Anda di halaman 1dari 7

Assalamualaikum wr wb

Perkenalkan nama saya yuniza ananda putri

No bp 1910112153

Mahasiswi fakultas hukum universitas andalas

Baik saya akan mempresentasikan materi tentang hukum acara pembubaran partal politik sebagai
tugas matakuliah hukum acara mahkamah konstitusi .

Partai politik terdiri dari dua kata, yaitu “partai” dan “politik”. Kata partai menunjuk pada
golongan sebagai pengelompokan masyarakat berdasarkan kesamaan tertentu seperti tujuan, ideologi,
agama, bahkan kepentingan. Pengelompokan itu bentuknya adalah organisasi secara umum, yang
dapat dibedakan menurut wilayah aktivistasnya, seperti organisasi kemasyarakatan, organisasi
keagamaan, organisasi kepemudaan, serta organisasi politik. Keberadaan partai politik menjadi salah
satu ciri utama negara demokrasi modern. Bahkan, partai politik merupakan salah satu pilar
demokrasi modern, yaitu demokrasi perwakilan. Untuk menjembatani antara pemerintah dan
rakyat diperlukan adanya partai politik. Peran partai politik adalah menata aspirasi rakyat yang berbeda-
beda, dijadikan “pendapat umum” sehingga dapat menjadi bahan pembuatan keputusan yang teratur..
Pengaturan partai politik diperlukan untuk mewujudkan sistem kepartaian yang sesuai dengan tipe
demokrasi yang dikembangkan dan kondisi suatu bangsa. Pengaturan tentang partai politik juga
dimaksudkan untuk menjamin kebebasan partai politik itu sendiri, serta membatasi campur tangan
berlebihan dari pemerintah yang dapat memasung kebebasan dan peran partai politik sebagai salah
satu institusi yang diperlukan untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.
Pada umumnya tujuan ketentuan pembubaran partai politik adalah untuk melindungi (a)
demokrasi, (b) konstitusi, (c) kedaulatan negara,
(d) keamanan nasional, dan (e) ideologi negara. Perlindungan terhadap demokrasi, dimaksudkan agar
tatanan demokrasi yang sedang berjalan tidak rusak dan digantikan dengan sistem lain yang tidak
demokratis. Pemerintahan yang demokratis harus mencegah bentuk-bentuk yang mengancam
demokrasi.512 Perlindungan tersebut diwujudkan dalam bentuk larangan program dan kegiatan partai
politik yang hendak menghancurkan tatanan demokrasi, maupun dalam bentuk keharusan partai
politik bersifat demokratis baik organisasi maupun cara yang digunakan..

A. PENGERTIAN PEMBUBARAN

Pembubaran dalam bahasa Inggris adalah dissolution. Berdasarkan pengertian tersebut, bubarnya
suatu partai politik berarti berakhirnya eksistensi hukum partai politik tersebut. Hal itu dapat terjadi
karena membubarkan diri atas keputusan sendiri, menggabungkan diri dengan partai politik lain, atau
dibubarkan berdasarkan keputusan otoritas negara atau sebagai akibat dari adanya aturan baru atau
kebijakan negara. Pembubaran kategori terakhir disebut sebagai pembubaran secara paksa
B. WEWENANG PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Terkait dengan pengaturan pembubaran partai politik, Venice Commission membuat pedoman bahwa pada
prinsipnya negara harus mengakui hak setiap orang untuk berorganisasi secara bebas dalam partai
politik. Pelarangan dan pembubaran paksa partai politik hanya dimungkinkan dalam kasus partai
politik itu melakukan tindakan dengan menggunakan kekerasan sebagai alat politik untuk
menghancurkan tatanan demokrasi yang menjamin hak dan kebebasan. Pembubaran tidak dapat
dilakukan atas dasar tindakan individu anggota tanpa mandat dari partai. Pelarangan atau
pembubaran partai politik harus diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi atau lembaga yudisial lain
dengan menjamin adanya due process of law, keterbukaan, dan pengadilan yang fair.
Di dalam peraturan perundang-undang yang pernah berlaku di Indonesia, terdapat perbedaan
prosedur pembubaran partai politik. Di dalam prosedur tersebut selalu melibatkan peran pemerintah
dan lembaga peradilan. Pada masa Orde Lama dan Orde Baru, yang dapat dikategorikan sebagai
periode yang kurang demokratis, peran pemerintah lebih besar dibanding lembaga peradilan. Penentu
utama pembubaran partai politik adalah pemerintah, sedangkan lembaga peradilan hanya
memberikan pertimbangan.
Dalam perkembangan praktik politik di Indonesia, juga telah terjadi pembubaran partai politik
dalam berbagai bentuk. Pembubaran partai politik pertama kali terjadi pada masa pemerintahan
Presiden Soekarno pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Saat itu, Presiden Soekarno memandang partai
politik menjadi penyakit yang lebih parah dari sekedar fanatisme kedaerahan dan kesukuan sehingga
menyarankan para pemimpin partai politik untuk berunding guna mengubur partai-partai politik.

Pada masa Orde Baru, memang tidak terjadi pembubaran partai politik. Namun, pada masa awal
Orde Baru terdapat kebijakan penyederhanaan partai politik karena partai politik dianggap sebagai
sumber pertikaian yang mengganggu stabilitas. Partai-partai politik mendapatkan berbagai tekanan
untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan Orde Baru. Sedangkan pada masa reformasi peran
lembaga peradilan lebih besar dibanding pemerintah. Lembaga peradilanlah yang memutus
pembubaran partai politik. Sedangkan pemerintah berperan sebagai pemohon dan/ atau sebagai
pelaksana putusan pengadilan.
Di awal masa reformasi wewenang pembubaran partai politik ada pada Mahkamah Agung.
Berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, wewenang pengawasan partai politik
ada pada Mahkamah Agung. Mahkamah Agung dapat membekukan atau membubarkan suatu partai
politik.
Suatu partai politik dapat dibubarkan oleh Mahkamah Agung berdasarkan putusan yang
memiliki kekuatan hukum yang tetap setelah mempertimbangkan keterangan dari pengurus pusat partai
yang bersangkutan. Selain itu juga dapat dilakukan melalui pengadilan terlebih dahulu yang terkait
dengan pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik yang dapat menjadi dasar pembubaran partai
politik. Sebelum pembubaran tersebut dilakukan, Mahkamah Agung memberikan peringatan tertulis
sebanyak 3 kali berturut-turut dalam waktu 3 bulan.

B. PEMOHON DAN PERMOHONAN

Pasal 68 ayat (1) UU MK menentukan bahwa pemohon dalam perkara pembubaran partai
politik adalah pemerintah, yaitu pemerintah pusat.UU MK tidak ditentukan instansi mana yang
mewakili pemerintah pusat tersebut. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 12 Tahun 2008
dinyatakan bahwa Pemohon adalah Pemerintah yang dapat diwakili oleh Jaksa Agung dan/atau
Menteri yang ditugasi oleh Presiden.
Pemberian hak mengajukan permohonan pembubaran partai politik hanya kepada pemerintah
adalah untuk mencegah terjadinya saling menuntut pembubaran di antara partai politik yang ada.
Dalam permohonan pembubaran partai politik, harus ditunjuk dengan tegas partai politik yang
dimohonkan untuk dibubarkan. Permohonan harus ditandatangani oleh Pemohon atau Kuasanya.
Permohonan sekurang- kurangnya memuat:
a. identitas lengkap pemohon dan kuasanya jika ada, yang dilengkapi surat kuasa khusus untuk
itu;
b. uraian yang jelas tentang ideologi, asas, tujuan, program dan kegiatan partai politik yang
dimohonkan pembubaran yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945;
c. alat-alat bukti yang mendukung permohonan.

Permohonan
perkara pembubaran partai politik yang diterima Mahkamah Konstitusi dicatat
dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. Mahkamah konstitusi menyampaikan permohonan yang
sudah dicatat tersebut kepada partai politik yang bersangkutan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh)
hari kerja sejak pencatatan dilakukan. Karena tidak diatur secara khusus, proses pemeriksaan
persidangan selanjutnya mengikuti hukum acara Mahkamah Konstitusi yang meliputi pemeriksaan
pendahuluan, pemeriksaan persidangan, dan putusan.

D . PARTAI POLITIK YANG DIMOHONKAN PEMBUBARAN


SEBAGAI TERMOHON

Partai politik yang dapat dimohonkan pembubaran ke MK meliputi baik partai politik lokal
maupun partai politik nasional. Di dalam UU MK tidak disebutkan kedudukan partai politik yang
dimohonkan pembubarannya. Namun dalam PMK Nomor 12 Tahun 2008 dalam Pasal 3 ayat (2)
dinyatakan bahwa Termohon adalah partai politik yang diwakili oleh pimpinan partai politik
yang dimohonkan untuk dibubarkan.
Dengan demikian kedudukan partai politik yang dimohonkan pembubaran adalah sebagai
termohon. Partai politik tersebut dapat didampingi atau diwakili oleh kuasa hukumnya.
E.ALASAN-ALASAN PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

Salah satu bentuk sanksi yang diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
adalah pembekuan dan pembubaran. Sanksi pembekuan dapat dijatuhkan jika partai politik
melanggar larangan terkait dengan nama, lambang, atau tanda gambar,553 melanggar larangan
mendirikan badan usaha dan/atau memiliki saham suatu badan usaha.554 Pembekuan juga dapat
dijatuhkan kepada organisasi partai politik jika melanggar larangan kegiatan yang bertentangan
dengan UUD 1945 dan peraturan perundang- undangan, atau melakukan kegiatan yang
membahayakan keutuhan dan keselamatan negara.

Pembekuan tersebut disebut sebagai pembekuan sementara dan dilakukan paling lama satu tahun.
Apabila partai yang telah dibekukan tersebut melakukan kembali pelanggaran yang sama, dapat
ditindaklanjuti dengan pembubaran oleh Mahkamah Konstitusi.555
Selain melalui pembekuan sementara, pembubaran juga dapat dilakukan secara langsung apabila
partai politik melakukan pelanggaran terhadap larangan menganut dan mengembangkan serta
menyebarkan ajaran atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme.556 Pembubaran juga diatur terkait
dengan sanksi pidana dalam hal pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk
melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107
huruf c, huruf d, atau huruf e Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999.557 Jika pengurus
menggunakan partai politiknya untuk melakukan kejahatan tersebut, partai politiknya itu dapat
dibubarkan.

F. PROSES PERSIDANGAN DAN PEMBUKTIAN

Di dalam UU MK, acara persidangan pembubaran partai politik tidak diatur secara khusus,
sehingga proses pemeriksaan persidangan mengikuti hukum acara Mahkamah Konstitusi yang
meliputi pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, dan putusan.558 Perkara pembubaran
partai politik wajib diputus dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60 hari kerja sejak
permohonan diregistrasi.559 Batasan waktu ini diperlukan untuk menjamin terselenggaranya prinsip
peradilan yang cepat sehingga cepat pula diperoleh kepastian hukum.560
Proses persidangan, dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan
pemeriksaan persidangan. Di dalam pemeriksaan pendahuluan yang diperiksa adalah kelengkapan
dan kejelasan permohonan. Hakim wajib memberi nasihat kepada Pemohon untuk melengkapi dan/
atau memperbaiki permohonan jika dipandang perlu. Pemohon diberikan kesempatan untuk
memperbaiki permononannya paling lambat 7 hari.561
Sedangkan dalam pemeriksaan persidangan akan dilakukan untuk mendengarkan keterangan
pemohon, termohon, serta pihak terkait lainnya. Pada proses selanjutnya dilakukan pemeriksaan
terhadap alat bukti serta mendengarkan keterangan saksi dan ahli. Pada proses persidangan ini
pertanyaan hukum yang harus dijawab adalah kedudukan hukum (legal standing) pemohon,
kewenangan MK, serta alasan permohonan.
Terkait dengan pemohon, harus dibuktikan bahwa pemohon memang memiliki kedudukan
hukum (legal standing). Untuk pemohon pemerintah, harus dibuktikan bahwa pemohon tersebut
mewakili pemerintah pusat. Setelah pemeriksaan legal standing, dilanjutkan dengan pemerikasan
pokok perkara. Hal yang utama dalam pemeriksaan pokok perkara ini adalah permohonan dan
alasan permohonan.

Proses pembuktian dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pembuktian terhadap dokumen dan
pembuktian terhadap fakta.562 Pembuktian terhadap dokumen adalah pembuktian terkait dengan
ideologi, asas, tujuan, dan program partai politik. Untuk melihat hal itu, alat bukti utama yang
diperlukan adalah statuta pendirian partai politik, Program Kerja, serta dokumen dan keputusan-
keputusan partai politik lainnya.
Namun demikian, dapat terjadi bahwa bukti-bukti dari dokumen kurang meyakinkan, atau
bahkan tidak terbukti sama sekali, maka proses pembuktian dilanjutkan pada fakta kegiatan yang
dilakukan oleh partai politik dan akibat dari kegiatan tersebut. Pemohon harus menunjukan dan
membuktikan kegiatan atau akibat dari kegiatan partai politik yang melanggar UUD 1945. Pembuktian
fakta kegiatan ini dapat dilakukan dari bentuk dan substansi atau materi kegiatan serta dari dampak
atau akibat yang secara objektif memang diinginkan dari pelaksanaan kegiatan partai politik.

G.PUTUSAN DAN AKIBAT HUKUM PUTUSAN

Amar putusan dapat berupa putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima,
permohonan ditolak, atau permohonan dikabulkan. Jika MK berpendapat bahwa pemohon dan
permohonan tidak memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 68 UU MK, amar putusan
menyatakan permohonan tidak dapat diterima.563 Artinya, sesuai dengan ketentuan Pasal 68
tersebut, masalah subjek dan objek permohonan harus sesuai. Subjek adalah terkait dengan pemohon
yang dalam hal ini harus mewakili Pemerintah Pusat. Sedangkan objek perkara yang dimohonkan
adalah pembubaran partai politik berdasarkan alasan-alasan antara lain (a) ideologi;
(b) asas; (c) tujuan; (d) program; dan/atau (e) kegiatan yang dianggap bertentangan dengan UUD
1945.

Apabila subjek pemohon dan objek permohonan telah sesuai dengan ketentuan UU MK, serta MK
berpendapat permohonan beralasan, maka amar putusannya menyatakan permohonan

dikabulkan.564
Oleh karena itu, jika diputuskan permohonan pembubaran partai politik dikabulkan,
pelaksanaannya dilakukan dengan membatalkan pendaftaran pada Pemerintah yang berarti pembatalan
status badan hukumnya.565 Putusan tersebut diumumkan oleh pemerintah dalam Berita Negara
Republik Indonesia dalam jangka waktu 14 hari sejak putusan diterima. 566 Mengingat yang
menangani pendaftaran partai politik adalah Kementerian Hukum dan HAM, maka pelaksanaan
putusan Mahkamah Konstitusi adalah dalam bentuk pembatalan pendaftaran partai politik.567
Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa permohonan tidak beralasan, amar putusan
menyatakan permohonan ditolak. 568 Hal itu berarti tidak terbukti bahwa terdapat ideologi, asas,
tujuan, program, atau kegiatan partai politik yang bertentangan dengan UUD 1945.
Putusan Mahkamah Konstitusi disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.569 Selain
itu, ketentuan Pasal 11 PMK Nomor 12 Tahun 2008 menyatakan bahwa putusan tersebut juga
disampaikan kepada Pemerintah sebagai Pemohon, Termohon, KPU, DPR, MA, Polri, dan
Kejaksaan Agung.
Berdasarkan pengaturan di beberapa negara, dikenal adanya beberapa akibat hukum pembubaran
partai politik. Pertama adalah tidak dapat didirikan lagi partai pengganti baik dengan nama yang
sama maupun nama lain tetapi memiliki ideologi, asas, tujuan, program, atau kegiatan yang sama
dengan alasan dibubarkannya partai tersebut. Hal itu berarti partai tersebut dinyatakan sebagai partai
terlarang.
Kedua, selain pernyataan sebagai partai terlarang, terdapat pula negara yang memberikan sanksi
kepada pengurus dan/atau anggota partai politik yang dibubarkan. Sanksi tersebut pada umumnya
berupa larangan menjadi pendiri atau pengurus, bahkan sebagai anggota partai politik. Ketiga, akibat
hukum pembubaran partai politik adalah berakhirnya keanggotaan lembaga perwakilan dari partai
yang dibubarkan tersebut.
Keempat, adalah akibat hukum terhadap harta kekayaan partai politik.

Di dalam UU MK maupun UU Partai Politik tidak diatur tentang akibat hukum pembubaran
suatu partai politik. Ketentuan akibat hukum pembubaran partai politik di Indonesia baru diatur di
dalam PMK Nomor 12 Tahun 2008. Pasal 10 ayat (2) PMK itu menyatakan bahwa putusan
pembubaran partai politik menimbulkan akibat hukum antara lain:
a. pelarangan hak hidup partai politik dan penggunaan simbol-simbol partai tersebut di seluruh
Indonesia;
b. pemberhentian seluruh anggota DPR dan DPRD yang berasal dari partai politik yang
dibubarkan;
c. pelarangan terhadap mantan pengurus partai politik yang dibubarkan untuk melakukan
kegiatan politik;
d. pengambilalihan oleh negara atas kekayaan partai politik yang dibubarkan.

Anda mungkin juga menyukai