Anda di halaman 1dari 6

Subjek Hukum Internasional

Oleh Kelompok 5
Muhammad Aslam D 089
Augia Eriska 113
Destya Fitriyanti 115
Sadida Utami 117
Aldrian Prasetya 118
Faiz Hasbullah 119
Fridha Y Setiawan 120
Siti Aisyah Ananda Eddy 125

Disebagian besar belahan dunia, perang antar negara sudah amat sangat berkurang.
Negara-negara yang ada bisa memikirkan jalan keluar yang bisa diambil selain dengan
berperang, bernegosiasi misalnya. Tidak jarang pula negara-negara masuk kedalam suatu
organisasi untuk mempermudah menyelesaikan persoalan yang ada.
Perundingan dan negosisasi tidak akan berjalan dengan lancar jika tidak ada kaidah
yang mengatur hubungan atau persolan yang melintasi batas negara, antara negara dengan
negara, negara dengan subjek hukum lain atau antara subjek hukum lain. Karena itulah
hukum internasional sangat diperlukan.
Seperti yang diketahui, dalam hukum internasional terdapat subjek hukum
internasional. Dimana subjek hukun internasional ini merupakan semua pihak yang dapat
dibebani oleh hak dan kewajiban yang diatur oleh hukum internasional, berasal dari semua
ketentuan formal atau nonformal dan perjanjian internasional maupun kebiasaan
internasional. Yang termasuk kedalam subjek hukum internasional itu ada negara, organisasi
internasional, Palang Merah Internasional, tahta suci atau vatikan, perusahaan sebagai badan
hukun internasional otorita , pihak berperang dan individu.
Negara menjadi subjek pertama dalam hukum internasional. Negara merupakan
subjek hukum internasional pada awal mula lahir dan pertumbuhan hukum internasional
secara historis. Namun dalam pengamatan para sarjana hukum internasional tampak
menghindar dari usaha untuk mendefinisikan negara tersebut. Sehingga membuat kebanyakan
para ahli hukum internasional hanya menggunakan unsur-unsur yang dapat dipenuhi agar
kelompok masyarakat dapat disebut sebagai negara. Dan konvensi-konvensi internasional
bisa dibilang tidak ada satupun yang dapat merumuskan dalam salah satu pasalnya tentang
apa yang disebut negara. Akan tetapi ada sebuah konvensi internasional yang dengan tegas
memberi tahu tentang merumuskan kualifikasi sebuah negara, yaitu pada Konvensi
Montevideo 1933 tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara.
Dalam Konvensi Montevideo (1949), kualifikasi suatu negara untuk menjadi subjek
hukum internasional dengan memiliki wilayah tertentu, pemerintahan yang berdulat, mampu
mengadakan hubungan dengan negara lain dan memiliki penduduk tetap.
Negara yang dapat mengadakan hubungan-hubungan hukum internasional di segala
aspek bidang kehidupan masyarakat, baik dengan sesama negara maupun dengan subjek
hukum internasional yang lain. Dengan begitu bisa menyebabkan negara menjadi subjek
hukum dengan hak dan kewajiban yang paling luas. Sedangkan subjek hukum internasional
lain memiliki hak dan kewajiban yang terbatas pada hal yang menjadi bidang kegiatan, yang
memiliki maksud dan tujuannya tersendiri. Karena Kedudukan ini membuat negara memiliki
peran yang sangat dominan sebagai subjek hukum internasional.
Selain itu kelebihan negara sebagai subjek hukum internasional jika kita bandingkan
dengan subjek hukum internasional lainnya adalah negara memiliki kedaulatan (sovereignity)
atau bisa disebut juga sebagai “kekuasaan tertinggi", yang bisa kita artikan sebagai suatu
kedaulatan dan keutuhan yang tidak dapat dipecah dan dibagi serta tidak dapat pula
ditempatkan di bawah kekuasaan lain. Namun saat ini arti dan makna dari kedaulatan itu
telah mengalami perubahan. Kedaulatan tidak lagi dipandang sebagai suatu hal yang bulat
dan utuh melainkan telah terbagi menjadi dalam batas-batas tertentu sudah tunduk pada
pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan itu sendiri adalah hukum internasional dan
kedaulatan dari sesama negara lainnya. Sehingga Suatu negara yang berdaulat, harus tetap
tunduk pada hukum internasional dan tidak boleh melanggar yang nantinya akan merugikan
kedaulatan negara lainnya.
Selain negara, organisasi internasional juga termasuk kedalam subjek internasional.
Itu karena organisasi internasional merupakan sebuah wadah dimana satu negara atau lebih
tergabung menjadi anggota di dalamnya. Berdirinya organisasi internasional ini didasari dari
satu tujuan, yaitu menciptakan keamanan dan perdamaian dunia di dalam hubungan
internasional.
Menurut Quincy Wright, organisasi internasional adalah seni menciptakan dan
mengatur organisasi umum dan regional yang terdiri dari negara-negara merdeka untuk
memfasilitasi kerjasama dalam maksud dan tujuan yang sama.
Di dalam organisasi internasional, anggota-anggotanya menyusun aturan-aturan dasar
yang kelak menjadi hukum internasional yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya tanpa
terkecuali. Hak-hak dan kewajiban organisasi internasional juga ditetapkan dalam konvensi
internasional dan menjadi anggaran dasar bagi organisasi tersebut. Hal itu membuat
organisasi internasional tidak lepas dari subjek hukum internasional.
Pada dasarnya, organisasi internasional terbentuk atas rasa ketergantungan satu sama
lain hingga membutuhkan kerja sama. Jika dilihat dari sejarah awalnya, organisasi
internasional dibentuk untuk kerja sama dalam Revolusi Industri. Seiring perkembangan
zaman, organisasi internasional dibentuk atas kepentingan politik suatu negara yang
membutuhkan kerjasama dengan negara lain.
Pada awalnya, organisasi internasional tidak diperhitungkan untuk masuk ke dalam
subjek hukum internasional. Diskusi mengenai organisasi internasional sebagai subjek hukum
internasional dimulai pada abad ke-20 yang berarti organisasi internasional tergolong subjek
yang baru di lingkup hukum internasional.
Organisasi internasional dapat diklasifikasikan untuk melihat apa yang seharusnya
dilakukan. Klasifikasi ini dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut tujuan dan
aktivitasnya, organisasi internasional dapat dilihat menjadi beberapa bagian berikut:
1. Organisasi yang bertujuan untuk mendorong dan meningkatkan hubungan
cooperative di antara dua negara yang tidak terlibat konflik
2. Organisasi yang bertujuan untuk menurunkan tingkat konflik di antara negara
anggota melalui jalan manajemen konflik ataupun melalui pencegahan konflik
3. Organisasi yang bertujuan untuk mengadakan confrontation untuk negara-negara
anggota yang beradu pendapat

Klasifikasi organisasi internasional lainnya bisa dilihat menurut keanggotaannya, antara lain:
1. Organisasi internasional dengan keanggotaan mencakup skala global dengan
tujuan yang bersifat umum. Salah satu contohnya adalah Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB).
2. Organisasi internasional dengan keanggotaan mencakup skala global namun
dengan tujuan yang lebih spesifik. Salah satu contohnya adalah World Health
Organization (WHO).
3. Organisasi internasional dengan keanggotaan mencakup skala regional dan
dengan tujuan yang bersifat global. Salah satu contohnya adalah Association of
South East Asian Nation (ASEAN).

Subjek hukum internasional selanjutnya adalah Organisasi Palang Merah


Internasional. Organisasi Palang Merah Internasional menjadi subyek hukum
internasional karena sejarah. Dan kedudukannya diperkuat oleh perjanjian serta Konvensi
Palang Merah tentang perlindungan korban perang. Palang Merah Internasional memainkan
peranan yang sangat penting sebagai promotor dalam Hukum Humaniter Internasional, hal ini
terbukti dari banyaknya andil komite Palang Merah Internasional dalam penyempurnaan
Hukum Humaniter Internasional.

Dengan berbagai andil yang dilakukan Komite Palang Merah Internasional, itu
menjadikannya sebagai subjek hukum internasional yang secara eksplisit menurut Hukum
Humaniter Internasional yang berperan sebagai otoritas pengawas dan promotor dalam upaya
penguatan Hukum Humaniter Internasional agar tetap ditaati dan diimplementasikan dalam
situasi konflik dan perang. Sebagai promotor Hukum Humaniter Internasional, Komite
Palang Merah Internasional telah membuktikannya dengan membawa mandat mulianya
dalam upaya mengatasi kejahatan terhadap kemanusiaan sesuai dengan Konvensi Jenewa
1949 dan terjun langsung ke tempat-tempat terjadinya konflik.

Vatikan merupakan subjek hukum internasional karena diakui oleh negara-negara di


dunia dan menjadi pihak pada perjanjian-perjanjian internasional dan juga menjadi anggota
pada beberapa organisasi internasional. Negara yang pertama mengakui Vatikan sebagai
subjek hukum internasional adalah Italia melalui Pakta Lateran yang ditandatangani pada
1929, yang secara historis Pakta Lateran juga menjadi dasar berdirinya negara kota Vatikan
(Vatican city state). Dalam hubungan internasional, negara Vatikan dikenal juga dengan
nama “Tahta Suci”.

Pakta Lateran tersebut pada sisi lain dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas
eksistensi Tahta Suci sebagai pribadi hukum internasional yang berdiri sendiri, walaupun
tugas dan kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas
pada bidang kerohanian dan kemanusiaan, sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja.
Namun wibawa Paus sebagai pemimpin tertinggi Tahta Suci dan umat Katholik sedunia,
sudah diakui secara luas di seluruh dunia. Oleh karena itu, banyak negara membuka
hubungan diplomatik dengan Tahta Suci, dengan cara menempatkan kedutaan besarnya di
Vatikan dan demikian juga sebaliknya Tahta Suci juga menempatkan kedutaan besarnya di
berbagai negara.

Pihak yang berperang juga termasuk kedalam subjek hukum internasional karena
menurut hukum internasional, dalam keadaan tertentu, pihak yang berperang atau
pemberontak dapat memperoleh posisi dan hak sebagai pihak yang bersengketa. Situasi ini
ditentukan oleh pihak ketiga.
Seiring berjalannya waktu, gerakan pembebasan mendapat pengakuan. Misalnya,
ketika Presiden Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Almarhum Yasser Arafat,
menghadiri sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada sidang 1974-1975,
dimana ia diakui sebagai pemimpin gerakan dan kepala suatu negara. Sebelumnya, Majelis
Umum PBB membahas keberadaan PLO sebagai pihak yang berkepentingan dalam urusan
Timur Tengah. Dengan ditetapkannya Resolusi PBB 3120, PLO dipandang sebagai pihak
yang berkepentingan terhadap konflik Timur Tengah dan memiliki status negara meskipun
tidak memiliki wilayah dan pemerintahan yang diakui menurut hukum internasional.
Pihak yang berperang atau pemberontakan juga pada awalnya muncul karena masalah
internal sebuah negara berdaulat. Oleh karena itu, penyelesaiannya sepenuhnya diserahkan
kepada negara yang bersangkutan. Namun, jika pemberontakan menjadi bersenjata dan terus
berkembang, seperti perang saudara, dengan konsekuensi yang jauh melampaui kemanusiaan,
dan bahkan menyebar ke negara lain, maka salah satu sikap yang dapat diambil adalah
pengakuan keberadaan atau penerimaan pemberontak sebagai orang yang merdeka. Bahkan
sikap ini akan dilihat sebagai tindakan bermusuhan oleh pemerintah negara tempat
pemberontakan terjadi. Dengan pengakuan ini, berarti dari sudut pandang negara yang
mengakuinya, kaum pemberontak menduduki status sabagai pribadi atau subjek hukum
internasional.
Sebenarnya bagaimana sih kita dapat mengatakan bahwa suatu perusahaan adalah
obyek hukum? Perusahaan mempunyai hak yang sama dengan orang perorangan, tetapi
perbedaan antara orang perorangan (natuurlijk persoon) dan badan hukum (rechts persoon)
terletak pada hak-hak pribadi tertentu yang bukan milik, seperti warisan, perkawinan,
memiliki dan menerima anak, serta membuat wasiat, dll.
Para ahli sering mendefinisikan perusahaan sebagai badan hukum yang memiliki hak
dan kewajiban (zelfstandige drager van rechten en verpichtingen). Dikatakan sebagai
bentukan hukum karena perusahaan sebenarnya merupakan ciptaan hukum atau fiktif yang
sengaja dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
Akibatnya perusahaan mempunyai kewajiban tersendiri (eigen aansprakelijkheid),
dapat mengajukan gugatan, gugatan dan mempunyai harta kekayaan sendiri di luar hak dan
kewajiban pengurus, anggota atau pendiri. Karena mempunyai hak dan kewajiban sendiri,
maka perusahaan dianggap sebagai subjek hukum.
Dan yang terakhir ada individu. Individu adalah salah satu subjek hukum
internasional, yaitu bahwa individu dapat dimintai juga pertanggungjawaban secara hukum
jika terdapat tindakan-tindakan yang diduga merupakan pelanggaran terhadap kaidah hukum
internasional. Contohnya ada pada proses peradilan yang dilaksanakan di Nurnberg dan
Tokyo, bahwa para pelaku pelanggaran hukum tersebut dituntut sebagai individu yaitu
diantaranya kejahatan terhadap perdamaian, kejahatan terhadap perikemanusiaan,
pelanggaran terhadap hukum perang dan juga rencana jahat untuk mengadakan tindak
kejahatan.
Perkembangan terhadap kaidah hukum internasional yang memberikan hak dan
kewajiban serta tanggung jawab secara langsung kepada individu bertambah pesat, terutama
setelah tejadinya Perang Dunia II yaitu ketika lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi
Manusia pada tanggal 10 Desember 1948 yang diikuti dengan hadirnya beberapa konvensi
hak asasi manusia di berbagai daerah, dan hal ini semakin menguatkan bahwa individu
sebagai subyek hukum internasional yang mandiri. Ada beberapa dasar hukum yang
menyatakan bahwa individu sebagai subjek hukum internasional ialah :
1. Perjanjian Versailles 1919 pasal 297 dan 304
2. Perjanjian Uppersilesia 1922
3. Keputusan Permanent Court of Justice 1928
4. Perjanjian London 1945 (Inggris, Perancis, Rusia, dan USA)
5.  Konvensi Genocide 1948.
Semua yang sudah dibahas ini termasuk kedalam subjek hukum internasional karena
mereka semua adalah pihak yang mempunyai kemampuan untuk mengajukan klaim,
mengadakan dan membuat perjanjian, mempertahankan miliknya serta kekebalan-
kekebalannya juga memiliki kewenangan untuk melakukan hubungan hukum atau bertindak
menurut ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai