Anda di halaman 1dari 9

soalnya ini yaa bang:

1.a. Unsur populasi yang permanen sebagai kriteria pertama terbentuknya


suatu negara merupakan unsur yang penting. Jelaskan dengan argumen
dan dasar hukum yang jelas mengenai pengertian “permanent population”
tersebut! *

Jawaban :

Rakyat atau masyarakat merupakan unsur utama terbentuknya suatu negara.


Jika membicarakan negara, maka sebenarnya yang dibicarakan adalah
masyarakat manusia, sehingga adanya manusia merupakan suatu keharusan,
dan manusia itu berbentuk kelompok mayarakat. Terbentuknya kelompok
masyarakat karena manusia dalam kenyataannya adalah makhluk sosial (zoon
politicon), sebagaimana pendapat Aristoteles. Hidup bermasyarakat merupakan
suatu kelompok yang mempunyai ide dan cita-cita serta keinginan untuk
bersatu. Dalam pengamatan ilmu modern adanya ide atau cita-cita untuk bersatu
serta kesatuan senasib dan seperjuangan disebut sebagai tekad untuk
membentuk suatu nation (bangsa). Oleh karena itu pengertian masyarakat
tersebut menjadi pengertian rakyat, yang berarti lebih condong ke arah konsepsi
politik.

Oppeinheim-Lauterpacht Pakpahan mengatakan bahwa yang dimaksud dengan


rakyat adalah kumpulan manusia dari kedua jenis kelamin yang hidup bersama.
Mereka merupakan suatu masyarakat meskipun berasal dari keturunan yang
lain, menganut kepercayaan yang berbeda, atau memiliki warna kulit yang tidak
sama.

Pada umumnya penduduk suat negara terdiri dari 2 (dua) tipologi. Pertama,
penduduk yang merupakan warga negara yang disetiap negara merupakan
mayoritas dari jumlah penduduknya, dimana penduduk tersebut secara
permanendidalam wilayah negara yang bersangkutan serta memiliki hubungan
khusus dan timbal balik dengan negara tersebut. Kedua, penduduk yang bukan
warga negara adalah orang asing atau orang yang bukan warga negara dari
negara yang bersangkutan atau ada juga orang yang tidak mempunyai status
kewarganegaraan (stateless).

Dasar Hukum :
Pasal 1 Montevideo convention 27 December 1933 tentang Hak dan Kewajiban
Negara, menetapkan empat syarat keberadaan negara, yaitu : (1) ada penduduk
tetap (a permanent population). Penduduk tetap maksudnya warga negara bukan
sekedar penduduk. Tidak mungkin ada negara kalau penduduknya
berkewarganegaraan lain (orang asing); (2) ada wilayah tertentu (a defined
territory). Setiap negara harus memiliki wilayah atau teritorial yang nampak
nyata dengan batas-batas yang dapat dikenali baik dalam arti faktual maupun
yuridis; (3) ada pemerintahan (a government) yaitu alat-alat kelengkapan yang
menjalankan negara dan pemerintahan; (4) kemampuan untuk secara mandiri
melakukan hubungan dengan negara lain (a capacity to enter into relations with
other states).
1.b. Sebagai bukti bahwa suatu negara memiliki kapasitas untuk
melakukan hubungan dengan negara lain, setiap negara yang baru
terbentuk dapat diakui pembentukannya oleh negara lain. Berikan
argumen dengan dasar hukum dan contoh apakah hanya kriteria yang
dituangkan dalam Konvensi Montevideo 1933 saja yang dapat menjadi
dasar pengakuan suatu negara!

Jawaban :

Untuk mengakui Suatu Negara baru pada umumnya Negara–negara memakai


kriteria, antara lain sebagai berikut;
1. Keyakinan adanya stabilitas di Negara tersebut
2. Dukungan umum dari Masyarakat atau Penduduk
3. Kesanggupan dan kemauan untuk melaksanakan kewajibankewajiban
Internasional.

Dalam kaitanya dengan itu Ivan Shearer menyatakan bahwa pengakuan yang
akan diberikan oleh Negara-negara dihadapkan pada dilema dan pada umumnya
disebabkan oleh dua alasan. Pengakuan lebih terkait dengan kebijakan dibanding
persoalan hukum, sebagaimana yang terlihat dalam praktek Negara-negara.
Kebijakan Negara yang memberikan pengakuan didasarkan pada pertimbangan-
pertimbangan yang terkait dengan menjaga kepentinganya sendiri. Dalam hal
pemberian pengakuan terdapa pertimbangan politis seperti persoalan
perdagangan yang sangat mempengaruhi proses pengakuan. Selanjutnya,
terdapat sebuah kecenderungan dalam praktek bahwa pemberian pengakuan
dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip hukum, tidak lebih sebagai kedok
bagi sebuah keputusan politik.

Secara pengakuan hukum internasional, selain Konvensi Montevideo 1933


belum ditemukan dasar hukum yang dapat menjadi dasar pengakuan suatu
negara.

2. Soal tentang Tanggung Jawab Negara (25 poin)


Republik Osmia Selatan dan Republik Platinia adalah dua negara daratan
(landlocked states) yang bertetangga. Secara ekonomi Platina lebih
makmur dibandingkan Osmia selatan. Kedua negara berbatasan secara
langsung yang dibatasi oleh sungai Iridia. Sepanjang perbatasan negara,
hanya ada jembatan Rhod sebagai satu-satunya perlintasan resmi bagi
kedua negara. Jembatan ini menghubungkan kota Ytria (Osmia Selatan)
dan Zircona (Platinia).

Karena adanya krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19, banyak


masyarakat di kedua negara yang jatuh miskin, terutama di daerah
perbatasan yang jauh dari ibu kota. Polisi di kota Ytria tidak berfungsi
efektif dalam menjaga keamanan. Sementara aksi perampokan oleh bandit
semakin meluas di sana, bahkan tidak jarang bandit beraksi dengan
membunuh korbannya. Atas kondisi ini, sudah lazim dan dimungkinkan
bagi Undang-undang bagi warga kota Ytria untuk menyewa kontraktor
keamanan swasta yakni satuan pengamanan bersenjata untuk
mengamankan harta benda dan nyawa mereka.

Di suatu malam, kontraktor keamanan yang disewa oleh Kantor Walikota


Ytria menembak sekelompok orang yang diduga bandit yang akan
merampok kantor wali kota. Tidak ada yang selamat dari kelompok
tersebut yang dapat menceritakan kronologisnya. Diketahui kemudian,
kelompok tersebut adalah kelompok nomaden (semacam kaum gipsi) dari
Platinia, dan seluruhnya adalah WN Platinia. Pemerintah Platinia
mengecam tindakan tersebut melalui saluran diplomatik.

Dapatkah Pemerintah Republik Osmia Selatan bertanggung jawab secara


internasional? Jelaskan analisis saudara. *

Jawaban :

Tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan prinsip fundamental


dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin para ahli hukum
internasional. Tanggung jawab negara timbul bila terdapat pelanggaran atas
suatu kewajiban internasional untuk berbuat sesuatu, baik kewajiban tersebut
berdasarkan perjanjian internasional maupun berdasarkan pada kebiasaan
internasional.

Di samping itu tanggung jawab negara (state responsibility) muncul sebagai


akibat dari adanya prinsip persamaan dan kedaulatan negara (equality and
sovereignty of state) yang terdapat dalam hukum internasional. Prinsip ini
kemudian memberikan kewenangan bagi suatu negara yang terlanggar haknya
untuk menuntut suatu hak yaitu berupa perbaikan (reparation). Meskipun suatu
negara mempunyai kedaulatan atas dirinya, tidak lantas negara tersebut dapat
menggunakan kedaulatannya tanpa menghormati kedaulatan negara-negara
lain. Didalam hukum internasional telah diatur bahwa kedaulatan tersebut
berkaitan dengan kewajiban untuk tidak menyalahgunakan kedaulatan itu
sendiri, karena apabila suatu negara menyalahgunakan kedaulatannya, maka
negara tersebut dapat dimintai suatu pertanggungjawaban atas tindakan dan
kelalaiannya.

Menurut Malcolm N. Shaw ada 3 (tiga) karakter esensial dari suatu


pertanggungjawaban negara, yakni:
1. The existence of an international legal obligation in force as between two
particular states,
2. There has occured an act or omission which violates that obligation and which is
imputable to the state responsible; dan
3. That loss or damage has resulted from the unlawful act or ommission.

Dari ketiga karakter pertanggungjawaban negara menurut Shaw di atas, terdapat


3 (tiga) unsur yang harus dipenuhi suatu negara agar dapat dimintai
pertanggungjawabannya. Pertama, yaitu harus terdapat kewajiban internasional
yang mengikat pada negara yang akan dimintakan pertanggungjawabannya.
Kedua, adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang mengakibatkan dilanggarnya
suatu kewajiban internasional suatu negara yang kemudian menimbulkan
tanggung jawab bagi negara tersebut. Terakhir adalah adanya kerusakan atau
kerugian yang ditimbulkan karena perbuatan serta kelalaian yang dilakukan oleh
negara tersebut. Jadi secara implisit Shaw menyatakan bahwa negara yang
hendak dimintai pertanggungjawabannya harus memenuhi ketiga unsur di atas
dan apabila salah satu dari unsur pertanggungjawaban negara tersebut tidak
terpenuhi maka suatu negara tidak dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Pemerintah Republik Osmia Selatan tidak dapat
dimintai pertanggungjawabannya karena tidak terdapat kewajiban internasional
yang mengikat pada negara yang akan dimintakan pertanggungjawabannya.
Tidak ada satupun bukti yang dapat membuktikan bahwa Pemerintah Republik
Osmia Selatan memiliki keterlibatan dalam kerusakan atau kerugian yang
ditimbulkan karena perbuatan serta kelalaian yang dilakukan oleh negara
tersebut. Dengan demikian Pemerintah Republik Osmia Selatan tidak dapat
dimintai pertanggungjawabannya

3. Soal Yurisdiksi (25 poin)


Al Bashir yang merupakan kepala negara dari Negara Sudan, dituduh
melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang dan juga
genosida di negaranya sejak tahun 2005. Sayangnya, Sudan tidak memiliki
kemauan untuk menuntut kejahatan yang telah dilakukan oleh Al Bashir
dan sampai saat ini Al Bashir masih tetap menjabat sebagai kepala negara
dan bebas. Akhirnya, Dewan Keamanan PBB mengajukan situasi ke
International Criminal Court (ICC) untuk mengadili Al Bashir atas
tindakannya. ICC akhirnya mengeluarkan surat perintah penangkapan dan
meminta kepada seluruh negara peserta ICC untuk melakukan
penangkapan dan penyerahan Al Bashir apabila ia hadir di negaranya.

Berdasarkan penjelasan di atas, yurisdiksi apa yang digunakan?


Kemukakan jawaban saudara dengan mengidentifikasi perjanjian
internasional tentang ICC dan jelaskan yurisdiksi yang dimaksud *

Jawaban :

Jurisdiksi International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Pidana


Internasional berdasarkan artikel What is the International Criminal Court (ICC)
and what is its relationship with the UN ?:

The International Criminal Court (ICC) is an independent judicial body with


jurisdiction over persons charged with genocide, crimes against humanity and
war crimes.

Jika diterjemahkan secara bebas, ICC adalah badan peradilan independen yang
memiliki jurisdiksi terhadap individual yang diduga melakukan genosida,
kejahatan terhadap kemanusiaan, dan/atau kejahatan perang.
ICC dibentuk berdasarkan Statuta Roma 2002. Pasal 5 ayat (1) Statuta Roma
2002 menegaskan bahwa jurisdiksi tindak pidana yang menjadi kewenangan ICC
adalah:
a. Genosida;
b. Kejahatan terhadap kemanusiaan;
c. Kejahatan perang;
d. Agresi.

Pasal 11 ayat (1) Statuta Roma 2002 kemudian menambahkan bahwa:

The Court has jurisdiction only with respect to crimes committed after the entry
into force of this Statute.

Sehingga, ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan


setelah berlakunya Statuta Roma 2002 pada 1 Juli 2002.

ICC memiliki jurisdiksi terhadap kejahatan yang terjadi di wilayah negara pihak
Statuta Roma 2002 atau kejahatan yang dilakukan oleh warga negara pihak
Statuta Roma 2002 sebagaimana diterangkan Pasal 12 ayat (2) Statuta Roma
2002.

Menjawab pertanyaan Anda, berdasarkan Pasal 12 ayat (3) Statuta Roma 2002,
negara non-pihak atau yang tidak meratifikasi Statuta Roma 2002 dapat
membuat deklarasi untuk menerima jurisdiksi ICC, khusus untuk perkara terkait.

Selain itu, ICC hanya memiliki jurisdiksi terhadap orang perseorangan,dengan


batasan umur yang ditentukan Pasal 26 Statuta Roma 2002:

The Court shall have no jurisdiction over any person who was under the age of
18 at the time of the alleged commission of a crime.

Yang berarti bahwa ICC tidak memiliki jurisdiksi terhadap individu yang
berumur di bawah 18 tahun ketika melakukan kejahatannya.

Penjelasan di atas merupakan uraian singkat mengenai cakupan kejahatan,


waktu, wilayah, dan golongan perseorangan yang berada dalam jurisdiksi ICC.

Pelaksanaan Jurisdiksi ICC


Pasal 17 ayat (1) huruf a Statuta Roma 2002 berbunyi:

Having regard to paragraph 10 of the Preamble and article 1, the Court shall
determine that a case is inadmissible where:
The case is being investigated or prosecuted by a State w hich has jurisdiction
over it, unless the State is unwilling or unable genuinely to carry out the
investigation or prosecution;

Sesuai ketentuan tersebut, ICC akan menyatakan perkara tertentu tidak dapat
diterima, salah satunya, jika perkara tersebut sedang diinvestigasi atau dituntut
oleh negara yang memiliki jurisdiksi untuk menanganinya, kecuali negara
tersebut memang tidak berkeinginan (unwilling) atau tidak mampu (unable)
untuk melakukan investigasi atau penuntutan.
Dalam artikel How the Court works yang kami akses dari laman ICC, dijelaskan
bahwa:

The ICC is intended to complement, not to replace, national criminal systems; it


prosecutes cases only when States do not are unwilling or unable to do so
genuinely.

Pernyataan tersebut menegaskan posisi ICC sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (1)
Statuta Roma 2002, bahwa jurisdiksi ICC hanyalah bersifat complementary atau
melengkapi sistem hukum nasional, sehingga sepanjang negara yang memiliki
jurisdiksi masih berkeinginan dan mampu memproses perkara pidana tersebut,
maka ICC tidak memiliki jurisdiksi untuk mengadili.

Ketiadaan Hukum dalam Mengadili


Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Pasal 17 ayat (3) Statuta Roma 2002
menegaskan bahwa:

In order to determine inability in a particular case, the Court shall consider


whether, due to a total or substantial collapse or unavailability of its national
judicial system, the State is unable to obtain the accused or the necessary
evidence and testimony or otherwise unable to carry out its proceedings.

Dengan demikian, Statuta Roma menjelaskan bahwa salah satu tolak ukur bahwa
sebuah negara tidak mampu (unable) adalah tidak adanya sistem hukum
nasional.

Lalu, berdasarkan artikel Informal expert paper: The principle of


complementarity in practice (hal. 31) yang di akses dari laman ICC, salah satu
indikasi dari tidak adanya sistem hukum nasional adalah:

lack of substantive or procedural penal legislation rendering system


“unavailable”

Sehingga, salah satu indikasi negara yang tidak mampu memproses perkara
pidana adalah ketiadaan hukum yang berlaku. Maka, terhadap situasi yang
demikian, ICC dapat melaksanakan jurisdiksi untuk mengadilinya.

Yurisdiksi ICC
Pengadilan internasional yang berkedudukan di Den Haag-Belandaini dibentuk
melalui Statuta Roma (Rome Statute) 1998. Meskipun samasama berkedudukan
di Den Haag namun institusi ini tidak ada kaitannya dengan lembaga pengadilan
internasional lain yang merupakan salah satu organ utama PBB yaitu
International Court of Justice (ICJ) atau yang lebih kita kenal dengan Mahkamah
Internasional. ICJ dibentuk bersamaan dengan dibentuknya PBB pada tahun
1945, statutanya pun melekat pada piagam PBB (The Charter of United Nations)
dan anggarannya berdasarkan anggaran PBB.

Adapun ICC adalah independent institution, memiliki struktur organisasi sendiri


terlepas dari PBB demikian halnya dengan anggaran operasionalnya yang
didasarkan atas kontribusi negara-negara peserta dalam Statuta roma 1998.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ICC adalah subyek hukum internasional
yang memiliki international personality.Dengan demikian ICC dapat melakukan
berbagai international legal capacity dalam rangka pelaksanaan fungsinya.

ICC dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya di wilayah Negara anggota


juga dengan perjanjian khusus di wilayah Negara lain. Meskipun berkedudukan
di Den Haag Belanda, ICC dapat menyelenggarakan sidang-sidangnya di negara-
negara lain sesuai kebutuhan Berkaitan dengan yurisdiksi atau kewenangan
mengadili, maka ICC dibatasi oleh beberapa hal:
Pertama, berdasarkan subjek hukum yang dapat diadili atau personal
jurisdiction (rationae personae), ICC hanya dapat mengadili individu.(natural
person). Pelaku kejahatan dalam yurisiksi ICC harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya secara individu (individual responsibility), termasuk pejabat
pemerintahan, komandan baik militer muapun sipil.
Kedua, berdasarkan jenis kejahatan yang menjadi ruang lingkupnya atau
material jurisdiction (rationae materiae) maka yurisdiksi ICC adalah pada
kejahatan-kejahatan yang merupakan kejahatan paling serius (the most serious
crime) dalam pandangan masyarakat internasional yang diatur dalam Pasla 5-8
Statuta Roma 1998. Kejahatan-kejahatan dimaksud adalah sebagai berikut:
a. the crime of genocide
b. crimes against humanity
c. war crimes
d. the crime of agression

Ketiga, berdasarkan waktunya atau temporal jurisdiction (ratione temporis), ICC


hanya memiliki yurisdiksi terhadap kejahatan yang dilakukan setelah
berlakunya Statuta Roma, yaitu 1 Juli 2002. Bilaman suatu negara menjadi pihak
setelah berlakunya Statuta, maka ICC hanya memiliki yurisdiksi terhadap
kejahatan yang dilakukan setelah Statuta berlaku terhadap negara tersebut.
kecuali jika negara tersebut membuat deklarasi sebagaimana disyaratkan dalam
Pasal 12 paragraf 3 Statuta.

Keempat, berdasarkan wilayah tempat dilakukannya kejahatan atau territorial


jurisdiction ( rationae loci), maka ICC dapat mengadili kasus-kasus yang
diserahkan oleh negara peserta yang wilayahnya menjadi tempat dilakukannya
kejahatan internasional. Termasuk dalam pengertian ini adalah negara dimana
kapal atau pesawat didaftarkan jika kejahatan dilakukan di atas kapal atau
pesawat negara peserta. Di samping itu yurisdiksi ICC juga berlaku dalam
wilayah bukan negara pihak yang mengakui yurisdiksi ICC berdasarkan
deklarasi ad hoc.

Dari pasal di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun suatu negara bukan
negara peserta Statuta Roma namun ICC dapat memiliki yurisdiksi terhadap
pelaku kejahatan yang berasal dari negara tersebut bilamana kejahatan
dilakukan di wilayah negara peserta Statuta dan negara tersebut menyerahkan
kasus itu pada ICC. Di samping negara peserta, ICC juga dapat melaksanakan
yurisdikinya terhadap kasus yang diserahkan oleh Dewan Keamanan dalam
rangka BAB VII Piagam Dewan Keamanan. Namun demikian berkaitan dengan
Dewan Keamanan ini ternyata Statuta memberikan kewenangan pada Dewan
Keamanan untuk meminta ICC menunda pelaksanaan yurisdiksinya.

4. Soal mengenai Subyek Hukum Internasional


Organisasi internasional merupakan salah satu subjek penting di dalam
hukum internasional.

4.a. Jelaskan konsep organisasi internasional sebagai subjek hukum


internasional dalam kaitannya dengan konsep legal personality? Dari
mana suatu organisasi internasional memperoleh legal personality dan
apa dampak dari legal personality pada suatu organisasi internasional? *

Legal Personality adalah karakteristik bagi suatu organisasi internasional untuk


mempunyai hak dan kewajiban dalam hukum internasional dan mengajukan
klaim internasional. Suatu organisasi dapat dikategorikan sebagai organisasi
internasional jika memang dalam anggaran dasar pembentukannya (the
constituent treaty) secara eksplisit mengatakan demikian. Akan tetapi, seringkali
hal tersebut tidak secara eksplisit tercantum sehingga memerlukan penelusuran
lebih jauh untuk menentukan apakah suatu organisasi tersebut merupakan
organisasi internasional. Pada umumnya, hukum internasional diidentikkan
dengan hukum internasional publik, sehingga suatu organisasi internasional
harus memiliki kriteria sebagai public international organization dan harus
memiliki legal personality dengan kriteria :

1. Merupakan organisasi internasional publik yang permanen.


Organisasi tersebut dibentuk oleh perjanjian internasional, dilengkapi dengan
organ, dan diatur menurut hukum internasional.

2. Adanya pembagian kewenangan hukum dan tujuan antara organisasi tersebut


dan negara anggotanya.Organisasi itu mempunyai kewenangan untuk
mengambil keputusan yang mengikat anggotanya, dan bisa mewakili
kepentingannya sendiri dalam forum internasional, misalnya untuk ikut dalam
suatu perjanjian internasional.

3. Kewenangan hukum tersebut berlaku tidak hanya di sistem nasional satu atau
beberapa negara, tetapi juga berlaku di lingkup internasional. Organisasi
tersebut mempunyai kapasitas untuk bertindak dalam lingkup internasional.

4. b. Apa perbedaan Organisasi Internasional dengan Negara dalam hal


pembuatan suatu perjanjian internasional? *

Negara dinyatakan sebagai subyek hukum internasional yang pertama karena


kenyataan menunjukkan bahwa yang pertama melakukan hubungan
internasional adalah negara.

Aturan-aturan yang disediakan masyarakat internasional berupa aturan tingkah


laku yang harus ditaati oleh negara apabila negara-negara saling mengadakan
hubungan.
Negara yang menjadi subyek hukum internasional adalah negara yang merdeka,
berdaulat dan tidak merupakan bagian dari suatu negara. Artinya, mempunyai
pemerintahan sendiri secara penuh dan kekuasaan penuh terhadap warga
negara dalam lingkungan kewenangan negara itu.

International organization, menurut Peter Malanczuk dalam “Akehurst’s Modern


Introduction to International Law”, lahir melalui sebuah kesepakatan atau
perjanjian internasional yang dibuat oleh negara-negara, berjumlah dua atau
lebih. Sehingga, yang menjadi anggota dalam international organization adalah
negara-negara, yang menjadikannya terkategori sebagai salah satu subyek
hukum internasional.

DAFTAR PUSTAKA

Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional, CV Rajawali,


Jakarta, (selanjutnya disingkat Huala Adolf I), 1991

Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, PT.


Refika Aditama, Bandung, 2006.

M. Iman Santoso, Perspektif Imigrasi Dalam United Nation Convention Against


Transnational Organized Crime, Cet. 1, Jakarta: Perum Percetakan Negara RI,
2007.

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara Dalam Dimensi Hukum


Internasional, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2011.

Suryokusumo, Hukum organisasi internasional, Jakarta: UI-Press, 1990.

Anda mungkin juga menyukai