Anda di halaman 1dari 4

1. A.

Populasi permanen adalah sekumpulan masyarakat yang secara permanen tinggal di


negara yang bersangkutan. Masyrakat yang tinggal di negara tersebut menjadi
penduduk negara atau warga negara. Menurut Soepomo, penduduk ialah orang yang
sah bertempat tinggal di suatu negara. Arti kata sah dalam pengertian tersebut adalah
tidak melanggar dan tetap menaati aturan negara. Penduduk dalam suatu negara
terbagi atas 2 (dua) tipologi, yaitu penduduk yang merupakan warga negara yang
merupakan golongan mayoritas pada jumlah penduduknya, tinggal secara permanen
dalam wilayah negaranya, dan mempunyai hubungan khusus dan timbal balik dengan
negara tersebut. Kedua, bukan warga negara dari negara bersangkutan atau orang
asing, dan bisa juga orang yang tidak memiliki status kewarganegaraannya. Mengenai
dua macam penduduk ini di Indonesia diatur dalam Pasal 26 Ayat (1) UUD 1945, warga
negara dibagi menjadi dua yaitu warga negara asli dan warga negara asing. Selanjutnya,
dalam Pasal 1 UU No. 12 Tahun 2009 tentang Kewarganegaraan RI bahwa Warga Negara
Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Sumber:
Titik Triwulan Tutik. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca-Amandemen.
Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi. Civic Education Antara Realitas Politik dan Implementasi
Hukumnya.
Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Undang-Undang Kewarganegaraan
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/19405/2/T1_312015139_BAB
%20II.pdf

B. Dalam Konvensi Monteveido tahun 1993 dijelaskan mengenai 4 (empat) kriteria yang
menjadi dasar pengakuan suatu negara, yaitu permanent population, defined territory,
government, dan capacity to enter into relations with other states. Tetapi, terdapat
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan suatu negara walaupun tidak memiliki
wilayah yang tetap (defined territory), namun masih bisa diakui sebagai sebuah negara,
seperti negara Palestina. Seperti yang kita ketahui, Palestina terbagi menjadi tiga bagian,
yaitu Jalur Gaza, Yerusalem Timur dan Tepi Barat. Namun karena adanya konflik dengan
Israel, sehingga Jalur Gaza dan Tepi Barat dipisahkan dan sampai sekarang masih
dibawah kendali Israrel. Pemisahan wilayah tersebut menjadikan Palestina tidak bisa
mengendalikan secara penuh terhadap wilayah negaranya sendiri.
Dalam permasalahn tersebut, PBB kemudian menyatakan bahwa integritas wilayah
Palestina sudah diakui dan ditetapkan keberdaannya oleh International Court Justice
dan Resolusi Majelis Umum Dewan Keamanan Nasional PBB. Dengan adanya
pernyataan tersebut membuat Palestina tetap pada kriteria defined territory, walaupun
salam realitnya Palestina memiliki keterbatasan pengendalian akan wilayah negaranya
sendiri. Keterbatasan pengendaliannya tersebut, mengakibatkan Israel menjadi
pendnduk negara asing.
Sumber:
Aljazeera America, 2014, dan United Nations General Assembly
https://media.neliti.com/media/publications/18064-ID-prinsip-pengakuan-dalam-
pembentukan-negara-baru-ditinjau-dari-hukum-internasiona.pdf
M.Syuib. Negara Palestina dalam Perspektif Hukum Internasional

2. Berdasarkan kasus tersebut, tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut


merupakan tindakan necessity, yang merupakan tindakan untuk melindungi warga
negaranya sendiri. Dalam kasus, aksi perampokan yang dilakukan oleh bandit telah
meluas sampai menyababkan terjadinya pembunuhan karena terjadinya krisis ekonomi
akibat pandemi Covid-19, dan polisi di kota Ytria tidak dapat berfungsi secara efektif
lagi. Perihal necessity sendiri juga disebutkan dalam Responsibility of States for
Internationally Wrongful Acts (2001) Article 25 Necessity 1a, yang berbunyi “Necessity
may not be invoked by a State as a ground for precluding the wrongfulness of an act not
in conformity with an international obligation of that State unless the act is the only way
for the State to safeguard an essential interest against a grave and imminent peril and
does not seriously impair an essential interest of the State or States towards which the
obligation exists, or of the international community as a whole". Selain itu juga dalam
Pasal 51 Piagam PBB telah memberikan hak membal diri (self defense) yang dapat
digunakan jika suatu negara hendak mempertahankan diri dari sebuah serangan atau
ancaman dari negara lain. Dalam kasus ini, serangakn kelompok kaum gipsi dari Platinia
yang merampok kantor walikota. Penggunaan hak self defense ini harus segera
dilaporkan kepada Dewan Keamanan PBB agar dapat ditindak lanjuti atau di proses oleh
Dewan Keamanan PBB dengan menggunakan perundingan hingga kekuatan milter.

3. Yurisdiksi yang digunakan oleh International Criminal Court (ICC ) adalah yurisdiksi
internasional, yang memiliki makna yaitu suatu negara atau organisasi internasional
untuk dapat menuntut seorang kriminal tanpa memandang tempat dan siapa pelaku
kriminal tersebut bagi negaranya. Kriminal tersebut melakukan tindakan yang
melanggar hukum internasional yang memiliki sifat ius cogens, yang artinya kejahatan
terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan genosida merupakan tindak pidana
internasional dibawah yurisdiksi ICC. Perihal Yurisdiksi ICC ini diatur dalam Statuta Roma
1998.

Sumber:
Statuta Roma 1998
https://rechtsvinding.bphn.go.id/jurnal_online/IMPLIKASI%20RATIFIKASI%20STATUTA
%20ROMA%201998%20BAGI%20PENEGAKKAN%20HUKUM%20DAN%20HAM%20DI
%20INDONESIA_ApriyaniDewiAzis.pdf

4. A. Legal Personality memiliki pengertian yaitu suatu hal yang harus dimiliki oleh
organisasi internasional agar organisasi internasioal menjadi subjek hukum
internasional. Subjek hukum internasional merupakan salah satu hal penting agar
organisasi internasional dapat melakukan hak dan kewajiban selayaknya negara. Oleh
sebab itu, setiap negara yang terlibat kerjasama mendapatkan konsekuensi hukum yang
harus ditanggung jika ditemukannya pelanggaran dalam sebuah perjanjian kerjasama
internasional. Legal Personality of International Organisations menyebutkan bahwa,
sebuah Organisasi Internasional dapat memperoleh legal personality dengan aspek
utama yaitu jika suatu entitas (organisasi internasional) memiliki hak dan kewajiban atas
nama mereka sendiri. Kemudian timbul lah sebuah dampak atas adanya legal
personality ini, pertama, memiliki status sebagai subjek hukum dalam hukum
internasional dan kedua memiliki konsekuensi untuk mengemban tanggung jawab
hukum. Sehingga, memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab di mata internasional
dan diminta pertanggungjawaban internasional selama hukum tersebut masih berlaku.

Sumber:
http://repositori.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/27239/160200192.pdf?
sequence=1&isAllowed=y#:~:text=Legal%20personality%3A%20adalah%20karakteristik
%20bagi,internasional%20dan%20mengajukan%20klaim%20internasional

https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/18865/2304AvhSJG.pdf?sequence=3

B. Organisasi Internasional adalah kolektivitas dari entitas-entitas yang independen,


organized cooperation (Kerjasama yang terorganisir) dalam bentuk yang lebih konkret.
Para sarjana hukum juga membut beberapa definisinya mengenai oragnisais
internasional, salah satunya pengertian International organization (organisasi
internasional) menurut Peter Malanczuk dalam bukunya yang berjudul "Akehurst’s
Modern Introduction to International Law”, lahir melalui sebuah kesepakatan atau
perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara, berjumlah dua atau lebih.
Maka, yang dapat menjadi anggota dalam international organization ialah negara-
negara, yang menjadikannya terkategori sebagai salah satu subyek hukum internasional.
Terdapat beberapa contoh lembaga yang termasuk dalam kategori ini, yaitu Liga
Bangsa-Bangsa, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian antar negara diatur dalam Konvensi Wina
mengenai Hukum Perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1969 dan mulai
diberlakukan pada tahun 1980. Namun, organisasi internasional berbeda halnya dengan
negara dalam membuat perjanjian internasional. Hal ini juga menjadi alasan mengapa di
dalam Konvensi Wina tahun 1969 mengenai perjanjian internasional antar negara tidak
meliputi perjanjian yang dibuat antar organisasi internasional. Terdapat beberapa
pertimbangan bahwa Organisasi internasional memiliki sifat khusus dibanding dengan
negara dalam membuat perjanjian internasional, seperti: (1) kewenangan organ dan
prosedur internalnya, (2) perundingan dan kesepakatan untuk membuat perjanjian
internasional, (3) bentuk dari perjanjian, (4) prosedur penyelesaian sengketa, dan (5)
revisi dan penghentian perjajian. Selain itu juga sifat organisasi internasional untuk
membuat perjanjian internasional harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu, pendirian
organisasi internasional harus jelas dengan didasarkan pada perjanjian internasional,
organisasi tersebut harus memenuhi beberapa elemen seperti sebuah organisasi harus
memiliki suatu organ atau beberapa organ yang mengidentifikasikan terpisah dari
kemauan negara negara-negara anggota secara individu, dan organisasi tersebut harus
bekerja sesuai dengan fungsi dari bidang organisasi internasional tersebut jika hendak
ada hubungan dengan dengan pihak lain.

Sumber:
https://repository.unikom.ac.id/31097/1/Microsoft%20Word%20-%20BAB-I.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/39020-EN-perjanjian-internasional-yang-
dibuat-oleh-organisasi-internasional.pdf

Anda mungkin juga menyukai