Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PERANAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM MENANGANI


SENGKETA TANAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas UAS Mata Kuliah Hukum Agraria

Dosen Pengampu:
Iskandar Zulkarnain, S., M.H.
Dhil’s Noviades, S.H., M.H.

Disusun oleh :
Feni Kurniawati (B10020249)
Kelas: D

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS JAMBITAHUN
2021/2022
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas diucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT, karena campur
tangannyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Peranan Badan
Pertanahan Nasional Dalam Menangani Sengketa Tanah” dengan lancar dan baik, guna
memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Per Undang-Undangan.
Shalawat seiring salam penulis sampaikan kepada pemimpin tercinta, nabi besar
Muhammad SAW yang dengan perjuangan luar biasanya membawa kehidupan umat menjadi lebih
baik. Dari zaman jahiliyah, hingga ke zaman yang terang benderang penuh ilmu pengetahuan dan
teknologi pada saat ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas pengetahuan mengenai Hukum
Agraria tentang Peranan Badan Pertanahan Nasional Dalam Menangani Sengketa Tanah. Makalah
ini penulis sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan buku.
Dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa/i. Penulis sadar bahwa
makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pengajar
penulis meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah dimasa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Jambi, 02 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah .............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3


2.1 Pengklasifikasian Akar Konflik Pertanahan .................................................................... 3
2.2 Penyelesaian Sengketa Tanah Menurut Badan Pertanahan Nasional .............................. 8

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 11


Kesimpulan ........................................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup, baik manusia,
hewan maupun tumbuhan. Orang-orang hidup dan tinggal di negara dan berada di atas
tanah, tanah ini sebagai sumber kehidupan dengan menanam tanaman yang
menghasilkan makanan. Tanah dapat menghasilkan sumber daya alam yang sangat
bermanfaat bagi banyak orang, sehingga pentingnya tanah memerlukan peraturan
pemerintah. Tanah adalah modal dasar pembangunan, dan dalam kehidupan
masyarakat, umumnya tergantung pada manfaat dari tanah dan memiliki hubungan
yang erat dengan negara dan masyarakat. Oleh karena itu hukum keagrariaan di
Indonesia secara umum telah diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang merupakan pelaksanaan
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa: ”Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Tanah sangat erat hubungannya dengan
kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan setiap saat manusia berhubungan dengan
tanah, setiap orang memerlukan tanah. Oleh karena itu tanah adalah merupakan
kebutuhan vital manusia, ada pepatah jawa yang berbunyi “ sedumuk batuk senyari
bumi” yang artinya antara lain walaupun hanya sejengkal tanah dipertahankan sampai
mati.

Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan. Dalam hubungan timbal
balik, fenomena sosial sering terjadi dalam bentuk konflik yang muncul untuk
kepentingan yang berbeda. Dengan munculnya sengketa, hukum memainkan peran
penting dalam menyelesaikan sengketa. Sejak zaman kuno, tanah telah menjadi
masalah bagi orang.

Konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat muncul dalam beragam bentuk.


Pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak sedikit, baik
negara maupun institusi civil society seperti ; lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Tetapi proses penyelesaian sengketa acapkali menemui jalan buntu sehingga
menjadikan konflik semakin berlarut-larut. Hal ini antara lain diakibatkan oleh masih
lemahnya identifikasi terhadap akar-akar penyebab konflik dan pemetaan aspek-aspek
social, politik, ekonomi dan budaya yang terlibat didalamnya. Akibatnya tawaran-
tawaran penyelesaian konflik acapkali merupakan formula yang bersifat sementara.
Identifikasi dan penelitian mendalam terhadap akar-akar konflik dan pemetaan yang

1
akurat terkait aspek-aspek social, ekonomi, politik dan cultural amat diperlukan guna
membantu penyelesaian sengketa pertanahan secara permanen. Konflik pertanahan
merupakan proses interaksi antara dua (atau lebih) atau kelompok yang masing-masing
memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda
lain yang berkaitan dengan tanah, air , tanaman, tambang, juga udara yang berada di
atas tanah yang bersangkutan. Secara mikro sumber konflik dapat timbul karena adanya
perbedaan atau benturan nilai (cultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data,
atau gambaran obyektif kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan
kepentingan ekonomi yang terlihat pada kesenjangan struktur pemilikan dan
penguasaan tanah.

Adanya tanah dalam jumlah tertentu (terbatas) menimbulkan perebutan hak atas
tanah yang dapat menimbulkan konflik tanah yang berlarut-larut. Bahkan pemilik tanah
rela mengorbankan segalanya untuk melindungi tanah mereka. Sebagaimana
dinyatakan oleh Mochammad Tauhid : “Soal agrarian (soal tanah) adalah soal hidup
dan penghidupan manusia, karena tanah adalah asal dan sumber makanan bagi
manusia. Perebutan terhadap tanah berarti perebutan makanan, tiang hidup manusia.
Untuk itu orang rela menumpahkan darah mengorbankan segala yang ada demi
mempertahankan hidup selanjutnya”.

Tipologi kasus pertanahan merupakan jenis sengketa, konflik, atau perkara


pertanahan yang disampaikan atau diadukan dan ditangani oleh Badan Pertanahan
Nasional, secara garis besar dikelompokan menjadi:

a) Penguasaan tanah tanpa hak.


b) Sengketa batas.
c) Sengketa waris.
d) Jual berkali-kali.
e) Sertipikat ganda.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengklasifikasian Akar Konflik Pertanahan?


2. Bagaimana Penyelesaian Sengketa Tanah Menurut Badan Pertanahan Nasional?

C. Tujuan Makalah

Selain untuk memenuhi tugas Uas Hukum Agraria, makalah ini bertujuan untuk
mengetahui tentang sengketa tanah. Selain itu, untuk mengetahui aapa-apa saja
pengklasifikasian akar dari konflik pertahanan, dan bagaimana penyelesaian sengketa
tanah tersebut oleh Badan Hukum Pertanahan Nasional.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengklasifikasian Akar Konflik Pertanahan

Konflik pertanahan yang terjadi di masyarakat muncul dalam beragam bentuk. Pihak yang
terlibat dalam proses penyelesaian konflik tersebut pun tidak sedikit, baik negara maupun institusi
civil society seperti ; lembaga swadaya masyarakat (LSM). Tetapi proses penyelesaian sengketa
acapkali menemui jalan buntu sehingga menjadikan konflik semakin berlarut-larut.

Hal ini antara lain diakibatkan oleh masih lemahnya identifikasi terhadap akar-akar
penyebab konflik dan pemetaan aspek-aspek social, politik, ekonomi dan budaya yang terlibat
didalamnya. Akibatnya tawaran-tawaran penyelesaian konflik acapkali merupakan formula yang
bersifat sementara. Identifikasi dan penelitian mendalam terhadap akar-akar konflik dan pemetaan
yang akurat terkait aspek-aspek social, ekonomi, politik dan cultural amat diperlukan guna
membantu penyelesaian sengketa pertanahan secara permanen.

Konflik pertanahan merupakan proses interaksi antara dua (atau lebih) atau kelompok yang
masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-
benda lain yang berkaitan dengan tanah, air , tanaman, tambang, juga udara yang berada di atas
tanah yang bersangkutan. Secara mikro sumber konflik dapat timbul karena adanya perbedaan atau
benturan nilai (cultural), perbedaan tafsir mengenai informasi, data, atau gambaran obyektif
kondisi pertanahan setempat (teknis), atau perbedaan/benturan kepentingan ekonomi yang terlihat
pada kesenjangan struktur pemilikan dan penguasaan tanah.

Masalah tanah dilihat dari segi yuridis merupakan hal yang tidak sederhana pemecahannya.
Timbulnya sengketa hukum tentang tanah adalah bermula dari pengaduan satu pihak
(orang/badan) yang berisi tentang keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap
status tanah ataupun prioritas kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian
secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

1. Akar Konflik Pertanahan Secara Umum

Salah satu tuntutan pada saat krisis ekonomi tahun 1997-1998 adalah segera
dilakukannya reformasi agrarian. Hal ini disebabkan karena pada saat itu akses
masyarakat terhadap tanah bisa dikatakan sudah tersumbat, akibat pelaksanaan
pembangunan di masa orde baru semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi. Hal
tersebut menjadi pemicu keresahan masyarakat yang pada akhirnya juga mendorong
timbulnya konflik pertanahan.
3
Suyoto Usman, menggambarkan terjadinya konflik pertanahan sebagai akibat dari
dampak kegiatan industry yang berkaitan erat dengan bentuk hubungan social yang
terjalin di antara para stakeholder yaitu masyarakat, pemerintah, pihak penguasa
industry, serta instansi-instansi lain (termasuk lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga keagamaan) yang aktifitasnya terkait langsung dengan ketiganya. Sedangkan
menurut Christopher More, akar permasalahan sengketa pertanahan dalam garis
besarnya dapat ditimbulkan oleh hal-hal sebagai berikut:

(1) konflik kepentingan yaitu adanya persaingan kepentingan yang terkait dengan
kepentingan substantive, kepentingan prosedural, maupun kepentingan psikologis;
(2) konflik structural, yang disebabkan pola perilaku destruktif, kontrol pemilikan
sumberdaya tidak seimbang;
(3) konfik nilai, karena perbedaan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi
gagasan atau perilaku, perbedaan gaya hidup, ideologi, agama atau kepercayaan;
(4) Konflik hubungan, karena emosi yang berlebihan, persepsi yang keliru,
komunikasi yang buruk atau salah, pengulanagn perilaku yang negative;
(5) konflik data, karena informasi yang tidak lengkap, informasi yang keliru, pendapat
yang berbeda tentang hal-hal yang relevan, interpretasi data yang berbeda dan
perbedaan prosedur penilaian.

Dari berbagai pendapat tentang akar masalah pertanahan yang akhirnya


menjadi sengketa tanah terjadi di Indonesia di sebabkan oleh :

(1) kurang tertibnya administrasi pertanahan masa lalu;


(2) ketimpangan struktur penguasaan dan pemilikan tanah;
(3) sistem publikasi pendaftaran tanah yang negative;
(4) meningkatnya kebutuhan tanah, sehingga harga tanah tidak dapat dikendalikan
karena ulah mafia tanah;
(5) peraturan perundangan saling tumpang tindih, baik secara horizontal maupun
vertical, demikian juga substansi yang diatur;
(6) masih banyaknya terdapat tanah terlantar;
(7) kurang cermat notaries dan pejabat pembuat akta tanah dalam menjalankan
tugasnya;
(8) belum terdapat pelaksanaan persepsi atau intrepetasi para penegak hukum
khususnya hakim terhadap peraturan perundang-undangan di bidang
pertanahan; dan
(9) para penegak hukum belum kurang berkomitmen untuk melaksanakan
peraturan perundang-undangan secara konsumen dan konsisten.

Mengacu pada beberapa konflik pertanahan teraktual yang terjadi


belakangan ini, bahwa penyebab umum timbulnya konflik pertanahan dapat

4
dikelompokkan dalam dua factor, yaitu faktor hukum dan faktor non hukum.
Faktor Hukum meliputi : tumpang tindih peraturan, regulasi kurang memadai,
tumpang tindih peradilan, penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit.
Sementara factor nonhukum meliputi: tumpang tindih penggunaan tanah, nilai
ekonomis tanah tinggi, ksadaran masyarakat meningkat, tanah tetap penduduk
bertambah dan kemiskinan.

2. Akar Konflik Pertanahan secara Khusus

Secara Khusus, pemicu terjadinya kasus-kasus sengketa tanah yang selanjutnya


bisa muncul sebgai konflik yang berdampak social-politik, di berbagai wilayah
dinegeri ini dapat diidentifikasikan dalam beberapa kategori sebagai berikut: Pertama,
masalah sengketa atas keputusan pengadilan antara lain terdiri dari a) tidak diterimanya
keputusan pengadilan oleh pihak yang bersengketa; b) keputusan pengadilan yang tidak
dapat diksekusi karena status penguasaan dan pemilikannya sudah berubah; c)
keputusan pengadilan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap status objek
perkara yang sama; dan d) adanya permohonan tertentu berdasarkan keputusan
pengadilan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kedua, masalah permohonan hak atas tanah yang berkaitan dengan klaim kawasan
hutan, terutama yang secara fisik sudah tidak berfungsi sebagai hutan lagi. Ketiga,
masalah sengketa batas dan pendaftaran tanah serta tumpang tindih sertifikat di atas
tanah yang sama. Keempat, masalah recklaiming dan pendudukan kembali tanah yang
telah dibebaskan oleh pengembang perumahan karena ganti rugi yang dimanipulasi.
Kelima, masalah pertanahan atas klaim tanah ulayat atau adat. Keenam, masalah-
masalah yang berkaitan dengan tanah perkebunan, antara lain a) proses ganti rugi yang
belum tuntas disertai tindakan intimidasi; b) pengambil alhihan tanah garapan rakyat
yang telah dikelola lebih dari 20 tahun untuk lahan perkebunan; dan d) perkebunan
berada di atas tanah ulayat atau marga atau tanah warisan.

Secara lebih rinci, Keputusan Kepala BPN R1 Nomor 34 Tahun 2007 tentang
Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan
mengklasifikasikan akar konflik pertanahan, sebagaimana berikut: (a) Kasus
Penguasaan dan Pemilikan Konflik pertanahan yang berkaitan dengan masalah
penguasaan dan pemilikan tanah meliputi onflik karean perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak
atau belum dilekati hak (tanah negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak
tertentu. Konflik yang terjadi antara lain menyangkut:

5
a) Kasus Penguasaan dan Pemilikan

Konflik pertanahan yang berkaitan dengan masalah penguasaan dan


pemilikan tanah meliputi onflik karean perbedaan persepsi, nilai atau pendapat,
kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau
belum dilekati hak (tanah negara), maupun yang telah dilekati hak oleh pihak
tertentu. Konflik yang terjadi antara lain menyangkut:

1. Masalah kepemilikan tanah waris antara orang perseorangan.


2. Masalah pemilikan atas dasar jual beli antara perseorangan
3. Masalah pemilikan atas tanah harta gono gini
4. Masalah penguasaan dan pemilikan berdasar bukti alas hak yang berbeda beda atau
tumpang tindih alas hak dengan alat bukti hak lama
5. Masalah penguasaan dan pemilikan tanah bekas tanah negara asal hak barat anatara
perseorangan atau perseorangan dengan badan hukum.
6. Masalah penguasaan tanah negara antara badan hukum dengan badan hukum
7. Masalah penguasaan tanah perkebunan hak guna usaha oleh rakyat
8. Penguasaan rakyat atas tanah-tanah hak guna bangunan
9. Penguasaan rakyat atas tanah-tanah kawasan hutan
10. Penguasaan tanah-tanah asset pemerintah/BUMN oleh rakyat.
11. Masalah Penguasaan tanah haki milik asal kontroversi.

b) Kasus Penetapan dan Pendaftaran Tanah

Dalam hal ini, konflik disebabkan karena perbedaan persepsi, nilai atau
pendapat, kepentingan mengenai proses penetapan hak dan pendaftaran tanah yang
merugikan pihak lain sehingga menimbulkan anggapan tidak sahnya penetapan
atau perizinan di bidang pertanahan, seperti:

1. Masalah penetapan hak atas tanah segara


2. Masalah penetapan hak atas tanah obyek nasionalisasi
3. Masalah penetapan hak atas tanah bekas hak barat
4. Masalah pendaftaran konvensi hak milik
5. Masalah tumpang tindih penetapan hak dan pendaftaran tanah yang sebelumnya
telah diterbitkan hak atas nama pihak lain
6. Masalah tumpang tindih pendaftaran tanah yang sebelumnya telah diterbitkan
7. Masalah penetapan hak dan pendaftaran tanah di atas tanah hak asset pemerintah
yang telah berakhir atau tidak diperpanjang atau diperbaharui
8. Masalah penetapan hak dan pendaftaran tanah yang masih menjadi objek sengketa
9. Tumpang tindih penetapan hak karena perubahan wilayah administrative desa.

6
c) Kasus Bidang Tanah

Konflik yang timbul berkaitan denga letak , batas dan luas bidang tanah
yang diakui satu pihak yang telah ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia maupun yang masih dalam proses penetapan batas.

d) Kasus Ganti Rugi eks Tanah Partikelir

Berkaitan dengan tanah partikelir, konflik lebih disebabkan oleh perbedaan


persepsi, pendapat, kepentingan atau nilai mengenai keputusan tentang kesediaan
pemerintah untuk memberikan ganti kerugian atas tanah partikelir yang dilikuidasi.
Ada dua sumber konflik berkaitan dengan ganti rugi eks tanah partikelir, yaitu:

1. Masalah tuntutan ganti rugi tanah partikelir kepada pemerintah


2. Masalah tuntutan ganti rugi tanah partikelir kepada warga masyarakat

e) Kasus Tanah Ulayat

Konflik berkaitan dengan tanah ulayat yaitu perbedaan persepsi atau nilai
atau pendapat, kepentingan mengenai status ulayat dan masyarakat hukum adat di
atas areal tertentu baik yang telah diterbitkan hak atas tanah maupun yang belum,
akan tetapi dikuasai oleh pihak lain. Konflik tersebut antara lain:

1. Masalah penetapan subyek tanah ulayat.


2. Masalah penetapan obyek tanah ulayat
3. Masalah penetapan obyek dan subyek tanah ulayat.

f) Kasus Tanah Obyek Landreform

Konflik tanah obyek landreform yaitu konflik karena perbedaan persepsi,


nilai, pendapat atau kepentingan-kepentingan menganai prosedutr penegasan,
status penguasaan dan pemilikan, proses penetapan ganti rugi penentuan subyek-
obyek dan pembagian tanah obyek landreform.

g) Kasus Pengadaan Tanah

Dalam pengadaan tanah, konflik yang bisa muncul biasanya mengenai


status hak tanah yang perolehannya berasal proses pengadaan tanah, atau mengenai
keabsahan proses, pelaksanaan pelepasan atau pengadaan tanah dang anti rugi.

7
h) Kasus Pelaksanaan Putusan

Konflik yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan pengadilan terjadi


karena perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai putusan
badan peradilan yang berkaitan dengan subyek atau obyek hak atas tanah atau
mengenai prosedur penertiban hak atas tanah tertentu.

B. Penyelesaian Sengketa Tanah Menurut Badan Pertanahan Nasional


Dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 4 Tahun 2006 JO
peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 5 Tahun 2006 pada bagian
ke-13, tertera bahwa fungsi BPN dalam rangka menangani sengketa, konflik dan perkara (SKP)
pertanahan adalah untuk mewujudkan kebijakan pertanahan bagi keadilan dan kesejahteraan
masyarakat. BPN berperan untuk menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan
konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
Penyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari :
a. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan
pengadilan; BPN wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa
perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :
1) Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi;
2) Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan
3) Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat
cacat hukum administrasi dalam penerbitannya. Sasaran pembangunan di bidang
pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi:
1. Tertib Hukum Pertanahan
Dewasa ini banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan
tanah oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan
agraria yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah :
a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib
Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi
penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan
Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib
hukum pertanian sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan
administrasi tanah.
b. Mengenai sanksi hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.
c. Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanian.

8
d. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas keagrariaan.
e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan
penyelewengan.
f. Kebersamaan mengadakan interopeksi. Dengan usaha-usaha tersebut, maka
akan terwujud adanya Tertib Hukum Pertanahan yang menimbulkan
Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta penggunaannya, yang
kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman dalam masyarakat
dan pengayoman masyarakat dari tindakantindakan semena-mena serta
persengketaan-persengketaan, sehingga mendorong gairah kerja.

2. Tertib Administrasi Pertanahan


Dewasa ini, masih teras adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang hal
berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal :
a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya
relatif mahal.
b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan Dengan demikian maka
yang disebut Tertib Administrasi Pertanahan adalah merupakan keadaan
dimana :
a) Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik,
penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang
dikelola dalam sistem Informasi Pertanahan yang lengkap.
b) Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang
pertanahan yang sederhana, cepat dan massal tetapi menjamin kepastian
hukum yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten.
c) Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak
dan pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan
terjamin keamanaannya.

3. Tertib Penggunaan Tanah


Sampai sekarang masih banyak tanah-tanah yang belum
diusahakan/dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukkannya,
sehingga bertentangan dengan fungsi sosial dari tanah itu sendiri. Dengan
demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah merupakan keadaan
dimana :
a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai
dengan potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan
diperlukan untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional.
b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana
aman, tertib, lancar dan sehat.

9
c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam
peruntukkan tanah.
d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup
Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan
yang dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan
penataan kembali penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program
khusus di bidang agraria untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-
petani yang tidak bertanah atau mempunyai tanah yang sangat sempit.
Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola dan mengembangkan
administrasi pertanahan yang meliputi Pengaturan Penggunaan,
Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T), penguasaan hak-hak
atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan
dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan aktif dalam
mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non
Departemen pembantu Presiden.

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

(1) Akar konflik pertanahan secara umum adalah tumpang tindih peraturan, regulasi kurang
memadai, tumpang tindih peradilan, penyelesaian dan birokrasi yang berbelit-belit, nilai
ekonomis tinggi, kesadaran masyarakat meningkat, tanah tetap sedangkan penduduk
bertambah, dan kemiskinan.
(2) Akar konflik pertanahan secara khusus adalah Pertama, masalah sengketa atas keputusan
pengadilan antara lain terdiri dari:
a) tidak diterimanya keputusan pengadilan oleh pihak yang bersengketa;
b) keputusan pengadilan yang tidak dapat diksekusi karena status penguasaan dan
pemilikannya sudah berubah;
c) keputusan pengadilan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap status objek
perkara yang sama; dan
d) adanya permohonan tertentu berdasarkan keputusan pengadilan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap.

Kedua, masalah permohonan hak atas tanah yang berkaitan dengan klaim kawasan hutan,
terutama yang secara fisik sudah tidak berfungsi sebagai hutan lagi.

Ketiga, masalah sengketa batas dan pendaftaran tanah serta tumpang tindih sertifikat di
atas tanah yang sama.

Keempat, masalah recklaiming dan pendudukan kembali tanah yang telah dibebaskan oleh
pengembang perumahan karena ganti rugi yang dimanipulasi.

Kelima, masalah pertanahan atas klaim tanah ulayat atau adat.

Keenam, masalah-masalah yang berkaitan dengan tanah perkebunan, antara lain a) proses
ganti rugi yang belum tuntas disertai tindakan intimidasi; b) pengambil alihan tanah
garapan rakyat yang telah dikelola lebih dari 20 tahun untuk lahan perkebunan; dan d)
perkebunan berada di atas tanah ulayat atau marga atau tanah warisan.

Penyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari :

11
a. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan
pengadilan; BPN wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
b. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa
perbuatan hukum administrasi pertanahan

12

Anda mungkin juga menyukai