Anda di halaman 1dari 17

1

Tugas I Hukum Internasional

Rainy Hanifah Ihsani

11000119130654

Hukum Internasional Kelas E


2

Bab I

Subjek Hukum Internasional

Subjek hukum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu individu alami/orang perseorangan
(natuurlijke persoon) dan individu buatan/badan hukum (rechtpersoon).1 Subjek hukum
internasional adalah pemegang segala hak dan kewajiban menurut hukum internasional
sehingga memiliki kemampuan untuk mengadakan hubungan hukum yang melahirkan hak-
hak dan kewajiban.2 Kemampuan untuk  menjadi pendukung hak dan kewajiban
berdasarkan Hukum Internasional.  ( Legal capacity) ini antara lain meliputi :

1. Kemampuan untuk mengajukan klaim-klaim (How to make claims).

2. Kemampuan untuk mengadakan dan membuat perjanjian-perjanjian (How to make


agreements)

3. Kemampuan untuk  mempertahankan hak miliknya serta memiliki kekebalan-


kekebalam (To enjoy of privileges and immunities)

Kemampuan untuk menjadi pendukung hak dan kewajiban bagi subyek hukum Internasional
dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:

1. Dasar Hukum Berdirinya

2. Advisory opinion atau berdasarkan Keputusan atau Pendapat  “International Court of


justice”

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas, hukum internasional mengenal macam-macam
subjek hukum internasional yaitu :

1.1 Negara

Negara merupakan subyek hukum utama dari hukum internasional baik ditinjau secara
historis maupun secara faktual. Secara historis, negara merupakan subyek hukum
internasional pertama sebelum adanya subjek-subjek hukum internasional lainnya.

Menurut Henry Campell Black negara adalah sekumpulan orang yang secara permanen
menempati suatu wilayah yang diikatkan dengan hukum melalui pemerintahan dan mampu
mengawasi masyarakat dan harta bendanya serta mampu menyatakan perang dan damai
serta mampu melakukan hubungan internasional.

1
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht,
(Jakarta: PT Pradnya Paramita), hal 192
2
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional (Bandung: PT Alumni,
2018), hal 99
3

Agar suatu entitas dapat disebut sebagai negara, maka haruslah memenuhi unsur
tradisional yang tercantum dalam Pasal 1 Montevidio (Pan American) Convention on Rights
And Duties of State of 1933. Pasal tersebut berbunyi sebagai berikut : The State as person
of international law should posses the following qualification :

a. A permanent population

b. A defined territory

c. A government; and

d. A capacity to enter into relations with other State3

Penjelasan lebih lanjut mengenai Unsur unsur negara menurut montesvideo 1933 :

a) Ada wilayah :

 Tidak harus memiliki batas wilayah yang pasti sehingga apabila ada konflik wilayah
tetap diakui oleh HI asalkan adanya kejelasan kontrol dari pemerintah seperti hukum
masih berlaku di wilayah itu

 Dalam Hukum Internasional tidak ada batas minimum wilayah

b) Ada penduduk yang tetap yang mendiami suatu wilayah

 Tidak ada jumlah minimum penduduknya

c) Ada pemerintah yang sah

 Kelompok yang mengontrol dan memimpin penduduk yang memiliki wenwenang


mengelola dan mengatur baik keluar maupun kedalam.

 Memiliki kemampuan mengontrol

 Harus mampu bertindak secara mandiri tanpa menggangtungkan pada negara lain

d) Adanya kemampuan untuk melakukan hubungan dengan negara lain

 Yaitu Kemampuan secara yuridis yaitu mampu untuk melakukan perbuatan hukum
baik secara hukum nasional maupun internasional dan mengakui adanya
kewenangan tersebut

 Memiliki kedaulatan yang merdeka/ legal independensi : terdiri dari 3 aspek

3
Huala Adolf, Aspek Aspek Negara Dalam Hukum Internasional (Jakarta: Rajawali Pers, 1991) hal 2
4

A. Aspek territorial, negara memiliki kekuasaan penuh dan eksklusif sehingga hanya
negara dan pemerintah yang memiliki kekuasaan atas negara dan isinya.
(muncul asas territorial)

B. Aspek eksternal, negara memiliki kebebasan dalam menentukan hubungan


dengan negara lain tanpa adanya tekanan dan pengawasan dari negara lain

C. Aspek internal , negara memiliki hak ekskusif untuk menentukan bentuk bentuk
pemerintahannya sendiri seperti bentuk Lembaga dan hukumnya

Bentuk- Bentuk Negara :

1. Negara kesatuan adalah negara yang memberikan kekuasaan penuh pada


pemerintahnya untuk menjalankan kekuasaannya

2. Negara federasi yaitu gabungan dari beberapa negara bagian yang bersepakat untuk
membagi kekuasaan federal dengan kekuasaan negara bagian. Subjek hukumnya
negara federal

3. Negara konfederasi yaitu merupakan gabungan dari sejumlah Negara melalui suatu 
perjanjian internasional yang memberikan wewenang tertentu kepada
kobfederasiSubjek hukumnya yaitu negara negara anggotanya

4. Negara persemakmuran yaitu seperti negara bekas jajahan inggris. Namun saat ini
bukan subjek hukum karena tidak adanya internasional legal personalitynya.

5. Negara mikro, negara yang memiliki legal independensi sendiri namun untuk
wilayah, penduduk dan Sumber Daya Alamnyanya sangat minim . Untuk negara ini
dibebaskan dari kewajiban internasional dari PBB seperti mengirim pasukan
perdamaian.

6. Negara netral, yaitu negara swiss (diakui di kongres wina) dan Austria. Negara yang
integritas politiknya dijamin secara permanen dengan syarat tidak boleh menyerang
duluan negara lain kecuali untuk melindungi diri

7. Negara protektorat, yaitu negara merdeka yang memiliki kedaulatan penuh namun
negara ini berada dalam suatu perlindungan negara lain akibat perjanjian. Negara
maroko dengan prancis, Tunisia

8. Negara kondomium, karena suatu wilayah dilakukan penguasaan secara Bersama


contoh antartika yang pengusuannya oleh 12 negara . contoh Republik Vanuatu
yang kekuasannya berada dibawah inggris dan prancis
5

9. Negara perwalian, negara yang masih diawasi oleh dewan PBB karena belum
mampu untuk menjalankan pemerintahannya secara mandiri atau negara sedang
dalam kekosongan

 Hak-hak negara :
- Hak atas kemerdekaan (Pasal 1)
- Hak untuk melaksanakan jurisdiksi terhadap wilayah, orang, dan benda yang berada
dalam wilayahnya (Pasal 2)
- Hak untuk mendapatkan kedudukan hukum yang sama dengan negara lain (Pasal
5);
- Hak untuk menjalankan pertahanan diri sendiri atau kolektif (Pasal 12).

 Kewajiban-kewajiban negara :

- Kewajiban untuk tidak melakukan intervensi terhadap masalah-masalah yang terjadi


di negara lain (Pasal 3);
- Kewajiban untuk tidak menggerakan pergolakan sipil di negara lain (Pasal 4);
- Kewajiban untuk memperlakukan semua orang yang ada di wilayahnya dengan
memperhatikan hak-hak asasi manusia (Pasal 6);
- Kewajiban untuk menjaga wilayahnya agar tidak membahayakan perdamaian dan
keamanan internasional (Pasal 7);

1.2 Tahta Suci Vatikan

Tahta suci vatikan adalah subjek hukum internasional yang didasari oleh adanya Traktat
Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan
mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma4. Sebagai subjek hukum internasional, tahta
suci vatikan memiliki kedudukan yang setara dengan negara merdeka dengan dibuktikan
adanya perwakilan-perwakilan vatikan di setiap negara, meskipun pada dasarnya tugas dan
kewenangannya, tidak seluas tugas dan kewenangan negara, sebab hanya terbatas pada
bidang kerohanian dan kemanusiaan sehingga hanya memiliki kekuatan moral saja

Isi Traktat Lateran5 :

1. Menjamin kedaulatan paus di wilayah vatikan

2. Menjamin status katolik di italia


4
Heliarta, Mengenal Hukum Internasional (Tanggerang: Loka Aksara, 2019), hal 21-22
5
Penjelasan materi kuliah oleh Pak Nuswantoro
6

3. Melindungi negara vatikan yang baru muncul dan berdaulat

4. Pengakuan italia atas dasar eksistensi vatikan sebagai subjek hukum

5. Hanya sebatas keagamaan, kemanusian dan perdamaian sehingga pengakuan


sebagai subjek HI menjadi terbatas

Tahta Suci Vatikan turut pula bergabung dengan organisasi internasional sebagai yakni
dalam International Postal Union, the International Atomic Energy Agency dan the
International Telecommunication Union. Takhta Suci Vatikan juga terlibat dalam beberapa
perjanjian internasional, seperti the Convention on Stateless Persons 1954, the Convention
on Diplomatic Relations 1961, the Convention on Consular Relations 1963, dan the Vienna
Convention on the Law of Treaties 1969.

1.3 Organisasi Internasional

Organisasi internasional sebagai subjek dalam arti yang luas adalah organisasi yang
dibentuk oleh negara-negara yang biasa disebut dengan istilah “public international
organization”, tetapi juga yang dibentuk oleh badan-badan non-pemerintah atau “private
internasional organization”.6

Dasar Hukum Organisasai Internasional sebagai subyek Hukum Internasional adalah pasal
104 Piagam PBB Isi pasal 104 : The Organization shall enjoy in the territory of each of its
Members such legal capacity as may be necessary for the exercise of its functions and the
fulfilment of its purposes. Terjemahan : Organisasi akan menikmati di wilayah masing-
masing Anggota kapasitas hukum seperti yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan
pemenuhan tujuannya. Dalam subjek hukum organisasi internasional mencakup pula
organisasi regional atau subregional. Organisasi internasional sebagai badan multilateral
mempunyai prinsip keanggotaan yang universal, dengan kepentingan yang luas.
Sedangkan, organisasi regional mempunyai keanggotan yang terbatas, namun kepentingan
relatif luas7

Klasifikasi organisasi internasional menurut Theodore A Couloumbis dan James H. Wolfe :

1) Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan secara global dengan maksud


dan tujuan yang bersifat umum, contohnya adalah Perserikatan Bangsa Bangsa

6
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional (Jakarta: PT Tatanusa, 2007), hal 12
7
Ade Tiara Puteri Cornelesz, “Kedudukan Organisasi Internasional Sebagai Wadah Kerjasama Antar
Negara Menurut Kajian Hukum Internasional”, Lex Et Societatis, Vol. VI/No. 6/Agust/2018
7

2) Organisasi internasional yang memiliki keanggotaan global dengan maksud dan


tujuan yang bersifat spesifik, contohnya adalah World Bank, UNESCO, International
Monetary Fund, International Labor Organization, dan lain-lain;
3) Organisasi internasional dengan keanggotaan regional dengan maksud dan tujuan
global, antara lain: Association of South East Asian Nation (ASEAN), Europe Union.

Di dalam buku Bowett‟s Law of International Institution yang dimaksud dengan organisasi
internasional harus memenuhi beberapa karakteristik di bawah ini, yaitu:8

a. Its membership must be composed of states and/or other international organisations


b. It must be established by treaty or other instrument governed by international law,
such as resolution adopted in an international conference
c. It must have an autonomous will distinct from that of its members and be vested with
legal personality
d. It must be capable of adopting norms (in the broadest sense) addressed to its
members.”

(Terjemahan bebas: a. Keanggotaannya terdiri dari Negara-negara dan/atau organisasi


internasional lainnya; b. Harus didirikan berdasarkan perjanjian atau instrumen hukum
lainnya yang diatur oleh hukum internasional, seperti resolusi yang diadopsi pada saat
konferensi internasional c. Organisasi internasional memiliki hak autonomi yang berbeda
dengan anggotanya dan memiliki personalitas hukum; d. Sebuah organisasi
internasional memiliki kemampuan hukum untuk mengadopsi norma (dalam arti luas)
yang ditujukan kepada para anggotanya.)

Organisasi internasional bertujuan untuk memperkembangkan politik dan keamanan


nasional di satu pihak serta perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial di lain pihak.
Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan suatu keperluan akan
suatu organisasi untuk pencegahan konflik bersenjata, penghentiannya kalu sudah terjadi
dan penyelesaian pertikaian secara damai. Kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi dan
kesejahteraan sosial walaupun secara langsung tidak bersangkutan dengan masalah
perdamaian, tetapi aktivitas-aktivitas bidang-bidang tersebut merupakan kontribusi yang
berharga bagi usaha-usaha perdamaian.

1.4 Palang Merah Internasional

Palang merah internasional atau yang sering disebut dengan ICRC adalah jenis organisasi
internasional yang kemudian menjadi subjek hukum internasional tersendiri karena alasan
sejarah. Dasar hukum mengenasi status ICRC terdapat dalam Konvensi Jenewa 1949 dan
8
Philippe Sands Q.C. dan Pierre Klein, Bowett‟s Law of International Institutions (London: Sweet & Maxwell,
2009), hal 15
8

Pasal 5 Ayat 1 Statuta Gerakan Palang Merah Internasional . Dalam Pasal 5 Ayat 1 Statuta
gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, yang menyebutkan bahwa9 :

The International Committee, founded in Geneva in 1863 and formally recognized in


Geneva Conventions and by International Conferences of The Red Cross, is an
independent humanitarian organization having a status of its own. It co-opts its
members from among Swiss citizens

Arti: Komite internasional yang didirikan di Jenewa tahun 1863 dan secara resmi
diakui dalam Konvensi Jenewa dan oleh Konferensi Internasional Palang Merah,
adalah sebuah organisasi kemanusiaan yang independen yang memiliki status
sendiri, ini memilih anggotanya dari kalangan warga negara Swiss

Misi utama dari Palang Merah Internasional / ICRC adalah melindungi dan membantu para
penduduk sipil (termasuk kombatan) akibat korban perang serta konflik internal dengan
menjunjung tinggi prinsip netral dan ketidakberpihakan pada Negara-negara yang terlibat
perang/konflik. Adapun beberapa tugas yang dimiliki oleh ICRC dalam memenuhi misinya,
yaitu:

- “visits to prisoners of war and civilian detainees (mengunjungi tawanan perang dan
penduduk sipil)
- searching for missing persons (pencarian orang hilang)
- transmission of messages between family members separated by conflict
(pengiriman pesan kepada anggota keluarga yang terpisah akibat konflik)
- reunification of dispersed families (menyatukan keluarga yang terpisah )
- provision of food, water and medical assistance to civilians without access to these
basic necessities (menyediakan makanan, minuman p;akses akan kebutuhan
tersebut)
- spreading knowled of humanitarian law (menyebarkan pengetahuan mengenai
hukum humaniter);

Palang Merah Nasional dari berbagai negara berpusat di Jenewa, Swiss. Fungsi adanya
Palang Merah Internasional yaitu sebagai pelakasana dan pengawal Hukum Humaniter
Internasional, baik dalam situasi sengketa bersenjata internasional, noninternasional,
maupun pada masa damai.

1.5 Individu
9
Fernando, “Peran Serta Internasional Commite of The Red (ICRC) Dalam Penanganan Korban
Peristiwa Bencana Alam ditinjau dari Hukum Internasional” Jurnal Univeristas Sumatera Utara, 2019
9

Individu dikategorikan subjek hukum internasional namun bersifat terbatas karena tidak
memiliki kedaulatan sehingga dapat dituntut dan menuntut di hadapan peradilan
internasional ad hoc. Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya
beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, dan hal ini semakin
mengukuhkan eksistensi individu sebagai subyek hukum internasional yang mandiri.

Dasar hukum yang menyatakan individu sebagai subjek hukum internasional ialah :

1. Perjanjian Versailles 1919 pasdal 297 dan 304

2. Perjanjian Uppersilesia 1922

3. Keputusan Permanent Court of Justice 1928

4. Perjanjian London 1945 (inggris, Perancis, Rusia, dan USA)

5.  Konvensi Genocide 1948.

Tujuan individu dijadikan subjek hukum internasional yaitu untuk melindungi hak minoritas
sebagaimana diatur dalam keputusan Mahkamah Internasional Permanen yang menyatakan
bahwa apabila suatu perjanjian internasional memberikan hak-hak tertentu kepada
perorangan maka hak itu harus diakui dan mempunyai kekuatan daya laku dalam hukum
internasional yang artinya telah diakui oleh suatu badan peradilan internasional.10

1.6 Kelompok Pemberontak yang Teroganisir (Belligerent)

Kaum pemberontak adalah sekelompok orang yang melakukan pemberontakan terhadap


pemerintah sah di dalam suatu Negara. Kaum pemberontak ini biasanya melakukan
pelanggaran terhadap undang-undang nasional mereka bertujuan ingin menggulingkan
Pemerintahan yang sah dan membuat Pemerintah tandingan atau bahkan ingin membentuk
suatu Negara baru. Menurut Hukum perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan
dan hak sebagai pihak yang bersengketa (belligerent) dalam beberapa keadaan tertentu.11

Dasar hukum yang menyatakan Pemberontak / Pihak yang bersengketa sebagai Subjek
Hukum Internasional ialah :

1. Hak Untuk Menentukan nasib sendiri

2. Hak untuk memilih sistem ekonomi, sosial dan budaya sendiri.

3. Hak untuk menguasai sumber daya alam.

10
Advisory Opnion on The Jurisdictions of The Courts of Danzig, Publ. PCIJ (1928), series B, No.155
11
Oppenheim-Lauterpacht, “International Law”, series 8th, Vol 3
10

Unsur- Unsur kelompok Belligerent :

1) Ada pimpinan yang jelas, memiliki ketua kelompok yang telah mengetahui tujuan
dilakukannya pemberontakan
2) Telah menguasai wilayah tertentu
3) Menggunakan tanda pengenal yang jelas yang menunjukkan identitasnya, serta
mempunyai senjata yang memadai
4) Mentaati hukum perang

Pada saat kaum pemberontak dapat dikualifikasikan sebagai belligerents maka kelompok
tersebut dapat diakui sebagai subyek hukum internasional. Pengakuan terhadap belligerents
sangat sulit diberikan oleh suatu Negara. Ketika sebuah Negara memberikan pengakuan
kepada belligerents otomatis akan merusak hubungan Negara tersebut dengan Negara
dimana belligerents melakukan pemberontakan. Tujuan diberikannya pengakuan terhadap
belligerents tidak lain demi alasan kemanusiaan karena mereka bukanlah kriminal.1

1.7 Perusahaan Multinasional (MNC)

Perusahaan multinasional bisa dikatakan sebagai subjek hukum internasional ketika


memiliki hak dan kewajiban yang dilekatkan pada instrument perjanjian internasional, namun
perusahaan multinasiona merupakan subjek hukum terbatas karena tidak memiliki
kedaulatan dan hanya ada ketika hubungan internasional yang dilakukan sudah diatur
dalam Hukum Internasional antara perusahaan dengan negara. Pada perusahaan
multinasional subjek yang melekat ada pada investment bukan person/perseorangan.

Status hukum perusahaan multinasional ditentukan berdasarkan hukum nasional dimana


perusahaan tersebut didirikan dan keberadaan perusahaan ini memang seperti 2 (dua) sisi
mata uang. Di satu sisi, Negara-negara berkembang memerlukan investor-investor asing
untuk meningkatkan devisa Negara. Di sisi lain, tidak selalu memberikan keuntungan-
keuntungan bagi Host Country, seperti yang telah disebutkan pada bagian sebelumnya.
Selain itu perusahaan ini sering menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup bahkan
pelanggaran HAM

BAB II
Sumber – Sumber Hukum Internasional
11

Sumber hukum internasional terbagi menjadi dua yaitu sumber hukum dalam arti materiil
dan sumber hukum dalam arti formil

1) Sumber hukum materiil adalah sesuatu actual yang berguna untuk menetapkan
hukum yang berlaku bagi peristiwa ataupun situasi tertentu. Sumber hukum yang
membahas materi dasar menjadi substansi dari pembuatan hukum itu sendiri
2) Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang membahas bentuk nyata dari
hukum itu sendiri. Dalam bentuk atau wujud apa sajakah hukum itu tampak dan
berlaku. Dalam bentuk atau wujud inilah ditemukan hukum yang mengatur suatu
masalah

Sumber hukum internasional menurut Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional

2.1 Perjanjian Internasional (International Conventions)

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat


bangsa-bangsa dengan tujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. Menurut
fungsinya Perjanjian sendiri diklasifikasikan menjadi12 :

a) Treaty Contract

Perjanjian seperti suatu kontrak hanya mengakibatkan hak dan kewajiban antara para
pihak yang mengadakan perjanjian itu, biasanya perjanjian ini bersifat bilateral . Contoh :
perjanjian mengenai dwikewarganegaraan, perjanjian perbatasan, perjanjian
perdagangan , perjanjian pemberantasan penyelundupan, dsb. Contoh : Perjanjian
Perbatasan, Perjanjian Perdagangan, Perjanjian Dwikewarganegaraan, dan lainnya.

b) Law Making Treaties

Perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional
sebagai keseluruhan. Contoh : Konvensi Jenewa tahun 1949 mengenai Perlindungan
Korban Perang, Konvensi Vienna tahun 1961 mengenai hubungan diplomatik, dsb.

Treaty kontrak bisa menjadi law making treaty apabila dilaksanakan oleh negara tersebut
secara kebiasaan yang kemudian menjadi hukum kebiasaan sehingga bisa diadopsi Ketika
akan membuat law making treaty.

Dalam membuat perjanjian internasional terdapat dua jenis tahapan yaitu :

 Perjanjian Bilateral, terdiri dari dua tahapan yaitu : Perundingan (negotiation) dan
Penandatanganan (signature)

12
Hukum Perjanjian Internasional, https://fisip.uai.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/02/HUKUM-
PERJANJIAN-INTERNASIONAL-Part-1.pdf (Diakses Pada 02/04/2021 Pukul 14.40 WIB)
12

 Perjanjian Multilateral , terdiri dari tiga tahapan yaitu : Perundingan (negotiation),


penandatangan (signature), dan pengesahan (ratification).

Prinsip Hal penting dalam perjanjian :

 Asas pakta sun servanda, semua pihak terikat dalam perjanjian sebagaimana bunyi
asas pakta sun servanda sehingga apabila ada pihak yang tidak terlibat maka tidak
perlu mengikatkan diri

 Asas pakta tertis yaitu asas ini menyatakan bahwa pihak pihak yang tidak
meratifikasi tidak terikat dengan perjanjian. Contoh konkrit : wilayah laut sblm unclos
setiap negata bisa melakukan invansi seluruh lautan. Kemudian ada unclos 1982

Cara agar suatu negara terikat dengan perjanjian yaitu dengan meratifikasi/ hanya dengan
menandatangani. Apabila hanya dengan menandatangani maka perjanjian tersebut sudah
berlaku. Namun, apabila ratifikasi biasanya diatur dalam perjanjiannya yang mensyaratkan
perjanjian tersebut harus diratifikasi oleh beberapa jumlah negara. Resorfasi yaitu hak suatu
negara untuk menolak mengikatkan diri pada suatu pasal tertentu dalam perjanjian

Berakhirnya Perjanjian Internasional dapat disebakan karena telah tercapainya tujuan


perjanjian, punahnya objek perjanjian, adanya kesepakatan antara kedua pihak untuk
mengakhiri perjanjian dan karena pembatalan perjanjian sepihak

2.2 Kebiasaan Internasional (International Custom)

Merupakan sumber hukum internasional tertua karena sudah ada sejak jaman kerajaan.
Tidak setiap kebiasaan merupakan sumber hukum internasional. Hanya kebiasaan yang
diterima sebagai hukum oleh masyarakat internasional yang merupakan sumber hukum
dalam sistem hukum internasional. Karena itu, dua ciri utama suatu kebiasaan yang dapat
dikategorikan sebagai sumber hukum internasional adalah:

(1) merupakan kebiasaan yang bersifat umum

(2) kebiasaan itu diterima sebagai hukum oleh masyarakat internasional

International Law Commisions (ILC) memasukkan bentuk-bentuk berikut sebagai evidence


of customary international law‟, yaitu: treaties, decisions of national and international courts,
national legislations, diplomatic correspondence, opinions of national legal advisers, practice
of international organizations.

Unsur – Unsur kebiasan internasional :

a) Unsur Psikologis yaitu Mengehendaki bahwa kebiasaan internasional dirasakan


memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum, (opinio juris sive necessitis) ,
13

Dilihat secara praktis, dan suatu kebiasaan internasional dapat dikatakan diterima
sebagai hukum apabila negara-negara menerimanya, dan tidak menyatakan
keberatan.
b) Unsur Materiil yaitu Kenyataan adanya kebiasaan yang bersifat umum dan
diterimanya kebiasaan internasional itu sebagai hukum.

Berikut contoh dari kebiasaan hukum internasional :

 Penghormataan terhadap tamu kerajaan yang kebiasan-kebiasaan pelayanannya


yang kemudia setiap negara memiliki kebiasaan internasionalnya masing-masing
dalam melayani tamu negara
 Penggunaan bendera putih sebagai bendera parlementer yaitu bendera yang
memberi perlindungan kepada utusan yang dikirim untuk mengadakan hubungan
dengan pihak musuh

Kebiasaan internasional yang berkembang menjadi hukum dan kebiasaan internasional


yang ditinggalkan sebagai kebiasaan umumnya didasarkan pertimbangan keadilan dan
kepatutan di dalam kehidupan masyarakat internasional. Kebiasaan internasional yang
diterima sebagai hukum, umumnya karena dinilai memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan. Sedangkan, kebiasaan yang semula ada dan dipraktekkan, tetapi
kemudian ditinggalkan, umumnya karena dinilai bertentangan dengan hukum, misalnya
hukum perang yang berlaku di laut.

b.3 Prinsip-Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law) yang diakui oleh
negara beradab

Merupakan sumber hukum internasional yang berfungsi ketika hakim memiliki keterbatasan
dalam mengambil keputusan dalam memustus perkara yang dihadapkan kepadanya dan
membuat hakim menerima setiap perkara yang diajukan kepadanya. Hakim tidak dapat
menyatakan dirinya tidak dapat menangani perkara karena alasan tidak tersedianya hukum
(non-liquet).

Prinsip-prinsip hukum umum adalah prinsip-prinsip hukum yang mendasari sistem hukum
modern, tidak terbatas hanya pada azas-azas hukum internasional, melainkan azas-azas
hukum pada umumnya, seperti: azas itikad baik (bona fides), azas pacta sunt servanda,
azas penyalahgunaan hak (abuse of rights)

Menurut Schwarzenberger, suatu prinsip hukum dapat dikualifikasikan sebagai prinsip


hukum umum, berdasarkan Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah, bila memenuhi tiga
persyaratan:
14

(1) harus merupakan prinsip hukum umum yang dapat dibedakan dengan ketentuan
hukum yang bersifat terbatas atau sangat sempit (it must be a general principle of
law as distinct from a legal rule of more limited functional scope)

(2) harus diakui oleh bangsa-bangsa beradab, yang berbeda dengan masyarakat
barbar (it must be recognized by civilized nations as distinct from barbarous or
savage communities)

(3) harus merupakan praktek dari beberapa negara dalam jumlah yang wajar, dan
merupakan bagian dari sistem hukum sebagai pembentuk sistem hukum dunia (it
must share by a fair number of civilized nations, and it is arguable that these must
include at least the principal legal sistems of the world).

2.4 Keputusan Pengadilan (Judical decision)

Merupakan sumber hukum internasional tambahan karena tidak menciptakan hukum baru
sebab yurisprudensi bersifat hanya mengikat pihak yang bersengketa bukan mengikat
secara umum dan keputusan pengadila tidak bisa berdiri sendiri melainkanharus ada
sumber hukum utama lainnya. Pengertian kata pengadilan sebagaimana diatur di dalam
Pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah mencakup pengadilan secara keseluruhan, baik badan
peradilan internasional maupun nasional, termasuk mahkamah internasional , mahkamah
Hak dan asasi manusia dan mahkamah arbitrase13

Berikut contoh dapat dikemukakan keputusan Mahkamah Internasional pada tahun 1951
yang terkenal dengan nama Anglo Norwegian Fisheries Case yang mengukuhkan eksistensi
penarikan garis pangkal lurus dari ujungf ke ujung (straight base line from point to point)
yang semula hanya terapkan oleh Norwegia tetapi ditentang oleh Inggris.

1) Dengan keputusan Mahkamah ini maka beberapa negara yang situasi dan kondisi
geografisnya serupa dengan Norwegia, mulai menerapkan garis pangkal lurus dari ujung ke
ujung dalam mengukur dan menentukan lebar laut teritorialnya.

2) Bahkan kemudian dalam konvensi Hukum Laut 1958,4 garis pangkal lurus dari ujung ke
ujung ini diberikan tempat tersendiri yakni  dalam pasal 4 Konvensi tentang Laut Teritorial
dan Zona Tambahan.

3) Demikian pula Konvensi Hukum Laut 1982, garis pangkal lurus masih tetap dicantumkan
yakni di dalam pasal 7.

13
George Schwarzenberger, A Manual of International Law (London: Stevens & Sons Limited), hal 33-34
15

2. 5 Pendapat Para Ahli Sarjana

Pendapat para ahli hukum internasional terkemuka adalah pendapat-pendapat mereka


dalam hasil penelitian, publikasi, maupun dalam kaitan dengan kedudukan mereka sebagai
tim kodifikasi dalam berbagai tim kerja hukum internasional, walaupun pendapat mereka
tidak menimbulkan akibat hukum. Contoh nya seperti: International Law Association,
Institute de Dorit International, termasuk tim kerja hukum dalam berbagai organisasi
nonpemerintah dari para ahli demikian itu.

2.6 Putusan Organisasi Internasional (Resolusi Majelis Umum PBB)

Sumber hukum internasional ini tidak disebutkan secara eksplisit dalam Statuta Mahkamah
Internasional, meskipun putusan organisasi internasional sering diserap dalam melakukan
perjanjian internasional. PBB merupakan organisasi yang setiap putusan-putusannya
memiliki pengaruh. Salah satu contoh keputusan majelis umum ialah Pernyataan umum
mengenai hak-hak asasi manusia (universal declaration of human rights) yang diterima baik
oleh majelis umum tanggal 10 Desember 1948. Sebagai suatu keputusan yang diterima
majelis umum, pernyataan umum ini tidak mempunyai kekuatan mengikat menurut hukum
seperti halnya suatu perjanjian internasional. Walaupun demikian pernyataan umum ini
mengilhami dan dimuat dalam kebanyakan negara di dunia terutama yang baru merdeka
atau telah mengilhami dikeluarkannya undang-undang yang mempunyai tujuan serupa di
beberapa negara.

Kesimpulan

 Subyek hukum internasional berbeda dengan subyek hukum dalam hukum nasional.
Tidak semua subyek hukum dapat dikualifikasikan sebagai subyek hukum
internasional. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebuah subyek hukum
untuk menjadi subyek hukum internasional. Persyaratan ini disebut dengan
kemampuan hukum internasional (international legal capacity). Kemampuan hukum
internasional sebuah subyek hukum internasional akan menentukan derajat
personalitasnya. Ada subyek hukum internasional dengan derajat penuh da nada
yang terbatas. Berikut adalah jenis-jenis subyek hukum internasional, yaitu: Negara,
Organisasi Internasional, Takhta Suci, Palang Merah Internasional, Kaum
Pemberontak, Individu, dan Perusahaan Transnasional.
 Sumber hukum internasional menurut Pasal 38 Ayat 1 Statuta Mahkamah
Internasional terdiri dari Perjanjian internasional, Kebiasaan internasional, Prinsip
hukum umum yang diakui oleh negara beradab, putusan peradilan, pendapat para
ahli sarjana dan putusan organisasi. Untuk Putusan peradilan dan pendapat para ahli
16

sarjana merupakan sumber hukum subsider atau tambahan yang dimana tidak dapat
dijadikan sumber hukum sendiri karena bersifat mengikuti sumber hukum utama

Daftar Pustaka

Buku

Adolf, Huala. 1991. Aspek Aspek Negara Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Rajawali
Pers. hal 2.

Apeldoorn, Van. Pengantar Ilmu Hukum Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse
Recht. Jakarta: PT Pradnya Paramita. hal 192.

Heliarta. 2019. Mengenal Hukum Internasional. Tanggerang: Loka Aksara. hal 21-22.

Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty Agoes. 2018. Pengantar Hukum Internasional. Bandung:
PT Alumni. hal 99.

Sands, Philippe dan Pierre Klein. 2009. Bowett‟s Law of International Institutions.
London: Sweet & Maxwell. hal 15.

Schwarzenberger, George. A Manual of International Law. London: Stevens & Sons


Limited. hal 33-34.

Suryokusumo, Sumaryo . 2012. Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: PT. Tatanusa.


hal 12.

Jurnal Nasional

Cornelesz , Ade Tiara Puteri. 2018. “Kedudukan Organisasi Internasional Sebagai Wadah
Kerjasama Antar Negara Menurut Kajian Hukum Internasional”. Lex Et Societatis.Vol.
VI/No.6.

Fernando. 2019. “Peran Serta Internasional Commite of The Red (ICRC) Dalam
Penanganan Korban Peristiwa Bencana Alam ditinjau dari Hukum Internasional”. Jurnal
Universitas Sumatera Utara, 2019

Jurnal Internasional

Advisory Opnion on The Jurisdictions of The Courts of Danzig, Publ. PCIJ (1928), series B,
No.155

Oppenheim-Lauterpacht, “International Law”, series 8th, Vol 3


17

Internet

Hukum Perjanjian Internasional, https://fisip.uai.ac.id/wp-


content/uploads/downloads/2014/02/HUKUM-PERJANJIAN-INTERNASIONAL-Part-1.pdf
(Diakses Pada 02/04/2021 Pukul 14.40 WIB)

Anda mungkin juga menyukai