Anda di halaman 1dari 13

KARYA ILMIAH

SENGKETA DI REMPANG PULAU BATAM KAITAN DENGAN


ECO CITY DALAM KAJIAN ANTROPOLOGI HUKUM

Dosen pengampu : Lewis Grindulu. SH.MH

Nama : Algosi
Nim : D1A022094

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan karya ilmiah
tentang “SENGKETA DI REMPANG PULAU BATAM KAITAN DENGAN ECO CITY DALAM KAJIAN
ANTROPOLOGI HUKUM”.

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan karya ilmiah ini. Tentunya,
tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini. Oleh
karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini.
Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat
dan juga inspirasi untuk pembaca.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................1
A. LATAR BELAKANG............................................................1
B. RUMUSAN MASALAH......................................................2
C. ANALISIS.............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................5
2.1 KONFLIK TERKAIT REMPANG ECO CITY...................5
2.2 KONTEKS DALAM SOSIAL BUDAYA...........................6
BAB III PENUTUP...........................................................................9
3.1 KESIMPULAN....................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sengketa di Rempang, Pulau Batam, yang terkait dengan pengembangan
Rempang Eco City, merupakan fenomena kompleks yang membutuhkan
pendekatan antropologi hukum untuk memahaminya secara holistik.
Antropologi hukum adalah cabang antropologi yang mempelajari bagaimana
hukum dan kebijakan mempengaruhi budaya, masyarakat, dan sebaliknya.
Dalam konteks Rempang Eco City, kita akan mengkaji bagaimana sengketa ini
memengaruhi masyarakat lokal, budaya mereka, dan konflik dengan hukum
dan regulasi yang ada.
Dalam melanjutkan pembahasan mengenai sengketa di Rempang, Pulau
Batam, yang terkait dengan pengembangan Rempang Eco City, adalah penting
untuk menambahkan beberapa konteks yang lebih mendalam:
Pulau Rempang dan sekitarnya merupakan wilayah yang mengalami
perubahan sosial dan ekonomi yang signifikan dalam beberapa dekade
terakhir. Pulau ini bukan hanya tempat tinggal bagi masyarakat nelayan
tradisional, tetapi juga menjadi target utama bagi pengembang properti yang
mencari peluang pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi.
Dengan demikian, sengketa ini mencerminkan konflik antara dua paradigma
yang saling bertentangan: pertama, tradisi maritim dan budaya lokal yang telah
ada selama berabad-abad; dan kedua, dorongan menuju modernisasi ekonomi
dan urbanisasi dalam wujud pengembangan Rempang Eco City.
Dalam konteks ini, antropologi hukum menjadi alat yang sangat berguna
untuk menggali lebih dalam dan memahami dinamika yang kompleks ini. Ini
membantu dalam mengkaji bagaimana hukum, regulasi, dan kebijakan yang
diterapkan dalam proses pengembangan ini memengaruhi masyarakat lokal,
baik dalam hal hak asasi manusia maupun budaya mereka. Selain itu,
pendekatan ini juga memungkinkan kita untuk mengeksplorasi alternatif-
alternatif yang mungkin untuk meredakan sengketa ini dan mencapai
keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan pelestarian budaya dan
lingkungan.
Dengan demikian, analisis antropologi hukum yang mendalam dan holistik
terhadap sengketa ini di Pulau Rempang dapat memberikan pandangan yang
lebih mendalam tentang perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi
dalam konteks pengembangan Rempang Eco City, serta potensi solusi yang
adil dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konflik Terkait Rempang Eco City?
2. Bagaimana Konteks Dalam Sosial Budaya?
C. Analisis
Pendekatan antropologi hukum dapat membantu dalam
pemahaman sengketa ini. Berikut adalah elemen-elemen penting
dalam analisis:
1. Kajian Terhadap Budaya Lokal : Antropologi hukum akan
memeriksa bagaimana pengembangan Rempang Eco City
mempengaruhi budaya lokal. Ini melibatkan pemahaman
mendalam tentang cara hidup, nilai, dan norma-norma
masyarakat nelayan lokal, serta bagaimana pengembangan ini
mengganggu struktur budaya tersebut.
2. Analisis Hukum dan Kebijakan : Penting untuk memahami
peraturan hukum dan kebijakan yang mengatur pengembangan
properti seperti Rempang Eco City. Hal ini termasuk pemahaman
tentang bagaimana hukum mengakui atau tidak mengakui hak
tradisional atas tanah dan pemukiman.
3. Studi Dampak Lingkungan : Kajian antropologi hukum juga
harus mencakup dampak lingkungan dari pengembangan ini dan
bagaimana dampak tersebut memengaruhi kehidupan nelayan
lokal. Ini melibatkan analisis tentang bagaimana konflik dengan
hukum lingkungan bisa muncul.
4. Studi Kasus dan Observasi Lapangan : Antropologi hukum sering
melibatkan studi kasus mendalam dan observasi lapangan. Para
antropolog hukum akan melakukan wawancara, pengamatan, dan
kajian dokumenter untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
dalam tentang bagaimana masyarakat lokal menghadapi
pengembangan Rempang Eco City, bagaimana mereka
berinteraksi dengan hukum, dan bagaimana hal ini memengaruhi
kehidupan sehari-hari mereka.
5. Konteks Hukum Lokal dan Nasional : Studi antropologi hukum
juga akan mencakup pemahaman tentang hukum lokal dan
nasional yang berlaku di wilayah tersebut. Ini termasuk
pemahaman tentang peraturan tanah, hak properti, dan regulasi
lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil dari sengketa ini.
6. Analisis Konflik Budaya dan Sosial : Antropologi hukum
membantu mengidentifikasi dan menganalisis konflik budaya dan
sosial yang mungkin muncul dalam konteks sengketa ini. Ini bisa
termasuk konflik antara nilai-nilai budaya lokal dan visi
pengembangan modern, atau konflik antara generasi yang
memiliki pandangan berbeda tentang masa depan pulau ini.
7. Rekomendasi Kebijakan : Salah satu tujuan analisis antropologi
hukum adalah memberikan rekomendasi kebijakan yang
konstruktif. Ini bisa melibatkan pengembangan peraturan yang
lebih inklusif, pemantauan yang lebih ketat terhadap dampak
lingkungan, atau pengembangan program kompensasi yang adil
bagi masyarakat yang terdampak.
8. Pendidikan dan Advokasi Masyarakat : Antropologi hukum dapat
berperan dalam mendidik masyarakat lokal tentang hak-hak
mereka dan membantu mereka dalam upaya advokasi mereka. Ini
mendorong partisipasi masyarakat yang lebih aktif dalam proses
pembuatan keputusan yang memengaruhi mereka.
Analisis antropologi hukum adalah alat yang sangat berguna
dalam memahami sengketa di Rempang, Pulau Batam, terkait
dengan pengembangan Rempang Eco City. Dengan pendekatan
ini, kita dapat lebih mendalam memahami bagaimana aspek-
aspek budaya, sosial, dan hukum berinteraksi dalam konteks
sengketa ini. Hal ini membantu dalam mencari solusi yang lebih
baik yang dapat mempertahankan hak-hak masyarakat lokal,
melindungi lingkungan, dan mempromosikan pembangunan yang
berkelanjutan. Selain itu, antropologi hukum juga berperan dalam
mendorong dialog dan rekonsiliasi antara semua pihak yang
terlibat dalam sengketa ini, menuju perubahan yang lebih baik
dan lebih adil bagi semua.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONFLIK TERKAIT REMPANG ECO CITY


Konflik yang muncul terkait dengan pengembangan Rempang Eco City
mencakup beberapa isu penting:
1. Hak Atas Tanah dan Pemukiman : Banyak penduduk lokal memiliki
hak tradisional atas tanah yang mereka tempati. Pengembangan Eco City
mengancam untuk menggusur pemukiman tradisional ini, sehingga
menimbulkan pertanyaan tentang hak milik tanah dan pemukiman yang
sah.
2. Kerusakan Lingkungan : Pengembangan Rempang Eco City juga
berpotensi mengancam lingkungan alamiah pulau ini. Penebangan hutan
mangrove dan perubahan tata guna lahan dapat merusak ekosistem laut
yang vital bagi nelayan lokal.
3. Kegelisahan Identitas Budaya : Masyarakat lokal memiliki ikatan erat
dengan budaya maritim mereka. Pengembangan yang pesat dapat
menggeser fokus budaya dari laut ke perkotaan, menyebabkan
kegelisahan mengenai pelestarian identitas budaya mereka.

Dalam melanjutkan pembahasan tentang konflik terkait pengembangan


Rempang Eco City di Pulau Rempang, berikut adalah beberapa elemen
tambahan yang perlu diperhatikan:

1. Ketidaksetaraan Akses : Konflik mungkin muncul akibat ketidaksetaraan


akses terhadap manfaat ekonomi dan sosial yang dihasilkan oleh
pengembangan. Sebagian masyarakat lokal mungkin mendapatkan manfaat
dari peluang kerja dan investasi, sementara yang lain mungkin diabaikan
atau terpinggirkan. Antropologi hukum akan menganalisis sejauh mana
ketidaksetaraan ini mempengaruhi konflik sosial.
2. Resistensi dan Aktivisme : Masyarakat lokal dan kelompok aktivis
mungkin merasa terpanggil untuk melawan pengembangan Rempang Eco
City yang mereka anggap merusak hak-hak mereka atau lingkungan.
Konflik dapat memunculkan resistensi melalui protes, kampanye, atau
tindakan hukum. Antropologi hukum akan memeriksa dinamika aktivisme
ini dan dampaknya.
3. Sumber Konflik : Analisis antropologi hukum akan mengidentifikasi
sumber-sumber konflik yang muncul dalam sengketa ini. Ini bisa termasuk
persaingan atas tanah, ketidakpastian mata pencaharian, atau perbedaan
pendapat tentang dampak lingkungan. Memahami akar konflik membantu
dalam mencari solusi yang lebih baik.
4. Mediasi dan Penyelesaian Konflik : Antropologi hukum juga akan
mengevaluasi upaya mediasi dan penyelesaian konflik yang mungkin ada.
Ini termasuk pertimbangan terhadap peran lembaga-lembaga hukum,
mediator, atau organisasi non-pemerintah dalam meredakan konflik dan
mencari kesepakatan.
5. Pengaruh Eksternal : Konflik sering kali diperparah oleh pengaruh
eksternal seperti pengembang properti, pemerintah pusat, atau pihak-pihak
lain yang memiliki kepentingan dalam pengembangan tersebut. Analisis
antropologi hukum akan meneliti pengaruh ini dan bagaimana mereka
berkontribusi pada dinamika konflik.
Dengan pemahaman mendalam tentang konflik yang terkait dengan
Rempang Eco City, antropologi hukum berperan dalam membantu
mengidentifikasi solusi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Ini juga
membuka jalan bagi dialog dan kolaborasi antara berbagai pemangku
kepentingan yang terlibat dalam konflik, dengan tujuan mencapai
penyelesaian yang memenuhi kebutuhan semua pihak dan meredakan
ketegangan dalam masyarakat. Dalam konteks sengketa ini, peran
antropologi hukum adalah untuk memfasilitasi pemahaman yang lebih baik
tentang dinamika kompleks yang ada dan mencari jalan menuju perdamaian
dan perkembangan yang berkelanjutan.

2.2. KONTEKS DALAM SOSIAL BUDAYA


Pulau Rempang adalah salah satu pulau kecil di sekitar Pulau Batam,
Indonesia, yang dijadikan lokasi pengembangan Rempang Eco City.
Sebelum pengembangan ini, pulau ini dihuni oleh masyarakat lokal yang
mayoritas bermata pencaharian nelayan. Masyarakat ini memiliki hubungan
erat dengan laut, dan budaya serta tradisi mereka sangat terkait dengan
sumber daya alam lokal, terutama perairan.
Dalam melanjutkan eksplorasi konteks sosial dan budaya di sekitar
sengketa di Rempang, Pulau Batam, dan kaitannya dengan pengembangan
Rempang Eco City, perlu diperluas lebih jauh untuk memahami implikasi
yang lebih dalam:
1. Perubahan Sosial : Pengembangan Rempang Eco City menciptakan
perubahan sosial signifikan dalam komunitas lokal. Kehadiran infrastruktur
modern, pendatang baru, dan pengaruh luar bisa mengubah pola interaksi
sosial, struktur keluarga, dan peran gender dalam masyarakat lokal.
Antropologi hukum akan mendokumentasikan perubahan-perubahan ini.
2. Warisan Budaya dan Identitas : Budaya masyarakat lokal sering kali
erat terkait dengan lingkungan fisik dan mata pencaharian mereka.
Pengembangan yang cepat dan urbanisasi dapat mengancam warisan budaya
ini. Kajian antropologi hukum akan membantu melacak bagaimana budaya
dan identitas lokal mengalami perubahan dan tantangan dalam konteks ini.
3. Kehidupan Nelayan dan Sumber Daya Laut : Masyarakat lokal di
Pulau Rempang adalah nelayan tradisional yang hidup secara langsung dari
sumber daya laut. Pengembangan Rempang Eco City dapat mengganggu
mata pencaharian utama mereka dan mengakibatkan ketidakpastian
ekonomi. Ini memunculkan pertanyaan tentang pemeliharaan sumber daya
laut, akses ke perairan, dan hak nelayan.
4. Konflik Sosial dan Identitas : Konflik sosial sering kali muncul ketika
masyarakat lokal berhadapan dengan perubahan besar dalam lingkungannya.
Antropologi hukum akan mencari tahu bagaimana konflik-konflik ini
muncul dan bagaimana identitas individu dan kelompok terlibat dalam
konflik ini.
5. Pelestarian Budaya Lokal : Salah satu aspek penting dari kajian
antropologi hukum adalah mempertimbangkan upaya pelestarian budaya
lokal dalam menghadapi pengembangan modern. Bagaimana masyarakat
lokal berusaha mempertahankan praktik-praktik budaya mereka dan apa
yang dapat dilakukan untuk mendukung pelestarian ini adalah pertanyaan
kunci.
Melalui analisis antropologi hukum yang mendalam mengenai konteks
sosial dan budaya, kita dapat lebih memahami kompleksitas sengketa di
Pulau Rempang. Hal ini memungkinkan kita untuk mengidentifikasi
dampak sosial dan budaya yang mungkin terjadi akibat pengembangan
Rempang Eco City, serta mencari cara untuk menjaga dan melindungi
warisan budaya yang penting bagi masyarakat lokal. Dengan demikian,
pendekatan ini berperan penting dalam merangkul perubahan dengan hormat
pada budaya dan identitas lokal, sambil mengelola konflik yang mungkin
muncul.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Analisis antropologi hukum tentang sengketa di Rempang, Pulau Batam,


terkait dengan pengembangan Rempang Eco City dapat memberikan
wawasan mendalam tentang kompleksitas konflik ini. Memahami bagaimana
pengembangan ini memengaruhi budaya, masyarakat, dan hubungan dengan
hukum dan regulasi dapat membantu dalam mencari solusi yang adil dan
berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat, sambil mempertahankan
identitas budaya dan lingkungan yang berharga.
Dalam melanjutkan analisis antropologi hukum terkait sengketa di Rempang,
Pulau Batam, dan Rempang Eco City, beberapa poin penting harus
ditekankan:
1. Partisipasi Masyarakat: Salah satu aspek utama dalam antropologi hukum
adalah mendengarkan suara dan aspirasi masyarakat lokal. Ini melibatkan
proses konsultasi yang inklusif dan partisipatif, sehingga masyarakat lokal
memiliki peran dalam pembentukan kebijakan yang memengaruhi kehidupan
mereka.
2. Alternatif Solusi: Analisis antropologi hukum juga dapat mencari alternatif
solusi yang mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak. Ini mungkin
termasuk perencanaan pengembangan yang lebih berkelanjutan atau
kompensasi yang adil bagi mereka yang terdampak secara ekonomi oleh
penggusuran pemukiman tradisional.
3. Perlindungan Hak Asasi Manusia: Bagian integral dari analisis ini adalah
memastikan bahwa hak asasi manusia masyarakat lokal dihormati dan
dilindungi. Hal ini mencakup hak atas tanah, pemukiman, mata pencaharian,
dan budaya.
4. Pemantauan Jangka Panjang: Pengembangan Rempang Eco City harus
dipantau jangka panjang untuk memahami dampaknya secara menyeluruh.
Analisis antropologi hukum dapat terus mengikuti perkembangan,
memungkinkan penyesuaian kebijakan jika diperlukan.
Dalam kesimpulannya, analisis antropologi hukum adalah pendekatan yang
penting untuk memahami sengketa di Rempang, Pulau Batam, yang terkait
dengan pengembangan Rempang Eco City. Hal ini membantu
menggambarkan gambaran yang lebih lengkap tentang konflik ini dengan
mempertimbangkan budaya, masyarakat, lingkungan, dan aspek hukumnya.
Dengan demikian, memungkinkan upaya rekonsiliasi yang lebih efektif dan
berkelanjutan, yang menghormati hak-hak dan kepentingan semua pihak
yang terlibat, sambil menjaga warisan budaya dan lingkungan yang berharga.

Anda mungkin juga menyukai