Sumber:
Titik Triwulan Tutik. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. Civic Education Antara Realitas Politik dan Implementasi
Hukumnya.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang Kewarganegaraan
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/19405/2/T1_312015139_BAB
%20II.pdf
B. Dalam Konvensi Monteveido tahun 1993 dijelaskan mengenai 4 (empat) kriteria yang
menjadi dasar pengakuan suatu negara, yaitu permanent population, defined territory,
government, dan capacity to enter into relations with other states. Tetapi, terdapat
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan suatu negara walaupun tidak memiliki
wilayah yang tetap (defined territory), namun masih bisa diakui sebagai sebuah negara,
seperti negara Palestina. Seperti yang kita ketahui, Palestina terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu Jalur Gaza, Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Namun karena adanya konflik dengan
Israel, sehingga Jalur Gaza dan Tepi Barat dipisahkan dan sampai sekarang masih
dibawah kendali Israrel. Pemisahan wilayah tersebut menjadikan Palestina tidak bisa
mengendalikan secara penuh terhadap wilayah negaranya sendiri.
Dalam permasalahn tersebut, PBB kemudian menyatakan bahwa integritas wilayah
Palestina sudah diakui dan ditetapkan keberdaannya oleh International Court Justice
dan Resolusi Majelis Umum Dewan Keamanan Nasional PBB. Dengan adanya
pernyataan tersebut membuat Palestina tetap pada kriteria defined territory, walaupun
salam realitnya Palestina memiliki keterbatasan pengendalian akan wilayah negaranya
sendiri. Keterbatasan pengendaliannya tersebut, mengakibatkan Israel menjadi
pendnduk negara asing.
Sumber:
Aljazeera America, 2014, dan United Nations General Assembly
https://media.neliti.com/media/publications/18064-ID-prinsip-pengakuan-dalam-
pembentukan-negara-baru-ditinjau-dari-hukum-internasiona.pdf
M.Syuib. Negara Palestina dalam Perspektif Hukum Internasional
3. Yurisdiksi yang digunakan oleh International Criminal Court (ICC ) adalah yurisdiksi
internasional, yang memiliki makna yaitu suatu negara atau organisasi internasional
untuk dapat menuntut seorang kriminal tanpa memandang tempat dan siapa pelaku
kriminal tersebut bagi negaranya. Kriminal tersebut melakukan tindakan yang
melanggar hukum internasional yang memiliki sifat ius cogens, yang artinya kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan genosida merupakan tindak pidana
internasional dibawah yurisdiksi ICC. Perihal Yurisdiksi ICC ini diatur dalam Statuta Roma
1998.
Sumber:
Statuta Roma 1998
https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/IMPLIKASI%20RATIFIKASI%20STATUTA
%20ROMA%201998%20BAGI%20PENEGAKKAN%20HUKUM%20DAN%20HAM%20DI
%20INDONESIA_ApriyaniDewiAzis.pdf
4. A. Legal Personality memiliki pengertian yaitu suatu hal yang harus dimiliki oleh
organisasi internasional agar organisasi internasioal menjadi subjek hukum
internasional. Subjek hukum internasional merupakan salah satu hal penting agar
organisasi internasional dapat melakukan hak dan kewajiban selayaknya negara. Oleh
sebab itu, setiap negara yang terlibat kerjasama mendapatkan konsekuensi hukum yang
harus ditanggung jika ditemukannya pelanggaran dalam sebuah perjanjian kerjasama
internasional. Legal Personality of International Organisations menyebutkan bahwa,
sebuah Organisasi Internasional dapat memperoleh legal personality dengan aspek
utama yaitu jika suatu entitas (organisasi internasional) memiliki hak dan kewajiban atas
nama mereka sendiri. Kemudian timbul lah sebuah dampak atas adanya legal
personality ini, pertama, memiliki status sebagai subjek hukum dalam hukum
internasional dan kedua memiliki konsekuensi untuk mengemban tanggung jawab
hukum. Sehingga, memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab di mata internasional
dan diminta pertanggungjawaban internasional selama hukum tersebut masih berlaku.
Sumber:
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27239/160200192.pdf?
sequence=1&isAllowed=y#:~:text=Legal%20personality%3A%20adalah%20karakteristik
%20bagi,internasional%20dan%20mengajukan%20klaim%20internasional
https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/18865/2304AvhSJG.pdf?sequence=3
Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian antar negara diatur dalam Konvensi Wina
mengenai Hukum Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1969 dan mulai
diberlakukan pada tahun 1980. Namun, organisasi internasional berbeda halnya dengan
negara dalam membuat perjanjian internasional. Hal ini juga menjadi alasan mengapa di
dalam Konvensi Wina tahun 1969 mengenai perjanjian internasional antar negara tidak
meliputi perjanjian yang dibuat antar organisasi internasional. Terdapat beberapa
pertimbangan bahwa Organisasi internasional memiliki sifat khusus dibanding dengan
negara dalam membuat perjanjian internasional, seperti: (1) kewenangan organ dan
prosedur internalnya, (2) perundingan dan kesepakatan untuk membuat perjanjian
internasional, (3) bentuk dari perjanjian, (4) prosedur penyelesaian sengketa, dan (5)
revisi dan penghentian perjajian. Selain itu juga sifat organisasi internasional untuk
membuat perjanjian internasional harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu, pendirian
organisasi internasional harus jelas dengan didasarkan pada perjanjian internasional,
organisasi tersebut harus memenuhi beberapa elemen seperti sebuah organisasi harus
memiliki suatu organ atau beberapa organ yang mengidentifikasikan terpisah dari
kemauan negara negara-negara anggota secara individu, dan organisasi tersebut harus
bekerja sesuai dengan fungsi dari bidang organisasi internasional tersebut jika hendak
ada hubungan dengan dengan pihak lain.
Sumber:
https://repository.unikom.ac.id/31097/1/Microsoft%20Word%20-%20BAB-I.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/39020-EN-perjanjian-internasional-yang-
dibuat-oleh-organisasi-internasional.pdf