Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SOSIOLOGI

KONFLIK SOSIAL DI LINGKAR TAMBANG

Disusun oleh kelompok 1:

Ketua kelompok: Andi Reza F. 4521046036

Anggota :

Muh. Taufik F. 4519046067 Heriawan 4521046047

Disyan Willi K. 4521046037 Ananda Rompe 4521046048

Ahmad Arief 4521046038 Agung 4521046049

Gian Akrydenti S. 4521046039 Sinta Timang 4521046050

Delni Septiyanto 4521046040 Meychel Naldy R. 4521046051

Sheila Melinda 4521046041 Andre Gamma G. 4521046052

Aldy 4521046042 Monto Biring 4521046053

Mikael Somba 4521046044 Haryanto AS. 4521046054

Muh. Agung P. 4521046045 Ahmad Haikhal 4521046055

Dwi Surya S. 4521046046 Bill Jooce K. 4521046056

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

UNIVERSITAS BOSOWA

MAKASSAR 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan yang maha Esa,
atasberkat dan rahmat-Nya yang telah di limpahkan kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang
berjudul “konflik sosial di lingkar pertambangan” sebagai tugas sosiologi
yang telah diberikan kepada penulis.

Dan juga adanya penulisan makalah ini tidak luput dari kontribusi
beberapa pihak telah membantu punyusunannya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Penulis menyadari bahwasannya penulisan makalah ini terdapat


banyak kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran
diperkenankan untuk penyempurnaan penulisan makalah ini.

Makassar, 18 juni 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I............................................................................................................1

PENDAHULUAN..........................................................................................1

A. Latar belakang....................................................................................1

B. Rumusan masalah.............................................................................2

C. Tujuan penulisan................................................................................2

BAB II...........................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................3

A. Konflik konflik sosial yang terjadi lingkar pertambangan..................3

B. Penyebab terjadinya konflik konflik sosial di lingkar pertambangan. 4

C. Upaya penyelesaian (solusi) pada konflik konflik sosial yang terjadi


di lingkar pertambangan...........................................................................8

BAB III........................................................................................................10

PENUTUP..................................................................................................10

A. Kesimpulan.......................................................................................10

B. Saran................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pertambangan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengusaha


tambang dengan tujuan mendapatkan barang tambang dan keuntungan
dari hasil tambang. Sebagaimana diketahuhi secara luas, bahwa
pertambangan dilakukan di Indonesia atas persetujuan atau kebijakan,
pertambangan adalah usaha yang legal sejauh dilandasi oleh peraturan
perundang-undangan. Dari segi ekologi dan kemasyarakatan,
pertambangan sering menimbulkan konfik, baik dengan masyarakat
dengan pengusaha tambang (pemegang izin) maupun antara
masyarakat dengan pemerintah (termaksud pemerintah daerah) dalam
hal tambang

Konflik-konflik tersebut pada umumnya berkaitan dengan lahan


(khususnya lahan yang diperuntukkan bagi hutan atau kawasan
lindung) dan dengan ketidaksetujuan sebagian warga masyarakat
terhadap penambang. Pada intinya, masyarakat ( juga LSM) tidak
setuju terhadap keputusan atau kebijakan pemerintah yang
mengkonversi kawasan lindung menjadi pertambangan. Demikian pula
ada penolakan masyarakat terhadap kegiatan itu karena merasa
dirugikan , atau mengalami ketidakadilan dalam hal tenaga kerja dan
pembagian keuntungan. Konflik lain yang juga terjadi ialah antara
pemerintah dengan para pemerhati atau pejuang lingkungan hidup.
Seperti sering di beritakan, bahwa pencemaran dan kerusakan
lingkungan juga terjadi akibat pertambangan yang tidak mempedulikan
ketentuan hukum lingkungan.

1
B. Rumusan masalah

1. Konflik konflik sosial apa saja yang terjadi di lingkar


pertambangan dan berikan contoh kasus konflik sosial yang
terjadi di pertambangan indonesia!
2. Apa yang menyebabkan terjadinya konflik konflik sosial di
lingkar pertambangan?
3. Bagaimana pemerintah, perusahaan pertambangan serta
masyarakat yang terlibat konflik menyesaikan suatu konflik
yang sedang terjadi?

C. Tujuan penulisan

1. Mengetahui konflik sosial di lingkar pertambangan


2. Mengetahui penyebab dari konflik konflik sosisal di lingkar
pertambangan
3. Mengetahui solusi serta penyelesaian dari konflik konflik
yang terjadi di lingkar pertambangan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konflik konflik sosial yang terjadi lingkar pertambangan

Penanganan konflik pertambangan membutuhkan rasionalitas


yang tinggi. Konflik pertambangan di dunia dari tahun ke tahun terus
meningkat termasuk di Indonesia. Konflik pertambangan dari 2002
sampai tahun 2013 terus meningkat. Peningkatan konflik juga dapat
diketahui dari tingginya peningkatan kegiatan eksplorasi. Sejak tahun
2002 hingga tahun 2013 konflik juga meningkat seiring tingginya
investasi. Dari sini kelihatannya ada korelasi atau keterkaitan antara
peningkatan kegiatan eksplorasi dengan konflik yang terjadi.
Kendatipun demikian, konflik terjadi bukan karena adanya kegiatan
eksplorasi melainkan kegiatan yang terkait eksplorasi yang
menimbulkan konflik. Adapun konflik konflik sosial yang terjadi serta
contoh kasusnya yaitu:

1. Sengketa lahan
 Contoh kasus
Sengketa lahan masyarakat di konsensi PT. Mahakam
sumber jaya kabupaten kutai kartanegara

Menurunnya kualitas hidup penduduk lokal

 Contoh kasus
Kualitas hidup masyarakat yang menurun di daerah
kelurahan Batuputih bawah kecamatan Ranuwulu kota
Bitung
2. Perbedaan pendapat serta keinginan sekelompok
masyarakat yang berharap dapat mengambil keuntungan
dari pertambangan
 Contoh kasus

3
Konflik perbedaan pendapat serta ketamakan yang
berada di Pertambangan Pasir Besi di Desa Wotgali

B. Penyebab terjadinya konflik konflik sosial di lingkar


pertambangan

Adapun konflik yang terjadi di lingkar pertambangan diakibatkan


beberapa faktor. Penambahan investasi sektor pertambangan pada
suatu negara dapat menyebabkan terjadinya konflik. Untuk memahami
penyebab terjadinya konflik pertambangan, perlu diketahui terlebih
dahulu bahwa dalam kegiatan pertambangan ada yang disebut The
Principle of Social Justice. Prinsip tersebut pada intinya
mengharuskan semua orang berhak atas persamaan untuk mengakses
kesejahteraan, kesehatan, keadilan, privasi, dan peluang, tanpa
memandang status hukum, politik, ekonomi, serta kondisi lain. Adapun
kelima prinsip tersebut ialah, Access (mendapatkan akses),
Equity (ketidakberpihakan), Diversity (Keanekaragaman), Participation (
Penyertaan/partisipasi), Human right (Hak Asasi Manusia). Prinsip
tersebut harus dipenuhi untuk mencapai keadilan sosial. Prinsip
tersebut telah berkembang menjadi filosofi, teori hukum, bahkan telah
menjadi naluri, ujar Rachman Wiriosudarmno.

Adapun yang dimaksud dengan the principle of social


justice dalam hal pemanfaatan sumber daya (kekayaan) alam menurut
Rachman Wiriosudarmo menerjemahkannya sebagai prinsip dalam
kaitan kemanfataan. Dalam hal kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu
wilayah yang dikembangkan dengan biaya sosial maka setiap orang
harus mendapat kemanfaatan. Pemerintah adalah pihak yang
berkewajiban memberikan kemanfaatan tersebut kepada masyarakat.
Apabila pemerintah gagal memberikan kemanfaatan, maka masyarakat
akan menuntut kemanfaatan itu dari pengembang kekayaan alam

4
Konflik tidak terjadi begitu saja tapi ada penyebabnya. Ada faktor
struktural dan ada faktor kontekstual serta faktor yang mendorong
konflik itu sendiri. Dari situ terlihat pemicu banyaknya konflik
pertambangan. Faktor struktural terdiri atas kebijakan pemerintah yang
liberal dan ekstrativist (intervionist measures). Kebijakan yang liberal
akan menyebabkan konflik antar korporasi dan masyarakat. Hal itu
disebabkan karena kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh
korporasi terlampau bebas sementara peran pemerintah tidak hadir. Di
sisi lain, konflik terjadi karena pemerintah lebih banyak fokus pada
pendapatan finansial sehingga kepentingan masyarakat terabaikan.

Adapun kebijakan yang extractivist atau interventionist


measure dapat menyebabkan terjadinya konflik antara pemerintah
dengan korporasi serta pemerintah dengan masyarakat. Konflik bisa
terjadi karena korporasi mendapat tekanan dari pemerintah, karena
adanya kepentingan nasional yang menjadi prioritas serta karena
kepentingan masyarakat terabaikan.

Faktor kontekstual lebih disebabkan karena faktor pertanahan


atau persoalan lahan, faktor lingkungan hidup dalam hal ini ialah
pencemaran, faktor kemiskinan atau kesenjangan sosial. Faktor
kontekstual lainnya disebabkan oleh faktor budaya dan tatanan sosial,
politik lokal dan pertentangan kepentingan dalam masyarakat.

Pemicu konflik dalam sektor pertambangan itu sering dikarenakan


adanya ingkar dari perjanjian, permintaan yang meningkat (the rising
demand), kepentingan pihak luar (provokasi), faktor echo effect (efek
gema), ada faktor respon negatif oleh pemerintah/parlemen serta
faktor the rising demand dari masyarakat. Masyarakat yang dimaksud
tentunya masyarakat di sekitar pertambangan yang terdampak.

Pendekatan yang dilakukan dalam penanganan konflik terdiri atas


pendekatan kompensasi dan pendekatan partisipasi yang selama ini

5
banyak digunakan oleh perusahaan dalam penanganan konflik.
Pendekatan kompensasi ialah pendekatan yang menggukan beberapa
faktor. Pendekatan ini sulit karena menentukan standar besaran harga,
tidak pernah memuaskan, negosiasi antara pihak yang tidak
berimbang. Sehingga dari sini seperti menjadi bom waktu yang
sewaktu-waktu meledak.

Pendekatan berikutnya yang biasa digunakan yaitu pendekatan


partisipasi. Pendekatan partisipasi dilakukan melalui pendekatan
keterlibatan sejak awal.  Pendekatan melalui keterlibatan sejak awal
kemudian berlanjut yang membutuhkan penjelasan terus-menerus
tentang kegiatan. Dari dua bagian pendekatan partisipasi tersebut
mengharuskan adanya kejujuran dan transparansi. Pendekatan lain
dari partisipasi ialah dengan keterlibatan seluruh warga masyarakat
sekitar tambang. Sayangnya pemerintah lebih mendahulukan
pendekatan kompensasi dan partisipasi dalam penanganan konflik
ketimbang menggunakan pendekatan keadilan sosial.

Konflik pertambangan seringkali terlihat masalah pemerintahan di


wilayah pertambangan. Masalah itu seperti tidak hadirnya pemerintah di
wilayah terpencil. Selain itu kemampuan menyampaikan pelayanan
rendah sehingga kepercayaan warga juga rendah kepada pemerintah.
Kepercayaan kepada pemerintah setempat yang rendah juga terjadi
karena harapan masyarakat tidak realistis

Dalam sesi pertanyaan seorang bertanya terkait dengan untuk


penanganan konflik pertambangan, kalau kami sebagai lawyer
biasanya kalau ada konflik antar para pihak, jika tidak bisa damai atau
mediasi maka selanjutnya proses ditangani secara hukum.

Adapun penyebab munculnya konflik dapat dilihat dari hubungan


masing-masing pihak, dapat dijelaskana.

a) Antara pemerintah dan masyarakat:

6
1. Disebabkan belum meratanya pemberdayaan
masyarakat melalui kebijakan yang dibuat pemerintah
dapat dilihat dengan belum validnya sistem penerbitan
surat pernyataan penggarapan lahan, sehingga banyak
masyarakat penggarap lahan tidak mendapatkan
kepemilikan hak garap. Situasi ini menyebabkan SPPL
yang telah terbit tidak diterima oleh masyarakat di
wilayah tersebut. Masyarakat merasa tidak dihargai
karena tidak diikutsertakan dalam proses pembebasan
lahan, karena hanya kelompok masyarakat tertentu yang
memiliki kepentingan dengan team pembebasan lahan
perusahaan.
2. Belum adanya pengawasan terhadap program CSR
yang dijanjikan perusahaan sehingga menyebabkan
banyak penyalahgunaan yang merugikan masyarakat.
Masyarakat merasa dirugikan karena banyak hak yang
seharusnya disalurkan kepada masyarakat namun tidak
3. sampai karena penyelewengan oknum dan perusahaan,
pemerintah belum melakukan pengawasan yang baik
terhadap program CSR yang menjadi hak masyarakat.
b) Antara masyarakat dan perusahaan :
1. Persoalan yang mendasar adalah kepentingan ekonomi,
perusahaan yang datang dengan membawa modal
menjadi magnet penarik bagi masyarakat untuk mencari
keuntungan ekonomis, hal ini menjadi motif utama dalam
konflik antara perusahaan dengan masyarakat.
Perusahaan dengan modal yang besar ingin
membebaskan lahan yang akan digarap dengan cepat
tanpa melalui proses yang seharusnya karena memakan
waktu yang panjang. Situasi tersebut dimanfaatkan oleh

7
oknum team pembebasan lahan dan oknum pemerintah
desa untuk menerbitkan surat yang tidak sesuai.
c) Antara perusahaan dan pemerintah :
Adanya saluran komunikasi yang terhambat menyebabkan
situasi tersebut dimanfaatkan oleh oknum aparat dan
perusahaan untuk mencari keuntungan dengan belum
siapnya sistem yang ada, keadaan ini memperburuk situasi
yang terjadi dan mempersulit dalam proses penyelesaian
konflik yang telah terjadi.

C. Upaya penyelesaian (solusi) pada konflik konflik sosial yang


terjadi di lingkar pertambangan

Terkadang permasalahan pertambangan diurusi oleh kementerian


sektor lain, misal Kementerian Lingkungan Hidup. Inspektur tambang
juga belum cukup untuk mengurus permasalahan sektor
pertambangan. Jadi harus ada direktorat khusus Direktorat Jenderal
Minerba yang mengurus permasalahan pertambangan. Mulai dari
permasalahan konflik, kesehatan pekerja dan juga kesehatan
masyarakat, masalah lingkungan dan masalah sosial lainnya. Direktorat
tersebut kemudian bersinergi dengan kementerian terkait agar bisa
mencegah dan mengatasi konflik pertambangan. Upaya penyelesaian
konflik berdasarkan kekuasaan dan kepentingan masing-masing,
begitupun tujuannya. Penyelesaian konflik itu, lebih menggunakan
pendekatan penegakan hukum positif melalui proses pengadilan
sementara penggunaan alternatif penyelesaian masalah hanya pada
fase laten dan fase pemicu

Adapun beberapa upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan


suatu konflik yang terjadi di lingkar pertambangan yaitu:

1. Pendekatan kompensasi ialah pendekatan yang


menggukan beberapa faktor. Pendekatan ini sulit karena

8
menentukan standar besaran harga, tidak pernah
memuaskan, negosiasi antara pihak yang tidak berimbang.
Sehingga dari sini seperti menjadi bom waktu yang
sewaktu-waktu meledak.
2. pendekatan partisipasi. Pendekatan partisipasi dilakukan
melalui pendekatan keterlibatan sejak awal. Pendekatan
melalui keterlibatan sejak awal kemudian berlanjut yang
membutuhkan penjelasan terus-menerus tentang kegiatan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari sebuat perbedaan aspirasi dan presepsi akan terjadi isebuah


konflik yang sama sama mempertahankan kepentingannya baik dari
pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat yang sebagai korban
suatu pertambangan.

Dalam menciptakan pola pengelolaan konflik perlu adanya upaya


meningkatkan kualitas perdamaian dalam konflik. Gelar dialog sebagai
jembatan penyampaian aspirasi masyarakat. Pemerintah perlu
menciptakan pola konflik yang nantinya meningkatkan kualitas
masyarakat.

B. Saran

Disamping itu disarankan kepada Pemerintah Daerah agar segera


merespon setiap aspirasi yang muncul di tengah masyarakat. Dialog
yang hangat antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat harus
diutamakan dalam meyelesaikan setiap permasalahan yang ada.
Janganlah merespon sebuah permasalahan setelah terjadi tindak
kekerasan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Usboko, Ignasius. 2016. Role players analysis dalam konflik pengelolaan


sumber daya alam.Politika.

Nugroho, Wahyu. 2020. Persoalan Hukum Penyelesaian Hak atas Tanah


dan Lingkungan Berdasarkan Perubahan Undang-Undang
Minerb. Jakarta. Fakultas Hukum Universitas Sahid Jakarta.

Harjanto, Budi, dkk. 2019. Penyelesaian sengketa lahan masyarakat di


konsensi tambang PT. Mahakam sumber jaya kabupaten Kutai
Kertanegara. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

Ma’rifah Risalatul, dkk. 2014. Konflik pertambangan pasir besi di desa


wogalih, kecamatan Yosowalingun, kabupaten Lumajang.

11

Anda mungkin juga menyukai