetap di

satu pihak dan di lain pihak wakil-wakil pada organ-organ organisasi internasional

ataupun yang ikut dalam konferensi yang diselenggarakan oleh organ-organ

tersebut. Pasal 5 konvensi tahun 1975 mengakui hak negara-negara anggota untuk

membuka perwakilan-perwakilan tetap pada suatu organisasi internasional. Bagi

Negara-negara yang bukan anggota dibolehkan dengan ketentuan-ketentuan

organisasi. Ketentuan-ketentuan yang berlaku pada perwakilan-perwakilan tetap

dan perwakilan tetap peninjau tidak hanya berbeda. Status perwakilan tetap ini

bersama stafnya pada umumnya mengikuti status perwakilan tetap di suatu

Negara akreditasi dengan sepenuhnya mempertimbangkan kepentingan-

kepentingan Negara tuan rumah dan status organisasi internasional yang bukan

merupakan entitas yang berdaulat seperti Negara.

Hubungan diplomatik memang diperlukan untuk memperkuat

persahabatan dan kerjasama antar bangsa, tetapi juga dapat menjadi alat negara-

negara kuat untuk menekan negara-negara kecil. Selanjutnya, keanekaragaman

subjek hukum internasional meningkatkan lagi kompleksitas masalah-masalah

yang ditimbulkan oleh hubungan diplomatic. Sebagai contoh negara tuan rumah

organisaasi internasional bukan saja harus mentolerir keberadaan perwakilan

negara-negara lain yang diakreditasikan oleh organisasi internasional tersebut,

tetapi juga gerakan-gerakan pembebasan nasional atau organisasi-organisasi

internasional lainnya. Akan timbul permasalahan bila negara tuan rumah tidak

mengakui negara atau gerakan yang membuka misi-misi tetap itu. Demikian juga
32

hubungan gerakan-gerakan pembebasan nasional dengan negara-negara setempat

bergantung sepenuhnya dari kemauan baik dari negara bersangkutan

Bagi Indonesia, sebagai negara yang juga terlibat dalam hubungan antar

negara, hubungan internasional memiliki arti penting tersendiri. Arti penting

hubungan internasional bagi Indonesia antara lain karena lingkup hubungannya

mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam konsep

baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan,

organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting

dalam politik internasional. Sehingga jelaslah hubungan internasional sangat

penting bagi Indonesia. Hubungan internasional juga memiliki impiklasi hak dan

kewajiban negara yang melakukan hubungan karena hukum internasional

mempunyai beberapa segi penting seperti prinsip kesepakatan bersama (principle

of mutual consent), prinsip timbal balik (priniple of reciprocity), prinsip

komunikasi bebas (principle of free communication), princip tidak diganggu gugat

(principle of inciolability), prinsip layak dan umum (principle of reasonable and

normal), prinsip eksteritorial (principle of exterritoriality), dan prinsip-prinsip lain

yang penting bagi hubungan diplomatik antar negara.

Istilah yang digunakan dalam forum internasional tentang pemberontak

sangat beragam antara lain “kesatuan non negara”, “kelompok subversif”,

“gerombolan penduduk sipil bersenjata”, “kelompok perlawanan bersenjata”,

“pasukan gerilya”, “pemberontak” (rebel : tingkatnya lebih rendah, sedangkan

insurection : tingkatnya lebih tinggi). Walaupun menyandang predikat yang

sangat beragam, namun terdapat kesamaan-kesamaan yang pada hakikatnya


33

merupakan ciri khas dari gerakan pemberontakan. Kesamaan tersebut adalah

motivasi, pada umumnya motivasi gerakan pemberontakan adalah mengangkat

senjata melawan pemerintahan yang berdaulat atau berkeinginan untuk

menggulingkan dan menggantikan pemerintahan yang resmi.49

Awal mula terbentuknya belligerent tidak bisa dipisahkan dari terbentuk

dan diakuinya Hukum Humaniter Internasional sebagai perangkat yang

mengawasi kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh para pihak yang bertikai

dalam suatu konflik bersenjata. Perangkat ini bertujuan untuk memastikan agar

hak-hak dasar bagi setiap anggota dari para pihak yang terlibat di dalam konflik

bersenjata tetap berjalan dan tidak dihalang-halangi oleh siapapun. Hak-hak dasar

itu tertera dalam Pasal 3 ayat 1 Konvensi Jenewa 1949, dimana setiap tindakan

yang mengarah kepada pelanggaran hak-hak asasi manusia, mencakup

penyanderaan, penyiksaan, pemerkosaan, pembunuhan, hukuman mati tanpa

pengadilan terlebih dahulu, dll dilarang dan tetap dilarang dilakukan terhadap

siapapun juga. Intinya, setiap kali terjadinya konflik atau sengketa bersenjata,

dimanapun dan kapan pun juga, maka belligerent otomatis tercipta dan Hukum

Humaniter Internasional juga otomatis ikut berlaku.50

Hukum perang atau yang sering disebut juga dengan Hukum Humaniter

Internasional, atau hukum sengketa bersenjata memiliki sejarah yang sama tuanya

dengan peradaban manusia, atau sama tuanya dengan perang itu sendiri. Mochtar

Kusumaatmadja mengatakan, bahwa adalah suatu kenyataan yang menyedihkan

49
Kusumaatmadja. Mochtar, 2003. Hal 125
50
Kusumaatmadja. Mochtar, 2003. Hal 129
34

bahwa selama 3400 tahun sejarah yang tertulis dalam peradaban manusia, umat

manusia hanya mengenal 250 tahun perdamaian.51 Naluri untuk mempertahankan

diri kemudian membawa kesadaran bahwa cara berperang yang tidak mengenal

batas itu sangat merugikan umat manusia, sehingga kemudian mulailah orang

mengadakan pembatasan-pembatasan, menetapkan ketentuan-ketentuan yang

mengatur perang antara bangsa-bangsa, negara-negara, dan dalam kasus kali ini,

antara pihak pemerintah-kontra pemerintah atau pemberontak alias belligerent.

Selanjutnya, Mochtar Kusumaatmadja juga mengatakan bahwa tidaklah

mengherankan apabila perkembangan hukum internasional modern sebagai suatu

sistem hukum yang berdiri sendiri dimulai dengan tulisan-tulisan mengenai

hukum perang.52

Dalam perkembanganya, hukum internasional juga mengalami perluasan

menyangkut subjek hukum dalam keadaan tertentu yakni individu dalam

pengertian terbatas, yaitu yang terbatas pada penjahat perang. Keadaan tertentu

yang dimaksud adalah perkembangan yang meski mirip dengan status pihak

dalam sengketa perang, namun memiliki ciri khas yakni pengakuan terhadap

gerakan pembebasan.53 Untuk memberikan definisi tentang organisasi

pembebasan ini, para ahli hukum mengalami kesulitan karena pandangan

mengenai organisasi ini sangat dipengaruhi oleh permasalahan politis, oleh

51
Bima Putra Ari Wijaya, , 2013, Op.cit, hal 133
52
Ibid, hal 131
53
Internasional dan Hukum Nasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.hal 71
35

karenanya sampai saat ini kesamaan pandangan diantara para ahli hukum belum

juga ditemukan sebagaimana diklaim oleh para pengamat.54

Adanya pengakuan terhadap organisasi pembebasan ini adalah sebuah

konsepsi baru terutama yang diikuti oleh negara-negara di dunia ketiga

berdasarkan pengertian bahwa “peoples” (suku bangsa/bangsa-bangsa) dianggap

memiliki hak asasi, seperti hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk secara

bebas menentukan sistem ekonomi, politik dan sosialnya, serta hak untuk

menguasai sumber daya alam dari wilayah yang dikuasainya.55 Penetapan status

seperti ini meski patut diberikan sebagai bentuk penentangan terhadap

kolonialisme namun harus juga diberi penilaian yang objektif terkait dengan apa

yang disebut bangsa, sehingga hal ini tidak dimanfaatkan oleh sekolompok kecil

kaum separatis yang hendak mengoyak stabilitas masyarakat internasional dengan

mementingkan golongan mereka.56

Terkait dengan pemberlakuan aturan HHI, Protokol Tambahan I

menetapkan jenis situasi sengketa bersenjata internasional atau “situasi yang

disamakan dengan sengketa bersenjata internasional”, yang sebelumnya tidak

ditegaskan dalam aturan Konvensi Jenewa 1949.57 Dalam hal ini, ditetapkan

bahwa situasi tersebut, yaitu situasi yang menurut aturan HHI disamakan sebagai

sengketa bersenjata internasional, adalah sengketa-sengketa bersenjata yang

melibatkan antara kelompok suku bangsa/masyarakat/rakyat melawan dominasi

54
Soekotjo Hardiwinoto, Pengantar Hukum Internasional, Badan Penerbit Undip, Semarang,
1995.hal 185
55
Ibid, hal 189
56
Wagiman, Wahyu, 2005. Op.cit, hal 41
57
Bima Putra Ari Wijaya, 2013, Loc.cit, hal 38
36

pemerintahan kolonial atau penjajahan dan pendudukan dari pihak asing serta

melawan sistem pemerintahan rasialis dalam rangka memenuhi hak-haknya untuk

menentukan nasibnya sendiri sebagaimana disebut dalam Piagam PBB dan

Deklarasi Prinsip-prinsip Hukum Internasional tentang Hubungan Baik dan

Kerjasama Antarnegara sesuai Piagam PBB.58 Jenis sengketa yang demikian

seringkali disebut dengan istilah “perang pembebasan nasional”, atau

sebagaimana lazimnya juga disebut “gerakan kemerdekaan.59

C. Hak dan Kewajiban Organisasi Internasional Sebagai Subjek Hukum

Internasional

Seperti World Heath Organization (WHO). Sebagai suatu subjek hukum,

Organisasi internasional mempunyai hak dankewajiban tertentu. Dengan demikian

organisasi internasional memegang tanggung jawab untuk memenuhi

kewajibannya baik yang bersifat komisi maupun omisi dalam setiap perbuatan

hukumnya guna menjaga suatu sistem hukum internasional yang utuh.60

1. Hak Organisasi Internasional

Sebagai subjek hukum yang mempunyai legal personality dan legal

capacity, organisasi internasional memegang hak-hak sebagaimana juga

dimiliki oleh subjek hukum internasional lainnya. Lebih lagi dalam

penugasannya, organisasi internasional dilengkapi dengan hak-hak istimewa

dan kekebalan diplomatik. Hak istimewa dan kekebalan ini bukan hanya

diberikan kepada organisasi tetapi juga diberikan kepada pegawai atau

58
Ibid, hal 60
59
Ibid, hal 95
60
Ibid, hal 147
37

agennya. Seorang pejabat diplomatik tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh

ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan dengan penuh hormat dan

negara penerima harus mengambil langkah-langkah yang layak untuk

menceah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya.61

Perlindungan ini juga dilengkapi dengan jaminan kebebasan bergerak

dan bepergian di wilayah negara penerima. Tujuannya adalah untuk

memungkinkan mereka melaksanakan fungsi-fungsinya secara mandiri, tidak

berpihak, dan efisien untuk memberikan mereka suatu tingkat atau status

pengecualian ekstra teritorialitasmereka.

Mengenai hak istimewa dan kekebalan ini, Ian Brownlie berpendapat,

dalam rangka memfungsikan secara efektif, Organisasi Internasional

memerlukan beberapa jaminan kebebasan hukumuntuk asset-aset mereka,

markas besar, serta untuk personal dan perwakilan dari negara anggota yang

telah terakreditasi pada organisasitersebut. Walaupun demikian, mengenai

kekebalan ini, organisasi internasional juga dapat melakukan penanggalan

kekebalan dari kekuasaan hukum, dengan catatan bahwa pernyataan

penanggalan ini harus dilakukan dengan jelas.62

Selain hak di atas, untuk mendukung berbagai fungsi dan tujuannya di

tataran lokal organisasi internasional memiliki status (legal personality)

sebagai “badan hukum”, sehingga memampukannya untuk melakukan

berbagai macam hubungan hukum keperdataan.Menurut pasal 6 dan pasal 7

Vienna Convention on The Law of Treaties between States and International


61
Wagiman, Wahyu, 2005.Loc, cit, hal 114
62
F. Sugeng Istanto, Studi Kasus Hukum Internasional, Penerbit PT Tatannusa, Jakarta, 1998,hal
62
38

Organizations or between International Organizations 1986, organisasi

internasional memiliki kuasa penuh dan kapasitas untuk menyimpulkan

perjanjian internasional yang mengaturnya. Dengan demikian, suatu

organisasi internasional memiliki hak melakukan perjanjian internasional atas

nama dan untuk organisasi tersebut.63

2. Kewajiban Organisasi Internasional

Kewajiban hukum suatu subjek hukum lahir dari sumber hukum yang

mengaturnya. Sehingga untuk dapat melaksanakan kewajiban internasional,

suatu organisasi harus bertindak sesusai dengan seluruh instrumen hukum

yang berlaku baginya, dalam hal ini adalah hukum internasional secara

umumnya.64

a) Perjanjian internasional, hukum kebiasaan, dan prinsip umum hukum

internasional.

Menurut Pasal 2 dari Vienna Convention on The Law of Treaties

betweenStates and International Organizations or between International

Organizations 1986, perjanjian artinya persetujuan internasional yang

diatur oleh hukum internasional and dibuat dalam bentuk tertulis antara: (i)

Satu atau lebih negara dengan satu atau lebih organisasi internasional; atau

(ii) Sesama organisasi internasional Yang mana persetujuan tersebut

diwujudkan dalam satu atau lebih instrumen dan dalam bentuk khusus

apapun.

63
Ibid, hal 66
64
Ibid, hal 71
39

b) Instrumen pokok yang dimiliki oleh Organisasi Internasional dan

memerlukan ratifikasi dari semua negara anggotanya.

Instrumen pokok yang dimaksud adalah akta pendirian organisasi

internasional dan perjanjian pendukungnya. Pendirian suatu organisasi

internasional didasari oleh suatu akta yang telah disepakati oleh para

anggotanya. Segala ketentuan yang termuat dalam instrument ini

melahirkan kewajiban bagi organisasi tersebut baik anggotanya maupun

organisasi itu sendiri untuk melakukan perbuatan hukum yang tidak

bertentangan dengannya.

c) Ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata-cara organisasi

internasional beserta badan-badan yang berada dibawah naungannya,

termasuk cara kerja dan mekanisme yang ada pada organisasi tersebut.

Suatu organisasi internasional memiliki struktur dan mekasnisme

tersendiri baik dalam hal memutuskan keputusan maupun dalam

menentukan tata-cara organisasi tersebut. Segala ketentuan yang

berhubungan dengan ini termasuk dalam hukum organisasi internasional

yang harus ditaati yang bila melanggarnya dapat disebut telah melanggar

kewajiban organisasi tersebut, baik secara komisi (melakukan perbuatan)

maupun omisi (tidak melakukan perbuatan).

d) Hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internaisonal

yang wajib atau harus dilaksanakan oleh para anggotanya maupun

badanbadan yang berada dibawah naungannya, yaitu, apabila ada suatu

keputusan baik dilakukan dengan cara veto ataupun komunal ataupun


40

putusan atasan yang berwenang juga dapat dirujuk sebagai sumber hukum

organisasi internasional.65

65
Haryo Mataram, Bunga Rampai Hukum Humaniter (Hukum Perang), Bumi Nusantara Jaya,
Jakarta, 1988.hal 47

Anda mungkin juga menyukai