Anda di halaman 1dari 36

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM


UPAYA DAN STRATEGI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBANGUNAN PABRIK
SEMEN REMBANG PASCA PUTUSAN PK MELALUI PENGEFEKTIFAN
KOMUNIKASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

Dosen: Kayus Kayowuan Loweleba, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 4
1. Risya Hadiansyah (1610611136)
2. Belly Astatantica Stanio (1610611152)
3. Silmi Hanifah (1610611155)
4. Rarenzan Widita (1610611158)
5. Nada Siti Salsabila (1610611159)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga
akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Dagang yang berjudul “Makalah tentang Upaya
dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang Pasca Putusan PK
Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum dapat selesai seperti waktu yang telah
ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang
telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat
bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa
“Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di
masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 6
1.3 Tujuan Masalah ................................................................................................................. 6

BAB II LANDASAN TEORI


2.1 Definisi Lingkungan .......................................................................................................... 7
2.2 Definisi Ekologi................................................................................................................. 7
2.3 Definisi Ekosistem ............................................................................................................. 8
2.4 Definisi dan Perspektif Sosiologi Lingkungan .................................................................... 9
2.5 Konsep Sosiologi Lingkungan ......................................................................................... 11
2.6 Paham-Paham Yang Memperjuangkan Lingkungan ......................................................... 12
2.7 Interaksi Antara Masyarakat Dan Lingkungan.................................................................. 17
2.8 Hubungan Antara Manusia Dengan Lingkungan .............................................................. 19
2.9 Arti Penting Lingkungan Bagi Manusia ........................................................................... 19
2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Permasalahan Lingkungan....................................................... 20
2.11 Klasifikasi Pencemaran Lingkungan .............................................................................. 20
2.12 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ...................................................... 21

BAB III UPAYA DAN STRATEGI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBANGUNAN


PABRIK SEMEN REMBANG PASCA PUTUSAN PK MELALUI PENGEFEKTIFAN
KOMUNIKASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM
3.1 Latar Belakang Kasus ...................................................................................................... 23
3.2 Kronologi Kasus .............................................................................................................. 25
3.3 Upaya Penyelesaian Kasus ............................................................................................... 26
3.4 Mengefektifan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) ..... 28

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 30

iii
4.2 Saran ............................................................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 32

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Masyarakat dan lingkungan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. masyarakat
Perilaku dan tindakan manusia dalam kehidupan keseharian berpengaruh pada kualitas
lingkungan dimana ia tinggal. Kerusakan lingkungan telah menjadi ancaman yang sangat
serius di semua belahan bumi dan telah dirasakan dengan adanya perubahan iklim dan efek-
efek yang ditimbulkannya. Di Indonesia, lingkungan yang mengalami kerusakan yang
parah dapat dilihat pada penggundulan hutan, polusi udara, maupun pencemaran sungai.
Berkaitan dengan masyarakat yang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, perspektif
sosiologis tidak dapat dipungkiri menjadi sangat penting dalam kajian tentang lingkungan.
Selain bersinggungan dengan kondisi geografis, biologis, teknologi, maupun ekonomi,
kajian lingkungan tidak dapat dilepaskan dari fenomena sosial-budaya sebuah masyarakat.
Inilah mengapa kajian lingkungan selalu menjadi kajian yang interdisipliner. Berkaitan
dengan interdisipliner, Dickens berpendapat tentang pentingnya pembagian kerja para
intelektual untuk mengatasi problema kerusakan lingkungan tersebut. Tiga ranah ilmu
pengetahuan –biologis, fisik dan sosial –memiliki keterkaitan dan problema lingkungan
harus menjadi kajian di tiga ranah ilmu pngetahuan ini. Di era sosiologi kontemporer
dewasa ini, sosiologi lingkungan didominasi oleh analisis kritis dan konstruksi sosial.
Disisi lain, dapat kita ketahui bahwasannya nilai-nilai dan norma tradisional khususnya
hukum adat, tanah bukanlah befungsi sebagai suatu aset ekonomi, melainkan lebih dari itu
tanah dipandang secara metafisik sebagai sosok “ibu” bagi semua makhluk hidup yang
hidup dan tinggal di atasnya. Pandangan filosofis tentang tanah atau bumi sebagai ibu ini
adalah nilai paling fundamental dalam kaidah-kaidah hukum adat tentang tanah dalam
masyarakat tradisional khususnya masyarakat tradisional-agraris. Ketersediaan sumber
daya alam berjalan beriringan dengan pertumbuhan manusia di dunia. Akan tetapi jumlah
populasi yang semakin meningkat tidak seimbang dengan ketersediaan sumber daya alam
dibumi. Garret Hardin di dalam artikelnya yang berjudul The Tragedy of the Commons,
mencoba membahas persoalan populasi dan sumber daya alam. Berfokus pada sumber daya
alam yang tidak berkepemilikan; yang bisa dinikmati siapa saja (commons). Sumber daya
alam semacam ini contohnya adalah padang rumput, udara, air, ikan di laut, dll. Berkaitan
dengan hal tersebut seiring dengan perkembangan masyarakat yang dinamis timbul sebuah
gesekan yang dapat dikatakan sebagai konflik sosial kaitan dengan pengelolaan sumber
1
daya alam yang dimana sering terjadi pertentangan antara pemerintah, perusahaan, dan
masyarakat setempat.
Secara filosofis konflik sosial yang mengiringi suatu rencana usaha industri yang
memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan secara potensial bisa menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan hidup terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Konflik sosial
tersebut pada umumnya melibatkan masyarakat lokal (termasuk masyarakat adat) dan
korporasi yang didukung pemerintah daerah. Konflik antara masyarakat lokal yang
tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pasir (PPLP) dan PT Jogja Magasa Iron (JMI)
terjadi sejak korporasi tersebut mengumumkan rencana penambangan pasir besi di Kulon
Progo pada pertengahan tahun 2000-an. Sementara korporasi yang didukung pemerintah
pusat dan daerah tersebut berhasil membangun pabrik pengolahan pasir besi, PPLP yang
didukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) terus menolaknya.. Masyarakat lokal
berhadapan dengan korporasi (PT Panggon Sarkarya Sukses Mandiri) terjadi di Kota Batu,
Jawa Timur seiring rencana pembangunan hotel yang mengancam kelestarian mata air
Umbul Gemulo. Meskipun masyarakat setempat sempat memenangkan gugatan di
Pengadilan Negeri Malang, pada akhirnya mereka dikalahkan oleh pengajuan kasasi ke MA
oleh perusahaan tersebut.
Sementara itu masyarakat adat di Bali yang didukung OMS, akademisi, dan
budayawan, berhadapan dengan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) yang telah
memiliki rujukan legal Peraturan Presiden (Perpres) No. 51/2014 untuk melakukan proyek
reklamasi Teluk Benoa, Bali. Sementara tahapan proses menuju konstruksi proyek tersebut
berjalan, aksi-aksi penolakan oleh masyarakat adat di Bali terus terjadi, dan belum ada
indikasi penyelesaian konflik. Kasus-kasus konflik serupa yang mengiringi rencana
pengembangan atau ekspansi industri terjadi di berbagai daerah.
Salah satu kasus yang menarik perhatian publik secara luas adalah konflik sosial yang
mengiringi rencana pembangunan pabrik semen dengan memanfaatkan batu kapur atau
batu gamping (karst) di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Konflik sosial ini memperhadapkan
antara masyarakat lokal atau adat dan korporasi semen yang telah berlangsung sejak tahun
2008. Pada awalnya, masyarakat adat berhadapan dengan PT Semen Gresik (kemudian
berubah menjadi PT Semen Indonesia) pada tahun 2008-2009. Setelah kemenangan
gugatan masyarakat adat di PTUN Semarang dan PT Semen Gresik membatalkan
investasinya pada tahun 2009, korporasi semen yang lain, PT Sahabat Mulia Sakti (SMS)
berupaya melakukan investasi semen di Pati sejak 2010. Konflik yang memperhadapkan
masyarakat adat dan korporasi semen pun kembali terjadi hingga kini.
2
Konflik ini mendapatkan perhatian publik secara luas, sebagaimana tampak dari liputan
media online dan cetak, dan tanggapan publik melalui media sosial. Seiring dengan itu,
sejumlah analisis konflik pun ditawarkan terutama oleh para aktivis OMS. Novianto
melihat bahwa rencana pembangunan pabrik semen adalah bagian dari ekspansi
kapitalisme yang didukung negara (pemerintah) dan kemudian dilawan oleh masyarakat
setempat yang terancam. Aktivis WALHI, Ning Fitri menyatakan bahwa rencana pendirian
pabrik semen oleh PT SMS telah menimbulkan konflik antara kelompok yang pro dan
kontra di dalam masyarakat, dan dengan mempertimbangkan potensi dampak lingkungan
yang akan terjadi, maka rencana tersebut harus dihentikan. Bahkan sebuah rumah produksi,
Watchdog, menggambarkan konflik ini melalui film dokumenter di laman Youtube
“SAMIN vs SEMEN”.
Lebih lanjut, pembangunan pabrik semen oleh P.T. Semen Gresik di Pegunungan
Kendeng Utara yang menjadikan areal karst mendapat penolakan masyarakat. Hal tersebut
dikarenakan pabrik yang dibangun menggunakan penambangan batu karst di Pegunungan
Kendeng sebagai bahan baku. PegununganKendeng merupakan pemasok kebutuhan air
bagi kawasan pertanian di daerah sekitarnya. Warga melakukan penolakan terhadap apapun
terkait pembangunanpabrik semen di area tersebut. Pembangunan dinilai merusak sumber
daya air danmematikan sektor pertanian di daerah sekitarnya.
Penggunaan kawasan karst Watuputih sebagai tempat penambangan batu
kapur,melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah
nomor06/2010. Pasal 63 perda tersebut menetapkan areal menjadi kawasan lindung.
Keprihatinan yang membuat para petani melakukan “protes keras” atas ketidakadilan.
Ketidakadilan terhadap para nasib petani kendeng, ketidakadilan kepada lingkungan,
ketidakadilan pada masa depananak cucu dan ketidakadilan pada masyarakat luas karena
ancaman bencana ekologis
Seperti halnya yang telah dipaparkan sebelumnya menurut Garret Hardin di dalam
artikelnya yang berjudul The Tragedy of the Commons, mencoba membahas persoalan
populasi dan sujmber daya alam. Berfokus pada sumber daya alam yang tidak
berkepemilikan; yang bisa dinikmati siapa saja (commons). Sumber daya alam semacam
inicontohnya adalah padang rumput, udara, air, ikan di laut, dll. TragediKepemilikan
Bersama timbul saat setiap manusia berusaha mengambil kekayaan alam yang menjadi
milik bersama untuk kepentingan pribadinya sehingga merugikan mahkluk hidup lain.
Oleh karena itu, Tragedi Kepemilikan Bersama ini umumnya terjadi pada sumber daya
alam yang merupakan milik bersama.
3
Pembangunan pabrik semen dimulai tahun 2005 yang diawali oleh PT.Semen Gresik
yang akan mendirikan pabrik di empat kecamatan diantaranya Sukolilo, Kayen, Gabus, dan
Margorejo , yang terbagi dalam empat belas desa dengan total luas lahan 1350 hektar.
Rencana P.T. Semen Gresik ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah
setempat, baik itu Pemerintah Provisi Jawa Tengah yang mengeluarkan Perda Provinsi
Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2010-2030 yang menetapkan Pegunungan Kendeng Utara di Desa Sukolilo
Kabupaten Pati sebagai area industri dan pertambangan, maupun PemerintahKabupaten
Pati yang mengeluarkan Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) kepadaP.T. Semen Gresik
dalam Joeni. Namun, PT. Semen Gresik gagal melakukan kegiatan eksplorasi di kawasan
Kendeng karena penolakan warga.
Adanya komunitas “Sedulur Sikep” yang menjadimotor utama penolakan atas rencana
pembangunan pabrik semen. Gunretno, tokohmuda komunitas Sedulur Sikep di Desa
Sukolilo, adalah sosok yang memiliki peranpenting dalam gerakan perlawanan warga
Sukolilo atas rencana pendirian pabriksemen di desa Sukolilo. Ia lah yang kemudian
menjadi koordinator sebuah wadah yang didirikan dalam rangka untuk memfasilitasi
gerakan seluruh warga (tidak hanya meliputi anggota komunitas Sedulur Sikep, melainkan
juga termasuk warganon Sedulur Sikep) untuk menyelematkan Pegunungan Kendeng
Utara dari rencanapertambangan yang dinamakan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan
Kendeng (JMPPK).
Pabrik Semen selanjutnya akan membatasi ruang hidup warga dan akan menyebabkan
permasalahan sosial. Dalam keyakinan warga,operasi pabrik semen akan menggangu CAT
(cekungan air tanah) yang menjadisandaran warga yang sebagian berprofesi sebagai petani
untuk memenuhi kebutuhanhidup sehari-hari. Penolakan dari warga kendeng juga
didukung oleh aktivis“Sedulur Sikep” yang menganut kepercayaan Samin. Sedulur Sikep
merupakan wargaasli yang tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua
provinsiantara Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur.
Pada 12 April 2016, media massa di Indonesia serentak memberitakan Kartini
Pegunungan Kendeng. Dalam sebuah aksi teaterikal di depan Istana Merdeka Jakarta,
sembilan orang perempuan Kendeng merelakansemen mengecor kaki mereka. Sembilan
ibu-ibu dari Pegunungan Kendeng menyemenkedua kaki. Mereka adalah Sukinah, Sutini,
Murtini, Ngadinah, Giyem, Karsupi,Surani, Deni, Ambarwati. Sebuah simbol dari
pemaknaan semiotik keberadaanpabrik semen akan mengikat kehidupan mereka.

4
Petani dari kawasan pegunungan Kendeng, kabupaten Rembang Jawa Tengah, kembali
menggelar aksi mencor kaki dengan semendi depan Istana Negara dimana terdapat lima
petani yang melakukan cor kedua kaki, yaitu dua laki-laki dan tiga perempuan. Pada hari,
Kamis 16 Maret 2017 Patmi dan puluhan peserta lain mulai mengecor kaki. Patmiwarga
Pegunungan Kendeng, yang ikut dalam aksi melakukan cor kaki didugameninggal dunia
karena serangan jantung. Munculnya gerakan perempuan Kendeng, dikupasdari pemikiran
ekofeminisme tak lepas dari kegelisahan perempuan terhadap praktik-praktik perusakan
ekologis yang berujung pada ketidakadilan gender. Ekofeminismemerupakan aliran
feminis gelombang ketiga yang menjelaskan keterkaitan alam danperempuan, dengan titik
fokus pada kerusakan alam dan penindasan perempuan.Istilah ini pertama kali
diperkenalkan oleh penulis Prancis Françoise d’Eaubonne dalam bukunya, Le Féminisme
ou la Mort (1974). Ekofeminisme membahasdi satu pihak, eksploitasi dan dominasi
perempuan terhadap lingkungan; dan dipihak lain, berpendapat bahwa sesungguhnya ada
hubungan historis antaraperempuan dan alam. Para Ekofeminis percaya bahwa hubungan
ini digambarkan melalui nilai timbal balik ‘perempuan’ secara tradisional, pemeliharaan
dankerjasama, yang terjadi baik di kalangan perempuan maupun di alam. Perempuan dan
alam juga bersatu dalam sejarah mereka, yang sama-sama pernah mengalamipenindasan
oleh masyarakat patriarki. Adapun tujuan dan gerakan ini adalah untuk mendekonstruksi
keterpurukan ekologis yang dilakukan dan didominasi olehkaum laki-laki.
Dalam pandangan ini, alam dianggap sebagai representasi dan simbol perempuan yang
selama ini tunduk dalam dominasilaki-laki. Dalam Kasus Kendeng dominasi diwakili oleh
kuasa negara yang tidakhadir untuk memberi persetujuan pelestarian alam, alih-alih terlihat
pro pada agen eksploitatif. Akibatnya perempuan lalu teralienasi, kehilangan ruang hidup,
terpisah dari alam, yang disimbolkan dalam pemasungan kaki di depanIstana Merdeka.
Keputusan Presiden Joko Widodo saat melakukanaudiensi dengan warga Kendeng ,bahwa
akan dilakukan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) di pegunugan Kendeng yang
melibatkan 5 kabupaten dengan 5butir keputusan juga tidak ditaati oleh pemerintah daerah.
Dalam butirkeputusan tersebut, sudah jelas disebutkan bahwa selama proses KLHS
berlangsung 1 tahun, semua keggiatan pertambangan harus dihentikan, tidak boleh ada izin
baru yang keluar dan semua proses harus terbuka. Walaupun Surat Keputusan KLHStelah
keluar, justru gubernur melakukan tindakan yang kontraproduktif denganmengeluarkan
izin lingkungan baru. Gubernur berarti telah melawan putusan pemimpin tertinggi, kepala
Negara dan kepala pemerintahan di negeri ini yaitupresiden RI, 2 Agustus 2016. Berkaitan
dengan pokok permasalahan tersebut maka kami mengangkat sebuah topik makalah dengan
5
judul "Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang
Pasca Putusan PK Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum".

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1. Bagaimana upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen
Rembang pasca Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum?
2. Bagaimana pengefektifan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial
Responsibility) bila dikaitkan dengan kasus semen Rembang?

1.3 Tujuan Masalah


Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan
makalah ini adalah:
1. Untuk mengkaji upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen
Rembang pasca Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum.
2. Untuk mengetahui bagaimana pengefektifan tanggung jawab sosial perusahaan
(Corporate Sosial Responsibility) bila dikaitkan dengan kasus semen Rembang.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Lingkungan


Menurut UURI No.4 Tahun 1982 & UURI No. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan
Hidup, lingkungan didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
kedaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya.
Menurut Soerjono Soekanto, lingkungan dibedakan dalam kategori-kategori sebagai
berikut:
a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia.
b. Lingkungan biologi, yakni segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme
yang hidup (manusia termasuk juga di dalamnya).
c. Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang, baik individual maupun kelompok
yang berada di sekita manusia.

2.2 Definisi Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya
rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang
mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup
dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau
sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan
oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).
Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai
ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk
pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya
adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan
produktivitas.
Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya.
Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
hubungan timbal balik tersebut.

7
Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada
komponenkornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar
pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.

2.3 Definisi Ekosistem


Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan
kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling
mempengaruhi.
Ilmu yang mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari dua kata dalam
bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat tinggal, dan logos
artinya ilmu. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914).
Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun
70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya.
Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya
dengan mengadakan hubungan antarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam
tempat hidupnya atau lingkungannya.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut:
a. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang
lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.
b. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang
menyebabkannya
c. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan
antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: Komponen hidup (biotik)
Komponen tak hidup (abiotik).
Kedua komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu
kesatuan yang teratur. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari
ikan, tumbuhan air, plankton yang terapung di air sebagai komponen biotik, sedangkan
yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut
dalam air.

8
2.4 Definisi dan Perspektif Sosiologi Lingkungan

Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefenisikan sebagai cabang sosiologi


yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial
manusia.
Sosiologi lingkungan merupakan kajian dalam disiplin ilmu sosiologi yang
perkembangannya menjadi keniscayaan di abad 21 ini. Kajian tentang lingkungan menjadi
kajian interdisipliner karena fenomena lingkungan bersinggungan dengan kondisi
geografis, biologis, teknologi, politik, maupun sosial-budaya. Persinggungan lingkungan
dengan kondisi sosial dijelaskan oleh Dunlap dan Marshall sebagai berikut:
There is little doubt that environmental problems will be one of humanity’s major
concerns in the twenty-first century, and it is becoming apparent that sociologists
can play an important role in shedding light on these problems and the steps that
need to be taken to cope with them. While the study of environmental issues is an
inherently interdisciplinary project, spanning the natural and social sciences as well
as humanities………… This stems from growing awareness of the fact that
environmental problems are fundamentally social problems: They result from
human social behavior, they are viewed as problematic because of their impact on
humans (as well as other species), and their solution requires societal effort.
Dengan perspektif sosiologi lingkungan, sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu
sesungguhnya telah melakukan perubahan “mainstream” sosiologi yang telah lama
berkembang sebagai ilmu yang mempelajari tentang fakta sosial. “To legitimize sociology
as a discipline, it was important to move away from explanations of, for example, racial
and cultural differences in terms of biological and geographical factors, respectively”.
Lebih lanjut, dalam jurnal The American Sociologists (1994), Dunlap & Catton
mengemukakan pentingnya melihat faktor sosial dalam mengkaji masalah lingkungan;
The emergence of environmental sociology in the 1970s, the decline of interest it
experienced in the the early 1980s, and its revitalization since the late 1980s are
described and linked to trends in societal interest in environmental problems. We
suggest that the status of the field has been heavily dependent upon societal attention
to environmental problems, in part due to the larger discipline’s ingrained
assumption that the welfare of modern societies is no longer linked to the physical
environment.

9
Mengapa dibutuhkan sosiologi lingkungan juga diungkap dalam Introduction buku
Environmental Sociology, from Analysis to Action (2009: 2-3) oleh McCarthy and Leslie
King bahwa analisis sosiologis diperlukan dalam mengkaji lingkungan karena pemecahan
problem yang berbeda dengan ilmu-ilmu alam;
Sociologists, by focusing their research on questions of inequality, culture, power
and politics, the relationship between government and economy, and other societal
issues, bring a perspective to environmental problem-solving that is quite different
from that of most natural and physical scientists.
Berdasarkan hal tersebut di atas, sosiologi menurut Hannigan (1995:15), dapat
memberi kontribusi positif pada kajian lingkungan karena masalah lingkungan perlu
pemecahan dari perspektif sosial-masyarakat, dan hal tersebut tidak semata urusan ilmu-
ilmu alam atau eksak;
………..sociologists can make a positive contribution to the environmental debate
by both incorporating and engaging. The former suggests that pockets or niches of
environmental research can enrich mainstream sociological theory even if they do
not as yet have the capacity to transform the discipline as a whole. The latter
recognises that there is much to gain in applying the sociological imagination to the
extra-disciplinary study of contemporary environmental issues; for example,
through political economy models or via the sociology of science and knowledge.
Alas, sociologists far too often end up as ‘underlabourers’ in this endeavour, being
viewed as supporting actors in a cast dominated by natural scientists and
environmental policymakers.
Melalui kajian sosiologis, problema lingkungan akan dikaji dari aspek perilaku,
tindakan maupun budaya masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai
contoh, tindakan sesorang yang menginginkan efisiensi.
Bahwa kajian lingkungan adalah interdisipliner, Dickens (1996: 29-34) berpendapat
tentang pentingnya pembagian kerja para intelektual untuk mengatasi problema kerusakan
lingkungan tersebut. Tiga ranah ilmu pengetahuan – biologis, fisik dan sosial – memiliki
keterkaitan dan problema lingkungan harus menjadi kajian di tiga ranah ilmu pengetahuan
ini;
A key result is our failure to understand how social processes as understood by the
social sciences combine with ecological and natural systems as understood by the
natural and physical sciences. We are back to the question of’one science’ briefly
mentioned by Marx a century and a half ago and later attempted by Engels. The
10
situation now, however, has marched well beyond the ‘two sciences’ (one for ‘man’,
the other for ‘nature’) as originally outlined by Marx. We now have three main forms
of knowledge. Even this, of course, underestimates the extent of the debates within
these areas of scientific work. It surely goes without saying that an adequate
appreciation of humans’ relation with nature entails not only an understanding of the
mechanisms within the physical, natural and social worlds but, just as importantly,
of how these interact with one another. How can these interactions be envisaged?
…….. This entail recognising that there are real causal mechanisms and powers
within the physical, biological and social worlds. It also entails recognising a
stratified way in which these mechanisms and powers are organised and relate to one
another.

2.5 Konsep Sosiologi Lingkungan


Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefenisikan sebagai cabang sosiologi
yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial
manusia. Menurut Dunlop dan Catton, sebagaimana dikutip Rachmad, sosiologi
lingkungan dibangun dari beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu:
a. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk
membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia
yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.
b. Masyarakat modern tidak berkelanjutan (unsustainable) karena mereka hidup pada
sumberdaya yang sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh
lebih cepat jika dibandingkan kemampuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dan
dalam tataran global, proses ini diperparah lagi dengan pertumbuhan populasi yang
pesat
c. Masyarakat menuju tingkatan lebih besar atau lebih kurang berhadapan dengan kondisi
yang rentan ekologis.
d. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan
tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyelesaian besar-besaran jika krisis
lingkungan ingin dihindari.
e. Pengenalan dimensi-dimensi krisis lingkungan yang menyumbang pada ‘pergeseran
paradigma’ dalam masyarakat secara umum, seperti yang terjadi dalam sosiologi
berupa penolakan terhadap pandangan dunia Barat yang dominan dan penerimaan
sebuah paradigma ekologi baru.
11
f. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan melalui perluasan paradigma
ekologi baru di antara publik, massa dan akan dipercepat oleh pergeseran paradigma
yang dapat dibandingkan antara ilmuan sosial dan ilmuan alam.
Ilmuan sosial mengabaikan konsep daya dukung, namun dengan mengabaikan konsep
ini sama saja berasumsi bahwa daya dukung lingkungan selalu enlargeable dengan yang
kita butuhkan, Dengan demikian sosiologist telah menolak kemungkinan kelangkaan.
Meskipun tidak menyangkal bahwa manusia adalah spesies yang luar biasa, para ilmuan
sosiologi lingkungan berpendapat bahwa keterampilan khusus dan kemampuan tetap gagal
untuk membebaskan masyarakat dari batasan-batasan lingkungan alam.
Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek
budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada
lingkungan. Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-
bentuk persekutuan hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan
ekonomi. Ketiga bagian dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak
temperamen manusia (Ibnu Khaldun dalam Madjid Fakrhy, 2001:126).
Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi lingkungan menyatakan
lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya,
politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsi dalam tubuh manusia ada
tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting
lingkungan.
Lebih lanjut, dalam kajian sosiologi lingkungan, beragam perilaku sosial seperti konflik
dan integrasi yang berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan, adaptasi terhadap
perubahan lingkungan atau adanya pergeseran nilai-nilai sosial yang merupakan efek dari
perubahan lingkungan harus dapat dikontrol. Hal ini dilakukan agar kemunculan pengaruh-
pengaruh berupa faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kondisi lingkungan (eksogen)
dapat terdeteksi atau dikenali dengan jelas. Dengan demikian dapat dipahami bahwa
sosiologi lingkungan adalah cabang sosiologi yang mengkaji aspek-aspek lingkungan,
seperti pemanfaatan sumberdaya alam serta pencemaran dan kerusakan lingkungan yang
dilakukan oleh manusia dengan beragam alasan sebagai dampak ikutannya.
2.6 Paham-Paham Yang Memperjuangkan Lingkungan
a. Paham Biosentrisme
Paham biosentrisme menyatakan bahwa bukan hanya manusia dan kumunitasnya yang
pantas mendapatkan pertimbangan moral, melainkan juga dunia binatang. Akibat
pertimbangan moral hanya ditunjukkan pada kepentingan manusia saja, hewan-hewan
12
hanya langka disekitar kita gagal dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu,
biosentrisme mendasarkan perhatian dan perlindungan pada seluruh spesies, baik mamalia,
melata, biota laut, maupun unggas.
Williuam Chang menyamakan biosentrisme dengan animal centered ethic
(animalsentrisme). Artinya, semua binatang perlu dipertimbangkan secara moral, sekalipun
tidak perlu mendudukkan semua jenis hewan pada jenjang yang sama.ini berarti animal
centrism memberikan penghargaan atas spesies binatang, tetapi pada saat yang sama ia
memberikan makna yang berbeda-beda antar jenis binatang itu.
Paham biosentrisme mimiliki pokok-pokok pandangan sebagai berikut. Pertama, Alam
memilik nilai pada dirinya sendiri (intristik) lepas dari kepentingan manusia. Ini berarti
bahwa, setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya
sendiri, tanpa harus dihubungkan pada persoalan bagaiman hubungan makhluk hidup
dengan kebutuhan manusia.
Kedua, Alam diperlukan sebagai moral, terlepas bagi manusia ia bermanfaat atau tidak,
sebab alam adalah komunitas moral. Dalam kaitan ini, biosentrisme menganjurkan bahwa
kehidupan di alam semesta ini akan dihormati seperti manusia menghormati sistem sosial
yang terdapat dalam kehidupan mereka. Ini berarti bahwa terdapat nilai-nilai kebaikan, tata
krama dan orientasi hidup dari alam semesta yang harus mulai dihargai.
Paham ini mengajarkan pula perubahan etika yang selama ini baik secara sadar/tidak
telah kita yakini. Jika etika sebelumnya menyatakan bahwa nilai-nilai kebaikan, tata krama
dan orientasi hidup hanya berlaku pada lingkungan manusia, biosentrisme mengajak dan
memperluas etika manusia yang dihubungkan dengan keadaan alam semesta. Lebih luas
Sony Keraf mengatakan bahwa paham biosentrisme berpegangan pada pilar-pilar teori
sebagai berikut.
1) Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan
Teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki kewajiban moral terhadap alam.
Albert Schweitzer menyatakan, penghargaan yang harus dilakukan manusia tidak
hanya pada diri sendiri saja, tetapi juga kepada semua bentuk kehidupan. Dari gagasan-
gagasan di atas karenanya ada kewajiban utama manusia sebagai pelaku moral terhadap
alam. Sebagai subjek moral, manusia bisa menghormati “moral” alam dengan beragam
cara, seperti:
a) Kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang merugikan alam dengan segala
isinya.

13
b) Kewajiban untuk tidak menghambat kebebasan organisme lain untuk berkembang
sesuai dengan hakikatnya.
c) Kesediaan untuk tidak menjebak, memperdaya, atau menjerat binatang liar.
2) Etika bumi
Bumi dilihat tidak sebagai hak milik (property), sebagai mana halnya manusia
dengan budak-budaknya pada zaman primitif. Akan tetapi, seperti komunitas manusia,
bumi dengan segala isisnya adalah subjek moral. Oleh karena itu, ia bukan objek dan
alat yang bisa digunakan sesuka hati sebab bumi memiliki banyak keterbatasan sama
dengan manusia. Dengan demikian, bumi harus dihargai bernilai pada dirinya sendiri.
Etika ini diperluas ke luar batas kumunitas agar mencakup pula tanah, air, tumbuh-
tumbuhan, binatang atau secara kolektif di bumi.
3) Anti Spesiesisme
Peter Singer dan James Rachels mengkritik antroposentrisme, sebagai paham yang
bersifat rasisme dan spesiesisme. Rasisme menganggap dan menjustifikasi ras tertentu
sebagai ras yang lebih unggul dibandingkan ras lain. Sementara itu, spesiesisme, yang
ditolak oleh biosentrisme di sini sebab ia menganggap bahwa spesies manusia lebih
unggul dibandingkan spesies lain (binatang dan tumbuh-tumbuhan).
Karena ide ini belum diketahui dengan baik, sosialisasi biosentrisme harus
dilakukan sebagai upaya menciptakan para pejuang lingkungan. Hingga mereka
meyakini paham biosentrisme dan merasakan penghormatan moral atas alam
sesungguhnya adalah tindakan yang paling beradab dan bermoral yang dilakukan oleh
manusia atas makhluk hidup lain.
b. Paham Ekosentrisme (The Deep Ecology) : Memperjuangkan Keseimbangan
Dibanding biosentrisme, ekosentrisme memiliki pandangan lebih luas. Menurut
penganut paham ini sama dengan biosentrisme perjuangan penyelamatan dan kepedulian
terhadap lingkungan alam tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies (makhluk
hidup saja), tetapi yang tidak kalah penting pula adalah perhatian setara atas seluruh
kehidupan.
Sebagai paham yang peduli terhadap lingkungan, ke munculan ekosentrisme tidak lepas
dari dua latar belakang. Kemunculannya merupakan tanggapan atas pandangan-pandangan
filsafat antroposentrisme yang terbukti tidak ramah atau tidak bijak mengatur hubungan
manusia dengan alam. Fenomena krisis ekologi tidak lepas dari semakin kuatnya
antroposentrisme dalam mengarahkan hubungan manusia dengan lingkungan yang dalam
kenyataannya memproduksi kerusakan-kerusakan.
14
Gerakan penyalamatan lingkungan, yang menjadikan ekosentrisme, sebagai landasan
gerakan, merupakan cara hidup orang-orang primitif seluruh dunia dan taoisme (alam
romantis yang berorientasi budaya tanding abad ke-19, dengan akar-akarnya dalam
Spinoza dan Zen Buddhisme dari Alan Watts dan Gary Snyder) sebagai “ruh”nya. Ia
emrupakan salah satu gerakan dari the deep ecology. Oleh karena itu, membicarakan the
deep ecology sama dengan mengkaji fisafat ekosentrisme.
Perpanjangan atau pengembangan biosentrisme ini tidak hanya berhenti pada dunia
tumbuh-tumbuhan atau binatang, melainkan diperluas dengan memberi cakupan komunitas
ekologis secara keseluruhan. Berkaitan dengan ini, banyak kalangan menyatakan bahwa
ekosentrisme adalah paham lingkungan yang holistik. Makhluk hidup dengan benda-benda
abiotis memiliki hubungan saling berkaitan. Tanggung jawab moral berlaku bagi semua
reakita ekologis. Deep ecology, sebagai bagian ekosentrisme adalah etika yang berpusat
pada makhluk hidup secara keseluruhan dalam kaitan memberikan penghormatan terhadap
semua spesies.
Ekosentrisme memandang hubungan antara alam dan kehidupan sosial dengan pokok-
pokok gagasan sebagai berikut:
1) Manusia dan kepentingannya bukan lagiukuran bagi sesuatu yang lain. Ia tidak hanya
melihat spesies manusia saja, tetapi juga memandang spesies lain. Pernyataan ini
sekaligus menunjukkan bahwa ekosentrisme tidak setuju dengan nilai-nilai dominatif
yang dibawa oleh antroposentrisme.
2) Pandangan tentang lingkungan harus bersifat praktis. Artinya, etika ini menuntut suatu
pemahaman baru tentang relasi yang etis dalam alam semesta(terutama antara manusia
dengan makhluk lain) disertai prinsip-prinsip yang diterjemahkan dalam gerakan
lingkungan.
The deep ecology bertindak dalam dua ranah, yakni ranah praktis dan ranah filosofis.
Bill Devall meletakkan komitmen deep ecology dalam tindakan praktis. Ia mempraktikkan
hidup dalam tempat tinggal dengan entropi dan gaya hidup mengomsumsi yang sangat
sedikit. Dalam ranah filosofis, the deep ecology bisa juga debut sebagai ecosophy (eikos =
rumah tangga, sophy = kearifan). Ecosophy adalah kearifan yang mengatur kehidupan
selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dala arti luas. Ia meliputibentuk
pergeseran dari bentuk ilmu kepada bentuk kearifan. The deep ecology adalah
penggabungan anatara pendekatan ekologi sebagai ilmu dengan filsafat sebagai studi
pencarian kearifan. Gabungan dari dua pendekatan ini bisa dijelaskan sebagai berikut.

15
1) Realisasi diri manusia berlangsung dalam komunitas ekologi. Ini berarti bahwa
manusia bisa berkembang menjadi penuh dan utuh justru dalam relasi dengan
semua kenyataan kehidupan dan alam. Manusia tidak hanya memiliki hubungan-
hubungan dengan manusia saja.
2) Realisasi manusia seharusnya memperhatikan dirnya sebagai ecological self.
Dalam artian bahwa manusia harus menyadari, ia akan berhasil menjadi manusia
yang sempurna (insan kamil) hanya dalam kesatuan asasi dengan alam atau melalui
intraksi positif manusia dengannya secara keseluruhan dan dengan bagian lain dari
alam.
c. Paham Ekofeminisme : Melawan Androsentrism
Kemunculan paham dan gerakan lingkungan yang berideologi ekofeminisme
merupakantahapan bagian yang tidak lepas dari perkembangan ideologi feminisme. Istilah
ekofeminismemuncul pertama kali tahun 1974 dalam buku tulisan Franciose
d’eaubonneyang berjudul le feminisme ou la mort.dalam karya ini dungkapkan pandangan
tentang hubungan lansung antara eksploitasi alam dengan penindasan pada perempuan.
Pembebasan salahsatunya tidak bisa dilakukan tanpa membebaskan penindasan yang lain.
Kedua-duanya tidak bisa dipisahkan sebab persoalan lingkungan dan perempuan sangat
ditentukan keterpusatan yang terletak pada laki-laki (androsentrisme). Adapun definisi
ekofeminisme seperti dinyatakan Ariel Salleh ialah sebagai berikut.
“Eco-feminism adalah pengembangan kini dalam pemikiran feminisme yang
menyatakan bahwa krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah diramalkan hasil dari
kebudayaan patriarkhal”(Salleh, 1988).
Ekofeminisme (ada yang menggunakan bahasa inggris, sebagai ecological feminism)
bukan gerakan atau filsafat feminisme umum, tetapi feminisme yang membatasi diri khusus
fokusvkepadabisu-isu lingkungan. Baik dengan memanfaatkan model gerakan akar rumput
(grass root movement), wacana (discourse) maupun perombakan/penguatan ide-ide
filosofis. Bahkan, sama seperti biosentrisme maupun ekosentrisme, ekofeminisme juga
memiliki rumusan jelas tentang risalah etikalingkungan.
Ekofeminisme memberikan penghormatan atas bentuk-bentuk kehidupan non-manusia.
Artinya, tidak hanya kehidupan manusia saja yang harus dihormati, tetapi juga
menghormati kehidupan binatang, tumbuh-tumbuhan dan habitat-habitat di sekitar.
Ekofeminisme juga menegaskan bahwa akar kerusakan lingkungan tidak bisa dilepaskan
dari berkembangnya paham antroposentrisme, sebagai kepanjangan tangan sistem kapitalis

16
yang dihasilkan oleh budaya patriarki, di mana tidak sedikit menghasilkan paham bias laki-
laki.
Ekosentrime adalah bentuk penggabungan antara ekologi dengan filsafat,
ekofeminisme merupakan produk penggabungan antara feminisme dengan ekologi. Kedua
pandangan ini memungkinkan untuk disatukan sebab memiliki visi sama dalam melihat
masyarakat dan lingkungan yang sama-sama sedang mengalami krisis. Baik feminisme
maupun ekologi memiliki satu visi, yakni hendak membangun pandangan dunia dan
praktiknya yang tidak berdasarkan pada model dominasi. Jika ekologi memperlakukan baik
makhluk hidup maupun makhluk yang tidak hidup sama dan sederajat, sama halnya dengan
itu, feminisme pun memperjuangkan relasi sosial atau hubungan kesetaraan antara laki-laki
dengan perempuan. Gerakan ekofeminisme membangun sebuah teori dan praktik yang
memberi perhatian kepada manusia dan alam lingkungan dan tidak bias laki-laki. Keadilan
ekonomi dan keadilan sosial, kesetaraan gender dan lingkungan hidup, semuanya saling
terhubung (intan Darmawati dalam Jurnal Perempuan, No. 21, 2000).

2.7 Interaksi Antara Masyarakat Dan Lingkungan


Sosiologi lingkungan didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara masyarakat
manusia dan lingkungan fisik mereka atau, lebih sederhana,''sosial-lingkungan interaksi''
(Dunlap dan Catton 1979).
Interaksi tersebut termasuk cara-cara di mana manusia mempengaruhi lingkungannya
serta cara-cara di mana kondisi lingkungan (sering dimodifikasi oleh tindakan manusia)
mempengaruhi urusan manusia, ditambah dengan cara di mana interaksi sosial tersebut
ditafsirkan dan ditindaklanjuti.
Relevansi dari interaksi ini untuk sosiologi berasal dari fakta bahwa populasi manusia
tergantung pada lingkungan biofisik untuk kelangsungan hidup, dan ini pada gilirannya
memerlukan melihat lebih dekat pada fungsi-fungsi yang melayani lingkungan bagi
manusia.
Tiga fungsi dasar lingkungan hidup bagi kehidupan manusia , yaitu :
a. Lingkungan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk hidup, mulai dari udara
dan air untuk makanan untuk bahan yang dibutuhkan untuk tempat tinggal, transportasi,
dan berbagai macam barang ekonomis.
b. Lingkungan berfungsi sebagai penyerap limbah. Untuk repositori limbah ini, baik
menyerap atau daur ulang, lingkungan berfungsi menyerap zat berbahaya zat (seperti
ketika pohon menyerap karbon dioksida kemudian oksigen kembali ke udara).
17
c. Manusia, seperti spesies lainnya, juga harus memiliki tempat untuk betahan hidup, dan
lingkungan menyediakan rumah-di mana manusia dqapat hidup, bekerja, bermain,
perjalanan, dan menghabiskan hidup kita.
Jadi, ketiga fungsi lingkungan hidup adalah untuk memberikan kehidupan ruang atau
habitat bagi populasi manusia.
Tapi ketika manusia/masyarakat berlebihan dalam memanfaatkan ketiga fungsi
lingkungan maka akan terjadi permasalahan. Masalah lingkungan dalam bentuk polusi,
kelangkaan sumber daya, dan kepadatan penduduk dan / atau kelebihan penduduk. Dampak
dari terganggunya satu fungsi lingkungan berakibat pula pada fungsi lainnya sehingga
permasalahan lingkungan inipun bisa semakin kompleks.
Sebagai contoh suata area/daerah yang fungsi lingkungannya dialihkan untuh TPA
sapah atau limbah berbahaya, membuat fungsi kawasan lingkungan ini tidak layak huni,
karna bahan berbahaya/limbah ini mencemari tanah, air, dan udara. Daerah ini tidak bisa
lagi berfungsi sebagai depot pasokan untuk air minum atau untuk produk pertanian tumbuh.
Akhirnya, konversi lahan pertanian atau hutan menjadi subdivisi perumahan menciptakan
ruang yang lebih hidup untuk manusia, tetapi itu berarti bahwa tanah tidak lagi dapat
berfungsi sebagai depot pasokan untuk makanan atau kayu (atau sebagai habitat satwa liar).
Masalah lingkungan baru terus muncul sebagai hasil dari kegiatan manusia. Contoh
issue global adalah pemanasan global, hal ini terjadi akibat dari peningkatan pesat karbon
dioksida di atmosfer bumi yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia-terutama
pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas, dan minyak), kayu, dan lahan hutan.
Sehingga meningkatkan suhu atmosfer bumi. perubahan fungsi lingkungan ini yang
membuat planet bumi kita kurang cocok sebagai ruang hidup (tidak hanya bagi manusia,
tetapi terutama untuk bentuk-bentuk lain dari kehidupan).
Penipisan ozon, misalnya, berasal dari kemampuan terbatas melebihi atmosfer untuk
menyerap chlorofluorocarbons (CFC) dan polutan lainnya. Munculnya masalah seperti
penipisan ozon, perubahan iklim, kepunahan spesies, dan perusakan hutan hujan adalah
indikasi bahwa masyarakat modern mengubah lingkungan mereka dan cara-cara di mana
perubahan tersebut akhirnya menciptakan kondisi bermasalah bagi masyarakat.

18
2.8 Hubungan Antara Manusia Dengan Lingkungan
Kenyataan yang tak terbantahkan yang dapat kita saksikan saat ini adalah bahwa umat
manusia hidup di muka bumi ini terkotak-kotak dalam batas-batas negara, satu negara bisa
jadi terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Bersamaan dengan itu kita juga
menyaksikan terjadinya perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara yang lain baik
yang sifatnya sementara maupun permanen.
Hubungan antara manusia dengan lingkungan antara lain:
a. Bentuk Adaptasi Manusia dengan Lingkungan
Lingkungan fisik, biologis, maupun sosial senantiasa mengalami perubahan-perubahan.
Agar dapat memper-tahankan hidup, manusia melakukan penyesuaian atau adaptasi
yang dibedakan sebagai manusia:
1) Adaptasi genetis, yakni penyesuaian yang dilakukan dengan membantu struktur
tubuh yang spesifik, bersifat turum temurun dan permanen.
2) Adaptasi somatis, yakni penyesuaian secara fungsional yang sifatnya sementasa.
Jika dibandingkan makhluk lain mempunyai kemampuan beradaptasi yang lebih
besar.
b. Bentuk-Bentuk Hubungan Manusia dengan Lingkungan
Dalam hubungan dengan organisme hidup lainnya dalam lingkungan hidup, hubungan
tersebut mungkin terjadi secara sadar atau bahkan tidak disadari. Namun demikian
dibedakan sebagai berikut:
1) Hubungan simbiosis, yakni hubungan timbal balik antara organisme-organisme
hidup yang berbeda spesisnya:
a) Simbiosis parasitisme, 1 pihak untung dan 1 pihak rugi.
b) Simbiosis komensalisme, 1 pihak untung dan 1 pihak tidak dirugikan.
c) Simbiosis mutualisme, kedua belah pihak diuntungkan.
2) Hubungan sosial yang merupakan hubungan timbal balik antara organisme-
organisme hidup yang sama spesisnya. Bentuk-bentuknya antara lain:
a) Kompetisi/persaingan.
b) Kooperatif/kerjasama.

2.9 Arti Penting Lingkungan Bagi Manusia


Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia. Dengan lingkungan fisik manusia
dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan materilnya, dengan lingkungan
biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan lingkungan sosialnya
19
manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Bagi manusia, lingkungan dipandang
sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya,
olehnya lingkungan tempat beradanya manusia menentukan seperti apa bentukan manusia
yang ada di dalamnya.
Olehnya itu jika dikaitkan dengan harapan atas terciptanya manusia, semakin baik
lingkungan tempat beradanya manusia, maka semakin besar kemungkinan manusia yang
ada di dalamnya untuk berperilaku baik, kondisi serupa dapat terjadi pada ilustrasi
sebaliknya. Olehnya itu sebuah lingkungan memiliki arti yang sangat penting atas
eksistensi manusia sebagai makhluk yang memiliki multi potensi.

2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Permasalahan Lingkungan


a. Dinamika penduduk.
b. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana.
c. Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan & teknologi maju.
d. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya
positif.
e. Benturan tata ruang.

2.11 Klasifikasi Pencemaran Lingkungan


Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No.
4 Tahun 1982, yakni masuknya ataudimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam lingkungan dan atau 'eru'ahnya tatananlingkungan oleh kegiatan
manusia atau proses alam, sehinggakualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu
yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai
peruntukannya dari definisi tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: Sumber
perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah
berubahnya konsentrasi suatu bahan hidup atau mati? pada lingkungan, dan merosotnya
fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam
bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya:
a. Pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran
biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.
b. Pengelompokan menurut medium lingkungan menghasilkan bentuk pencemaran
udara, air, tanah, makanan, dan social.

20
c. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk
primer dan sekunder. Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada
dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yangmengakibatkan terjadinya
kerusakan yang merugikan masyarakat'anyak dan lingkungan hidupnya.
Isue-isue Seputar Masalah Lingkungan
a. Global Warming
b. Ilegal Loging
c. Ilegal Fishing
d. Kekeringan
e. Banjir
f. Tsunami
g. Gempa Bumi (Gempa Bumi Vulkanik dan Gempa Bumi Tektonik)
h. Pencemaran (Air, Udara, Tanah, Suara)

2.12 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)


Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No
27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha
dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan adalah proses kajian identifikasi,
prediksi, dan evaluasi dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan bio-geo-fisik-
kimia, kesejahteraan manusia, dan kesehatan masyarakat.
Tujuan secara umum dari AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas
lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah
mungkin. Secara terinci, AMDAL bertujuan untuk:
a. Pengembangan dari metode dan cara untuk mengukur kenyamanan dan nilai kualitas
dari lingkungan hidup.
b. Mengadakan analisis untuk memperoleh penemuan-penemuan baru atau
mengembangkan ilmu teknologi yang dapat menjamin perlindungan lingkungan hidup
untuk jangka panjang.
c. Penggunaan pendekatan analisis secara sistematik pada studi lingkungan alam,
lingkungan sosial dan sekaligus dampak lingkungan pada saat susunan dari yang
rencana proyek dan pada taraf pengambilan keputusan (decision making). Usaha ini

21
dapat dicapai dengan upaya untuk tercapainya persyaratan yang diminta oleh
pemerintah dengan cara:
1) Menetapkan dampak pada lingkungan seperti juga di dalam menetapkan dampak
pada faktor ekonomi dan faktor tekniknya.
2) Menentukan biaya dan kegunaan untuk jangka waktu pendek dan jangka panjang.
3) Menentukan alternatif-alternatif dari aktivitas proyek dan dampak pada lingkungan.
Pada dasarnya manfaat AMDAL adalah mengidentifikasikan, memprakirakan, dan
mengevaluasi dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan hidup yang disebabkan
oleh kegiatan yang direncanakan. Serta meningkatkan dampak positif dan menangani
sampai sekecil-kecilnya dampak negatif yang terjadi dengan melaksanakan RKL-RPL
secara konsekuen, agar pembangunan berkelanjutan dapat tercapai.

22
BAB III
Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang
Pasca Putusan PK Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum

3.1 Latar Belakang Kasus


Dalam kerangka Membangun Bangsa Dan Watak Bangsa (Nation And Character
Building) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai masyarakat Indonesia
yang adil, makmur dan sejahtera, maka berdasar pada Pasal 33 UUD 1945, Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui BUMN (PT. Semen Indonesia) bermaksud
membangun atau mendirikan pabrik semen di Kabupaten Rembang yang terletak di Desa
Tegaldowo dan Desa Timbrangan Kecamatan Gunem yang masuk area Gunung Kendeng,
serta Desa Kadiwono, Kecamatan Bulu yang masuk area Gunung Bokong. PT. Semen
Indonesia (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yang
tunduk dan berdasar pada UU.RI. No. 19 Tahun 2003 TentangBadan Usaha Milik Negara;
dan UU. RI. No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan perseroan (PERSERO) adalah
merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian
nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi lain yaitu swasta (besar-kecil,
domestik-asing) dan koperasi, merupakan pengejawantahan dari bentuk bangun demokrasi
ekonomi yang akan terus dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Tepat pada
Hari Senin Legi Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk melakukan
pembangunan pabrik baru dengan menggelar acara peletakan batu pertama pendirian
pabrik semen di Rembang. Pembangunan pabrik semen di Rembang itu kemudian
menimbulkan konflik antara PT. Semen Indonesia dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
(Gubernur Jawa Tengah) melawan Warga atau Kelompok Masyarakat desa tempat
berdirinya pabrik, warga sekitar pabrik serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Bibit-bibit konflik sejatinya sejak awal telah terjadi dan diawali pada saat PT. Semen
Indonesia menggelar acara peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan pabrik
semen di Rembang. Warga menggelar aksi demo sebagai bentuk penolakan terhadap
pembangunan pabrik semen di Rembang, sehingga warga terlibat bentrok dengan aparat
kepolisian dan tentara karena dihadang barikade polisi, saat mencoba mendekat ke lokasi
peletakan batu pertama pembangunan pabrik semen. Sejumlah peserta aksi jatuh pingsan
dan lainnya berteriak histeris. Fenomena sosial itu semakin menghangat seiring adanya
23
pemberitaan di berbagai media, seperti pemberitaan bahwa sekitar 50 perempuan bertahan
di depan pintu gerbang lokasi pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang, Jawa
Tengah. Warga menolak masuknya investasi ke wilayah itu karena dikhawatirkan akan
merusak lingkungan. Warga juga mendirikan tenda untuk menginap di lokasi.
Pembangunan pabrik semen di Rembang telah mengundang sejumlah perdebatan sengit.
Hal ini membuat warga Rembang, Jawa Tengah, terpecah menjadi dua kubu atau pro dan
kontra dalam menyikapi pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
di Rembang. Sebagian warga menolak pembangunan pabrik semen tersebut atau kontra,
sementara sebagian lagi mendukung atau pro pembangunan.
PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sebelumnya juga pernah mendapatkan penolakan
keras dari warga saat berencana membangun pabrik baru di Pati, Jawa Tengah, sehingga
proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan, meski perseroan sudah mengantongi berbagai
persyaratan dan ijin, termasuk membebaskan sebagian lahan untuk pabrik. Rencana
pembangunan pabrik tersebut gagal karena mendapat penolakan dari masyarakat setempat.
Pembangunan pabrik semen di dua kabupaten Jawa Tengah (Rembang dan Pati) dengan
investasi kurang lebih sekitar Rp 10 triliyun, tidak semulus rencana. Di Pati, didemo habis-
habisan oleh warga dan LSM, sehingga proyek tidak bisa dilanjutkan.
Demikian pula untuk pembangunan pendirian pabrik PT Semen Indonesia (Persero)
Tbk di Rembang, telah terjadi penolakan dari warga masyarakat. Berbagai macam
kelompok massa bergerak. Mulai dari warga, LSM, hingga mahasiswa, bahu membahu
menolak pendirian pabrik semen tersebut. Pemberitaan yang muncul di berbagai media
massa mengenai pembangunan pabrik semen di Rembang tersebut dapat mempengaruhi
pembentukan citra perusahaan. Hubungan antara PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
dengan masyarakat telah terganggu, tidak baik dan tidak harmonis bahkan telah terjadi
konflik, sedangkan hubungan baik itu merupakan aset sangat penting bagi perusahaan.
hubungan baik itu merupakan salah satu kapital sosial. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
upaya nyata yang sistematis, praktis dan prakmatis untuk melakukan pemulihan hubungan
dengan pendekatan sosiologi hukum agar tujuan pendirian Industri pabrik semen di
Rembang oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk bisa tercapai atau terwujud karena
Negara melalui BUMN PT. Semen Indonesia telah mengucurkan biaya investasi berupa
uang yang jumlahnya cukup fantastik hampir 3 T untuk pembangunan pabrik semen di
Rembang.

24
3.2 Kronologi Kasus
Gejolak dan gerakan penolakan warga atas pembangunan atau pendirian pabrik semen
di Rembang telah menjadi konflik yang berkepanjangan antara PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melawan warga atau kelompok
masyarakat yang menolak pembangunan yang akhirnya harus berujung ke Pengadilan,
dengan kronologi sebagai berikut :
1. PT Semen Indonesia di Rembang, mendapat Izin lingkungan yang diterbitkan pada
tanggal 7 Juni 2012. Kemudian memberitahukan soal izin itu kepada Bupati Rembang
perihal tersebut. Selanjutnya diumumkan dalam multimedia dan situs web Kantor
Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah per 11 Juni 2012.
2. PT Semen Indonesia pada tanggal 16 Juni 2014 meletakkan batu pertama tanda
dimulanya pembangunan pabrik semen di Rembang.
3. Kelompok Masyarakat (Para petani dan WALHI) menolak keras pembangunan pabrik
semen di wilayah Rembang karena memiliki efek yang merugikan. Warga menolak
masuknya investasi ke wilayah itu karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan
4. Kelompok Masyarakat (Para petani dan WALHI) selaku PENGGUGAT kemudian
mengajukan gugatan ke PTUN Semarang pada tanggal 1 September 2014.
5. Putusan PTUN Semarang No. 64/G/2014/PTUN.SMG Tanggal 16-04-2015,
PENGGUGAT dinyatakan kalah.
6. Putusan PTTUN Surabaya di tingkat banding No 135/B/2015/PT.TUN.SBY Tanggal
03-11-2015, PENGGUGAT juga dinyatakan kalah
7. Putusan PK No. 99 PK/TUN/2016 Tanggal 5 Oktober 2016. PENGGUGAT dinyatakan
menang, dengan amar putusan :
1) Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor:
135/B/2015/PT.TUN.SBY, tanggal 3 November 2015 yang menguatkan Putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomo : 064/G/2014/PTUN.SMG,
tanggal 16 April 2015;
2) Mengadili kembali:
1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17
Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan
Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang,
Provinsi Jawa Tengah;

25
3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa
Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin
Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di
Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;

3.3 Upaya Penyelesaian Kasus


Bahwa untuk menyelesaikan persoalan sosial yang berkembang dinamis dalam
masyarakat khususnya konflik antara PT. Semen indonesia, Pemerintah propinsi (Gubernur
Jawa Tengah) melawan warga masyarakat di sekitar area pembangunan pabrik semen dan
LSM tersebut, dirasakan perlu mengutip Pendapat Para Ahli terutama terkait persoalan
Sosial dan Masyarakat, serta Hukum dan Sosiologi Hukum, yakni :
1. Prof. Dr. Soerjono Soekanto :
Bahwa Institusi sosial merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola
perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Hukum sebagai
suatu lembaga atau institusi sosial, hidup berdampingan dengan lembaga kemasyarakatan
lainnya dan saling mempengaruhi dengan lembagalembaga kemasyarakatan tadi.
2. Prof. Dr. Satjipto Raharjo :
Hukum progresif adalah mengubah secara cepat melakukan pembalikan yang mendasar
dalam teori dan praksis hukum, serta melakukan berbagai terobosan. Pembebasan tersebut
didasarkan pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya dan
hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu
untuk harga diri manusia. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia.
Hukum progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal dengan mengubah sistem
hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih
berguna. Terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan
kesejahteraan manusia. Secara lebih sederhana beliau mengatakan bahwa hukum progresif
adalah hukum yang melakukan pembebasan baik dalam cara berfikir maupun bertindak
dalam hukum. Sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan
tugasnya mengabdikepada manusia dan kemanusiaan. Jadi tidak ada rekayasa atau
keperpihakan dalam menegakkan hukum. Sebab hukum bertujuan untuk menciptakan
keadilan dan kesejahteraan bagi semua rakyat.

Hukum mempunyai paradigma, yang oleh Satjipto Raharjo diartikan sebagai perspektif
dasar. Dengan adanya paradigma tersebut membawa kita kepada kebutuhan untuk melihat
26
hukum sebagai institusi yang mengekspresikan paradigma tersebut. Dengan mengetahui
paradigma yang ada di belakang hukum, kita dapat memahami hukum lebih baik daripada
jika kita tidak dapat mengetahunya.
3. Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, SH, M.Hum :
Pengertian Hukum tidak dapat diartikan secara pasti dikarenakan senatiasa berkaitan
erat dengan kondisi riil di masyarakat yang dipengaruhi dengan perkembangan masyarakat
suatu bangsa itu sendiri dari waktu ke waktu, namun pada hakekatnya hukum merupakan
seperangkat aturan baik tertulis maupun tidak tertulis berisi perintah dan larangan yang
memberikan sanksi dan reward baik langsung maupun tidak langsung serta bersifat
mengikat dan bertujuan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Berdasar
acuan atau pendapat para ahli tersebut, maka yang perlu dilakukan sekarang pasca putusan
Peninjauan Kembali (PK) adalah :
1. Mengefektifkan komunikasi melalui pendekatan Sosiologis Hukum antara pihak
PT. Semen Indonesia, Pemerintah Propinsi (Gubernur Jawa Tengah) serta Warga
dan Kelompok Masyarakat serta KSM yang berinteraksi yang menolak
pembangunan pabrik semen di Rembang, untuk mencari jalan kemaslahatan
bersama mengingat dana atau uang yang telah dikucurkan oleh negara melalui
BUMN (PT.Semen Indonesia) untuk membangun pabrik semen di rembang sudah
cukup banyak agar uang negara yang telah digelontorkan kepada BUMN PT.
Semen Indonesia tidak sia-sia yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat
selaku pemilik kedaulatan.
2. Tunduk dan mematuhi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).[11] Pemerintah pusat
maupun daerah harus secepatnya. melakukan Kajian Lingkungan Hidup.
Strategis (KLHS) di Pegunungan Kendeng Rembang, serta membuat KLHS atas
rencana pembangunan infrastruktur di wilayah Kabupaten Rembang, sebagaimana Pasal
15 dan Pasal 16 UU PPLH yang mengatur soal KLHS. Yang menyatakan, KLHS meliputi
kepasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan, perkiraan
dampak dan risiko lingkungan hidup, kinerja layanan atau jasa ekosistem, efisiensi
pemanfaatan sumber dayaalam, dan tingkat ketahanan serta potensi keanekaragaman
hayati. Dalam melakukan kajian perlu melibatkan Para Ahli, Akademisi untuk masing-
masing bidang. Terjadinya konflik akibat miskomunikasi serta kurangnya sosialisasi,
sehingga upaya-upaya pengefektifan komunikasi untuk mencari jalan kemaslahatan
bersama harus diefektifkan.
27
3.4 Mengefektifan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility)
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility/CSR) adalah
suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan
perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan
sekitar tempat perusahaan itu berada baik sebelum, sedang dilakukan serta setelah
pembangunan pabrik semen sudah jadi. Bentuk tanggung jawab sosial tersebut bermacam-
macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu,
pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas
masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya
masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.
Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas kehidupan, adanya kemampuan
manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk menanggapi keadaan sosial yang ada
dan dapat dinikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup, atau dengan kata
lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif
pada komunitas. CSR saat ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat umum, sebagai
respon perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. CSR berkaitan dengan tanggung
jawab sosial, kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan
korporasi dalam hal ini berperan untuk mendorong perekonomian yang sehat dengan
mempertimbangkan faktor lingkungan hidup.
Ada 4 (empat) hal ketentuan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan, diatur
dalam Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Tanggung Jawab Sosial
dan Lingkungan, selanjuatnya disebut UU CSR:
1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan
sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat
(1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
28
Bila dibaca dengan cermat ketentuan diatas tampak bahwa perusahaan bukan hanya
sekedar berkomitmen dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, akan
tetapi sudah menjadi kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat terlebih lagi perusahaan
tersebut membuka lahan yang semula belum tersentuh oleh teknologi canggih, suka atau
tidak, akan membawa dampak sosial bagi masyarakat, paling tidak di sekitar wilayah
beroperasinya perusahaan tersebut. Dampak sosial yang dimaksud misalnya penduduk di
sekitar lokasi perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapat berbagai kebutuhan sehari-
hari. Sebelum perusahaan tersebut melakukan aktivitasnya dapat dikatakan bahwa
masyarakat tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam
melakoni hidup. Melalui CSR, perusahaan tidak semata memprioritaskan tujuannya pada
memperoleh laba sebesar-besarnya. Konsep tanggung jawab perusahaan yang telah dikenal
sejak 1970-an, merupakan kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan
stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat,
lingkungan, serta komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan secara
berkelanjutan. CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan
terhadap para stakeholders-nya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah
kerja dan pengoperasian perusahaan. Prinsip moral dan etis perusahaan dapat terlihat
dengan adanya hubungan yang harmonis antara perusahaan tersebut dengan masyarakat
sekitarnya, yakni menggapai hasil terbaik dengan meminimalisir kerugian bagi kelompok
masyarakat lainnya.
Hal ini guna menciptakan sebuah keseimbangan dan pemerataan kesejahteraan sosial
ekonomi di masyarakat agar kecemburuan sosial tidak lagi berpotensi menjadi sumber
konflik. Sebagai sebuah konsep moral dan etis yang berciri umum, CSR pada tatanan
praktisnya harus dialirkan ke dalam program-program konkrit. Salah satu bentuk
aktualisasi CSR adalah Community Development. Corporate Sosial Responsibility
dipandang sebagai suatu keharusan untuk membangun citra yang baik dan terpercaya bagi
perusahaan. Praktik CSR yangberkelanjutan sebagai investasi sosial (Sosial Investment)
yang berbuah pada lancarnya operasional perusahaan.

29
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen Rembang pasca
Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum dapat dilakukan dengan
mengefektifkan komunikasi melalui pendekatan Sosiologis Hukum antara pihak PT.
Semen Indonesia, Pemerintah Propinsi (Gubernur Jawa Tengah) serta Warga dan
Kelompok Masyarakat serta KSM yang berinteraksi yang menolak pembangunan
pabrik semen di Rembang, untuk mencari jalan kemaslahatan bersama mengingat dana
atau uang yang telah dikucurkan oleh negara melalui BUMN (PT.Semen Indonesia)
untuk membangun pabrik semen di rembang sudah cukup banyak agar uang negara
yang telah digelontorkan kepada BUMN PT. Semen Indonesia tidak sia-sia yang harus
dipertanggungjawabkan kepada rakyat selaku pemilik kedaulatan. Tunduk dan
mematuhi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
2. Pengefektifan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility)
apabila dikaitkan dengan kasus semen Rembang yaitu suatu tindakan atau konsep yang
dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat perusahaan itu
berada baik sebelum, sedang dilakukan serta setelah pembangunan pabrik semen
sudah jadi. Bentuk tanggung jawab sosial tersebut bermacam-macam, mulai dari
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana
untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang
bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang
berada di sekitar perusahaan tersebut berada.

4.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang ada, terdapat beberapa saran bahwasanya perusahaan
bukan sekedar berkomitmen dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan,

30
akan tetapi sudah menjadi kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan. Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat terlebih lagi
perusahaan tersebut membuka lahan yang semula belum tersentuh oleh teknologi canggih,
suka atau tidak, akan membawa dampak sosial bagi masyarakat, paling tidak di sekitar
wilayah beroperasinya perusahaan tersebut. Dengan adanya dampak social tersebut maka
akan membuat kehidupan masyarakat pun ikut berubah sehingga diperlukan sinergitas
hubungan yang baik antara masyarakat, pemerintah dan juga perusahaan terkait.

31
DAFTAR PUSTAKA

UU.RI. No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara


UU. RI. No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
Murianews.com, 2014.
Media Indonesia, 18 Juni 2014.
Suara Pembaruan, 24 Juni 2014.
Suara Pembaruan, 24 Juni 2014.
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007, hlm.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum; Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, Surakarta:
Muhammadiyah Press University, 2004.
Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Yogyakrta:
Genta Publishing, 2010), cet. 2.
Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum PDF Oleh Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, SH,
M.Hum.
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (PPLH)
Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan
Sentosa Sembiring. 2007. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Nuansa
Aulia. hlm.192 [14] http ://wisnu.blog.uns.ac.Id / 2009 /11 / 26 / corporate-sosial-
responsibility- sebuah-kepedulianperusahaan-terhadap-lingkungan-di-sekitarnya /
diakes pada tanggal 13 januari 2014)
http://walhi-sulsel.blogspot.com/2010/05/diakes pada tanggal 20 November 2017
Suharko, Masyarakat Adat versus Korporasi: Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik
Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Volume 20, Nomor 2, November 2016.
J. Herman S. Sosiologi Lingkungan dan Risk Society: Perspektif Pendidikan Kritis Masyrakat
Modern Terhadap Lingkungannya.
Hardin,Garret.1968." The Tragedy ofthe Commons ". SCIENCE 162: 1243 - 1248

32

Anda mungkin juga menyukai