Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MAKAKALAH KONFLIK DAN RESOLUSI

KONFLIK PERAMPASAN TANAH DI DESA SOGO: MASYARAKAT VERSUS


PT.BUKIT BINTANG SAWIT (WILMAR)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. Elita Rahmi, SH., MH.


Ahmad Baidawi, S.IP, .M.H.I

Mata Kuliah : Konflik dan resolusi

Disusun oleh :

Fathul Yasin (H1A117057)

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JAMBI
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kita sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu
untuk menyelesaikannya sebagai tambahan ilmu, tugas dan pedoman makalah mata kuliah koflik
dan resolusi yang berkaitan dengan Resolusi Konflik perampasan tanah di desa Sogo Kumpeh,
Kabupaten Muaro Jambi: masyarakat versus PT.Bukit Bintang Sawit (wilmar)
saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata, saya sampaikan terimakasih atas segala bentuk kerjasamanya. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan juga kepada para pembaca umumnya.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jambi, 10 Desember 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan Masalah .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN`
2.1. gambaran terjadinya konflik……………………………………………………………..3
2.2. penyebab konflik ............................................................................................................... 5
2.3. resolusi konflik .................................................................................................................. 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................ 8
3.2 Saran .................................................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan
hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup,
tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi kelangsungan hidup umat
manusia. Bagi bangsa indonesia tanah adalah karunia tuhan yang maha esa dan merupakan
kekayaan nasional, serta hubungan antara bangsa indonesia dengan tanah bersifat abadi.
Oleh karena itu harus dikelola secara cermat pada masa sekarang maupun untuk masa yang
akan datang.
Masalah tanah adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling dasar.
Disamping itu tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam
masyarakat. Selain memiliki nilai ekonomis yang dapat dicadangkan sebagai sumber
Pendukung kehidupan manusia di masa mendatang, tanah juga mengandung aspek spiritual
dalam lingkungan dan kelangsungan hidupnya. Tanah merupakan tempat pemukiman,
tempat melakukan kegiatan manusia bahkan sesudah matipun masih memerlukan tanah.
Konflik merupakan proses pertentangan yang di ekspresikan diantara dua belah
pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola
perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik.Konflik pertanahan
antara masyarakat dengan perusahaan sering terjadi dalam bentuk perebutan lahan. Dapat
dilihat sebagai contoh kasus konflik pertanahan yang terjadi di Desa Sago antara
masyarakat dengan PT. Bukit Bintang Sawit.
Konflik ini berawal dari proses pembangunan perkebunan kemitraan bersama PT.
Bukit Bintang Sawit tidak berjalan dengan baik. Kondisi saat ini PT. BBS (Bukit Bintang
Sawit) telah melakukan penanaman sawit seluas 1000 ha dan PT. BBS mengaku bahwa
perkebunan tersebut telah dibeli dari masyarakat yang aktor bermain adalah Abu Bakar
Jidn tahaun 2009. Sehingga kondisi masyarakat Sago dan PT. BBS tidak nyaman dan
mereka saling menyalahkan antara satu dengan yang lain. Selain itu, pemerintah Kabupaten
Muaro Jambi telah meemberikan izin ganda pada lokasi yang sama. Masyarakat Sago tetap
melakukan penututan terhadap tanah mereka yang dirampas oleh PT. BBS. Oleh seba itu,

1
mengakibatkan konflik yang dilakukan oleh masyarakat Sago dengan PT. BBS tersebut.
Adapun yang menjadi pertanyaan yaitu bagaimana kronologi konflik perampasan tanah di
Desa Sogo Kecamatan Kumpeh Ilir Kabupaten Muaro Jambi dengan PT. Bukit Bintang
Sawit (WILMAR)? dan apa gerakan politik yang dilakukan masyarakat Desa Sogo untuk
mengambil kembali tanah yang telah dirampaskan oleh PT. Bukit Bintang Sawit
(WILMAR)?

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana akar masalah terjadinya konflik pertanahan antara masyarakat yang terjadi
di Desa Sago antara masyarakat dengan PT. Bukit Bintang Sawit.
2. Bagaimanakah fasilitasi pemerintah dalam proses penyelesaian konflik pertanahan
yang terjadi di Desa Sago antara masyarakat dengan PT. Bukit Bintang Sawit.
1.3.Tujuan
1. Memahami akar permasalahan dari konflik yang terjadi.
2. Memahami seberapa besar peran pemerintah dalam menyelesaikan konflik yang
terjadi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Gambaran terjadinya konflik

BBS mendapatkan izin lokasi berdasarkan Surat Keputusan No. 507/2007 tertanggal 27
September 2007 seluas 1.000 hektar di Desa Seponjen, Kecamatan Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi.
Tiga bulan kemudian BBS mendapatkan izin usaha perkebunan berdasarkan Surat Keputusan
Bupati Muaro Jambi No. 592 tertanggal 27 Desember 2007 seluas 1.000 hektar. Berbagai perizinan
itu menimbulkan masalah hukum di Dusun Pulau Tigo, Desa Seponjen, Desa Sogo dan Kelurahan
Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Muaro Jambi.

Tahun 2009-2010, masyarakat menolak pembersihan dan penanaman perusahaan di Dusun


Pulau Tigo. Pada 6 September 2010, masyarakat Dusun Pulau Tigo diundang BBS—di pabrik
pengolahan sawit—ada upaya perusahaan membayar ganti rugi ke warga Dusun Pulau Tigo. Pada
5 Mei 2011, masyarakat dengan perusahaan mengukur lahan di Dusun Pulau Tigo. Pada 24 Juni
2011, masyarakat mendapatkan pemetaan di Kantor BBS Seponjen dari hasil pemetaan dapatlah
luasan lahan Dusun Pulau Tigo, sekitar 300 hektar.

Setelah pengukuran, pada 8 Desember 2012, masyarakat bertemu BBS di Rumah Makan
Lubuk Gurami, Kota Jambi, guna menanyakan penyelesaian lahan di Dusun Tigo. Warga Pulau
Tigo, mulai khawatir proses penyelesaian lahan. Pada 23 Febuari 2013, masyarakat Dusun Pulau
Tigo, mendatangi BPN Jambi, dalam pertemuan itu perusahaan tak mengakui wilayah kelola
Dusun Tigo. Perusahaan membayar ke sebagian masyarakat Dusun Pulau Tigo 18 orang dari 36
yang tercatat daftar ganti rugi. Padahal, 18 orang lagi bukanlah warga dusun itu. Sampai 2017,
belum juga selesai, masih ada 41 keluarga belum ganti rugi seluas 300 hektar.

Di Desa Sogo, pada 2007, BBS membuka lahan untuk pembangunan jalan, dari Kelurahan
Tanjung, melewati Desa Sogo, menuju lahan di Desa Seponjen. Setelah BBS membuka jalan,
oknum masyarakat Kelurahan Tanjung mengkapling–kapling lahan di Kelurahan Tanjung, Desa
Sogo dan Dusun Pulau Tigo, mengatasnamakan kelompok tani, kemudian transaksi. Tahun 2008,
masyarakat melayangkan surat pengaduan ke Polres Muaro Jambi. Saat itu, meskipun ada

3
pelaporan dari masyarakat Kelurahan Tanjung, perusahaan tetap membuka lahan. Pada tahun sama
warga Sogo mencegah BBS karena operasi sudah memasuki Desa Sogo. Warga pun lapor ke
Polres Muaro Jambi.

Perusahaan beroperasi tanpa sosialisasi dengan masyarakat Desa Sogo. Warga berkali–kali
mencegah aktivitas perusahaan. BBS membuka lahan di Kelurahan Tanjung diawali dengan
meminta izin kepada warga dengan alasan membuka jalan menuju lokasi BBS di Desa Seponjen
pada 27 Oktober 2007. Ada pertemuan perusahaan dengan 27 orang Desa Gedong, Kelurahan
Tanjung dan Desa Seponjen. Ada kesepakatan ganti rugi Rp38 juta untuk lahan sekitar 8,2 hektar.
Setelah jalan terbuka, BBS mulai jual beli lahan, diawali pembelian untuk pembibitan pada
Febuari-Oktober 2008 seluas 86 hektar, dan 129 hektar di Sungai Buayo, Pematang Semeleng.
Warga protes ke Kantor Camat Kumpeh 12 Desember 2008.

Masyarakat juga membuat pengaduan resmi ke Polres Muaro Jambi pada 24 Desember
2008. Mereka melaporkan penjualan 64 hektar lahan di Kelurahan Tanjung. Pada 18 September
2009, perusahaan diwakili Tugio membayar tahap satu kepda warga Kelurahan Tanjung,
Rp1.000.000 per keluarga sebanyak 66 keluarga. Pembayaran itu, melalui ketua RT, seluas 800
hektar, tertuang dalam surat pernyataan penyerahan lahan oleh ketua-ketua RT dan ketua
lingkungan di Kelurahan Tanjung pada 11 Oktober 2010. Ia diketahui Lurah Tanjung Asuwan dan
Camat Kumpeh Syaifullah. Selanjutnya 2011, keluar izin lokasi berdasarkan Keputusan Bupati
Muaro Jambi. Sebelum mendapatkan izin 2011, sudah terjadi proses ganti rugi dan jual beli lahan
sejak 2008-2010.

Saat proses ganti rugi kepada masyarakat Kelurahan Tanjung 2010, BBS membayar tanpa
sosialisasi dengan masyarakat. Sejak beroperasi di Kelurahan Tanjung, BBS juga tak pernah
memberikan dana tanggung jawab sosial kepada warga. Pada 2012, Pemerintah Muaro Jambi,
melalui Badan Lingkungan Hidup memberikan izin lokasi. Ia berdasarkan Keputusan Bupati
Muaro Jambi, dan tanpa sosialisasi. Sampai keluar izin 2016—melalui BLH Muaro Jambi—seluas
175 hektar, tak ada proses penyelesaian lahan, sosialisasi, komunikasi dan konsultasi.

4
2.2.Penyebab Konflik

Desa Sago berada di Provinsi Jambi bertepatan dikabupaten Muaro Jambi kecamatan
Kumpeh Iiir. Pada tanggal 10 Desember 2005, kepala Desa Sago telah meyerahkan lahan seluas
200ha kepada kepala perusahaan PT. BBS. Penyerahan lahan bertujuan untuk melakukan proses
kerjasama kemitraan perkebunan kelapa sawit PT. BBS dengan masyarakat Desa Sago. Setelah
penyerahan lahan dilakukan dan jarak penyerahan sekitar tiga bulan, bertepatan Tanggal 26 Maret
2006 perusahaan PT. BBS melaksanakan sosalisasi tentang kemitaraan kepada masyarakat Desa
Sago yang bertepatan dirumah kepala Desa Sago. Setelah sosalissai selesai, selanjutnya
melaksankan peizinan kepada Bupati Muaro Jambi yaitu bapak Burhanudin Mahir bertepatan 14
Juli 2007 dengan persyarakat kemitraan yang telah disepakti secara bersama.
Proses kemitraan yang dilaksanakan oleh PT. BBS dengan masyarakat Desa Sago tidak
berjalan dengan baik. Ini membuktikan adanya penyalahan guna kesepakatan dan kerjasama yang
akan dibangun. Hal tersebut adanya kesepakatan yang dilakukan oleh PT. BBS dengan aktor yang
bernama Abu Bakar Jidin berasal dari Desa Tanjung. Kesepkatan tersebut hanya Abu Bakar Jidin
dengan PT. BBS tanpa adanya keikusertaan masyarakat setempat dan menyerahkan lahan dan
surat-surat masyarakat Desa Sago yang tidak sah, bertepatan Tanggal 11 Oktober 2010. Pada
Tahun yang sama (2010) pada bulan Desember PT. BBS melakukan pembersihan lahan tanpa
diketahui oleh masyarakat. Proses yang dilakukan masyarakat Desa Sago dengan PT. BBS tidak
ada kesepakatan dalam prose jual beli atau sewa atas tanah tersebut.
Sehingga pada Tanggal 25 Desember 2010 masyarakat melakukan penyerangan atau
pencegahan aktivitas PT. BBS terhadap tanah milik masyarakat. Ternyata dengan secepatnya
Tanggal 31 Januari 2011 Bupati Muaro Jambi memberikan izin ganda dan pada lokasi yang sama
denan mengeluarkan SK untuk bisa melaksanakan proses pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Selanjutnya, melalui Badan Permusyawarahan Desa (BPD) pihak PT. BBS memberi klarifikasi
atas lahan yang sedang digarap dan menyatakan bahwa PT. BBS telah membeli lahan tersebut dari
Abu Bakar Jidin yang didasari oleh;
1. Surat Kuas Jual Tanggal 27 Maret 2009 dan ditanda tangani oleh Abu. Bakar Jidin dan
Basri Yusup dengan luas lahan yang dijual ±400 ha milik Kelompok Tani.
2. Surat Keterangan Asal Tanah yang ditanda tangani oleh Seluruh Ketua RT dalam
Lingkungan 1, Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi, tapi tidak ditanda tangani

5
oleh Ketua Lingkungan I, Surat ini menerangkan bahwa lahan yang dijual berasal dari
tanah atau lahan masyarakat (adat) yang dikuasai menjadi tanah atau lahan Kelompok
Tani yang digarap sejak Tahun 2005.
3. Lampiran Keputusan Bupati Muaro Jambi Nomor 22 Tahun 2011, Tanggal 31 Januari
2011 Peta Izin Lokasi PT. Bukit Bintang Sawit.
Berdasarkan keterangan di atas, Abu Bakar Jidin dan PT. BBS di duga telah
melanggar Pasal 385 KUHP karena menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara
melawan hukum, menjual, menukarkan sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat, melakukan
penanaman atau pembenihan dan perampasan hak tanah orang lain. Oleh sebab itu, akan terjadi
konflik antara PT. BBS dengan masyarakat Desa Sago dalam hak kepemilikan atas tanah.

Perampasan tanah yang dilakukan oleh PT. BBS menyebabkan terjadinya konflik antara
masyarakat dengan perusahaan perkebunan sawit. Masyarakat menutut kembali perjajian
pertama yang telah dilakukan PT. BBS bersama masyarakat terkait kerjasama kemitraan.
Permasalahan yang muncul masyarakat yang memiliki tanah dan membuat kesepakatan dalam
kemitraan. Masyarakat Desa Sago memiliki wawasan termasuk baik dalam menyingkapi
masalah yang terjadi.

2.3. Resolusi Konflik

Persoalan konflik atas tanah yang muncul sampai saat ini belum terselesaikan. Ada 495
kepala keluarga yang kehilangan atas tanahnya seluas 1.373,4 hektar berasal dari Desa Sogo Desa
Seponjen, Dusun Pulao Tigo, dan Kelurahan Tanjung Kecamatan Kumpeh Kabupaten Muaro
Jambi yang sampai saat ini masih dalam penguasaan PT. Bukit Bintang Sawit (PT.BBS) Pada
posisi konflik yang terjadi, sampai saat ini masih dalam proses pemantauan beberpa lembaga di
level nasional, seperti KOMNAS HAM, MABES POLRI, ATR /BPN , Kementrian Kehutanan
dan lingkungan Hidup dan WALHI Nasional.

Sesuai arahan yang diberikan oleh lembaga nasional yang terlibat dalam proses
pemantauan konflik ini, Pemerintah Daerah seperti Bupati Muaro Jambi dan instansi terkait
lainnya, agar secepatnya menyelesaiakn konflik ini dan tidak sampai berlarut-larut.

Di tahun 2015 lalu, setelah dilakukan pendudukan aksi di DPRD Provinsi Jambi, Komisi
3 saat itu memastikan akan secepatnya membentuk tim pansus untuk mempercepat konflik yang
ada. Namun sampai saat ini, tim pansus yang dijanjikan belum terealisasi.

6
Di tahun 20017, aksi dilakukan kembali oleh masyarakat, dengan lokasi aksi berada
sekitaran kebun PT. BBS. Dari aksi yang dilakukan, kemudian muncul inisiatif Pemerintah Daerah
Kabupaten Mauro Jambi untuk membentuk tim legal audit. Namun sampai saat ini, hasil tim yang
dilakukan tidak membuahkan hasil yang baik. Dan konflik ini masih terus berlanjut sampai tahun
2019 dan sudah melewati 3 masa kepemipinan Bupati di Kabupaten Muaro Jamb. Hingga sampai
masyarakat sudah muak dengan janji manis dan ketidakseriusan pemerintah dalam proses
penyelesaian konflik yang terjadi,

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masyarakat Desa Sago tetap melakukan tuntutan terhadap perampasan tanah yang
dilakukan para aktor memiliki kepentingan dalam memperoleh keuntungan. Tidak ada alternatif
solusi dalam menyelesaikan konflik terhadap perampasan tanah, hanya ingin kembali tanah
mereka dikembalikan sebagai pendapatan masyarakat. Langkah yang dilakukan adalah PT. BBS
harus melakukan pengmabilan tanah mereka atau kembali untuk bekerjasama dalam kemitraan.
Oleh sebab itu, tindakan Abu Bakar Jidin dan PT. BBS di duga telah melanggar Pasal 385 KUHP
karena menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan hukum, menjual,
menukarkan sesuatu hak tanah yang belum bersertifikat, melakukan penanaman atau pembenihan
dan perampasan hak tanah orang lain.

3.2 Saran
Konflik seperti ini akan selalu terjadi, tapi perlu adanya penangan dan pencegahan yang serius
dari pemerintah untuk hal itu.terutama dalam konflik ini ada beberapa hal yang harus menjadi
catatan penting untuk masukan kepada pemerintah. Diantaranya adalah:
1. Mendorong peran aktif pemerintah Provinsi Jambi dan Kabupaten Muaro Jambi dalam
membuka ruang yang kondusif bagi penyelesaian konflik.
2. Perlunya sebuah lembaga komunikasi yang berada di wilayah netral yang memungkinkan
perwakilan kedua belah pihak yang berkonflik.
3. Perlu adanya Tim Resolusi Konflik yang memiliki kapasitas dalam penyelesaian konflik.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://www.walhi-jambi.com/2019/02/siaran-pres-aksi-konflik-lahan-antara.html
diakses 9 Desember 2019
https://www.mongabay.co.id/2019/02/21/konflik-lahan-warga-kumpeh-vs-perusahaan-sawit-
berlarut/
diakses 9 Desember 2019

https://journal.unnes.ac.id › nju › komunitas › article › downloadSuppFile


diakses 9 Desember 2019

Anda mungkin juga menyukai