Dosen Pengampu:
Iskandar Zulkarnain, S., M.H.
Dhil’s Noviades, S.H., M.H.
Disusun oleh :
Feni Kurniawati (B10020249)
Kelas: D
Tiada kata yang pantas diucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT, karena campur
tangannyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Peranan Badan
Pertanahan Nasional Dalam Menangani Sengketa Tanah” dengan lancar dan baik, guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Per Undang-Undangan.
Shalawat seiring salam penulis sampaikan kepada pemimpin tercinta, nabi besar
Muhammad SAW yang dengan perjuangan luar biasanya membawa kehidupan umat menjadi lebih
baik. Dari zaman jahiliyah, hingga ke zaman yang terang benderang penuh ilmu pengetahuan dan
teknologi pada saat ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai Hukum
Agraria tentang Peranan Badan Pertanahan Nasional Dalam Menangani Sengketa Tanah. Makalah
ini penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan buku.
Dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar
penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah dimasa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i
DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, baik manusia,
hewan maupun tumbuhan. Orang-orang hidup dan tinggal di negara dan berada di atas
tanah, tanah ini sebagai sumber kehidupan dengan menanam tanaman yang
menghasilkan makanan. Tanah dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat
bermanfaat bagi banyak orang, sehingga pentingnya tanah memerlukan peraturan
pemerintah. Tanah adalah modal dasar pembangunan, dan dalam kehidupan
masyarakat, umumnya tergantung pada manfaat dari tanah dan memiliki hubungan
yang erat dengan negara dan masyarakat. Oleh karena itu hukum keagrariaan di
Indonesia secara umum telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang merupakan pelaksanaan
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: ”Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tanah sangat erat hubungannya dengan
kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan
tanah, setiap orang memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah adalah merupakan
kebutuhan vital manusia, ada pepatah jawa yang berbunyi “ sedumuk batuk senyari
bumi” yang artinya antara lain walaupun hanya sejengkal tanah dipertahankan sampai
mati.
Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Dalam hubungan timbal
balik, fenomena sosial sering terjadi dalam bentuk konflik yang muncul untuk
kepentingan yang berbeda. Dengan munculnya sengketa, hukum memainkan peran
penting dalam menyelesaikan sengketa. Sejak zaman kuno, tanah telah menjadi
masalah bagi orang.
1
akurat terkait aspek-aspek social, ekonomi, politik dan cultural amat diperlukan guna
membantu penyelesaian sengketa pertanahan secara permanen. Konflik pertanahan
merupakan proses interaksi antara dua (atau lebih) atau kelompok yang masing-masing
memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda
lain yang berkaitan dengan tanah, air , tanaman, tambang, juga udara yang berada di
atas tanah yang bersangkutan. Secara mikro sumber konflik dapat timbul karena adanya
perbedaan atau benturan nilai (cultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data,
atau gambaran obyektif kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan
kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan
penguasaan tanah.
Adanya tanah dalam jumlah tertentu (terbatas) menimbulkan perebutan hak atas
tanah yang dapat menimbulkan konflik tanah yang berlarut-larut. Bahkan pemilik tanah
rela mengorbankan segalanya untuk melindungi tanah mereka. Sebagaimana
dinyatakan oleh Mochammad Tauhid : “Soal agrarian (soal tanah) adalah soal hidup
dan penghidupan manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi
manusia. Perebutan terhadap tanah berarti perebutan makanan, tiang hidup manusia.
Untuk itu orang rela menumpahkan darah mengorbankan segala yang ada demi
mempertahankan hidup selanjutnya”.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
Selain untuk memenuhi tugas Uas Hukum Agraria, makalah ini bertujuan untuk
mengetahui tentang sengketa tanah. Selain itu, untuk mengetahui aapa-apa saja
pengklasifikasian akar dari konflik pertahanan, dan bagaimana penyelesaian sengketa
tanah tersebut oleh Badan Hukum Pertanahan Nasional.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat muncul dalam beragam bentuk. Pihak yang
terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak sedikit, baik negara maupun institusi
civil society seperti ; lembaga swadaya masyarakat (LSM). Tetapi proses penyelesaian sengketa
acapkali menemui jalan buntu sehingga menjadikan konflik semakin berlarut-larut.
Hal ini antara lain diakibatkan oleh masih lemahnya identifikasi terhadap akar-akar
penyebab konflik dan pemetaan aspek-aspek social, politik, ekonomi dan budaya yang terlibat
didalamnya. Akibatnya tawaran-tawaran penyelesaian konflik acapkali merupakan formula yang
bersifat sementara. Identifikasi dan penelitian mendalam terhadap akar-akar konflik dan pemetaan
yang akurat terkait aspek-aspek social, ekonomi, politik dan cultural amat diperlukan guna
membantu penyelesaian sengketa pertanahan secara permanen.
Konflik pertanahan merupakan proses interaksi antara dua (atau lebih) atau kelompok yang
masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-
benda lain yang berkaitan dengan tanah, air , tanaman, tambang, juga udara yang berada di atas
tanah yang bersangkutan. Secara mikro sumber konflik dapat timbul karena adanya perbedaan atau
benturan nilai (cultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data, atau gambaran obyektif
kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan ekonomi yang terlihat
pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah.
Masalah tanah dilihat dari segi yuridis merupakan hal yang tidak sederhana pemecahannya.
Timbulnya sengketa hukum tentang tanah adalah bermula dari pengaduan satu pihak
(orang/badan) yang berisi tentang keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap
status tanah ataupun prioritas kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian
secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
Salah satu tuntutan pada saat krisis ekonomi tahun 1997-1998 adalah segera
dilakukannya reformasi agrarian. Hal ini disebabkan karena pada saat itu akses
masyarakat terhadap tanah bisa dikatakan sudah tersumbat, akibat pelaksanaan
pembangunan di masa orde baru semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut menjadi pemicu keresahan masyarakat yang pada akhirnya juga mendorong
timbulnya konflik pertanahan.
3
Suyoto Usman, menggambarkan terjadinya konflik pertanahan sebagai akibat dari
dampak kegiatan industry yang berkaitan erat dengan bentuk hubungan social yang
terjalin di antara para stakeholder yaitu masyarakat, pemerintah, pihak penguasa
industry, serta instansi-instansi lain (termasuk lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga keagamaan) yang aktifitasnya terkait langsung dengan ketiganya. Sedangkan
menurut Christopher More, akar permasalahan sengketa pertanahan dalam garis
besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut:
(1) konflik kepentingan yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan
kepentingan substantive, kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis;
(2) konflik structural, yang disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol pemilikan
sumberdaya tidak seimbang;
(3) konfik nilai, karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
gagasan atau perilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi, agama atau kepercayaan;
(4) Konflik hubungan, karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru,
komunikasi yang buruk atau salah, pengulanagn perilaku yang negative;
(5) konflik data, karena informasi yang tidak lengkap, informasi yang keliru, pendapat
yang berbeda tentang hal-hal yang relevan, interpretasi data yang berbeda dan
perbedaan prosedur penilaian.
4
dikelompokkan dalam dua factor, yaitu faktor hukum dan faktor non hukum.
Faktor Hukum meliputi : tumpang tindih peraturan, regulasi kurang memadai,
tumpang tindih peradilan, penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit.
Sementara factor nonhukum meliputi: tumpang tindih penggunaan tanah, nilai
ekonomis tanah tinggi, ksadaran masyarakat meningkat, tanah tetap penduduk
bertambah dan kemiskinan.
Kedua, masalah permohonan hak atas tanah yang berkaitan dengan klaim kawasan
hutan, terutama yang secara fisik sudah tidak berfungsi sebagai hutan lagi. Ketiga,
masalah sengketa batas dan pendaftaran tanah serta tumpang tindih sertifikat di atas
tanah yang sama. Keempat, masalah recklaiming dan pendudukan kembali tanah yang
telah dibebaskan oleh pengembang perumahan karena ganti rugi yang dimanipulasi.
Kelima, masalah pertanahan atas klaim tanah ulayat atau adat. Keenam, masalah-
masalah yang berkaitan dengan tanah perkebunan, antara lain a) proses ganti rugi yang
belum tuntas disertai tindakan intimidasi; b) pengambil alhihan tanah garapan rakyat
yang telah dikelola lebih dari 20 tahun untuk lahan perkebunan; dan d) perkebunan
berada di atas tanah ulayat atau marga atau tanah warisan.
Secara lebih rinci, Keputusan Kepala BPN R1 Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan
mengklasifikasikan akar konflik pertanahan, sebagaimana berikut: (a) Kasus
Penguasaan dan Pemilikan Konflik pertanahan yang berkaitan dengan masalah
penguasaan dan pemilikan tanah meliputi onflik karean perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak
atau belum dilekati hak (tanah negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak
tertentu. Konflik yang terjadi antara lain menyangkut:
5
a) Kasus Penguasaan dan Pemilikan
Dalam hal ini, konflik disebabkan karena perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah yang
merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak sahnya penetapan
atau perizinan di bidang pertanahan, seperti:
6
c) Kasus Bidang Tanah
Konflik yang timbul berkaitan denga letak , batas dan luas bidang tanah
yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.
Konflik berkaitan dengan tanah ulayat yaitu perbedaan persepsi atau nilai
atau pendapat, kepentingan mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di
atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang belum,
akan tetapi dikuasai oleh pihak lain. Konflik tersebut antara lain:
7
h) Kasus Pelaksanaan Putusan
8
d. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas keagrariaan.
e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan
penyelewengan.
f. Kebersamaan mengadakan interopeksi. Dengan usaha-usaha tersebut, maka
akan terwujud adanya Tertib Hukum Pertanahan yang menimbulkan
Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta penggunaannya, yang
kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman dalam masyarakat
dan pengayoman masyarakat dari tindakantindakan semena-mena serta
persengketaan-persengketaan, sehingga mendorong gairah kerja.
9
c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam
peruntukkan tanah.
d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan
yang dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan
penataan kembali penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program
khusus di bidang agraria untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-
petani yang tidak bertanah atau mempunyai tanah yang sangat sempit.
Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola dan mengembangkan
administrasi pertanahan yang meliputi Pengaturan Penggunaan,
Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T), penguasaan hak-hak
atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan
dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan aktif dalam
mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non
Departemen pembantu Presiden.
10
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
(1) Akar konflik pertanahan secara umum adalah tumpang tindih peraturan, regulasi kurang
memadai, tumpang tindih peradilan, penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit, nilai
ekonomis tinggi, kesadaran masyarakat meningkat, tanah tetap sedangkan penduduk
bertambah, dan kemiskinan.
(2) Akar konflik pertanahan secara khusus adalah Pertama, masalah sengketa atas keputusan
pengadilan antara lain terdiri dari:
a) tidak diterimanya keputusan pengadilan oleh pihak yang bersengketa;
b) keputusan pengadilan yang tidak dapat diksekusi karena status penguasaan dan
pemilikannya sudah berubah;
c) keputusan pengadilan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap status objek
perkara yang sama; dan
d) adanya permohonan tertentu berdasarkan keputusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap.
Kedua, masalah permohonan hak atas tanah yang berkaitan dengan klaim kawasan hutan,
terutama yang secara fisik sudah tidak berfungsi sebagai hutan lagi.
Ketiga, masalah sengketa batas dan pendaftaran tanah serta tumpang tindih sertifikat di
atas tanah yang sama.
Keempat, masalah recklaiming dan pendudukan kembali tanah yang telah dibebaskan oleh
pengembang perumahan karena ganti rugi yang dimanipulasi.
Keenam, masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah perkebunan, antara lain a) proses
ganti rugi yang belum tuntas disertai tindakan intimidasi; b) pengambil alihan tanah
garapan rakyat yang telah dikelola lebih dari 20 tahun untuk lahan perkebunan; dan d)
perkebunan berada di atas tanah ulayat atau marga atau tanah warisan.
Penyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari :
11
a. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan
pengadilan; BPN wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa
perbuatan hukum administrasi pertanahan
12